Professional Documents
Culture Documents
Disiapkan Untuk:
Disiapkan Oleh:
DESEMBER 2010
LAPORAN AKHIR
Disiapkan Untuk:
Disusun Oleh:
DESEMBER 2010
DAFTAR ISI
REFERENSI ............................................................................................................ 1
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1-1. PETA TOPOGRAPI DAN TEKTONIK KEPULAUAN INDONESIA DAN SEKITARNYA
(BOCK ET AL., 2003). .................................................................................... 1-1
GAMBAR 2-1. TATANAN TEKTONIK UTAMA DI INDONESIA (IRSYAM, ET AL., 2010) .......... 2-1
GAMBAR 2-2. 1: STRIKE-SLIP FAULT (BF= BATEE FAULT); 2: SPREADING CENTER; 3:
SUBDUCTION TRENCH; 4: AXIS OF OUTER RIDGE; 5: AXIS OF FORE-ARC
BASIN; 6: DIRECTION OF RELATIVE MOTION; 7: VULKANIS AKTIF (HUCHON &
PICHON, 1984) ............................................................................................. 2-2
GAMBAR 2-3. ZONE-ZONE RUPTURE GEMPA SEPANJANG SEGMEN SUMATRA
(NEWCOMB & MCCANN, 1987) ................................................................... 2-3
GAMBAR 2-4. ZONE-ZONE RUPTURE DARI GEMPA SEPANJANG SEGMEN JAWA
(NEWCOMB DAN MCCANN, 1987) ............................................................... 2-4
GAMBAR 2-5. SHALLOW CRUSTAL DI SEKITAR SELAT SUNDA DAN PULAU JAWA ............. 2-5
GAMBAR 2-6. DISTRIBUSI GEMPABUMI MERUSAK DIDARATAN PULAU JAWA UMUMNYA
BERKAITAN DENGAN KEGIATAN PATAHAN AKTIF (WICHMANN, 1918) ....... 2-6
GAMBAR 2-7. DISTRIBUSI SEBARAN GEMPA HISTORIK JAWA DAN SEKITARNYA
(KERTAPATI, 2004) ...................................................................................... 2-6
GAMBAR 2-8. PSHA UNTUK MENDAPATKAN PERGERAKAN TANAH DI BATUAN DASAR
(SUMBER:TIM REVISI PETA GEMPA INDONESIA, 2010) ................................ 2-8
GAMBAR 2-9. PERKIRAAN HUBUNGAN ANTARA PEAK ACCELERATION DI BATUAN DAN
BEBERAPA JENIS TANAH LAINNYA (AFTER IDRISS, 1990, 1991) .................... 2-9
GAMBAR 2-10.RESPONS SPECTRA RATA-RATA YANG DINORMALISIR (5 % DAMPING) UNTUK
BERBAGAI KONDISI TANAH (SEED ET AL., 1976) ........................................ 2-10
GAMBAR 2-11. SPEKTRA RATA-RATA AKIBAT GEMPA LOMA PRIETA 1989
(DOBRY ET AL., 2000) ................................................................................ 2-10
GAMBAR 3-1. DISTRIBUSI EPISENTER KEJADIAN GEMPA SEJAK TAHUN 1900 SAMPAI TAHUN
2009 UNTUK MAGNITUDE MINIMUM 5.0 ....................................................... 3-2
GAMBAR 3-2. MODEL ZONA SUMBER GEMPA ..................................................................... 3-3
GAMBAR 3-3. MODEL PATAHAN......................................................................................... 3-7
GAMBAR 3-4. MODEL LOGIC TREE UNTUK SUMBER GEMPA SESAR (FAULT). ....................... 3-8
GAMBAR 3-5. MODEL LOGIC TREE UNTUK SUMBER GEMPA SUBDUKSI (MEGATHRUST). .... 3-9
GAMBAR 3-6. MODEL LOGIC TREE UNTUK SUMBER GEMPA BACKGROUND. ........................ 3-9
GAMBAR 3-7. HASIL DEAGREGASI UNTUK WILAYAH JAKARTA (500 TAHUN) ................ 3-10
GAMBAR 3-8. HASIL DEAGREGASI UNTUK WILAYAH JAKARTA (2500 TAHUN) .............. 3-11
GAMBAR 3-9. TARGET RESPONS SPECTRA YANG DISKALAKAN PADA T=0.2 DETIK UNTUK
PERIODE ULANG GEMPA 500 TAHUN......................................................... 3-11
GAMBAR 3-10. TARGET RESPONS SPECTRA YANG DISKALAKAN PADA T=1.0 DETIK UNTUK
PERIODE ULANG GEMPA 500 TAHUN......................................................... 3-12
GAMBAR 3-11. TARGET RESPONS SPECTRA YANG DISKALAKAN PADA T=0.2 DETIK UNTUK
PERIODE ULANG GEMPA 2500 TAHUN....................................................... 3-12
GAMBAR 3-12. TARGET RESPONS SPECTRA YANG DISKALAKAN PADA T=1.0 DETIK UNTUK
PERIODE ULANG GEMPA 2500 TAHUN....................................................... 3-13
GAMBAR 3-13. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK ALL SOURCES EVENT PADA
PERIODE ULANG 500 TAHUN ....................................................................... 3-14
