You are on page 1of 31

Tugas Kelolaan Individu

Keperawatan Gerontik

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : OSTEOARTHRITIS

DI WISMA VII PSTW GAU MABAJI GOWA

Oleh :

RENO SURATNO

16.04.064

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses

kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada

tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,

khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah

dimilikinya. Salah satunya adalah perubahan fungsi muskuloskeletal.

Gangguan muskuloskeletal pada usia lanjut merupakan salah satu dan demikian

banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari. Pada kenyataannya,

sedikit sekali jenis kelainan muskuloskeletal yang bersifat endemis pada usia lanjut.

Tidak dapat disangkal bahwa kaum usia lanjut lebih sering menderita osteoarthritis,

penggantian sendi melalui tindakan bedah, maupun kelainan kronis pada rotator

cuff. Untuk dapat memahami kelainan muskuloskeletal pada kelompok usia lanjut,

perubahan-perubahan seiring dengan pertambahan usia yang timbul pada otot, tulang,

persendian, jaringan ikat, dan persarafan harus diketahui.

Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya

usia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ

dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem

muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya

gangguan muskuloskeletal. Adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal dapat

mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian

yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Di daerah urban,

dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang (gangguan sistem musculoskeletal)

merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut.


B. Perubaan terkait usia pada fungsi muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi seiring perubahan umur tersebut melibatkan penurunnan

masa otot, kekuatan otot yang terjadi secara bertahap. Kenyataannya jumlah otot

berkurang digantikanoleh jaringan fibrosa. Sebagai hasislnya masa, tonus, dan

kekuatan otot berkurang. Elastisitas ligamen, tendon dan kartilagonya berkurang

demikian juga terjadi pada masa tulang sehingga berakibat pada kelemahan tulang.

Pada diskus intervertebra, kehilangan air yang menyebabkan penurunan tinggi badan

1,5-3 inchi, postur tubuh berubah biasanya adalah kiposis bukan lordosis.

Pada lansia yang pengapuran jaringan kartilago, hal ini merupakan akibat dari proses

penuaan ataupun penggunaan dan kerusakan pada persendian.

1. Perubahan anatomik pada sistem muskuloskeletal

Perubahan anatomik pada sistem muskuloskeletal antara lain :

a. Tulang

Tulang menyediakan kerangka untuk semua sistem muskuloskelethal dan

bekerja berhubungan dengan sistem otot untuk memfasilitasi pergerakan.

Fungsi tambahan tulang pada tubuh manusia adalah penyimpanann calcium,

produksi sel darah, dan mendukung serta melindungi jaringan dan organ

tubuh. Tulang terbentuk dari lapisan luar yang keras disebut cortical atau

tulang padat, dan di bagian dalm terdapat spongy berlubang yang disebut

trabecular. Bagian cortical terhadap komponen tabecular berubah berdasrkan

tipe tulang. Tulang panjang misalnya, radius dan femur, mengandung

sebanyak 90% corticol, sedangkan tulang vertebrata susunan utamanya adalah

sel trabecular. Corticol dan trabecular merupakan komponen tulang yang

berpengaruh pada lansia.

Pada lansia terdapat perubahan pada susuanan pembentukan tulang yaitu :


1) Tulang cortikal

Mulai umur 40 tahun, terjadi perubahan penurunan sejumlah tulang

cortical 3 % perdecade pada laki-danwanitaberlanjut terus sampai akhir

dewasa.

Setelah menopause, wanita terjadi penambahan penurunan/ kehilangan

tulang cortical, sehingga jumlah rata-rata penurunan mencapai 9% sampai

10 % perdecade pada umur 45-75 tahun. Penurunan tulang corticl berakhir

pada umur 70- 75 .

Hasil akhir perubahan ini seumur hidup kira-kira 35%-23% pada wanita

dan laki-laki berturut-turut.

2) Tulang trabecular

Serangan hilangnya tulang trabecular lebih dulu dari serangan kehilangan

cortical pada wanita dan laki-laki.

Rata-rata hilangnya tulang trabecular kira-kira 6%-8% perdecade setelah

menopause, wanita terjadi kehilangan tulang trabecular secara cepat Hasil

akhir kehilangan seumur hidup kira-kira 50%- 33% pada wanita dan laki-

laki seumur hidup.

3) Peningkatanreabsorpsi tulang oleh tubuh.

4) Penurunan penyerapan kalsium

5) Serum parathyroid hormone meningkat

6) Gangguan regulasi aktivitas osteoblas

7) Gangguan pembentukan tulang, sekunder untuk mengurangi matriks

tulang.

8) jumlah fungsi sel marrow yang digantikan oleh jaringan sel lemak
b. Otot

Semua kegiatan sehari hari (ADL) langsung dipengaruhi oleh fungsi otot,

yang di kendalikan oleh saraf motorik. Perubahan yang berhubungan dengan

usia berdampak besar pada fungsi otot, yaitu :

1) Hilangnya masa otot sebagai hasil penurunan dalam ukuran dan jumlah

serat otot

2) Penurunan serat otot dengan penggantian selanjutnya oleh jaringan

penghubung dan akhirnya oleh jaringan lemak.

