You are on page 1of 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berat badan lahir berperan dalam menentukan masa depan bayi.
Berat lahir yang rendah, yaitu kurang dari 2500 gram menunjukkan
peningkatan risiko mortalitas, morbiditas dan diabilitas neonatus, bayi dan
anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di
masa depan.1 BBLR bisa disebabkan oleh 2 hal yaitu, Prematuritas Murni
(kehamilan kurang bulan) dan Dismaturitas/KMK (Kecil Masa Kehamilan).2
Kejadian BBLR di dunia adalah sebesar 15%1. Di Asia Tenggara
angka kejadian BBLR mencapai 24% dan yang tertinggi ada pada negara India
persentase 28%.1 Sedangkan di Indonesia terdapat 9% bayi baru lahir BBLR. 3
Bayi BBLR umumnya akan mengalami kesulitan beradaptasi lingkungan yang
baru. Hal tersebut akan berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Beberapa efek BBLR adalah menyebabkan anak pendek
3 kali lebih besar dibanding non BBLR, pertumbuhan terganggu dan risiko
malnutrisi.
Pada bayi preterm, biasanya tidak hanya muncul sebagai BBLR
tapi dapat disertai komplikasi lain salah satunya adalah hiperbilirubinemia.
Peningkatan kadar bilirubin merupakan salah satu masalah tersering pada bayi
baru lahir dan pada umumnya merupakan suatu keadaan transisi normal atau
fisiologis yang lazim terjadi pada 60-70% bayi aterm dan pada hampir semua
bayi preterm. Pada kebanyakan kasus, kadar bilirubin yang menyebabkan
ikterus fisiologik, tetapi beberapa kasus hiperbilirubinemia berhubungan
dengan beberapa penyakit.1
Penulis melaporkan sebuah kasus bayi berat lahir rendah dengan
hiperbilirubinemia di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin
Palembang. Dengan pembahasan kasus ini, diharapkan pengetahuan pembaca
mengenai BBLR dan hiperbilirubinemia, juga neonatologi secara umum, dapat
bertambah dan diaplikasikan ke praktik sehari-hari.

BAB II
LAPORAN KASUS
2

(Pemeriksaan dilakukan pada 21 April 2017)


1. Identifikasi
Nama : By. Ny. Ym
Umur : 6 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan Lahir : 1700 gram
Panjang Badan Lahir : 41 cm
Agama : Islam
Alamat : Jl. .... Palembang
Suku Bangsa : Sumatera
No. Med Reg : 1001979
MRS : 21 April 2017

2. Anamnesis (dengan ibu pasien tanggal 8 Agustus 2017 pukul 9.15 WIB)
Keluhan Utama : Berat badan lahir rendah
Keluhan Tambahan : Kuning

3. Riwayat Perjalanan Penyakit


4 jam yang lalu, bayi perempuan, lahir di VK kebidanan IGD
RSMH ditolong oleh dokter residen obgyn, lahir secara spontan dari ibu
G4P2A1 hamil 34 minggu, bayi lahir langsung menangis dengan APGAR
skor 7/8, berat badan lahir 1700 gram, panjang badan lahir 41 cm, lingkar
kepala 31 cm. Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya (-), berwarna hijau
(-) keruh (-) berbau (-). Riwayat injeksi vitamin K (+) 1 mg, riwayat Ibu
demam perinatal tidak ada. Riwayat penyakit ibu (-). BAB (+) BAK (+)
refleks hisap baik. Bayi kemudian langsung dirawat di bagian neonatus
RSMH.
6 hari setelah di rawat, bayi terlihat tampak kuning. Kuning meliputi
mata bayi hingga pusat bayi. BAK bayi berwarna kuning normal, BAK
seperti teh tua (-), BAK merah (-) BAB sebanyak 34 kali sehari. BAB
3

dempul (-), demam (-), ruam dan bintik ditubuh bayi (-), lebam (-), kejang (-),
muntah (-), perut membesar (-). Bayi mendapat ASI sejak lahir.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sering keputihan selama masa kehamilan (-)
Riwayat trauma pada kehamilan (-)
Riwayat sakit gigi (-)
Riwayat berhubungan terakhir (-)
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat ibu sakit hepatitis selama masa kehamilan (-)
Riwayat konsumsi obat antimalaria selama kehamilan (-)
Riwayat konsumsi jamu-jamuan selama kehamilan (-)
Riwayat transfusi selama kehamilan (-)
Riwayat ibu kontak dengan kucing selama kehamilan (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah merupakan seorang buruh dan Ibu merupakan seorang ibu rumah
tangga. Kesan: Status ekonomi menengah ke bawah.

