You are on page 1of 53

CASE REPORT

G1P0A0 Hamil 39 Minggu Inpartu kala I fase laten dengan Preeklampsia


Berat + Ketuban Pecah Dini 10 jam Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala

Pembimbing :
dr. Ratna Dewi P S , Sp.OG

Penyaji :

Meta Sakina, S.Ked

1018011076

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014
KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul G1P0A0 Hamil
39 minggu Inpartu kala I fase laten dengan PEB dengan KPD 10 jam Janin
Tunggal Hidup, Presentasi Kepala. tepat pada waktunya. Adapun tujuan
pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
aya menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang
membacanya.

Bandar Lampung, November 2014

Penulis
I. LAPORAN KASUS

No Register : 201400016287.001 MRS : 20 November 2014


No RM : 384735 Pukul : 10.00 WIB

I. ANAMNESA
A. Identifikasi
Nama : Ny. DS
Umur : 21 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Kebangsaan :Indonesia / Lampung
Alamat : Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung
B. Keluhan
a. Utama : mau melahirkan dengan darah tinggi dan keluar air-air
b. Tambahan :-
C. Riwayat penyakit sekarang:
10 jam SMRS, os mengeluh keluar air-air, banyak 2-3 kali ganti kain.
riwayat perut mulas yang menjalar ke pinggang, hilang timbul makin
lama makin sering dan kuat (+) 4 jam yang lalu , R/ keluar darah
lendir (+). Sebelumnya os berobat ke bidan dan dikatakan mau
melahirkan dengan darah tinggi dan ketuban pecah dini kemudian os
dirujuk ke RSAM. R/ darah tinggi sebelum hamil (-), R/ darah tinggi
saat hamil (-). Kepala pusing (+), mual muntah (-), nyeri ulu hati (-), dan
pandangan mata kabur (-). Riwayat darah tinggi di keluarga (+). R/
demam (-), R/ bersenggama (-), R/ trauma (-). Os mengaku hamil cukup
bulan dan gerakan anak masih dirasakan.
D. Riwayat haid
Haid pertama umur : 14 tahun
Siklus : 30 hari
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : normal
Warna : merah
Bau : (-)
Dismenorea : (-)
HPHT : 19 01 -2014
Taksiran Persalinan : 27 11- 2014

E. Riwayat perkawinan
Pernikahan pertama dan sudah berlangsung selama 10 bulan

F. Riwayat obstetri
Tgl/Bln/Th Tempat Usia Jenis Jenis Berat
No Penolong Ket
Persalinan pertolongan kehamilan Persalinan kelamin badan
Hamil
1
Sekarang

G. Riwayat peyakit
a. Penyakit dahulu
-

b. Penyakit dalam keluarga


Hipertensi (+)

H. Riwayat operasi
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya
I. Riwayat keluarga berencana/kontrasepsi
-
J. Riwayat antenatal
a. Selama hamil diperiksa oleh:
Bidan.
b. Keluhan dan kelainan:
Darah tinggi

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Present
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 190/110 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respiratory Rate : 20x/menit
Suhu : 36,6oC
Keadaan gizi : Cukup
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 72 kg

B. Status Generalis
Kulit : Chloasma gravidarum (-), linea nigra (-)
Muka : Pucat (-)
Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik (-),
penurunan visus (+)
Hidung : Deviasi septum (-), chonca hiperemis (-)
Leher : JVP normal (5+2 cmHg), massa (-)
Jantung : Ictus cordis tidak teraba, bunyi jantung I dan II
normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+), cembung, tidak ada tanda cairan
bebas
Punggung : Dalam batas normal
Rectum/anus : Tidak dinilai
Ekstremitas : Edema pretibia +/+, varises tidak ada
Reflex : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-
Sensitibilitas : Dalam batas normal
Hati : Sulit dinilai
Limfa : Sulit dinilai
Ginjal : Tidak ada nyeri ketok ginjal
Kandung kemih : Nyeri tekan suprapubik (-), nyeri berkemih (-)
Kel. Limfe : Tidak ada pembesaran
Kepala : Normocephal
Telinga : Cairan keluar (-), nyeri tekan tragus (-)
Mulut/gigi : Tidak dinilai
Dada : Pergerakan nafas simetris
Paru : Vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)

C. Pemeriksaan Obstetri
a. Pemeriksaan luar
Inspeksi : Simetris, cembung, striae (-), chloasma
gravidarum (-)
His : 2x/10/20
Leopold Maneuver :
Leopold I : tinggi fundus uteri 34 cm, pada bagian fundus
teraba bagian bulat, besar dan tidak melenting (kesan bokong)
Leopold II : pada bagian kanan teraba bagian memanjang.
Kesan punggung, letak janin memanjang
Leopold III : pada bagian segmen bawah rahim teraba bagian
bulat melenting (kesan kepala)
Leopold IV : divergen, penurunan 4/5
Auskultasi : DJJ 151x/menit
b. Pemeriksaan dalam
Inspekulo : tidak dilakukan

Vaginal toucher
Portio : lunak
Pendataran : 60%
Pembukaan serviks : 2 cm
Ketuban : (-)
Bagian terendah : Kepala
Penurunan : Hodge I-II
Penunjuk : belum dapat dinilai

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Laboratorium darah rutin, kimia darah dan urin rutin
Tanggal 20 oktober 2014

Hematologi
Hb : 11,1 gr/dl
Ht : 34 %
Leukosit : 12.700/ul
Hitung Jenis : 0/1/1/84/11/3 %
Trombosit : 250.000/mm3

Kimia darah
SGOT : 15 U/L
SGPT : 17 U/L
Ureum : 12 mg/dl
Kreatinin : 0,5 mg/dl
GDS : 97 mg/dl

Urine lengkap
Proteinuri : 75 mg/dl (+1)
PH :6
Keton : 50 mg/dl
Darah samar : 50/L
Eritrosit : 4-6
Leukosit : 25/L

Indeks Gestosis : 7 (moderate)

Edema : 1
Protein uri : 1
TD Sistol 190 mmhg : 3
TD Diastol 110 mmhg : 2

IV. RESUME
10 jam SMRS, os mengeluh keluar air-air, banyak 2-3 kali ganti kain.
riwayat perut mulas yang menjalar ke pinggang, hilang timbul makin lama
makin sering dan kuat (+) 4 jam yang lalu , R/ keluar darah lendir (+).
Sebelumnya os berobat ke bidan dan dikatakan mau melahirkan dengan
darah tinggi dan ketuban pecah dini kemudian os dirujuk ke RSAM. R/
darah tinggi sebelum hamil (-), R/ darah tinggi saat hamil (-). Kepala
pusing (+), mual muntah (-), nyeri ulu hati (-), dan pandangan mata kabur
(-). Riwayat darah tinggi di keluarga (+). R/ demam (-), R/ bersenggama (-
), R/ trauma (-). Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih
dirasakan. HPHT 19 Januari 2014 ditaksir persalinan akan berlangsung
tanggal 26 November 2014. Os mengatakan jarang memeriksakan
kandungan ke bidan setiap bulan dan tidak ada keluhan. Tekanan darah
190/110 mmHg, nadi 80x/menit, respiration rate 20x/menit, suhu 36,60C.
Os mengalami peningkatan berat badan 15 kg selama kehamilan.