3) Penurunan membran sel otot dan keluarnya cairan dan pota.

Dengan umur 80 tahun, kira-kira masa otot hilang (Tonna, 1987). Pada

penjumlahan, terdapat kehilangan saraf motorik yang berhubungan dengan

usia, dan ini mempengaruhi fungsi otot. Dan pada akhirnya perubahan

yang berhubungan dengan usia adalah kemunduran fungsi motorik dan

hilangnya kekuatan dan ketahanan otot.

c. Persendian

Pada perrsendian perubahan yang terjadi adalah :

1) Penurunan viskositas cairan sinovial

2) Terbentuknya jaringan perut dan adanya kalsifikasi pada persendian

3) Jaringan penghubung (kolagen dan elastis)

Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,

kartilago, dan jaringan ikat mengalami perubahan menjadi bentangan

cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan

penurunan hubungan tarikan linear pada jaringan kolagen merupakan

salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah


kolagen mencapai puncak fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan,

tensile strenght dan kekakuan dari kolagen mulai menurun.

Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan

penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai

penuaan. Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya

fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri,

penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan

bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam

melaksanakn aktivitas sehari-hari.

4) Kartilago

Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami

granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya

kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang

terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan

komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap.

Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen

kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami

fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada

tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya

sebagai peredam kejut , tetapi juga sebagai permukaan sendi yang

berpelumas. Konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan

terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar

penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami

peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya

aktivitas sehari-hari.
2. Perubahan-perubahan biologik sistem muskuloskeletal

a. Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.

b. Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.

c. Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebrata, pergelangan, dan

paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut.

d. Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan aus.

e. Kifosis.

f. Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.

g. Gangguan gaya berjalan.

h. Kekakuan jaringan penghubung.

i. Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang).

j. Persensian membesar dan menjadi kaku.

k. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

l. Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban,

otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit

dipahami).

m. Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh lemak,

kolagen, dan jaringan parut).

n. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.

o. Otot polos tidak begitu berpengaruh.

3. Perubahan-perubahan fisiologik sistem muskuloskeletal

a. Penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa otot (atropi

otot)

b. Ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot lebih banyak terjadi pada

ekstremitas bawah
c. Sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak

d. Kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan

bertambahnya usia

e. Kekuatan otot ektremitas bawah berkurang sebesar 40 % antara usia 30

sampai 80 tahun.

4. Faktor- faktor resiko yang menyebabkan gangguan fungsi Muskuloskeletal .

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi muskuloskelatal

antara lain :

1. Usia

Lanjut usia cenderung mengalami nyeri muskuloskeletal dari sel- sel tubuh

yang rusak.

2. Pekerjaan

Beberapa pekerjaan memerlukan tugas yang berulang atau menyebabkan

sikap tubuh yang buruk , dan dapat membuat beresiko mengalami gangguan

fungsi muskuloskeletal

3. Tingkat aktifitas

Mengunakan otot terlalu berlebihan , maupun terlalu lama aktif, seperti duduk

sepanjang hari dapat menyebakan gangguan fungsi muskuloskeletal

Jaringan otot bisa rusak akibat kelelahan dengan kegiatan sehari- hari, cedera

atau trauma pada suatu bagian yang di sebabkan oleh gerakan tiba- tiba,

kecelakaan mobi, jatuh.

5. Konsekuensi fungsional

Banyak kondisi patologis yang mempengaruhi kesejajaran tubuh dan mobilisasi.

Kelainan postur yang didapat atau kongenital mempengaruhi efisiensi sistem

muskuloskeletal, seperti kesejajaran tubuh, keseimbangan dan penampilan.


Kelainan postur mengganggu kesejajaran dan mobilisasi atau keduanya. Diantara

kelainan tubuh meliputi tortikolis yaitu mencondongkan kepala kesisi yang sakit,

dimana otot sternokleidomastoideus berkontraksi, lordosis yaitu kurva anterior

pada spinal lumbal yang melengkung berlebihan, kifosis yaitu peningkatan

kelengkungan pada kurva spinal torakal, kifolordosis yaitu kombinasi dari kifosis

dan lordosis, skoliosisnya itu kurvatura spinal lateral, tinggi pinggul dan bahu

tidak sama, kifoskoliosis yaitu tidak normalnya kurvaspinalanteroposterior dan

lateral. Intervensi yang dapat dilakukan yaitu :

1. Nyeri akut : manajemen nyeri

2. Gangguan pola tidur : peningkatan tidur

3. Resiko jatuh : pencegahan jatuh

Setelah dilakukan intervensi, diharapkan muncul konsekuensi fungsional positif

yaitu :

1. Lansia mengatakan tidak nyeri

2. Lansia mengatakan puas dengan tidurnya

3. Lansia tidak beresiko untuk jatuh


BAB II

PENDAHULUAN

1. Pengertian Arthritis

Arthritis adalah peradangan pada sendi yang bisa disebabkan oleh karena adanya
infeksi, gangguan metabolik dan gangguan konstitutional (Merriam Webster Dictionary,
2006).
Artritis berarti sendi yang rusak karena sering dipakai dan aus dengan
bertambahnya usia (Price&Wilson, 2013). Arthritis biasanya ditandai dengan adanya
eritema, panas, nyeri dan pembengkakan pada sendi yang mengalami inflamasi (Stein,
2001).

