Professional Documents
Culture Documents
I. Pendahuluan
Menurut UU Nomor 17 tahun 2003, pendapatan negara merupakan hak Pemerintah
Pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan negara terdiri
dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri adalah penerimaan
yang terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sedangkan hibah adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang
dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi
hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri
(PP 10 tahun 2011). Di dalam APBN, hibah di catat secara terpisah dari pendapatan
negara sehingga secara keseluruhan penerimaan negara dalam APBN disebut
sebagai pendapatan negara dan hibah.
a. Penerimaan Perpajakan
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum
dan tata cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang,
dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b. Unsur Pajak
unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan
perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-
undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang
dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar
pajak kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang
yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun
pembangunan.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib
pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai
peraturan perundag- undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran
Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi
mengatur / regulatif) dan distribusi pendapatan (fungsi distributif).
c. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan
sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk
pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai
beberapa fungsi, yaitu:
Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
d. Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi,
masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka
pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak
menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan
keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan
maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai
wajib pajak.
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang
bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan
UU tersebut harus dijamin kelancarannya.
2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara
umum.
1. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu
10%.
e. Asas Pemungutan
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang
terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):
pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus
berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi
hukum.
Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu
atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib
pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak
lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
Pajak Penghasilan
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, PPh adalah pajak
yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam satu tahun pajak. Jenis-jenis pajak penghasilan (PPh) dalam
APBN :
1. PPh Migas
Merupakan PPh yang dipungut dari Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
atas penghasilan dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan gas alam.
2. PPh Non Migas
Merupakan PPh yang dipungut dari Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan
Bentuk Usaha Tetap dalam negeri atau luar negeri atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak selain penghasilan atas
pelaksanaan kegiatan hulu migas. Diantara seluruh komponen PPh nonmigas,
PPh pasal 25/29 yang terdiri dari PPh Badan dan Orang Pribadi memiliki
kontribusi terbesar dari total PPh nonmigas. PPh Badan berkontribusi lebih
dari 30 persen dari total penerimaan PPh, diikuti dengan PPh orang pribadi
dengan kontribusi rata- rata 15 persen.
e. Impor BKP
2. Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang
melakukan :
a. Penyerahan BKP
b. Penyerahan JKP
e. Ekspor JKP
Sesuai dengan UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 7 tarif PPN ditetapkan sebesar 10%.
Akan tetapi, berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau
peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang
mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% dengan
tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif ini dikemukakan oleh
Pemerintah kepada DPR dalam rangka pembahasan dan penyusunan RAPBN.
Khusus untuk ekspor BKP berwujud, BKP tidak berwujud dan JKP dikenakan tarif
0%.
Cukai
Pajak Lainnya
Pajak Lainnya merupakan jenis penerimaan perpajakan yang tidak termasuk ke
dalam kategori penerimaan pajak di atas. Penerimaan pajak lainnya terdiri dari:
a. Bea Meterai
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah,
surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya
Berdasarkan PP No.24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya
Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai, tarif bea materai
bergantung pada nilai dokumennya, untuk nilai dokumen
< Rp 250.000,- menggunakan materai Rp.3000,- dan untuk nilai dokumen Rp 250.000,-
> Rp 1.000.000,- menggunakan materai Rp 6000,-
Bea Masuk
Bea Masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
(Pasal 1 ayat 15 UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan. Pada dasarnya bea masuk berfungsi sebagai:
a. Mencegah kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang
sejenis dengan barang impor tersebut;
b. Melindungi pengembangan industri barang sejenis dengan barang impor
tersebut di dalam negeri.
c. Mencegah terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsung bersaing.
d. Melakukan pembalasan terhadap barang impor yang berasal dari negara yang
memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.
ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara
ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka
meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008),
kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun
2002. Salah satu kesepakatan dalam AFTA yang terkait dengan Indonesia adalah
menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Indonesia pada tahun 2015.
Dengan dihapuskannya bea masuk bagi Indonesia tersebut, manfaat-manfaat bea masuk
sebagai pelindung industri dalam negeri juga akan hilang, dan hal ini merupakan
tantangan bagi Pengusaha/produsen Indonesia untuk dapat meningkatkan kemampuan
dalam menjalankan bisnis guna dapat memenangkan kompetisi dengan berbagai
produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan
peluang pasar dalam negeri maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
Bea Keluar
Bea keluar berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan kedua atas UU
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan adalah pungutan negara yang dikenakan
terhadap barang ekspor.
Tujuan pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor adalah: (i) Menjamin
terpenuhinya kebutuhan dalam negeri; (ii) Melindungi kelestarian sumber daya alam; (iii)
Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dan komoditi ekspor tertentu
dipasaran internasional; dan
(iv) Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri. Sedangkan barang
Ekspor yang dikenakan bea keluar adalah rotan, kulit, kayu, kelapa sawit, serta CPO dan
produk turunannya.
2. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP;
Penerimaan SDA migas merupakan bagian Pemerintah atas kegiatan usaha hulu yang
dilaksanakan berdasarkan Kontrak Production Sharing (KPS), setelah dikurangi faktor
pengurang berupa pajak-pajak dan pungutan lainnya. Penerimaan SDA migas sangat
dipengaruhi oleh perkembangan indikator ekonomi makro terutama harga minyak mentah
(ICP), lifting, dan nilai tukar. Sebelum tahun anggaran 2000, penerimaan SDA migas
dicatat tersendiri dalam penerimaan migas, terpisah dari PNBP. Pos penerimaan migas
tersebut termasuk PPh migas. Sejak tahun anggaran 2000, penerimaan SDA migas
dicatat dalam PNBP, sedangkan PPh migas dicatat tersendiri dalam penerimaan
perpajakan. Sejak tahun anggaran 2007 penerimaan DMO dikeluarkan dari penerimaan
SDA migas, dan dicatat dalam kelompok PNBP lainnya. Sesuai Undang-undang No. 33
tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan Pemerintah
Daerah, penerimaan SDA migas dibagihasilkan ke daerah penghasil dengan proporsi
tertentu.