Riwayat Kehamilan
GPA : G4P2A1
HPHT : 2 Agustus 2017
Periksa Hamil : 7 kali (di bidan dan Puskesmas)
Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan
Minum alkohol : tidak pernah
Merokok : tidak pernah
Makan obat-obatan tertentu : tidak pernah
Penyakit atau komplikasi kehamilan ini : tidak ada
Golongan darah ibu : A Rh +
Golongan darah ayah : A Rh +

Riwayat Persalinan
4

Presentasi : Kepala
Cara persalinan : SC
KPSW : tidak ada
Riwayat demam saat persalinan : tidak ada
Riwayat ketuban kental, hijau, bau : tidak ada

Kondisi Bayi Saat Lahir


Jenis Kelamin : Perempuan
Kelahiran : Tunggal
Kondisi saat lahir : Langsung menangis

4. Pemeriksaan Fisik (dilakukan tanggal 8 Agustus 2017, Pukul 09.30 WIB)


Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 1700 gram
Panjang badan : 41 cm
Lingkar kepala : 31 cm
Aktivitas : Sedang
Refleks hisap : Kuat
Tangis : Kuat
Anemis : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Ada kremer III
Dispnea : Tidak ada
HR : 140 x/menit
Pernafasan : 48 x/menit
Suhu : 36,5oC

Keadaan Spesifik
5

Kepala
Lingkar kepala : 31 cm
Ubun- ubun besar : tegang, tidak menonjol, cephalhematom (-)
Mata : pupil bulat, isokor, reflex
cahaya (+/+), mata cekung (-), sklera ikterik (+),
konjungtiva anemis (-)
Telinga : bentuk normal, mikrotia (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), epistaksis (-), sekret (-)
Mulut : labioskisis (-), hipersalivasi (-)
Trauma lahir : (-)
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thorax : bentuk simetris, retraksi (-)
Paru-paru : bunyi nafas vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : HR: 140x/menit, BJ I-II normal, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3
Genitalia
Jenis kelamin : Perempuan
Labia minor :+
Hernia :-

Refleks Primitif
Oral :+
Moro :+
Tonic neck :+
Withdrawal :+
Plantar graps :+
Palmar graps :+

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium


6

(Tanggal 02/08/2017, Pukul 12.13 WIB)


Golongan Darah : A Rh+
Hemoglobin (Hb) : 13,6 g/dL
Eritrosit (RBC) : 4.63 x 106/mm3
Leukosit (WBC) : 14.2 x 103/mm3
Hematokrit : 43%
Trombosit : 411 x 103/
LED :2
Diff. Count :
IT Rasio : 0.12

(Tanggal 08/08/2017, Pukul 20.32)


Hemoglobin (Hb) : 11.2 g/dL
Eritrosit (RBC) : 3.11 x 106/mm3
Leukosit (WBC) : 13.9 x 103/mm3
Hematokrit : 33%
Trombosit : 446 x 103/
RDW-CV : 18.30%
LED :2
Diff Count : 0/3/47/36/14
IT Rasio : 0.08
Bilirubin Total : 18.74 mg/dL
CRP Kuantitatif : < 5 mg/dL

5. Diagnosis Kerja
Neonatus : Neonatus kurang bulan, sesuai masa kehamilan
Lahir : SC
Ibu : G4P2A1 hamil 32 minggu
Anak : BBLR + Hiperbilirubinemia

6. Penatalaksanaan
7

1. ASI on demand + ASI 80cc/24 jam


2. Fototerapi
3. Edukasi pada ibu
4. Observasi tanda vital dan kenaikan berat badan
5. Cegah hipotermi

7. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsional : dubia ad bonam

8. Follow Up
Tanggal 09 Agustus 2017
S : Bayi berat lahir rendah, Kuning (+)
O: KU= Sens: CM
Aktifitas: sedang HR : 142 x/m Anemis (-) U : 7 hari
Tangis: kuat RR : 44 x/mnt Ikterik (+) kremer III R : 7 hari
R. Hisap: kuat
Suhu : 36,8oC Sianosis (-) B : 1718 gram
Dyspnea (-) C : 258 cc
KS : Kepala : Napas cuping hidung (-), Konjungtiva anemis (-), Sklera
ikterik (+)
Thorax : Simetris, retraksi, iga gambang (-)
Cor : BJ I/II (+) N, murmur(-), gallop(-)
Pulmo : Vesikuler (+) N, wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N, Hepar dan Lien tidak teraba

Extremitas: CRT < 3 detik

A: NKB-SMK +BBLR +Hiperbilirubinemia


P:
ASI on demand + ASI 80cc/24 jam
Fototerapi diteruskan
Cek ulang Bilirubin Direk, Bilirubin Indirek dan Bilirubin Total

Tanggal 10 Agustus 2017


8

S : Kuning, Bayi Berat Lahir Rendah


O: KU= Sens: CM
Aktifitas: sedang HR : 126x/m Anemis (-) U : 8 hari
Tangis: kuat RR :46 x/mnt Ikterik (+) kremer III R : 8 hari
R. Hisap: kuat
Suhu : 37.0 oC Sianosis (-) B : 1728 gram
Dyspnea (-) C : 276 cc
KS : Kepala : Napas cuping hidung (-), Konjungtiva anemis (-), Sklera
ikterik (+)
Thorax : Simetris, retraksi (-), iga gambang (-)
Cor : BJ I/II (+) N, murmur(-), gallop(-)
Pulmo : Vesikuler (+) N, wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N, Hepar dan Lien tidak teraba