Pemeriksaan fisik kepala, mata, gigi, leher, jantung, paru, dan thoraks
dalam batas normal. Pada kulit tidak ditemukan chloasma gravidarum,
pada thoraks ditemukan hiperpigmentasi areolla dan mammae membesar
serta tegang. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan striae
gravidarum, luka bekas operasi dan perut tampak membesar.

Pemeriksaan obstetrik, ditemukan besar perut sesuai dengan usia


kehamilannya, fundus setinggi 3 jbpx (34 cm), teraba massa bundar, tidak
melenting, dan kenyal, diperkirakan bokong janin. Janin letak memanjang,
punggung kanan. Kepala janin sudah masuk PAP dengan penurunan 4/5.
Taksiran berat janin adalah 3255 gram. DJJ 151x/menit. His 2x/10/20.

Pemeriksaan dalam, letak uterus di bagian medial, pendataran 60% dan


pembukaan 2 cm. Ketuban (-) jernih, bau (-), penunjuk belum dapat
dinilai. Kepala berada di Hodge I-II.

Pemeriksaan laboratorium darah rutin menunjukkan peningkatan


leukositosit dan pemeriksaan urin lengkap menunjukkan peningkatam
dalam leukosit, dan proteinuria +1.

V. DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu kala I fase laten dengan PEB dan KPD 10
jam, JTH, Preskep.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Informed consent
2. Stabilisasi 1-3 jam
3. Observasi TVI, DJJ, pembukaan
4. IVFD RL gtt xx/menit
5. Pasang kateter menetap, catat i/o
6. MgSO4 40% 4 gr i.v dilanjutkan dengan drip MgSO4 40% 6 gr gtt
xxx/menit
7. Nifedipine 3 x 10 mg
8. Inj ampicilin 3x1 gr IV
9. Cek Lab DR, UR, KD, CM
10. Evaluasi satgas gestosis
11. R/ drip oksitosin (setelah stabilisasi)
12. R/ partus pervaginam (akhiri kala II dengan tindakan)

VII. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad bonam
Anak : Dubia

VIII. FOLLOW UP
HARI/
CATATAN INSTRUKSI
TANGGAL
20-11-2014 S/ Keluhan: ingin melahirkan dengan darah 1. Informed consent
10.00 WIB tinggi dan keluar air-air 2. Stabilisasi 1-3 jam
IG : 7 3. Observasi TVI, DJJ,
2 cm RPP: 10 jam SMRS, os mengeluh keluar air-air, pembukaan
banyak 2-3 kali ganti kain. riwayat perut mulas 4. IVFD RL gtt xx/menit
yang menjalar ke pinggang, hilang timbul makin 5. Pasang kateter menetap,
lama makin sering dan kuat (+) 4 jam yang lalu catat i/o
, R/ keluar darah lendir (+). Sebelumnya os 6. MgSO4 40% 4 gr i.v
berobat ke bidan dan dikatakan mau melahirkan dilanjutkan dengan drip
dengan darah tinggi dan ketuban pecah dini MgSO4 40% 6 gr gtt
kemudian os dirujuk ke RSAM. R/ darah tinggi xxx/menit
sebelum hamil (-), R/ darah tinggi saat hamil (-). 7. Nifedipine 3 x 10 mg
Kepala pusing (+), mual muntah (-), nyeri ulu hati 8. Inj ampicilin 3x1 gr IV
(-), dan pandangan mata kabur (-). Riwayat darah 9. Cek Lab DR, UR, KD,
tinggi di keluarga (+). R/ demam (-), R/ CM
bersenggama (-), R/ trauma (-). Os mengaku 10. Evaluasi satgas gestosis
hamil cukup bulan dan gerakan anak masih 11. R/ drip oksitosin (setelah
dirasakan. stabilisasi)
12. R/ partus pervaginam
O/ Status present (akhiri kala II dengan
TD : 190/110 mmHg tindakan)
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.6 oC

Status ginekologi
PL
- Perut cembung
- FUT 34cm dari symphisis pubis
- His 2x/10/20
- Memanjang
- Puka
- Preskep
- Penurunan 4/5
- DJJ 151x/menit

VT
- Portio lunak
- Eff 60%
- Pembukaan 2 cm
- medial
- Ketuban (-)
- Terbawah kepala
- Penunjuk sulit dinilai
- Hodge I-II

Laboratorium
Darah rutin
Hb : 11,1 gr/dl
Ht : 34 %
Leukosit : 12.700/ul
Hitung Jenis : 0/1/1/84/11/3 %
Trombosit : 250.000/mm3
SGOT : 15 U/L
SGPT : 17 U/L

Urinalisa
Protenuria 75 mg atau +1
Ph 7,2
Leukosit 25/ L

Indeks Gestosis : 7 (moderate)


Edema : 1
Protein uri : 1
TD Sistol 190 : 3
TD Diastol 110 mmhg : 2

A/ G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu kala I fase


laten dengan PEB + KPD 10 jam JTH Preskep
20-11-2014 S/ Keluhan: mulas yang menjalar hingga ke Th/ Pasang iv line 2 jalur
13.00 pinggang, makin lama makin sering dan kuat Drip oxitocin gtt VIII/mnt
Lain-lain teruskan
IG: 5 O/ Status present
His 3x1030 TD : 160/110 mmHg
4 cm Nadi : 80 x/menit
HII RR : 20 x/menit
BS : 9 T : 36.4 oC
DJJ : 142

Indeks Gestosis : 5 (moderate)