2. Pendapatan kehutanan,
Pertambangan Umum
Pendapatan pertambangan umum terbagi dalam beberapa jenis yaitu pendapatan iuran
tetap yang merupakan iuran yang dibayarkan oleh pemegang Kuasa Pertambangan
(KP), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B) kepada negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum,
eksplorasi atau eksploitasi pada suatu wilayah kuasa pertambangan. Selain itu,
terdapat pendapatan royalti iuran yang dibayarkan oleh pemegang KP, KK, dan PKP2B
atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan.
Pendapatan Kehutanan
Pendapatan kehutanan berasal dari pemanfatan hasil hutan berupa kayu maupun non
kayu dan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan. Pendapatan kehutanan meliputi:
1. Pendapatan dana reboisasi (DR),
Menurut UU No. 33 Tahun 2004, pendapatan kehutanan dibagi ke daerah sesuai dengan
proporsi tertentu.
Pendapatan Perikanan
Pendapatan Perikanan adalah penerimaan yang berasal dari pungutan perikanan atas
hak pengusahaan dan/atau pemanfaatan sumber daya ikan yang harus dibayarkan
kepada pemerintah oleh perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha
perikanan atau oleh perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan
ikan. Jenis Pendapatan perikanan terdiri dari: Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP),
Pungutan Hasil Perikanan (PHP), dan Pungutan Perikanan Asing (PPA).
Penerimaan BLU
Penerimaan BLU adalah penerimaan yang berasal dari kegiatan pelayanan masyarakat
yang dilakukan oleh badan layanan umum (BLU). Badan Layanan Umum (BLU) adalah
instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya, didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktivitas.
Salah satu tujuan didirikannya BLU adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Hal ini di dasarkan atas UU nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang disusun dengan tujuan utama dalam rangka pembenahan
dan penyempurnaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang
dicerminkan dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) agar sesuai dengan kaidah-kaidah
hukum administrasi keuangan negara serta best practice di dunia internasional.
Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam (SDA) terdiri atas penerimaan
SDA minyak bumi dan gas bumi, penerimaan SDA kehutanan, penerimaan SDA
pertambangan umum, penerimaan SDA perikanan, dan penerimaan SDA panas bumi.
Masing-masing penerimaan SDA tersebut dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan
proporsi tertentu.
h. Hibah
Hibah adalah pendapatan pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa dari
pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak secara terus-
menerus. Pos penerimaan hibah baru mulai ada dalam APBN sejak APBN
menggunakan struktur baru yaitu tahun 2000. Realisasinya penerimaannya sendiri
baru mulai ada pada tahun 2001. Pada awalnya penerimaan hibah hanya dicatat
realisasinya tetapi tidak dianggarkan dalam APBN. Akan tetapi, sehubungan dengan
adanya beberapa program Pemerintah yang dibiayai melalui hibah, penerimaan hibah
mulai dianggarkan pertama kali dalam APBN-P 2002.
Landasan hukum penerimaan hibah adalah:
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penarikan
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Hibah dibagi berdasarkan jenis, bentuk, dan sumbernya. Berdasarkan jenisnya, hibah
dibagi menjadi dua jenis yaitu hibah yang direncanakan dan hibah yang tidak
direncanakan. Hibah yang direncanakan adalah hibah yang dilaksanakan melalui
mekanisme perencanaan, sehingga hibah ini dicatat penerimaannya dalam APBN.
Sedangkan hibah yang tidak direncanakan adalah hibah yang diberikan langsung oleh
donor kepada excuting agency (K/L yang menerima hibah tanpa melalui kas umum
negara). Biasanya hibah langsung adalah hibah yang diberikan dalam bentuk
barang/jasa atau bukan uang tunai (non cash).
Berdasarkan bentuknya, hibah dibagi menjadi empat. Pertama adalah uang tunai di mana
uang tersebut disetor langsung ke rekening kas umum negara (RKUN) atau atau rekening
lain yang ditentukan oleh menteri sebagai bagian dari penerimaan APBN. Kedua adalah
hibah dalam bentuk uang, tetapi uang tersebut digunakan langsung untuk membiayai
suatu kegiatan. Dalam hal ini, hibah tersebut tidak masuk melalui rekening kas negara
melainkan melalui dana perwalian (trust fund). Ketiga adalah hibah dalam bentuk non
tunai, yaitu hibah yang diberikan dalam bentuk barang/jasa/surat berharga. Pemberian
hibah ini sebagian besar dilakukan secara langsung oleh donor kepada K/L sehingga
dicantumkan dalam proses penganggaran tetapi di catat realisasinya.
Berdasarkan sumbernya hibah terdiri dari hibah yang berasal dari luar negeri dan dalam
negeri. Untuk hibah dalam negeri dapat berupa hibah yang diterima dari (a) lembaga
keuangan dalam negeri; (b) lembaga non-keuangan dalam negeri; (c) pemerintah
daerah; (d) perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah
Republik Indonesia; (e) lembaga lainnya; dan (f) perorangan. Sedangkan untuk hibah
yang sumbernya berasal dari luar negeri, merupakan hibah yang diterima dari (a) negara
asing; (b) lembaga di bawah PBB; (c) lembaga multilateral; (d) lembaga keuangan asing;
(e) lembaga non-keuangan asing; (f) lembaga keuangan nasional yang berdomisili dan
melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Republik Indonesia; dan (g) perorangan.