2. Klasifikasi Arthritis

Adanya banyak tipe-tipe arthritis, namun yang paling umum ditemukan adalah:
a. Osteoarthritis (OA)
b. Rheumatoid Arthritis (RA)
c. Gout Arthritis
Berdasarkan kasus yang didapat oleh kelompok 1, sesuai dengan keluhan, gejala dan
usia maka kasus tersebut adalah Osteoarthritis
3. Defenisi Osteoarthritis

Osteoarthritis (OA) sebagai suatu bentuk arthritis yang paling umum adalah
gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif
lambat, ditandai dengan adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya
pertumbuhan tulang baru pada permukaan persendian (Price & Wilson, 2013; Kowalak,
Welsh&Mayer, 2012).
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan
dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer&Bare, 2002).
Osteoarthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan deteriorasi kartilago sendi
dan pembentukan tulang baru reaktif di margin dan area subkondral sendi. Degenerasi ini
disebabkan oleh adanya gangguan kondrosit, biasanya di pinggul dan lutut (Paramitha,
2011).

4. Penyebab Osteoarthritis

Berdasarkan penyebab, OA dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:


a. Osteoartritis Primer (Idiopatik)
1) Penuaan/umur
Proses penuaan ada hubungan dengan perubahan-perubahan dalam fungsi
kondrosit, menimbulkan perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah
pada perkembangan OA.
2) Faktor metabolik/faktor endokrin
Misalnya pada klien dengan gangguan endokrin seperti hiperparatiroid.
Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi OA pada
wanita menunjukkan bahwa hormon punya peranan penting dalam progesivitas
OA.
3) Genetik/keturunan
Terjadi karena penurunan sintesi kolagen. Bisa juga karena adanya kelainan
genetik dan perkembangan seperti dysplasia epifisial, dysplasia acetabuler,
penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan dan slipped
epiphysis.
Wanita pasca menopause dalam keluarga yang sama ternyata memiliki tipe OA
pada tangan yang ditandai dengan rimbulnya nodus pada sendi interfalang distal
dan sendi interfalang proksimal tangan (Nodus Herbeden).
4) Faktor mekanis
Terjadi karena penekanan yang berulang pada sendi. faktor ini menyebabkan
erosi kartilago sendi sehingga tulang yang ada dibawahnya tidak terlindungi.
5) Faktor kimiawi
Terjadi karena stimulasi obat-obatan yang mengstimulasi enzim yang mencerna
kolagen dalam membran sinovial seperti preparat steroid.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer, 2012;
Smeltzer&Bare, 2002)

b. Osteoartritis Sekunder
1) Trauma (penyebab paling sering)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut,
terutama terjadi akibat fraktur, post menisektomi, tungkai bawah yang tidak
sama panjang, hipermobilitas dan instabilitas sendi, tidak sejajar dan serasinya
permukaan sendi.
2) Deformitas kongenital
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga mempercepat proses
degenerasi
3) Obesitas/kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan,
sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan
seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer, 2012;
Smeltzer&Bare, 2002)

Penyebab Lain
1) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
2) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

5. Patofisiologi

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi
sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan
unsur penting rawan sendi. Kondrosit merupakan sel yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan proteoglikan dan kolagen rawan sendi. Saat terjadi stress biomekanik
tertentu akan terjadi pengeluaran enzim lisosom dan menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sintesis proteoglikan dan kolagen akan
meningkat tajam namun substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan tinggi, sehingga
pembentukan tidak seimbang dengan kebutuhan.
Terjadilah perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanika kartilago. Rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya, menjadi lebih
lunak dan mempersempit rongga sendi dan menimbulkan rasa nyeri. Sendi yang paling
sering terkena adalah sendi-sendi sinovial yang harus menanggung berat badan, seperti
panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalang distal dan proksimasi.
Perubahan-perubahan degeneratif yang disebabkan karena peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik
dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur pada ligamen atau adanya perubahan
metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang
menyebabkan nyeri, kaki krepitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
Saat terjadi erosi kartilago, terjadi juga pembentukan tulang baru (osteofit) yang juga
menimbulkan perubahan kontur tulang dan pembesaran tulang (Kowalak, Welsh&Mayer,
2012; Price&Wilson, 2013).

Gambaran patofisiologi Osteoarthritis ini dapat dilihat secara jelas pada Pathway pada
Lampiran 1.