Edema pretibial :1
Protein uri :1
TD Sistol 160 (140-160) :1
TD Diastol 110 mmhg :2

A/ G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu dengan PEB


+ KPD 13 jam JTH Preskep

20-11-2014 S/ Keluhan: mulas yang menjalar hingga ke Th/ akhiri kala II dengan
20.20 pinggang, makin lama makin sering dan kuat tindakan (ekstraksi vakum)

IG: 4 O/ Status present


His 3x1040 TD : 150/90 mmHg
10 cm Nadi : 88 x/menit
ket - RR : 22 x/menit
HIII-IV T : 36.5 oC

Indeks Gestosis : 4 (mild)


Edema :1
Protein uri :1
TD Sistol 150 (140-160) :1
TD Diastol 90 mmhg :1

A/ G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu kala I fase


aktif dengan PEB + KPD 20 jam JTH Preskep
20.35 Lahir neonatus hidup dengan ekstraksi vakum, Th/ Ibu : oxytocin 1 amp, i.m
laki-laki BB: 3500gr, PB : 50cm, A/S :7/8.FT
AGA
20.40 Lahir plasenta lengkap dengan BP 550 gr, 18-
19 cm, PTP 50 cm
21-11-2014 S/ habis melahirkan hari pertama, nyeri perut (-), Th/
nyeri payudara (-), darah nifas (+), BAK (+), BAB 1. Observasi TVI,
21.00 (-) perdarahan
2. IVFD RL 500 cc +
O/ Status present 15 cc MgSO4 40% gtt
Keadaan umum: Baik xx/mnt
TD : 130/80 mmHg 3. Cefadroxil 2x500 mg
Nadi : 88 x/menit 4. As. Mafenamat
RR : 22 x/menit 3x500 mg
T : 36.5 oC 5. Methyldopa 3x250
TFU : 2 jari bawah pusat mg
Luka perineum : nyeri (+) perdarahan aktif (-)
R/
Indeks Gestosis : 2 (mild) 1. Vulva higiene
Edema :1 2. Perawatan luka
Protein uri :1 episiotomi
TD Sistol 130 :0 3. Mobilisasi dini
TD Diastol 90 mmhg :0 4. ASI on demand
5. Pindah bangsal
P1A0 Post Eks.vakum a.i Preeklampsia Berat +
KPD

22.10.2014 S/ habis melahirkan hari kedua, nyeri perut (-),Th/


07.00 WIB nyeri payudara (-), darah nifas (+), BAK (+), BAB 1. Observasi TVI,
(-) perdarahan
T 130/80 mmHg 2. IVFD RL 500cc gtt
IG= 2 P1A0 Post Eks.vakum a.i Preeklampsia Berat + XX/menit
KPD 3. Vulva higiene
4. Perawatan luka
episiotomi
5. Mobilisasi dini
ASI on demand
23.04.2014 S/ habis melahirkan hari kedua, nyeri perut (-), Th/
07.00 WIB nyeri payudara (-), darah nifas (+), BAK (+), BAB 1. Observasi TVI,
TD 120/80 (+) perdarahan
mmHg 2. Vulve higiene
IG= 2 P1A0 Post Eks.vakum a.i Preeklampsia Berat + 3. Perawatan luka
KPD episiotomi
4. Mobilisasi dini
5. ASI on demand

R/ Pasien dipulangkan
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Preeklampsia

a. Pengertian

Preeklampsia merupakan suatu sindroma spesifik pada kehamilan yang

ditandai dengan trias gejala klinis berupa peningkatan tekanan darah, edema pada

ekstremitas bawah, dan proteinuria. Edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai

kriteria hipertensi dalam kehamilan, kecuali edema anasarka (POGI, 2005).

Preeklampsia adalah sindroma spesifik dalam kehamilan yang

menyebabkan penurunan perfusi darah pada organ-organ akibat adanya

vasospasme dan menurunnya aktivitas sel endotel (Setyorini, 2007).

Preeklampsia biasanya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan atau pada

kehamilan 20 minggu. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi

penyakit trofoblastik (Wiknjosastro, 2007).

Preeklampsia dapat disebut sebagai hipertensi yang diinduksi oleh

kehamilan atau penyakit hipertensi akut pada kehamilan. Preeklampsia tidak

semata-mata terjadi pada wanita muda pada kehamilan pertamanya.Preeklampsia

ini paling sering terjadi selama trimester terakhir kehamilan (POGI, 2005).

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain.

Diagnosis hipertensi ditegakkan dari, adanya peningkatan tekanan darah dengan


sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, diukur dua kali selang 4 jam

setelah penderita istirahat (Wiknjosastro, 2007). Kenaikan tekanan

sistolik/diastolik 30 mmHg/15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria

hipertensi, karena kadar qproteinuria berkorelasi dengan tekanan darah (POGI,

2005).

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam

jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta

pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering

ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti dalam penentuan

diagnosis preeklampsia. Kenaikan berat badan (BB) 0,5 kg setiap minggu dalam

kehamilan masih dapat dianggap normal. Tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu

beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya

preeklampsia (Wiknjosastro, 2007).

Proteinuria merupakan tanda penting dari preeklampsia, tanpa proteinuria

belum dapat dikatakan preeklampsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam

urin yang melebihi 0,3 g/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif

menunjukkan 1 atau 2+ atau 1g/liter dalam urin yang dikeluarkan dengan

kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat

badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro,

2007).

Eklampsia adalah gejala preeklampsia berat disertai dengan kejang dan

diikuti dengan koma. Eklampsia didefinisikan sebagai penambahan kejang umum

pada sindroma preeklampsia ringan dalam waktu lama atau berat (POGI, 2005).
Biasanya eklampsia ditandai dengan tekanan darah yang meningkat lebih tinggi,

edema menjadi lebih umum, proteinuria bertambah banyak dan timbul serangan

kejang yang diikuti oleh koma. Pada umumnya eklampsia timbul pada wanita

hamil atau dalam masa nifas disertai adanya tanda-tanda preeklampsia yang

meningkat (Wiknjosastro,2007).

b. Insidensi

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak

faktor yang mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,

perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Dalam kepustakaan

frekuensi dilaporkan berkisar antara 310% (Hermawan, 2001).

Pada primigravida dan grandemultigravida frekuensi preeklampsia lebih

tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.