GAMBAR 3-14. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK MEGATHRUST PADA PERIODE
ULANG 500 TAHUN (T=0.2 DETIK) ............................................................. 3-15
GAMBAR 3-15. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK BENIOFF PADA PERIODE ULANG
500 TAHUN (T=0.2 DETIK) ......................................................................... 3-15
GAMBAR 3-16. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK SHALLOW CRUSTAL PADA
PERIODE ULANG 500 TAHUN (T=0.2 DETIK) ............................................... 3-15
GAMBAR 3-17. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK MEGATHRUST PADA PERIODE
ULANG 500 TAHUN (T=1.0 DETIK) ............................................................. 3-16
GAMBAR 3-18. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK BENIOFF PADA PERIODE ULANG
500 TAHUN (T=1.0 DETIK) ......................................................................... 3-16
GAMBAR 3-19. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK SHALLOW CRUSTAL PADA
PERIODE ULANG 500 TAHUN (T=1.0 DETIK) ............................................... 3-16
GAMBAR 3-20. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK ALL SOURCES PADA PERIODE
ULANG 2500 TAHUN ................................................................................... 3-17
GAMBAR 3-21. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK MEGATHRUST PADA PERIODE
ULANG 2500 TAHUN (T=0.2 DETIK) ........................................................... 3-17
GAMBAR 3-22. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK BENIOFF PADA PERIODE ULANG
2500 TAHUN (T=0.2 DETIK) ....................................................................... 3-17
GAMBAR 3-23. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK SHALLOW CRUSTAL PADA
PERIODE ULANG 2500 TAHUN (T=0.2 DETIK) ............................................. 3-18
GAMBAR 3-24. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK MEGATHRUST PADA PERIODE
ULANG 2500 TAHUN (T=1.0 DETIK) ........................................................... 3-18
GAMBAR 3-25. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK BENIOFF PADA PERIODE ULANG
2500 TAHUN (T=1.0 DETIK) ....................................................................... 3-18
GAMBAR 3-26. TIME HISTORY SINTETIK DI BATUAN UNTUK SHALLOW CRUSTAL PADA
PERIODE ULANG 2500 TAHUN (T=1.0 DETIK) ............................................. 3-19
GAMBAR 4-1. SISTEM SATU DIMENSI .................................................................................. 4-2
GAMBAR 4-2. REPRESENTASI SKEMATIK DARI MODEL IM (BARDET AND TOBITA, 2001) ... 4-2
GAMBAR 4-3. PERBANDINGAN KORELASI EMPIRIS UNTUK MODULUS GESER DINAMIK
MAKSIMUM (BARROS, 1994) ....................................................................... 4-4
GAMBAR 4-4. PERBANDINGAN KORELASI EMPIRIS UNTUK KECEPATAN GELOMBANG GESER
(BARROS, 1994) ........................................................................................... 4-4
GAMBAR 4-5. PROFIL KEDALAMAN BATUAN DASAR DI DKI JAKARTA ............................. 4-5
GAMBAR 4-6. GRAFIK KECEPATAN GELOMBANG GESER TERHADAP KEDALAMAN
RUDIANTO(1996). ........................................................................................ 4-6
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1. FAKTOR AMPLIFIKASI UNTUK PERIODE RENDAH DENGAN KONDISI TANAH SC-1A
FIRM TO HARD ROCKS (DORBRY DKK, 2000) ................................................. 2-11
TABEL 2.2 KLASIFIKASI TANAH BERDASARKAN UBC - 1997 .......................................... 2-11
TABEL 3.1. INTERVAL COMPLETENESS DARI DATA GEMPA WILAYAH INDONESIA............. 3-3
TABEL 3.2. RECORDED GROUND MOTION YANG DIPILIH .................................................... 3-14
TABEL 4.1. BEBERAPA KORELASI EMPIRIS ANTARA N-SPT DENGAN PARAMETER DINAMIK
TANAH (BARROS, 1994) .................................................................................... 4-3