6. Tanda dan Gejala

a. Rasa nyeri pada sendi


Merupakan gambaran primer pada osteoartritis. Disebabkan oleh adanya inflamasi
sinovial, peregangan kapsula dan ligamen, iritasi/tekanan pada ujung-ujung saraf
dan spasme otot. Nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan suatu kegiatan
fisik, bergerak atau menanggung beban dan akan hilang apabila penderita
beristirahat.
b. Kekakuan sendi terutama di pagi hari dan sesudah melakukan latihan
c. Keterbatasan gerak akibat rasa nyeri dan kekakuan sendi
d. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan
dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya kemerahan. Bisa juga terjadi
karena adanya tekanan pada tulang dan gangguan pertumbuhan tulang.
e. Krepitasi atau bunyi berderik pada sendi selama melakukan gerakan. Bunyi ini
timbul akibat kerusakan kartilago.
f. Nodus Herbeden (pembesaran tulang pada ujung distal sendi interfalangeal)
g. Perubahan cara berjalan akibat kontraktur yang disebabkan oleh kompensasi
berlebihan otot yang menyangga sendi tersebut.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)

7. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Penegakkan diagnosa OA, didasarkan pada keluhan klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Keluhan klinis primer yang biasa dikeluhkan adalah adanya
nyeri sendi, kekakuan dan keterbatasan gerak.

a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Terdapat asimetrisitas, pembesaran sendi yang mengalami peradangan, dilihat
ada tidaknya kemerahan di area sendi tersebut. Adanya nodus Herbeden
Palpasi
Didapatkan nyeri tekan dan dirasakan panas. Ditemukan juga adanya krepitasi,
dimana terdengar suara gemeretak kretek-kretek seperti suara krupuk yang
diremukkan.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto Rontgen/X-Ray menunjukkan:
Penyempitan rongga atau bagian tepi sendi
Endapan tulang mirip kista dala rongga serta tepi sendi
Sklerosis rongga subkondrium
Deformitas tulang akibat degenerasi atau kerusakan sendi
Pertumbuhan tulang di daerah yang menyangga beban tubuh
Fusi atau penyatuan sendi
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3) Artroskopi memperlihatkan bone spurs dan penyempitan rongga sendi
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal, kecuali jika ada peradangan
2) Pemeriksaan darah: adanya peningkatan LED akibat sinovitis yang luas
(Paramitha, 2011; Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)
8. Penanganan Osteoarthritis
Penatalaksanaan OA bertujuan untuk mencegah atau menahan kerusakan lebih lanjut
pada sendi yang terkena/disabilitas, mengatasi nyeri dan kekakuan sendi dan
mempertahankan mobilitas. Penanganan dapat meliputi:
a. Nonfarmakologi
1) Klien dianjurkan untuk menjaga BB yang ideal untuk mengurangi tekanan atau
beban pada sendi dengan olahraga yang teratur, diet.
2) Klien perlu menjaga keseimbangan antara istirahat, bekerja dan berolahraga
3) Klien dapat menggunakan alat bantu berupa kruk, korset, tongkat penipang,
walker ataupun traksi untuk menstabilkan sendi dan mengurangi tekanan pada
sendi.
4) Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan yang tepat. Program latihan
bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya
atrofi pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik daripada
isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atrofi rawan sendi dan tulang
yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke
sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang
peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan
otot-otot tersebut adalah penting.
5) Terapi panas atau dingin
Terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa sakit, membuat otot-otot sekitar
sendi menjadi rileks dan melancarkan peredaran darah. Terapi panas dapat
diperoleh dari kompres dengan air hangat / panas, sinar IR (infra merah) dan
alat-alat terapi lainnya.
Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak pada sendi dan mengurangi
rasa sakit. Terapi dingin biasanya dipakai saat kondisi masih akut. Dapat
diperoleh dengan kompres dengan air dingin.
6) Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifat
penyakitnya yang menahun dan ketidakmampuan yang ditimbulkannya. Disatu
pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia
ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali
keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha, 2011)

b. Medikamentosa
Berikut nama-nama obat yang umumnya diberikan pada pasien dengan OA
1) Acetaminophen/Ibuprofen/Aspirin
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh dokter karena relatif aman
dan efektif untuk mengurangi rasa sakit. Aspirin dan Ibuprofen dapat membantu
dalam mengontrol sinovitis.
2) NSAIDs (nonsteroidal anti inflammatory drugs)
Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi. Pada orang tua biasanya
menimbulkan efek samping, misalnya gangguan pada lambung
3) Suplemen sendi/cairan sendi artifisial
Suplemen sendi seperti Glukosamin dan Chondroitin, masing-masing memiliki
fungsi yaitu:
- Glukosamine adalah bahan pembentukan proteoglycan, bekerja dengan
merangsang pertumbuhan tulang rawan, serta menghambat perusakan tulang
rawan.
- Chondroitin Sulfat berguna untuk merangsang pertumbuhan tulang rawan dan
menghambat perusakan tulang rawan.
Cairan sendi ini dapat juga membantu meredakan nyeri dan diberikan sementara
dengan jangka waktu 6 bulan.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha, 2011)