Extremitas: CRT <3detik


A: NKB SMK + BBLR + Hiperbilirubinemia
P:
ASI on demand + ASI 80cc/24 jam
Fototerapi diteruskan

Tanggal 11 Agustus 2017


S : Kuning berkurang
O: KU= Sens: CM
Aktifitas: aktif HR : 126x/m Anemis (-) U : 9 hari
Tangis: Kuat RR : 51x/mnt Ikterik (+) kremer II R : 9 hari
R. Hisap: Kuat
Suhu : 36,8 oC Sianosis (-) B : 1812 gram
Dyspnea (-) C : 300 cc
KS : Kepala : NCH (-), CA (-), SI (+)
Thorax : Simetris, retraksi (-), iga gambang (-)
Cor : BJ I/II (+) N, murmur(-), gallop(-)
Pulmo : Vesikuler (+) N, wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N, Hepar dan Lien tidak teraba

Extremitas: CRT <3detik


A: NKB SMK + BBLR + Hiperbilirubinemia
P:
ASI on demand + ASI 80cc/24 jam
9

Fototerapi diteruskan

Tanggal 12 Agustus 2017


S : Kuning berkurang
O: KU= Sens: CM
Aktifitas: aktif HR : 130x/m Anemis (-) U : 9 hari
Tangis: Kuat RR : 50x/mnt Ikterik (+) kremer I R : 5 hari
R. Hisap: Kuat
Suhu : 36,0 oC Sianosis (-) B : 1989 gram
Dyspnea (-) C : 328.185 cc
KS : Kepala : NCH (-), CA (-), SI (+)
Thorax : Simetris, retraksi (-), iga gambang (-)
Cor : BJ I/II (+) N, murmur(-), gallop(-)
Pulmo : Vesikuler (+) N, wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N, Hepar dan Lien tidak teraba

Extremitas: CRT <3detik


A: NKB SMK + BBLR + Hiperbilirubinemia
P:
ASI on demand
Stop Fototerapi
Cek ulang kadar Bilirubin Total, Bilirubin Indirek, dan Bilirubin
Direk.
10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. BBLR
3.1.1. Definisi
BBLR (bayi berat lahir rendah) adalah bayi yang lahir dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram.3 Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang pada saat
lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir.
BBLR dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:4
a. Berat bayi lahir rendah, dengan berat kurang dari 2500 gram
b. Berat bayi lahir sangat rendah, dengan berat 1000-1500 gram

c. Berat bayi lahir amat sangat rendah, dengan berat kurang dari 1000 gram.
Sejak tahun 1961, WHO mengganti istilah Premature dengan Low Birth
Weights Infants (bayi dengan berat badan lahir rendah). 2 Hal ini karena tidak
semua bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram merupakan bayi
prematur.Untuk mendapatkan keseragaman, pada Kongres European Perinatal
Medicine ke II di London (1970) telah diusulkan definisi sebagai berikut:3
a. Bayi kurang bulan atau preterm ialah bayi dengan kehamilan kurang dari 37
minggu (< 259 hari)
b. Bayi cukup bulan atau aterm ialah bayi dengan masa kehamilan mulai 37
minggu sampai 42 minggu (259 sampai 293 hari)
c. Bayi lebih bulan atau postterm ialah bayi dengan masa kehamilan mulai 42
minggu atau lebih (294 hari atau lebih)
Berdasarkan alasan di atas, maka bayi dengan BBLR dapat dikategorikan
menjadi dua yaitu prematuritas murni dan dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan
(KMK).
1. Prematuritas Murni
Prematuritas murni yaitu neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan sesuai untuk masa kehamilannya atau biasa
disebut Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan, NKB-SMK.4
11

2. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)


Yaitu berat bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya untuk
masa gestasi, dengan batasan dibawah percentil ke 10 dilihat dari kurva
pertumbuhan dan perkembangan yang dapat merupakan bayi preterm, aterm, atau
postterm. Istilah lain yang digunakan adalah Small for Gestational Age (SGA).
Penyebab dismaturitas ialah janin mengalami gangguan pertumbuhan didalam
uterus atau Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) sehingga pertumbuhan janin
mengalami hambatan. KMK dibagi atas:
a. Simetri, adalah janin yang menderita distres yang lama, dimana gangguan
pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum
lahir sehingga tampak pertumbuhan otak dan tulang rangka terganggu dan
seringkali berkaitan dengan hasil akhir perkembangan syaraf yang buruk.
b. Asimetri, terjadi akibat distres sub-akut. Gangguan terjadi beberapa
minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pertumbuhan jantung,
otak dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh, sedangkan
ukuran hati, limpa, timus sangat berkurang dan berat tidak sesuai dengan
masa gestasi.
Pertumbuhan alat-alat dalam tubuh bayi prematur kurang sempurna, karena
itu bayi sangat peka terhadap gangguan pernapasan, infeksi, trauma kelahiran,
hipotermi dan sebagainya. Sedangkan bayi dismatur dapat lebih mudah hidup
setelah berada di luar rahim karena alat-alat tubuh lebih berkembang
dibandingkan bayi prematur dengan berat badan yang sama. Dalam jangka
panjang bayi BBLR dapat mengalami gangguan pertumbuhan, perkembangan,
penglihatan, pendengaran serta penyakit paru kronik.5