Diabetes Mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih

dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya

preeklampsia. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Mose di Rumah

Sakit Hasan Sadikin selama periode waktu 2001-2002 didapatkan angka kejadian

preeklampsia sebesar 10,3% (Wiknjosastro, 2007).

c. Etiologi

Penyebab preeklampsia belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang

coba dikemukakan pada ahli untuk menerangkan penyebabnya, namun belum ada

jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai adalah teori iskemik

plasenta (Wiknjosastro, 2007).


Plasenta adalah organ fetomaternal yang merupakan ciri khas mamalia

sejati pada saat kehamilan, yang menghubungkan ibu dan anaknya, mengadakan

sekresi endokrin dan pertukaran selektif zat yang dapat larut serta dibawa darah

melalui aposisi rahim dan bagian trofoblas yg mengandung pembuluh darah.

Plasenta merupakan organ khusus untuk pertukaran zat antara darah ibu dan darah

janin (Wiknjosastro, 2007).

Fungsi utama plasenta adalah menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu

kepada janin. Fungsi plasenta lainnya adalah (Wiknjosastro, 2007):

1) Sebagai alat yang memberi makanan pada janin (nutrisi)

2) Sebagai alat yang memberi zat asam dan mengeluarkan CO2 (respirasi)

3) Sebagai alat yang mengeluarkan hasil metabolisme (ekskresi)

4) Sebagai alat membentuk hormon, yaitu korionik gonadotropin, korionik

somato-mammotropin (placenta lactogen), estrogen dan progesteron.

5) Sebagai alat yang menyalurkan berbagai antibodi ke janin.

6) Sebagai alat yang menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan

janin, yang diberikan melalui ibu.

7) Sebagai alat yang berfungsi untuk pertahanan (sawar) dan menyaring

obat-obatan dan kuman-kuman yang bisa melewati plasenta Plasenta

terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang

amnion yang telah mengisi seluruh kavum uteri. Di sisi ibu, tampak daerah-

daerah yang agak menonjol (kotiledon) yang diliputi selaput tipis desidua

basalis. Di sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar (pembuluh

korion) menuju tali pusat. Korion diliputi oleh amnion (Wiknjosastro, 2007)
Gambar 1. Plasenta

Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari arteri spiralis yang terletak

di desidua basalis. Pada sistolik darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg

seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate,

pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili

koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena

desidua (Saifuddin, 2002).

Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml

tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan

40 minggu. Seluruh ruang interviller tanpa vili koriales mempunyai volume lebih
kurang 150-250 ml (Wiknjosastro, 2007).

Implantasi plasenta yang normal, terlihat proliferasi trofoblas ekstravillous

membentuk kolom sel di dekat anchoring villous. Trofoblas ekstravillous

melakukan invasi desidua ke arah bawah ke dalam arteri spiralis. Akibatnya,

terjadi penggantian endotel dan dinding otot dari pembuluh darah serta

pembesaran dari pembuluh darah. Pada proses implantasi normal, arteri spiralis

mengalami remodeling secara ekstensif akibat invasi oleh trofoblast endovaskular

(Cunningham, 2005).

Gambar 2. Implantasi plasenta normal (atas) dan preeklampsia (bawah)


Sumber: http://www.nature.com

Pada preeklampsia, proses implantasi plasenta tidak berjalan sebagaimana

mestinya oleh karena disebabkan 2 hal, yaitu: tidak semua arteri spiralis

mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas dan pada arteri spiralis yang mengalami
invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap

kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam

miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif, yang berarti

masih terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi arterosis akut pada

arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan

mengalami obliterasi. Pada wanita normal diameter arteri spiralis 500 , pada

penderita preeklampsia 200 (Sudhaberata, 2001).

Gambar 3. Arteri spiralis pada preeklampsia

Sumber: Brosen IA. 1977. Morphological Changes in the uteroplacental bed in

pregnancy hypertension Clinic Obstetri Gynecology; 4: 573


Ada beberapa teori mencoba menjelaskan etiologi dari kelainan tersebut,

sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory (Sudhaberata,

2001). Adapun teori-teori tersebut antara lain:

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia/eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,

sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan

normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan

diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III

sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan

tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan

endotel.

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia/eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul

lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan

pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak

sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie F.M.

(1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada

penderita preeklampsia/eklampsia:

a) Beberapa wanita dengan preeklampsia/eklampsia mempunyai

kompleks imun dalam serum.

b) Adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklampsia/eklampsia

diikuti dengan proteinuria.

3) Peran Faktor Genetik/familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian


preeklampsia/eklampsia antara lain:

a) Preeklampsia/eklampsia hanya terjadi pada manusia.

b)Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia /

eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat

preeklampsia/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.

4) Peran Sistem renin - angiotensin - aldosteron (SRAA)

Sistem renin - angiotensin - aldosteron (SRAA) mempunyai peran penting dalam

pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada kehamilan normal

komponen SRAA meningkat sedangkan pada preeklampsia beberapa komponen

SRAA lebih rendah dibanding kehamilan normal. Respons penekanan terhadap

angiotensin II meningkat secara bermakna pada usia kehamilan 18 minggu pada

wanita hamil yang akan berkembang menuju preeklampsia.

d. Patofisiologi

Kelainan patofisiologi yang mendasari preklampsia/eklampsia pada

umumnya karena vasokonstriksi. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan

resistensi perifer dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan

menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,

kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu

Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan

menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya akan

menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan

sumber reaksihiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi memerlukan


peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu

metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak

tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak

merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu,

dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang

disebut stres oksidatif (Castro,2004).

Pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga

dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Sedangkan

pada preeklampsia/eklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta

menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Peroksidase lemak beredar dalam

aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai

kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan

mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel

tersebut akan mengakibatkan antara lain (Sudhaberata, 2001):

1) Adhesi dan agregasi trombosit.

2) Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.

3) Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat

dari rusaknya trombosit.

4) Produksi prostasiklin terhenti.

5) Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.

6) Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase

lemak.
e. Klasifikasi

Pembagian preeklampsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan berat. Berikut

ini adalah penggolongannya (Rachma, 2008):

1) Preeklampsia ringan

Preeklampsia adalah sindroma spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada

organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endothel. Dikatakan preeklampsia

ringan bila:

a) Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolik

90-110 mmHg

b) Proteinuria: 300 mg/24 jam jumlah urin atau dipstick: +1

c) Edema lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnosis

kecuali edema anasarka

d) Tidak disertai gangguan fungsi organ

2) Preeklampsia Berat

Dikatakan preeklampsia berat bila terdapat salah satu atau lebih gejala dan tanda

dibawah ini:

a) Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110

mmHg

b) Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan

kuantitatif

c) Oliguria (urine 400 mL/24jam)

d) Kenaikan kreatinin serum

e) Keluhan serebral dan gangguan penglihatan: perubahan kesadaran,


nyeri kepala, scotomata dan pandangan kabur.

f) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium, dapat

disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal

ruptur hepar. Nyeri epigastrium sering disertai dengan kenaikan kadar

serum hepatik transaminase (indikasi untuk melakukan terminasi

kehamilan)

g) Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia dapat menunjukkan

beratnya penyakit.

h) Edema paru, sianosis.

i) Gangguan perkembangan intrauterin

j) Microangiopathic hemolytic anemia

k) Trombositopenia: < 100.000 sel/mm3. Trombositopenia adalah tanda

memburuknya preeklampsia dan disebabkan oleh aktivasi dan agregasi

platelet akibat vasospasme yang merangsang hemolisis mikroangiopatik.

l) Sindrom Haemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Platelet (HELLP)

Preeklampsia berat dapat dibagi menjadi dalam beberapa kategori

(POGI, 2005):

a) Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia

b) Preeklampsia berat dengan impending eklampsia dengan gejala- gejala

impending:

(1) Nyeri kepala

(2) Mata kabur

(3) Mual dan muntah


(4) Nyeri epigastrium

(5)Nyeri kuadran kanan atas abdomen

Klasifikasi preeklampsia berat

2) Eklampsia

Menurut POGI (2005) jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan

disertai dengan adanya kejang tonik-klonik disusul dengan koma, maka dapat

digolongkan ke dalam eklampsia. Pada umumnya kejang didahului oleh makin


memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah

frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri di epigastrium dan hiperrefleksia. Bila

keadaan ini tidak dikenali dan tidak segera diobati, akan timbul kejang terutama

pada persalinan.

Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi menjadi

(Saifuddin, 2002):

a) Eklampsia gravidarum

(1) Kejadian sekitar 50% sampai 60%

(2) Serangan terjadi dalam keadaan hamil.

b) Eklampsia parturientum

(1) Kejadian sekitar 30% sampai 35%

(2) Saat sedang inpartu

(3) Batas dengan eklampsia gravidarum sulit ditentukan terutama saat mulai

inpartu

c) Eklampsia puerperium

(1) Kejadian jarang, sekitar 10%.

(2) Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir.

f. Manifestasi klinis

Pada preeklampsia/eklampsia terjadi vasokonstriksi sehingga

menimbulkan gangguan metabolisme endorgan dan secara umum terjadi

perubahan patologi-anatomi (nekrosis, perdarahan, edema). Perubahan patologi-

anatomi akibat nekrosis, edema dan perdarahan organ vital akan menambah

beratnya manifestasi klinis dari masing-masing organ vital (Sunaryo, 2008).


Ada beberapa perubahan fisiologis dan patologis pada preeklampsia.

Perubahan tersebut terjadi pada plasenta dan uterus, ginjal, retina, paru-paru, otak,

dan pada metabolisme air dan elektrolit (Wiknjosastro, 2007):

1) Otak

Aliran darah dan pemakaian O2 tetap dalam batas-batas normal. Pemakaian

oksigen oleh otak akan menurun pada preeklampsia. Pada penyakit yang belum

lanjut, ditemukan edema-edema dan anemia pada korteks serebri. Pada keadaan

selanjutnya dapat ditemukan perdarahan.

2) Plasenta dan Uterus

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.

Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi

yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin bahkan kematian karena kekurangan

oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering

didapatkan pada preeklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus

prematurus.

3) Ginjal

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah pada ginjal menurun,

sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang

penting ialah proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi garam dan air.

Fungsi ginjal pada preeklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat dari

bersihan asam urat, sehingga konsentrasi asam urat plasma agaknya dapat
meningkat, peningkatan ini melebihi penurunan laju filtrasi glomerulus dan

bersihan kreatinin yang menyertai preeklampsia, seperti yang dilaporkan oleh

Chelsey dan Williams. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal,

sehingga menyebabkan diuresis turun. Pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria

atau anuria. Preeklampsia juga dapat menurunkan ekskresi kalsium urin karena

meningkatnya reabsorbsi di tubulus.

4) Retina

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada

satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri

retina yang nyata menunjukkan adanya preeklampsia berat.

5) Paru

Edema paru merupakan sebab utama kematian penderita preeklampsia Dan

eklampsia Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.

6) Metabolisme Air dan Elektrolit

Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial Kejadian

ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan seiring

bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah

meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Oleh karena itu, aliran darah

ke jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan akibat hipoksia. Jumlah

air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita preeklampsia daripada

pada wanita hamil biasa. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan


dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi

glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.

g. Faktor-Faktor Risiko

Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan

kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan

vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor

risiko lain berhubungan dengan kehamilan atau dapat spesifik terhadap ibu atau

ayah dari janin (Cunningham, 2005).

Berbagai faktor risiko preeklampsia:

1) Faktor yang berhubungan dengan kehamilan

a) Kelainan kromosom

b) Mola hydatidosa

c) Hydrops fetalis

d) Kehamilan multifetus

e) Inseminasi donor atau donor oosit

f) Kelainan struktur Kongenital

2) Faktor spesifik maternal

a) Primigravida

b) Usia < 20 tahun atau usia > 35 tahun

c) Ras kulit hitam

d) Riwayat preeklampsia pada keluarga

e) Status gizi

f) Pekerjaan

g) Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya


h) Kondisi medis khusus: diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas,

hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia

i) Stress

3) Faktor spesifik paternal

a) Primipaternitas

b) Partner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan

mengalami preeklampsia

h. penegakan Diagnosis

Anamnesis

1. Riwayat penyakit
Dilakukan anamesis pada pasien/ keluarganya

a. Adanya gejala-gejala : nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas


dimuka, dyspneu, nyeri dada, mual muntah, kejang.
b. Penyakit terdahulu : adanya hipertensi dalam kehamilan, penyulit
pada pemakaian kontrasepsi hormonal, penyakit ginjal, dan infeksi
saluran kencing.
c. Riwayat penyakit keluarga : ditanyakan riwayat kehamilan dan
penyulitnya pada ibu dan saudara perempuannya.
d. Riwayat gaya hidup : keadaan lingkungan sosial, apakah merokok
dan minum alkohol.