c. Pembedahan
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata/klien yang mengalami disabilitas yang berat, dengan nyeri
yang menetap/tidak terkontrol. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Osteotomi
Yaitu tindakan pengubahan alignment/kesejajaran tulang untuk mengurangi
tekanan dengan melakukan eksisi baji pada tulang atau memotong tulang tersebut.
2) Artroskopi debridement
Merupakan suatu prosedur tindakan untuk diagnosis dan terapi pada kelainan sendi
dengan menggunakan kamera, dengan alat ini dokter melakukan pembersihan dan
pencucian sendi, selain itu dokter dapat melihat kelainan pada sendi yang lain dan
langsung dapat memperbaikinya.
3) Artroplasti
Yaitu penggantian partial atau total bagian sendi yang rusak dengan protesis.
4) Artrodesis
Yaitu operasi penyatuan tulang terutama tulang-tulang vertebra (laminatokmi)
5) Osteoplasti
Yaitu pengerokan dan pencucian tulang yang rusak dari dalam sendi.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha, 2011)

9. Pencegahan
OA dapat dicegah dengan beberapa hal berikut:
a. Menjaga berat badan
b. Olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian
c. Aktifitas olahraga sesuai kebutuhan
d. Jaga keseimbangan antara olahraga, bekerja dan istirahat
e. Menghindari perlukaan pada persendian.
f. Minum suplemen sendi
g. Mengkonsumsi makanan sehat
h. Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman
i. Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik
j. Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
k. Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan. Hal
tersebut akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan
tulang.

(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1) Pengkajian fisik
a) Identitas
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
d) Pola fungsi Gordon
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang
dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan volume
minuman perhari, makanan kesukaan.
Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu atau
menggunakan alat
Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji penyebabnya
Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas 9nyerinya
seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time
(kapan nyeri terasa bertambah berat).
Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran
diri.
Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
Pola manajemen koping stress
Sistem nilai dan keyakinan

b. Fungsional klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas
fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di
toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol
defikasi dan berkemih. Cara penilaian:

NO KRITERIA BANTUAN MANDIRI

1 Makan 5 10

2 Minum 5 10

3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/sebaliknya 5-10 15

4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, menggosok gigi) 0 5

5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka tubuh, 5 10


menyiram)
6 Mandi 5 15

7 Jalan di permukaan datar 0 5

8 Naik turun tangga 5 10

9 Menggunakan pakaian 5 10

10 Kontrol bowel (BAB) 5 10

11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10

Total skor

Cara penilaian:
< 60 : ketergantungan penuh/total
65-105 : ketergantungan sebagian
110 : mandiri

2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan sehari-
hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam
hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi, mandi dan
berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian
yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas
fungsionalnya. Salah satukeuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur
perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan
aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian, pergi
ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang
lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :

Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,
seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

c. Status mental dan kognitif gerontik


Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual. Pengujian
terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi, riwayat pribadi, memori
dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jangka panjang
dan kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 2002).
NO PERTANYAAN BENAR SALAH

1 Tanggal berapa hari ini

2 Hari apa sekarang

3 Apa nama tempat ini

4 Alamat anda?

5 Berapa umur anda?

6 Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)

7 Siapa presiden indonesia sekarang?

8 Siapa presiden ndonesia sebelumnya?


9 Siapa nama ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru,


semua secara menurun
Jumlah

Interpretasi hasil :
1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat

MiniMental Status Exam (MMSE)


Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi mental:
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai
kemungkinan ada 30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut. Pemeriksaan
memerlukan hanya beberapa menit untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai,
tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. karena pemeriksaan
MMSE mengukur beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan perubahan
kognitif pada waktu dan dengan tindakan. Ini merupakan suatu alat yang berguna
untuk mengkaji kemajuan klien yang berhubungan dengan intervensi. Alat
pengukur status afektif bdigunakan untuk membedakan jenis depresi serius yang
mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati. Depresi adalah umum pada lansia
dan sering dihubungkan dengan kacau mental dan disorientasi, sehingga seorang
lansia depresi sering disalah artikan dengan dimensia. Pemeriksaan status mental
tidak dengan jelas membedakan antara depresi dengan demensia, sehingga
pengkajian afektif adalah alat tambahan yang penting.