3.1.2. Faktor Risiko BBLR


a. Paritas
Paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami ibu
sebelum kehamilan/persalinan tersebut. Pengelompokan paritas terdiri dari
4 kelompok, yaitu golongan nullipara (ibu dengan paritas 0), primipara
(ibu dengan paritas 1), multipara (ibu dengan paritas 2-3) dan
grandemultipara (ibu dengan paritas 4).Kejadian BBLR yang tinggi pada
12

kelompok ibu dengan paritas rendah dihubungkan dengan faktor umur ibu
yang masih terlalu muda, dimana organ-organ reproduksi ibu belum
tumbuh secara sempurna dan kondisi psikis ibu yang belum
siap.Sementara pada paritas tinggi, hal yang mungkin terjadi adalah
gangguan kesehatan seperti anemia, kurang gizi ataupun gangguan pada
rahim. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, yang
selanjutnya meningkatkan risiko terjadinya BBLR.5
b. Umur Kehamilan
Semakin pendek umur kehamilan maka pertumbuhan janin semakin
belum sempurna, baik itu organ reproduksi dan organ pernapasan oleh
karena itu mengalami kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya.Teori
Beck dan Roshental menyatakan bahwa berat badan bayi bertambah sesuai
dengan masa kehamilan. Apabila bayi lahir pada umur kehamilan yang
pendek, maka berat bayi belum mencapai berat badan normal dan
pertumbuhannya belum sempurna.
c. Jarak Kehamilan
Ibu hamil dengan jarak kehamilan dari anak terkecil kurang dari 2
tahun akan meningkatkan risiko terjadinya BBLR. Jarak kehamilan
sebaiknya lebih dari 2 tahun. Jarak kehamilan yang terlalu dekat
menyebabkan ibu punya waktu yang singkat untuk memulihkan kondisi
rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya.4
d. Riwayat Kehamilan Terdahulu
Riwayat kehamilan dan persalinan seorang ibu memberikan
gambaran mengenai keadaan bayi yang sedang dikandungnya.Angka lahir
mati atau kejadian BBLR cenderung meningkat pada ibu-ibu yang
mempunyai riwayat kehamilan buruk. Ibu dengan riwayat obstetrik yang
buruk (BBLR, abortus, kelainan genetik, lahir mati) sebelumnya
cenderung akan berulang pada kehamilan berikutnya.3
e. Komplikasi Kehamilan
Beberapa komplikasi dari kehamilan yaitu hiperemis gravidarum,
preeklamsi dan eklamsi, kehamilan ektopik, kelainan plasenta previa,
solusio plasenta, oligohidromnion, perdarahan antepartum, ketuban pecah
dini, anemia. Komplikasi pada kehamilan ini dapat mengganggu kesehatan
13

ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan, hal ini meningkatkan risiko
bayi dengan BBLR.
f. Rokok6
Merokok meningkatkan faktor risiko aborsi spontan, placental
disorders, kelainan kongenital, kematian janin dan BBLR. Karbon
monoksida dan nikotin adalah dua bahan kimia yang paling berpengaruh
terhadap janin dan terdapat pada rokok. CO menurunkan kemampuan
membawa oksigen yang cukup pada jaringan janin. Nikotin meningkatkan
tekanan darah janin dan menurunkan angka pernapasan, Nikotin berefek
pada sistem syaraf pusat genitalia, saluran cerna, dan sistem urinari
janin.Dampak rokok bukan hanya dirasakan pada perokok aktif tetapi juga
pada perokok pasif. Orang yang tidak merokok atau perokok pasif yang
terpapar asap rokok akan mengirup dua kali lipat racun yang dihembuskan
oleh perokok aktif.
g. Alkohol6

Konsumsi kronis alkohol dalam jumlah besar oleh ibu pada waktu
hamil menyebabkan hambatan pertumbuhan janin dan seringkali disertai
malformasi fisik dan gangguan intelektual di kemudian hari.

3.1.3 Diagnosis
Menegakkan diagnosa BBLR adalah dengan melakukan anamnesis untuk
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR,
melakukan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya BBLR:3
Umur ibu
Riwayat hari pertama haid terakir
Riwayat persalinan sebelumnya
Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
Kenaikan berat badan selama hamil
Aktivitas
14

Penyakit yang diderita selama hamil


Obat-obatan yang diminum selama hamil

2. Pemeriksaan Fisik5
Melakukan pemeriksaan APGAR untuk menilai kondisi umum bayi
sesaat setelah kelahiran yang dilakukan pada menit pertama dan kelima
pasca kelahiran dan untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau
tidak. Hal yang dinilai pada skor APGAR adalah usaha napas, warna kulit,
denyut jantung, tonus otot dan reaksi terhadap rangsang. Setiap penilaian
diberi angka 0,1,2. Dari hasi penilaian dapat diketahui apakah bayi normal
(7-10), asfiksia ringan (4-6) atau asfiksia berat (0-3).