2. Pemeriksaan fisik
a. Pengukuran desakan darah dengan cara yang standar
b. Menentukan edema anasarka
c. Menentukan tinggi fundus uteri untuk mendeteksi dini IUGR
d. Pemeriksaan funduskopi.
3. Pemeriksaan Penunjang

Test diagnostik Penjelasan

1. Hemoglobin dan hematokrit Peningkatan hemoglobin dan hematokrit bererti


:

1. Adanya homokonsntrasi, yang


mendukung diagnosis preeklamsi
2. Menggambarkan beratnya hipovolemia
3. Nilai ini akan menurun bila terjadi
hemolisis

2. Trombosit Trombositopeni menggambarkan preeklamsi


berat

Peningkatannya menggambarkan :
3 Kreatinin serum
1. Beratnya hipovolemia
4 Asam urat serum
2. Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal
5 Nitrogen urea darah (BUN) 3. Oliguria
4. Tanda preeklamsi berat

Peningkatan transaminase serum


menggambarkan preeklamsi berat dengan
6 Transaminase serum gangguan fungsi hepar

7 Lactit acid dehydrogenase Menggambarkan adanya hemolisis

8 Albumin serum, dan faktor Menggambarkan kebocoran endothel, dan


koagulasi kemungkinan koagulopati

I. Pengukuran proteinuria secara Esbach


9. Proteinuria ialah adanya protein 300 mg
proteinuria dari 24 jam jumlah urine (diukur dengan
metode Esbach)

Ini setara dengan kadar proteinuria 30


mg/dL (= 1+dipstick) dari urine acak
tengah yang tidak menunjukkan tanda2
infeksi saluran kencing.

a. Pengukuran proteinuria dengan dipstick


1 + = 0,3 0,45 g/L (95% + nilai
prediktif untuk preeklamsi berat)
2 + = 0,45 1 g/L

3 + = 1 3 g/L (36% + nilai prediktif


untuk preeklamsi berat)

4 + = > 3 g/L (36% + nilai prediktif


untuk preeklamsi berat)

Negatif/ trace = (34% - nilai prediktif)

h. Komplikasi

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia.

Biasanya komplikasi yang tersebut di bawah ini terjadi pada preeklampsia berat

dan eklampsia (Wiknjosastro, 2007).

1) Solusio Plasenta

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih

sering terjadi pada preeklampsia

2) Hipofibrinogen

Hipofibrinogen biasanya ditemui pada preeklampsia berat, sehingga dianjurkan

untuk melakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

3) Hemolisis

Penderita preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinis

hemolisis, yaitu ikterus.

4) Perdarahan Otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

preeklampsia.

5) Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung sampai seminggu


dapat terjadi. Perdarahan kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda

gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

6) Edema paru

Edema paru ialah kondisi penumpukan cairan pada sistem respirasi. Edema paru

dalam kehamilan dapat disebabkan oleh kardiogenik (kelainan jantung) atau non-

kardiogenik. Paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena

bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru.

7) Nekrosis Hati

Nekrosis periportal hati pada preeklampsia-eklampsia merupakan akibat dari

vasospasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi

juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan

pemeriksaan faal, terutama penentuan enzim-enzimnya.

8) Sindrom HELLP

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,

hepatoseluler (peningkatan enzim hati), gejala subjektif (cepat lelah, mual,

muntah, nyeri epigastrium), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh

radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),

agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan

(vasokonstriktor kuat), lisosom (Manuaba, 2007).

9) Kelainan Ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus, yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang

dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10) Komplikasai lain


Lidah tergigit, trauma dan fraktura akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan

Disseminated Intravascular Coogulation (DIC).

11) Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut kronisnya insufisiensi

uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, dismaturitas

dan kematian janin intra-uterin.

i. Penatalaksanaan

Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit

preeklampsia adalah (Cunningham, 2005):

1) Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia

2) Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan

janinnya.

3) Melahirkan janin hidup

4) Pemulihan sempurna bagi kesehatan ibu.

Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan

obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang

optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup

matur untuk hidup di luar uterus. Penanganan preeklampsia berat/eklampsia

(Saifuddin, 2002):

1) Preeklampsia Berat

Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan

pengelolaan dasar sebagai berikut (Sudhaberata, 2001):

a) Rencana terapi pada penyulitnya yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian

obat-obatan untuk penyulitnya.

Terapi medikamentosa:
(1) Segera masuk Rumah sakit

(2) Tirah baring miring ke kiri secara intermiten

(3) Infus ringer laktat atau ringer dextrose

(4) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang

(5) Pemberian antihipertensi, diberikan bila tekanan darah sistolik > 180

mmHg, diastolik >110 mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan :

Hidralazin, labetalol, nifedipin, sodium nitroprusid, diazoxide, metildopa,

nitrogliserin, clonidin.

(6) Pemberian diuretik bila ada indikasi edema, gagal jantung kongestif,

dan edema paru.

(7) Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang

berlebihan.

b) Menentukan rencana sikap terhadap umur kehamilannya, terbagi menjadi:

(1) Pengelolaan konservatif

Pengelolaan konservatif adalah tetap mempertahankan kehamilan

bersamaan dengan terapi medikamentosa. Terdapat banyak pendapat

bahwa semua kasus preeklampsia berat harus ditangani secara aktif,

penanganan konservatif tidak dianjurkan. Indikasi untuk melakukan

pengelolaan konservatif adalah bila umur kehamilan < 37 minggu tanpa

disertai tanda- tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik,

artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan

terapi medikamentosa. Perawatan tersebut terdiri dari:

(a) Terapi MgSO4: Loading dose MgSO4 disuntikan intramuscular (IM).


MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan,

selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

(b) Terapi lain sama seperti terapi medikamentosa.

(c) Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.

(d) Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan MgSO4

20% 2 gr/IV dulu.

(e) Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita

menunjukkan tanda-tanda preeklampsia ringan dengan keadaan

penderita tetap baik dan stabil.

(2) Pengelolaan aktif

Bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah

mendapatkan terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. Penanganan aktif

meliputi penanganan umum, terapi medikamentosa dan pengelolaan obstetrik.