ANALISA DATA
MASALAH
NO DATA-DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1 Data Subyektif: Penuaan Nyeri Kronik
Klien mengeluh nyeri dan bengkak pada
Perubahan fungsi kondrosit
seluruh sendi
Data Obyektif: Penurunan sintesis proteoglikan dan
Tampak bengkak hampir di seluruh kolagen

persendian
Osteoarthritis

Penyempitan rongga sendi

Iskemik

Metabolisme anaerob

Peningkatan asam laktat dan merangsang


reseptor nyeri

Nyeri Kronis
2 Data Subyektif: Osteoarthritis Hambatan Mobilitas
Klien mengeluh seluruh sendinya terasa Fisik
Penyempitan rongga sendi dan
sulit digerakkan
pembentukan osteofit
Data Obyektif:
Tampak bengkak hampir di seluruh Elastisitas sendi menurun

persendian
Kekakuan sendi

Sulit menggerakkan sendi

Hambatan Mobilitas Fisik


3 Data Subyektif: Osteoarthritis Defisiensi Pengetahuan
Klien mengatakan belum banyak
Kurang pajanan pada informasi
tahu tentang cara manajemen
penyakitnya Defisiensi Pengetahuan
Klien mengatakan sering keluar
masuk RS

Data Obyektif :
Tidak ada

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan pengkajian dan analisa data di atas, maka diagnosa keperawatan yang
dapat diangkat pada Tn. Toure, antara lain:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik kronis ditandai dengan klien
mengeluh nyeri dan bengkak pada seluruh sendi, tampak bengkak hampir di seluruh
persendian.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kaku sendi ditandai klien mengeluh seluruh
sendinya terasa sulit digerakkan, tampak bengkak hampir di seluruh persendian.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai dengan
klien mengatakan belum banyak tahu tentang cara manajemen penyakitnya dan sering
keluar masuk RS.
B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri kronis berhubungan dengan Setelah diberikan tindakan selama 3 x 24 jam NIC Label
ketunadayaan fisik kronis ditandai diharapkan nyeri klien berkurang dengan
dengan klien mengeluh nyeri dan kriteria hasil: Pain Management
bengkak pada seluruh sendi, tampak
bengkak hampir di seluruh NOC Label 1. Lakukan pengkajian nyeri: 1. Untuk mendapatkan data yang
persendian P: provokatif dan paliatif akurat tentang nyeri yang dirasakan
Pain Level Q:quality dan quantity klien
R: region dan radiasi
1. Klien melaporkan rasa nyeri S: severity
berkurang T: time
2. Klien tidak mengerang atau menangis
karena rasa sakitnya. 2. Gunakan komunikasi terapeutik agar 2. Untuk lebih memudahkan dalam
klien mengatakan pengalaman nyeri mengkaji rasa nyeri klien.
Pain Control
3. Ajarkan klien cara mengurangi nyeri 3. Memandirikan klien dalam usaha
1. Klien dapat mengenal nyeri yang dengan terapi nonfarmakologi (teknik mengurangi rasa nyeri yang
dialaminya. relaksasi nafas dalam dan terapi dialaminya
2. Klien mengetahui faktor penyebab spesifik dalam mengurangi nyeri sendi
nyeri akibat arthritis)
3. Klien dapat melaporkan keluhannya
ketika tidak dapat mengontrol nyeri. 4. Berikan analgesik untuk mengurangi 4. Analgesik dapat diberikan jika nyeri
4. Klien melaporkan faktor-faktor yang nyeri klien. tidak dapat dikontrol.
dapat membantu mengurangi rasa
nyerinya 5. Observasi reaksi non verbal dan 5. Untuk mengobserasi tingkat nyeri
5. Klien melaporkan perubahan gejala ketidaknyamanan klien
nyeri
2 Hambatan mobilitas fisik Setelah diberikan tindakan selama 3 x 24 jam Exercise Therapy: Joint Mobility
berhubungan dengan kaku sendi diharapkan klien mampu menggerakkan sendi
ditandai klien mengeluh seluruh dengan kriteria hasil: 1. Tentukan keterbatasan gerak sendi klien 1. Memudahkan perawat dalam
sendinya terasa sulit digerakkan, dan akibat yang ditimbulkan. menentukan jenis latihan yang akan
tampak bengkak hampir di seluruh NOC Label diberikan pada klien
persendian.
2. Tentukan seberapa besar
Mobility motivasi/kemungkinan klien untuk 2. Kurangnya motivasi dari klien akan
memelihara atau memperbaiki membuat proses latihan menjadi
1. Koordinasi tubuh baik (3) pergerakan sendinya. tidak optimal atau hasil yang
2. Gaya berjalan baik (3) diharapkan dari latihan tidak
3. Gerakan otot normal (3) maksimal
4. Gerakan sendi normal (3)
3. Bantu klien mengatur posisi tubuh yang
3. Latihan dapat dilakukan secara
optimal baik untuk gerakan sendi yang
Body Mechanics Performance pasif maupun yang aktif optimal dengan posisi tubuh yang
baik dan benar
1. Dapat menggunakan alat bantu dengan
baik (4) 4. Lakukan latihan pasif (PROM) atau aktif 4. Membantu klien dalam mobilisasi
2. Menjaga kekuatan otot (4) (AROM), bila diindikasikan.
3. Menjaga fleksibilitas sendi (4) dan mencegah kekakuan sendi lebih
lanjut/komplikasi
5. Ajarkan klien/keluarga bagaimana
melakukan ROM pasif/ROM aktif 5. Memandirikan klien dan keluarga.
Dukungan keluarga meningkatkan
rasa percaya diri klien