Pada pemeriksaan fisik, diketahui dari berat badan bayi < 2500
gram. Serta dijumpai tanda-tanda prematuritas seperti tulang rawan telinga
belum terbentuk, refleks lemah, jaringan lemak bawah kulit sedikit, kulit
tipis, merah dan transparan atau terdapatnya tandatanda bayi KMK seperti
tengkorak kepala keras, gerakan cukup aktif dan tangisan cukup kuat, daya
mengisap cukup kuat, kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.

3. Pemeriksaan penunjang
15

Pemeriksaan skor ballard untuk menentukan usia gestasi bayi baru


lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik.7

Tabel Skor Ballard7

Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan untuk
melihat ada tidaknya sindrom gawat napas.
Foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan kehamilan
kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan
terjadi sindrom gawat napas.
16

USG kepala terutama pada bayi dengan kehamilan kurang bulan


dimulai pada umur 2 hari unutk mengetahui adanya hidrosefalus
atau perdarahan intrakranial.

3.1.4. Komplikasi BBLR


Masalah yang terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) terutama
yang prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi
tersebut.Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem
pernapasan, susunan syaraf pusat, kardiovaskuler, gastrointestinal, hematologi,
penglihatan, perkemihan.8
a. Sistem Pernapasan8
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk
bernapas segera setelah lahir disebabkan oleh jumlah alveoli yang
berfungsi masih sedikit, kekurangan surfaktan (zat di dalam paru yang
melapisi bagian dalam alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat
respirasi), lumen sistem pernapasan yang kecil, kolaps atau obstruksi
jalan napas, insufisiensi kalsifikasi dari tulang thoraks.Hal-hal inilah
yang menganggu usaha bayi untuk bernapas dan sering mengakibatkan
gawat napas (distres pernapasan).Gangguan napas yang sering terjadi
adalahSindrom Gangguang Napas (SGN) dikenal juga sebagai penyakit
Membran Hialin dan Asfiksia.Membran Hialin dapat mengenai bayi
dismatur yang preterm, terutama bila masa gestasinya kurang dari 35
minggu.
b. Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat)8
Bayi dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma
susunan syaraf pusat yang disebabkan antara lain; perdarahan
intracranial karena pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan
proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia. Sementara itu asfiksia
berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh pada sistem
susunan syaraf pusat yang diakibatkan karena kekurangan oksigen dan
kekurangan perfusi/iskemia.

c. Sistem Kardiovaskuler8
17

Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah masalah yang sering


terjadi pada bayi prematur.Sebelum lahir, arteri besar yang disebut
ductus arteriosus memungkinkan darah tidak mengaliri paru-paru
bayi.Ductus biasanya menutup setelah lahir sehingga darah dapat
mengalir ke paru-paru dan mengambil oksigen.Ketika ductus tidak
menutup dengan benar dapat menyebabkan gagal jantung.
d. Sistem Gastrointestinal8
Bayi dengan BBLR terutama yang kurang bulan umumnya
saluran pencernaannya belum berfungsi seperti bayi yang cukup bulan.
Hal ini diakibatkan antara lain karena tidak adanya koordinasi mengisap
dan menelan sampai usia gestasi 33-34 minggu, kurangnya cadangan
beberapa nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna
protein, jumlah enzim yang belum mencukupi, waktu pengosongan
lambung yang lambat dan penurunan/tidak adanya motilitas dan
meningkatkan risiko EKN (Enterokolitis Nekrotikans).
e. Sistem Hematologi
Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah
hematologi yaitu gangguan pada sistem pembentukan darah.
Penyebabnya terutama pada bayi prematur adalah usia sel darah
merahnya lebih pendek, pembentukan sel darah merah yang lambat,
pembuluh darah kapiler mudah rapuh yang dapat menyebabkan
terjadinya anemia, hiperbilirubinemia, Hemmoragic Disease of the
Newborn (HDN).
f. Sistem Penglihatan8
Sistem penglihatan bayi BBLR dapat terganggu karena
ketidakmatangan retina yang dapat menyebabkan Retinopathy Of
Prematurity (ROP). ROP disebabkan karena adanya pertumbuhan
pembuluh darah retina abnormal yang dapat menyebabkan perlukaan
atau lepasnya retina.ROP dapat berlangsung ringan dan membaik
dengan sendirinya, tetapi bisa juga menjadi serius dan mengakibatkan
kebutaan. Semua bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram atau
usia kehamilan kurang dari 32 minggu berisiko mengalami ROP.
Semakin rendah berat lahir atau usia kehamilan maka semakin tinggi
pula risiko terjadinya ROP. Bayi dengan ROP berisiko besar terjadi
18

strabismus (juling), katarak, kelainan refraksi (rabun jauh) sampai


kebutaan.
g. Sistem Perkemihan8

Terdapatnya masalah pada sistem perkemihan, dimana ginjal bayi


tersebut belum matang sehingga tidak mampu mengelola air, elektrolit
dan asam-basa, tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan
obat-obatan dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urin.