Pengelolaan aktif dilakukan dengan indikasi :

Indikasi :
1) Indikasi Ibu :
a. Kegagalan terapi medikamentosa :
1. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan
darah yang persisten.
2. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi
kenaikan darah desakan darah yang persisten.
b. Tanda dan gejala impending eklamsi
c. Gangguan fungsi hepar
d. Gangguan fungsi ginjal
e. Dicurigai terjadi solution placenta
f. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.
2) Indikasi Janin :
1. Umur kehamilan 37 minggu
2. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG
3. NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal
4. Timbulnya oligohidramnion
3) Indikasi Laboratorium :
Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP:

Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam


1. Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8
Bila perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan
harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan
dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea
b. Indikasi seksio sesarea:
1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam
2. Induksi persalinan gagal
3. Terjadi gawat janin
4. Bila umur kehamilan < 33 minggu
2. Bila penderita sudah inpartu
1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
2. Memperpendek kala II
3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin
4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar
5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan
anesthesia umum .

Perawatan post partum

Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang


terakhir
Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
Lakukan pemantauan jumlah urin
Rujukan

Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:


- Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam)

- Terdapat sindroma HELLP

- Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang

Penanganan umum penderita preeklampsia meliputi :

(a) Istirahat baring, sebaiknya dalam posisi miring ke salah satu sisi dan monitor

denyut jantung janin.

(b) Pasang infus jarum besar ( 16 G). Infus Ringer laktat 60- 125 cc/jam.

(c) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

(d) Keseimbangan cairan. Jangan sampai terjadi overload cairan. Kateterisasi urin

untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria. Sebaiknya pengeluaran urin

dinilai setiap jam. Tujuannya untuk memelihara output urin 30 ml/jam, bila

kurang dari 100 cc/4 jam maka input cairan juga dikurangi

(e) Evaluasi keadaan organ vital dengan melakukan pemeriksaan EKG,

melengkapi laboratorium untuk mengetahui fungsi hemopoetik, ginjal, hepar

seperti darah rutin, studi koagulasi, elektrolit, asam urat, fungsi hati, fungsi ginjal

dan urinalisis. Pemeriksaan serial sebaiknya dilakukan untuk menilai progresifitas

penyakit.

(f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat

mengakibatkan kematian ibu dan janin.

(g) Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap jam.

(h) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.

(i) Hentikan pemberian cairan intravena dan berikan diuretik bila ditemukan
edema paru

Pengelolaan Obstetrik

Sebelum melakukan pengakhiran kehamilan sebaiknya evaluasi keadaan ibu dan

janin. Keadaan ibu dan janin mempengaruhi cara terminasi kehamilan. Cara

terminasi kehamilan tergantung apakah penderita sudah inpartu atau

belum:

(a) Belum Inpartu

Induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin, kateter folley, prostaglandin.

Sectio caesaria bila:

- Tidak memenuhi syarat oksitosin drip atau kontraindikasi oksitosin drip.

- 12 jam setelah dimulainya, oksitosin drip belum masuk fase aktif

(b) Sudah Inpartu

Kala I:

- Fase Laten: 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan

Sectio caesaria.

- Fase aktif: amniotomi, bila 6 jam dengan amniotomi belum lahir dievaluasi HIS.

Kala II: pada persalinan pervaginam, kala II dapat diberi kesempatan partus

spontan bila diperkirakan dengan mengejan tidak terlampau kuat, janin dapat

lahir. Bila tidak, persalinan diselesaikan dengan ekstraksi vakum atau forsep.

Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam

untuk maturasi paru janin

2) Eklampsia

Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan


harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia. Semua

kasus eklampsia harus ditangani secara aktif.

j. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan ANC yang teratur dan teliti dapat menemukan

tanda-tanda dini preeklampsia serta pemeriksaan pada janin untuk mencegah

terjadinya risiko bayi yang dilahiran dengan BBLR. Penerangan tentang manfaat

istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring

di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari dikurangi dan dianjurkan lebih banyak

duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan

penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Untuk kehamilan

> 37 minggu segera dilakukan terminasi kehamilan (Wiknjosastro, 2007).

k. Index Gestosis dan bishop score


bishop score
B. KETUBAN PECAH DINI

Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang


obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan dalam
mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan juga karena
panatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih merupakan kontroversi.
KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum
adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada
KPD, kantung ketuban pecah sebelum fase aktif. 5

KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada usia
kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebab yang jelas.5

Etiologi Dan Patogenesis

KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,


peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian
menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.
Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada
beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang
merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum
diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak
diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi
terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi
adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus.4

Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan


KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun
sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis

1
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.4

Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : 4

a. Kehamilan multiple
b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene
buruk
d. Perdarahan pervaginam
e. Bakteriuria
f. pH vagina diatas 4,5
g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm
h. Flora vagina abnormal
i. Fibronectin > 50 ng/ml
j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi

Diagnosis

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :2,4

a. Air ketuban yang keluar dari vagina


Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban
yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada
uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.

b. Nitrazine test
pH vagina normal adalah 4,5 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH
7,0 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru
bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi
vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil
nitrazine test positif palsu.

c. Fern test
Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air
ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.

d. Evaporation test
e. Intraamniotic fluorescein
f. Amnioscopy
g. Diamine oxidase test
h. Fetal fibronectin
i. Alfa-fetoprotein test

Komplikasi

KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin, diantaranya :

a. Infeksi
Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis
korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam
(37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu
maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau
busuk, maupun leukositosis.

b. Hyaline membrane disease


Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline membrane disease
sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat
hubungan antara umur kehamilan dengan hyaline membrane disease dan
chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease
lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.

c. Hipoplasi pulmoner
Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan
fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress
respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan
bantuan ventilator.

d. Abruptio placenta
Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang
mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah
perdarahan pervaginam.

e. Fetal distress
Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan
kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga
untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan
tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.

f. Cacat pada janin


g. Kelainan kongenital

Penatalaksanaan

Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari


keadaan pasien.

a. Pasien yang sedang dalam persalinan


Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses
persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan
pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi
servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan
mengakibatkan oedem pulmo.

b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur


Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,
phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin
diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban
pecah dini.

c. Pasien dengan cacat janin


Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan
bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin
dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai
janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat
penting.

d. Pasien dengan fetal distress


Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering
ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju
(engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan
pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika
janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan
amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam.
Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat
dilakukan adalh section cesaria.

e. Pasien dengan infeksi


Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada
kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum
dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam,
maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotic yang
dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa
penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila
persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis
chorioamnionitis ditegakkan.

Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah

a. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit
b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin
didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin
c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah
lebih dari 6 jam, berikan antibiotik
d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif
yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama 5 hari,
glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi maka akhiri
kehamilan
e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam
lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan
f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan
lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan
induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score
kuran dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan bishop score lebih
dari 5, section cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan bishop
score kurang dari 5.
g.
Terapi ketuban pecah dini adalah :

a. Terapi konservatif
- rawat di Rumah sakit
- antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam
- pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
- Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka
pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan
- Nilai tanda-tanda infeksi
- Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7 hari
untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan
perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu
-
b. Terapi Aktif
- kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi
persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan
section cesaria
- pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan
section cesaria
- bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
terminasi persalinan
a. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan
section cesaria
b. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus
pervaginam
c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria
BAB III
ANALISA KASUS

Anamnesa
10 jam SMRS, os mengeluh keluar air-air, banyak 2-3 kali ganti kain. riwayat
perut mulas yang menjalar ke pinggang, hilang timbul makin lama makin sering
dan kuat (+) 4 jam yang lalu , R/ keluar darah lendir (+). Sebelumnya os berobat
ke bidan dan dikatakan mau melahirkan dengan darah tinggi dan ketuban pecah
dini kemudian os dirujuk ke RSAM. R/ darah tinggi sebelum hamil (-), R/ darah
tinggi saat hamil (-). Kepala pusing (+), mual muntah (-), nyeri ulu hati (-), dan
pandangan mata kabur (-). Riwayat darah tinggi di keluarga (+). R/ demam (-), R/
bersenggama (-), R/ trauma (-). Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak
masih dirasakan.

1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat ?


Penegakkan diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil
anamnesis diperoleh pasien hamil pertama, Ibu masih merasakan gerakan
janin, yang di pastikan kembali dengan terdengarnya DJJ dalam pemeriksaan
dengan Doppler. Dari hasil anamnesa juga didapatkan bahwa HPHT ibu
adalah tanggal 19/01/2014, yang apabila di lakukan penghitungan taksiran
partus dengan cara Naegele didapatkan taksiran partus pada tanggal
26/11/2014 dan usia kehamilan pasien saat ini 39 minggu.

Kehamilan pada pasien ini disertai dengan darah tinggi dari anamnesis pasien
mengatakan adanya nyeri kepala, sebelum hamil tidak ada riwayat tekanan
darah tinggi, namun terdapat riwayat hipertensi di keluarga. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan adanya peningkatan tekanan darah mencapai
190/110 mmHg yang muncul setelah kehamilan berusia lebih dari 20 minggu,
Pemeriksaan penunjang urinalisa menunjukkan proteinuri +1, dimana hal
tersebut memenuhi kriteria untuk Preeklampsia. Pada pasien dikatakan
preeklampsia berat karena pasien mengatakan nyeri kepala dan pada
pemeriksaan didapatkan tekanan darah tetap meningkat dengan tekanan
sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg dalam dua kali
pemeriksaan paling tidak dalam 6 jam .

Kehamilan pada pasien ini disertai dengan ketuban pecah dini dari anamnesis
didapatkan riwayat 10 jam smrs pasien keluar air-air, 2-3 kali ganti kain
sedikit keruh dan tidak berbau sebelum adanya tanda-tanda in partu, tanda-
tanda inpartu seperti adanya riwayat mules menjalar hingga ke punggung dan
keluar darah lendir mulai terjadi 6 jam smrs. faktor resiko KPD yang mungkin
pada pasien ini adalah infeksi saluran kemih ditandai dengan adanya
peningkatan leukosit pada urin.

Penegakan diagnosis pada kasus ini adalah G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu
kala I fase laten dengan PEB dengan KPD 10 jam JTH, Preskep.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?


Penatalaksanaan medikamentosa yang diberikan sudah tepat yakni dengan
pemberian MgSO4 40% sesuai protokol untuk mencegah terjadinya kejang
atau eklampsi saat kehamilan. Pemberian obat antihipertensi nifedipine juga
sudah sesuai dan tepat.
Sikap terhadap kehamilan pada kasus ini adalah penatalaksanaan aktif
karena usia kehamilan sudah aterm dan terdapat tanda-tanda inpartu. Rencana
terminasi kehamilan dengan rencana partus pervaginam dengan tindakan,
yaitu dengan ekstraksi vakum. Induksi diberikan apabila setelah stabilisasi
didapatkan BS > 5. BS < 5 dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol,
dapat dilakukan pematangan serviks dengan menggunakan teknik insersi
kateter Foley intraservikal (bandul). Bila pematangan serviks gagal dan tidak
ada kemajuan, maka dilakukan pengeluaran janin dengan cara Sectio sesaria.
DAFTAR PUSTAKA

Castro C. L. 2004. Chapter 15 Hypertensive disorder of Pregnancy. In Essential


of Obstetri and Gynecology. 4th Ed. Philadelphia : Elsivlersaunders. Pp
200.

Cunningham F. G. 2005. William obstetri 22nd Ed. New York : medical


Publishing Division. Pp 762-74.

Hermawan A, Mose JC, Effendi JS, Anwar AD. 2001. Perbandingan Kadar
Molekul Perekat Sel Vaskuler (VCAM-1) Antara Kehamilan Normal dan
Preeklampsia. Dalam: Indonesian Jornal of Obstetrics and Gynecology 25
(4). Pp 203-209.

Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan


Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Semarang : POGI. Pp.1-28.

Manuaba I. B. G.2007. Pengantar Kulian Obstetri. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC. pp 401-431.

Rachma N. 200. Eklampsia : Preventif dan Rehabilitasi Medik Pre dan Post
Partum in Holistic and Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta
: FK UNS, pp.99.

Saifuddin, A.Bari dkk, editor. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.

Setyorini A. 2007. Preeklampsia/eklampsia dan Resiko Persalinan Preterm di


Panti Rapih Yogyakarta.

Sunaryo R. 2008. Holistic and Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta


: FK UNS. Pp 14.
Wiknjosastro, H, dkk, editor. 2007. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III, Cetakan
Kesembilan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

You might also like