TABEL 4.2. SITE KLASIFIKASI BERDASARKAN PERATURAN GEMPA INDONESIA
(SNI 03-1726, 2002) ........................................................................................ 4-7
1.1 RASIONA
R AL DAN LATAR
L B ELAKAN
NG
Gempabum
G mi merupakaan salah satuu bencana alam a yang paling
p meniimbulkan keerusakan
d muka buumi. Damppak dari geempa dapatt menyebabbkan menyebabkan keerusakan
di
s
struktur, sarrana infrasttruktur, pem
mukiman peenduduk dann bangunann sipil lainn nya yang
s
sangat vitaal dalam keehidupan masyarakat
m di wilayahh sekitar ggempa. Pengalaman
m
membuktik an bahwa sebagian
s beesar korban dan kerugian yang teerjadi akibaat gempa
d
disebabkan oleh kerussakan dan kegagalan
k infrastruktu
i ur/bangunann. Kerusakaan akibat
g
gempa dapat dibagi dalamd 2 jennis: (1) kerrusakan tidaak langsung pada tan nah yang
m
menyebabk kan terjadinnya likuifakksi, cyclic mobility, lateral
l spreading, kelo ongsoran
l
lereng, keretakan tannah, subsideence (penurrunan mukaa tanah), ddan deformaasi yang
b
berlebihan, serta (2) keerusakan strruktur sebag
gai akibat laangsung daari gaya inerrtia yang
d
diterima b
bangunan s
selama gonncangan. Pencegahan
P n kerusakaan strukturr akibat
k
kegagalan tanah penddukung tidaak mudah untuk dituuangkan daalam prosess disain,
T
Tetapi, penccegahan kerrusakan struuktur sebagai akibat lanngsung darii gaya inersiia akibat
g
gerakan tannah dapat dilakukan
d m
melalui prosees disain deengan memmperhitungkan suatu
t
tingkat bebaan gempa reencana.
IIndonesia menempati
m z
zona tektonnik yang san
ngat aktif kaarena tiga leempeng bessar dunia
d sembilan lempengg kecil lainnnya saling bertemu di
dan d wilayah Indonesia (Gambar
(
1-1) dan membentuk
m jalur-jalur pertemuan n lempeng yang komppleks (Bird d, 2003).
K
Keberadaann interaksi antar lemppeng-lempeng ini mennempatkan wilayah In ndonesia
s
sebagai wilaayah yang sangat
s rawaan terhadap gempa bum mi (Milson eet al., 1992).
Berdasarkan atas rasional dan latar belakang tersebut di atas, maka perlu disusun suatu
kegitaan pengembangan peta mikrozonasi awal Kota Jakarta. Maksud dan tujuan dari
kegiatan-kegiatan ini adalah:
1. Ristek dan Dinas Terkait DKI Jakarta memiliki hasil suatu penelitian dan kaji ulang
terhadap besaran percepatan (hazard) gempa untuk kota Jakarta. Kajian hazard ini
harus dapat memberikan suatu estimasi besaran percepatan gempa puncak dengan
berbagai derajat kemungkinannya dari semua sumber gempa yang dipertimbangkan
dapat memberikan potensi gempabumi ke kota Jakarta.
2. Ristek dan Pemerintah DKI Jakarta dengan Dinas Terkait memiliki suatu sistem
basis data (database) awal mengenai kondisi geoteknik lapisan-lapisan tanah, peta
mikrozonasi seismik awal yang dikembangkan dari kondisi kegempaan hasil kajian
hazard dan sumber data mengenai kondisi geologi dan geoteknik yang
merepresentasikan karakteristik lapisan-lapisan tanah di kota Jakarta sehingga dapat
diidentifikasi distribusi besarnya percepatan gempa di permukaan tanah yang
nantinya dapat menjadi salah satu kriteria atau pedoman teknis ijin bangunan di
kota Jakarta.
Ruang lingkup dari kegiatan kajian untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan di
atas adalah sebagai berikut :
1. Melakukan persiapan pekerjaan dengan cara berkomunikasi dan berkoordinasi
dengan Dinas Bangunan di DKI Jakarta.
2. Mengumpulkan informasi terhadap kajian-kajian dan studi yang sudah pernah
dilakukan terkait dengan kajian bahaya (termasuk mikrozonasi seismik) kota
Jakarta.
3. Melaksanakan penelitian dan kaji ulang terhadap besaran hazard percepatan
gempabumi dan derajat kemungkinannya untuk kota Jakarta, dengan
mengakomodasi seluruh data mutakhir dan temuan-temuan terkini. Kaji ulang
harus dilakukan terhadap seluruh sumber-sumber gempa baik dari sumber
patahan maupun dari sumber subduksi yang dapat memberikan pengaruh geteran
gempa ke kota Jakarta. Suatu scenario bahaya gempa kota Jakarta perlu disusun
dari hasil kajian bahaya gempa ini.