3.1.5. Penatalaksanaan BBLR


1. Pengaturan suhu tubuh/Termoregulasi9
Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan atau
suhu tubuh dan dapat menjadi hipotermia atau hipertermia. Hal ini
disebabkan oleh pusat pengaturan suhu tubuh belum berfungsi dengan
baik atau sistem metabolisme yang rendah. Hipotermia adalah penurunan
suhu di bawah 36,55C sedangkan hipertermia adalah peningkatan suhu
tubuh > 37,50C. Suhu tubuh normal terjadi jika ada keseimbangan antara
produksi panas dan hilangnya panas. Suhu tubuh dijaga pada suhu 36,5
37,55C.
Diperlukannya penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya
hipotermia atau hipertermia serta menjaga suhu tubuh tetap berada dalam
keadaan normal, yaitu dengan cara proteksi termal/warm chain. Jika sudah
terjadi perubahan suhu badan bayi, dilakukan penangan yang lebih khusus
yakni dengan cara penggunaan inkubator, radiant warmer atau dengan cara
metode kangguru.1

Cara Petunjuk penggunaan


Kontak kulit Untuk semua bayi
Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat atau
menghangatkan bayi hipotermi (32-36,4 C) apabila cara lain tidak
mungkin dilakukan.
Pemancar panas Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1.500 g atau lebih.
Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau
menghangatkan kembali bayi hipotermi.
Inkubator Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1.500 g yang tidak dapat
19

dilakukan KMC.
Ruangan hangat Untuk merawat bayi dengan berat <2.500 g yang tidak memerlukan
tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan.
Tidak untuk bayi sakit berat.
2. Pengaturan makanan/nutrisi1,2
Pemberian makanan terbaik bagi bayi adalah ASI (Air Susu Ibu).
Pemberian makanan secara dini akan mengurangi risiko hipoglikemia,
dehidrasi dan hiperbilirubinemia. Pada bayi dengan masa gestasi 32
minggu atau kurang atau berat badan kurang dari 1500 gram terlalu lemah
untuk bisa mengisap secara efektif atau tidak mempunyai refleks menelan
yang memadai, ASI dapat diberikan dengan menggunakan sonde lambung.
3. Mencegah infeksi1,2

Bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang rendah dan sistem
imun yang belum matang menyebabkan bayi BBLR sangat rentan dengan
infeksi.Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pencegahan infeksi pada bayi seperti mencuci tangan sebelum memegang
bayi, membersihkan tempat tidur bayi, membersihkan kulit dan tali pusat
bayi.

3.1.6. Pemantauan (Monitoring) BBLR


1. Pemantauan saat dirawat1,2,5:
a. Terapi
- Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan
- Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2
minggu

b. Tumbuh kembang2
- Pantau berat badan bayi secara periodik
- Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama
(sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir 1500 gram dan 15%
untuk bayi dengan berat lahir <1500>
- Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua
kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari:
20

- Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai


jumlah 180 ml/kg/hari
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan
bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari
- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari
- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala
setiap minggu.

2. Pemantauan setelah pulang2,3


Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui
perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut:

Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap


bulan.
Hitung umur koreksi.
Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).
Awasi adanya kelainan bawaan.

3.1.7. Prognosis BBLR


Kematian perinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi normal.
Prognosis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering
disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia,
perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai kerusakan saraf,
gangguan bicara, IQ rendah.

3.1.8. Pencegahan BBLR


Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:9
Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali
selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil
21

yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi
BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan
kesehatan yang lebih mampu
Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri
selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang
dikandung dengan baik
Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun)
Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama hamil.
Tanda kecukupan pemberian ASI:
BAK minimal 6 kali/ 24 jam.
Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI.
BB naik pd 7 hari pertama sbyk 20 gram/ hari.
Cek saat menyusui, apabila satu payudara dihisap ASI akan menetes
dari payudara yg lain.
Indikasi bayi BBLR pulang:
Suhu bayi stabil.
Toleransi minum oral baik terutama ASI.
Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.

3.2. HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS


Definisi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan
terapi sinar, tetap tergolong non patologis dan disebut Excess Physiological
Jaundice. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological
22

Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95% menurut
Normogram Bhutani.1,8
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum
adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit
dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Pada orang
dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17mol/L)
sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin
>5mg/dl(86mol/L). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa
pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada
gambaran kadar bilirubin serum total.1,2

Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologik dan patologik.5
Ikterus fisiologik
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi. Karakteristik ikterus fisiologik adalah:8,9
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus
cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

Ikterus Patologik
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi atau kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-
tandanya sebagai berikut:1,2,9
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
23

3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.


4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatorum dapat
dibagi:2,8
a) Produksi yang berlebihan, yang melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkan
bilirubin, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh,
ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup
dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau defisiensi
glukoronyl transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
c) Gangguan transportasi. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfarazole.Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
d) Gangguan dalam eksresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.

Patofisiologi10
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
24

mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan


hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi,
direk).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus
,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat
diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses.Sebagian urobilinogen
direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya
kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin.
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya > 7mg/dl.1,2,10
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan
dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi
hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini,
bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai
tertentu(sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang
kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.

Manifestasi klinis
25

Neonatus tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dL.


Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuningkehijauan atau kuning
kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat.