6. Berikan feed back positif karena telah 6. Meningkatkan rasa percaya diri
melakukan latihan sendi. klien
7. Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
membangun dan mengelola program 7. Membantu klien dalam mobilisasi
latihan. dan mencegah kekakuan sendi lebih
lanjut/komplikasi

Exercise Therapy: Muscle Control

1. Berikan klien pakaian yang tidak ketat. 1. Memperlancar sirkulasi

2. Bantu menjaga tubuh dan kestabilan 2. Mencegah terjadinya cedera


sendi selama melakukan aktivitas gerak.

3. Kenalkan tahap demi tahap setiap 3. Latihan yang berlebihan dapat


aktivitas gerak selama latihan. menyebabkan kelelahan bagi klien

4. Bantu pasien mengembangkan protokol


4. Meningkatkan kekuatan, ketahanan
latihan
dan kelenturan.
5. Masukkan ADL dalam protokol latihan
5. Melakukan ADL dapat melatih otot
secara tepat.
dan sendi serta mencegah kekakuan
6. Gunakan stimulus taktil 6. Untuk mengurangi spasme otot.

7. Evaluasi kemajuan pasien dalam 7. Mengevaluasi penting dalam


meningkatkan/memperbaiki gerakan menentukan apakah perlu adanya
tubuh dan fungsinya. modifikasi atau perubahan latihan
3 Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 Teaching: Disease Process
berhubungan dengan kurang jam diharapkan pengetahuan klien dan keluarga
pajanan informasi ditandai dengan bertambah dengan kriteria hasil: 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan 1. Untuk memudahkan perawat dalam
klien mengatakan belum banyak keluarga tentang proses penyakit secara menentukan metode dan media
tahu tentang cara manajemen NOC: Knowledge: Disease Process spesifik edukasi yang tepat
penyakitnya dan sering keluar
masuk RS Klien dan keluarga dapat: 2. Jelaskan proses terjadinya penyakit dan 2. Memudahkan klien dan keluarga
Mengetahui penyakit yang dialaminya bagaimana hal ini berhubungan dengan dalam memahami perjalanan
Mengetahui faktor penyebab dari sakit anatomi dan fisiologi tubuh dengan cara penyakit yang dialami klien
yang dialaminya yang tepat
Mengetahui faktor resiko
Mengetahui tanda & gejala 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa 3. Membantu klien dan keluarga
Mengetahui komplikasi muncul pada penyakit dengan cara yang dalam mengenali tanda dan gejala
Mengetahui tindakan pencegahan untuk tepat penyakit
mencegah komplikasi dan kekambuhan
4. Gambarkan proses penyakit dengan cara 4. Memudahkan klien dan keluarga
yang tepat dalam memahami perjalanan
penyakit yang dialami klien

5. Identifikasi kemungkinan penyebab, 5. Membantu klien dan keluarga


dengan cara yang tepat dalam mengenali penyebab
penyakit yang diderita klien

6. Sediakan informasi pada klien tentang 6. Membantu klien dan keluarga


kondisi yang sedang dialaminya dengan dalam proses penerimaan diri
cara yang tepat

7. Sediakan bagi keluarga informasi 7. Membantu klien dan keluarga


tentang kemajuan klien dengan cara dalam proses penerimaan diri
yang tepat

8. Diskusikan perubahan gaya hidup yang 8. Untuk mencegah komplikasi atau


mungkin diperlukan kekambuhan di masa yang akan
datang

9. Kontrol sangat penting dalam


9. Berikan informasi kepada klien dan menilai kemajuan/kondisi yang
keluarga tentang pentingnya kontrol dialami klien
(follow up)
10. Memberikan kesempatan pada klien
10. Diskusikan pilihan terapi atau dan keluarga untuk memilih sendiri
penanganan jenis terapi dan penanganan yang
diinginkan atau sesuai dengan
kebutuhan klien

Behavior Modification

1. Tentukan motivasi klien untuk 1. Adanya motivasi yang kuat dari


berubah. dalam diri klien dapat
mengoptimalkan perubahan gaya
hidup klien

2. Identifikasi masalah klien dalam hal 2. Tentukan apakah perilaku target


perilaku.. yang diidentifikasi perlu untuk
ditingkatkan, diturunkan

3. Dukung penggantian kebiasaan yang 3. Membiarkan klien memilih sendiri


tidak diinginkan dengan yang perubahan gaya hidup seperti apa
diinginkan. yang diinginkan

4. Perkenalkan klien dengan orang atau 4. Dengan adanya orang atau


kelompok yang telah sukses kelompok yang mempunyai
menjalani pengalaman yang sama pengalaman dapat meningkatkan
dengan klien motivasi klien dalam mengubah
gaya hidup

5. Dukung pengambilan keputusan 5. Meningkatkan rasa percaya diri


yang membangun terutama klien
menyangkut kebutuhan kesehatan
6. Pilih dukungan yang paling berarti
bagi klien.