Ikterus fisiologik memiliki gambaran klinik sebagai berikut:1,2


a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total<12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor risiko

Sementara itu, gambaran klinik ikterus patologik adalah:1,2


a) Timbul pada umur<36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor risiko
Anamnesis
a) Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b) Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c) Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d) Riwayat inkompatibilitas darah
e) Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.

Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari.Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat
dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap.
26

Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi
sinar.
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis,
mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer.1,2 Caranya
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak
pucat ataukuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut
disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat
dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

Pemeriksaan laboratorium1,10
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau
bayibayi yang tergolong risiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan Coombs test, darah
lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia
bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar.

Penatalaksanaan1,2,10
27

a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini


kerjanya lambat, oleh karena itu efektif diberikan pada bayi dengan bilirubin
rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini
sudah jarang dipakai lagi.
b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses
ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin
plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam
ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB,
sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e)Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al,
2007).

Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:10


1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20mg%
2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4) Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat<14mg% dan uji Coombs direct
positif.
f) Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor
inhibitif terhadap heme oksigenase.Ini masih dalam penelitian dan belum
digunakan secara rutin.
g) Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena (500-
1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi
level bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya
belum diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor
28

pada sel retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah
merah yang dilapisi oleh antibody(Cloherty et al, 2008).

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit. Dalam
perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi
bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang
terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.

Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain:
bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu,
kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang
selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
29

BAB IV
ANALISIS KASUS

Anamnesis
Bayi laki-laki, lahir di VK RSMH Palembang ditolong oleh SpOG lahir
pervaginam dari ibu G1P0A0 hamil 34 minggu dengan partus prematurus,
didiagnosis dengan BBLR sebab berat badan lahir 2200 gram, panjang badan lahir
47 cm dan lingkar kepala 32 cm. Berat badan lahir 2200 gram pada usia
kehamilan 34 minggu sesuai dengan masa kehamilan menurut kurva Lubchenco.
Kemudian, pada usia 4 hari, bayi mengalami kuning. Usia bayi yang baru 4 hari
memperkuat kemungkinan ikterus bersifat fisiologis. Bayi yang langsung
menangis dengan skor APGAR 7/8 membuang kemungkinan terjadinya hipoksia
dan asfiksia perinatal yang bisa menjadi faktor risiko dalam mempertimbankan
fototerapi pada pasien. Tidak adanya faktor risiko infeksi perinatal menyingkirkan
kemungkinan ikterus akibat infeksi. Tidak adanya BAK berwarna teh tua dan
30

BAB yang tidak mengalami perubahan warna menyingkirkan kemungkinan


kolestasis ekstrahepatik.

Pemeriksaan Fisik
Berat badan yang berkurang dari saat lahir (2200 gram menjadi 1822
gram) menunjukkan adanya penurunan berat badan lahir >810% bisa dipikirkan
kemungkinan breast feeding jaundice belum dapat disingkirkan mengingat pasien
mendapatkan ASI sejak lahir.
Bayi mengalami ikterus pada kepala, leher, umbilikus, hingga ke area
lengan dan tungkai bawah. Dapat diinterpretasi sebagai Kramer IV, dengan
estimasi bilirubin 918 mg/dL pada bayi prematur. Namun, temuan ini masih
belum dapat menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan neurologi
menunjukkan tidak adanya defisit. Penyebab lainnya seperti inkompatibilitas
golongan darah (ABO) dan rhesus dapat disingkirkan sebab hasil pemeriksaan
laboratorium terbukti tidak ada. Untuk kemungkinan penyebab hemolysis pada
pasien juga dapat disingkirkan dengan adanya hasil negatif pada uji Coombs
Direk pada pasien ini. Untuk mencari etiologi masih diperlukan pemeriksaan
penunjang tambahan seperti enzim G6PD, retikulosit, serta TSH dan screening
TORCH untuk menyingkirkan penyebabnya. Kompetensi dokter umum adalah
mampu mengenali ikterik fisiologis dan patologis kemudian merujuk pasien.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil yang mencerminkan Kramer
saat pemeriksaan fisik. Total bilirubin pada tanggal 21 April 2017, pukul 10.13
WIB adalah 22,13 mg/dL. Pemeriksaan ulang pada tanggal 21 April 2017, pukul
20.32 WIB menunjukkan bilirubin total sebesar 24.0 mg/dL, serta bilirubin direk
yang hanya 1,66 mg/dL, dibandingkan dengan bilirubin indirek yang sebanyak
22,34 mg/dL. Hal ini menunjukkan tidak terjadinya konyugasi bilirubin oleh
hepar. Dilakkan pemeriksaan CRP kuantitatif untuk menyingkirkan penyebab
infeksi, didapatkan hasil CRP kuantitatif < 5 mg/L menandakan tidak adanya
infeksi pada pasien.
31