7. Pilih dukungan yang dapat dikontrol


(hanya digunakan ketika terjadi
perubahan perilaku).
A. MANAJEMEN NYERI SPESIFIK PADA KLIEN DENGAN ARTHRITIS

Perawatan khusus bagi sendi yang mengalami Arthritis didasarkan pada sendi yang
terkena. Perawatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tangan
Rendam tangan dalam cairan dan rendaman Parafin yang hangat untuk meredakan nyeri
sesuai instruksi dokter.
2. Vertebra lumbal dan sakral
Gunakan kasur (matras) atau papan tempat tidur untuk mengurangi nyeri di pagi hari.
3. Vertebra servikal
Periksa cervical collar untuk mendeteksi konstriksi
Awasi timbulnya gejala eritema pada pemakaian collar yang lama.
4. Sendi paha/pinggul
Gunakan bantalan panas untuk mengurangi nyeri
Berikan obat antispasmodik sesuai instruksi dokter.
Bantu klien dalam latihan ROM dan latihan penguatan otot dan pastikan klien
cukup istirahat dengan latihan tersebut.
Periksa penopang ketiak, tongkat, penyangga dan alat bantu berjalan agar sesuai
dan ajari cara klien menggunakan secara benar. Misalnya: klien yang mengalami
serangan pada sendi unilateral sebaiknya menggunakan alat ortopedik seperti
tongkat dan alat bantu berjalan di sisi tubuh yang normal.
Sarankan klien duduk dengan menggunakan bantalan
Menggunakan dudukan toilet yang dinaikkan
5. Sendi lutut
Bantu latihan ROM yang diprogramkan (2 kali sehari), yakni latihan untuk
menguatkan tonus otot dan latihan resistensi progresif untuk meningkatkan
kekuatan otot.
Pasang pembalut elastic atau korset jika diperlukan.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Paramitha, 2011)
B. SELF MANAGEMENT PADA KLIEN ARTHRITIS DAN PERAN PERAWAT

Peran perawat yang paling penting dalam usaha untuk mencegah terjadinya arthritis
atau mencegah terjadinya kekambuhan atau komplikasi adalah sebagai pelaksana asuhan
keperawatan dan sebagai edukator.
1. Sebagai pelaksana/pemberi asuhan keperawatan
Sebagai pelaksana/pemberi asuhan keperawatan, perawat melakukan tindakan untuk
meredakan rasa nyeri, mempertahankan atau memperbaiki mobilitas dan meminimalkan
disabilitas, misalnya: membantu klien dalam aktivitas, terutama bagi yang menggunakan
alat bantu.
2. Sebagai edukator
Sebagai edukator, perawat berusaha memberikan pengertian dan pemahaman kepada klien
dan keluarga tentang penyakit yang diderita serta cara-cara penanganan penyakit secara
mandiri setelah klien dipulang.

C. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN KLIEN ARTHRITIS SETELAH


PULANG (SELF MANAGEMENT)

1. Rencanakan istirahat yang cukup pada siang hari, sesudah latihan dan pada malam
hari.
2. Jangan melakukan aktivitas secara berlebihan.
3. Perhatikan cara berjalan dan berdiri yang benar.
4. Mengurangi aktivitas yang bertumpu pada berat badan.
5. Berhati-hati saat membungkuk atau mengangkat sesuatu.
6. Selalu mengenakan sepatu pelindung yang pas. Jangan membiarkan bagian tumit
sepatu terlalu aus karena sering dipakai.
7. Memasang alat pengaman seperti rel di rumah untuk pegangan di kamar mandi.
8. Melakukan latihan ROM selembut mungkin secara perlahan-lahan.
9. Pertahankan BB ideal untuk mengurangi regangan pada persendian.
10. Menghindari aktivitas yang menimbulkan benturan.
11. Minumlah obat secara teratur sesuai instruksi dokter. Segera laporkan bila ada efek
samping obat yang merugikan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck,G. N & Doctherman, J. M. (2008). Nursing Intervensions Classification (NIC),


Fifth Edition. St. Louis : Mosby Year Book

Herdman, T. H. (2011). Diagnosa Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2012 2014


(NANDA). Jakarta : EGC ( terjemahan Sumarwati, dkk, 2011)

Kowalak, J. P, Welsh, W. & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Merriam-Websters Medical Dictionary. (2006). USA.

Moorhead S. & Johnson, M. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition.
St. Louis : Mosby Year Book

Paramita. (2011). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT. Indeks

Price, S.A & Wilson, L. M. (2013). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses proses Penyakit.
Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C, & Bare, B. G,. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Volume 2, Edisi 8. Jakarta: EGC
Stein, J. H,. (2001). Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam,Edisi 3. Jakarta: EGC

You might also like