Temuan laboratorium ini sejalan dengan ikterus neonatorum fisiologis,


karena ikterus fisiologis terjadi pada 2 minggu pertama kehidupan ekstrauterin,
dan lebih sering terjadi pada BBLR dan kurang bulan. Pada BBLR kurang bulan,
cenderung lebih mudah terkena komplikasi akibat fungsi organ-organ bayi
premature belum berfungsi seperti bayi matur. Diantara komplikasi-komplikasi
tersebut salah satunya ialah kondisi ikterus neonatorum. Kondisi ikterus
neonatorum dikatakan sebagai hiperbilirubunemia apabila telah dilakukan
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan total serum bilirubin < 5 mg/dL.
Kondisi hiperbilirubunemia ini diakibatkan faktor kematangan hepar membuat
kurangnya aktivitas enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin
indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna, disampin itu pada pasien ini
degan kondisi BBLR dan prematur juga dapat terjadi penurunan clearance
bilirubin akibat fungsi tubuh yang masih imatur.
Walaupun beberapa temuan tidak sejalan dengan diagnosisseperti
meningkatnya kadar bilirubin total dari 22.13 mg/dL menjadi 24.00 mg/dL pada 4
jam pertama pemberian fototerapi, hal ini memerlukan evaluasi seperti apakah
ASI telah diberikan dengan baik atau apakah fototerapi telah dilakukan secara
baik dan benar.
Dengan melakukan tatalaksana yang tepat yaitu dengan pemberian ASI
dengan frekuensi dan durasi yang tepat serta fototerapi yang adekuat akan dapat
mengurangi kadar bilirubin secara signifikan. Hal ini sejalan dengan hasil
laboratorium pada tanggal 22 April 2017, pukul 10.38 WIB yang menunjukkan
hasil berupa bilirubin total 20.57 mg/dL yang menunjukkan bahwa fototerapi
memeberi respon yang cukup baik pada kasus ini. Fototerapi memanfaatkan sinar
blue-green spectrum dengan panjang gelombang 430490 nm dengan kekuatan
paling kurang 30 uW/cm2 yang mengonversi bilirubin tidak terkonjugasi menjadi
bentuk konjugasi. Pada pasien didapatkan adanya respon dari fototerapi intensif
yang dilakukan terlihat dari turunnya kadar Bilirubin Total pada hari ke-5
perawatan menjadi sebesar 8.34 mg/dL. Disampin itu, hal ini juga dapat
menyingkirkan kemungkinan terjadinya proses hemolisis pada pasien.
32

DAFTAR PUSTAKA

1. Azis, Abdul Latief. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF


Kesehatan Anak, edisi III. RSU Dokter Sutomo. Surabaya
2. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In:
Nelson Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-
8.
3. Kosim, M,S., dkk., 2010. Buku Ajar Neonatologi, Cetakan Kedua, Badan
Penerbit IDAI, Jakarta.
4. Maryunani, Anik & Nurhayati, 2009. Asuhan Kegawatadaruratan dan
Penyulit Pada Neonatus, Trans Medika, Jakarta.
5. Prawiroharjo, sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional .Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal,Jakarta ,Balai Pustaka Sarwono Prawiroharjo
6. Purwanto E.R., 2009. Masalah BBLR di Indonesia.
http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 3 April 2016
33

7. Poesponegoro, Hardiono, dr. Sp.A(K). 2005. Standar Pelayanan Medis


Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
8. Surasmi A., Handayani S., Nurkusuma H. Perawatan Bayi Berat Badan
Lahir Rendah. Dalam: Perawatan Bayi Risiko Tinggi, cet. 1. Jakarta: EGC,
2003; 30-56
9. Mansjoer, A. (2008). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius.

10. Etika, R. et al. (2006). Hiperbilirubinemia pada Neonatus


(hyperbilirubinemia in neonate). http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-
js9khg-pkb.pdf.
1

Laporan Kasus

BAYI BERAT LAHIR RENDAH DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

Oleh:

Ayu Syartika 04054821618136

Putri Septi Ramasari 04084821618200

Dosen Pembimbing:

dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN/

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
2

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul

BAYI BERAT LAHIR RENDAH DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

Oleh:

Ayu Syartika 04054821618136


Putri Septi Ramasari 04084821618200

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 10
April19 Juni 2017.

Palembang, April 2017

dr. Herman Bermawi, SpA (K)


3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat, rahmat, dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini.
Berat bayi lahir rendah merupakan masalah neonatologi yang sering
ditemui di klinik sehari-hari, dengan prevalensi mencapai 9%. Di samping itu,
bayi dengan berat lahir rendah juga cenderung berisiko mengalami
hiperbilirubinemia, biasanya akibat ikterus fisiologik. Penulis mencoba
memaparkan sebuah kasus BBLR dengan hiperbilirubinemia yang ditemukan di
RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis sangat berharap tulisan ini dapat menambah wawasan pembaca.
Penulis menginginkan agar pembaca dapat memberikan kritik membangun serta
saran agar penulis dapat membuat tulisan yang lebih baik lagi.

Palembang, April 2017

Penulis
4

DAFTAR ISI

Halaman judul i

Lembar pengesahan ii

Kata pengantar iii

Daftar is iv

Bab 1 Pendahuluan 1

Bab 2 Laporan Kasus 2

Bab 3 Tinjauan Pustaka 10

Bab 4 Analisis Kasus 30

Daftar Pustaka 33

You might also like