4. Melaksanakan pengumpulan data-data hasil penyelidikan tanah yang ada di DKI
Jakarta serta selanjutnya mengembangkan suatu sitem basis data yang berisi
informasi data-data geoteknik hasil penyelidikan tanah tersebut.
5. Mengembangkan atau menyempurnakan peta mikrozonasi seismik awal kota
Jakarta dengan menggunakan sistem informasi/basis data yang dikumpulkan.
6. Untuk pengembangan peta mikrozonasi seismik dan peta rawan likuifaksi, maka
diiperlukan relatif banyak sekali data hasil penyelidikan tanah yang perlu
dikumpulkan dan dikelola mengingat luasnya kawasan DKI Jakarta. Oleh karena
itu, dipertimbangkan perlu dikembangkannya suatu sistem basis data (database
system) yang dapat menjadi sumber informasi data geoteknik yang dapat diakses
dan sebagai sumber untuk mengembangkan peta mikrozonasi seismik kota
Jakarta.
1.4 METODOLOGI
Tahapan pekerjaan yang akan dilakukan dalam studi ini secara umum adalah sebagai
berikut:
1. Studi literatur tentang kondisi geologi dan tektonik untuk mengidentifikasi
aktifitas gempa regional dan menyiapkan zona-zona sumber gempa yang akan
dipergunakan dalam analisis seismic hazard. Pada tahap ini akan dilakukan
pengumpulan data-data sekunder seperti dari studi-studi sebelumnya, paper-paper
dari jurnal dan prosiding, pengumpulan data tanah, dan kelengkapan-kelengkapan
data lainnya.
2. Pembuatan model seismotektonik untuk tiap sumber gempa yang mempengaruhi
lokasi proyek.
3. Pemilihan fungsi atenuasi yang sesuai untuk tiap sumber gempa yang
mempengaruhi DKI Jakarta.
4. Evaluasi data gempa historis regional untuk memperoleh parameter seismic hazard
untuk zona-zona sumber gempa yang mempengaruhi DKI Jakarta.
5. Analisis seismic hazard dengan menggunakan konsep probabilitas dan model
sumber gempa tiga dimensi untuk memperkirakan percepatan gempa di batuan
dasar untuk periode ulang gempa 500 dan 2500 tahun.
6. Analisis perambatan gelombang geser dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk
menentukan percepatan maksimum dan respon spektra di permukaan tanah dengan
menggunakan input motion yang telah diskalakan.
7. Membuat rekomendasi respons spektra berdasarkan hasil analisis perambatan
gelombang geser dari batuan dasar ke permukaan tanah.
Detail metodologi dalam studi ini akan dibahas lebih detail pada bab-bab selanjutnya.
Kondisi Seismotektonik kota Jakarta, secara umum dipengaruhi oleh zona Sunda Arc,
zona Subduksi Sunda Arc, dan zona patahan pada kerak dangkal (shallow crustal
fault).
LAPORAN PENDAHULUAN PENGEMBANGAN
PETA MIKROZONASI SEISMIK AWAL
akan datang akumulasi dari strain energy juga akan dihasilkan dalam gempa
besar dan sangat besar sepanjang Segmen Sumatra.
Selat Sunda terletak pada zona transisi antara Segmen Sumatra dan Segmen
Jawa dari Sunda Arc dan merupakan area paling aktif di Indonesia dalam hal
aktifitas vulkanik, gempa dan vertical motion. Perluasan Selat Sunda telah
membentuk suatu bound graben terstruktur dan pusat dari letusan Gunung
Krakatau yang bersejarah. Letusan dari Gunung Krakatau yang terkenal itu
pada tahun 1883 terjadi tepat di tengah-tengah Selat Sunda.
Segmen Jawa pada Sunda Arc terbentang mulai dari Selat Sunda dibagian barat
hingga Bali Basin dibagian timur dan merupakan oceanic crust yang relatif tua
(150 juta tahun). Segmen ini konvergen ke arah normal terhadap busur dengan
kecepatan sekitar 6.0 cm/tahun pada palung Jawa Barat dan 4.9 cm/tahun pada
palung Jawa Timur. Zona seismik Benioff sepanjang Segmen Jawa memiliki
dip mendekati 50o dan memanjang hingga kedalaman sekitar 600 km dan
sebuah gap seismik terdapat pada segmen ini dikedalaman antara 300 dan 500
km.
Tiga gempa besar dilaporkan dalam catatan historis sebelum pemakaian alat
pencatat gempa (Newcomb and McCann, 1987). Sebagaimana ditunjukkan
dalam Gambar 2-4, kejadian-kejadian ini terjadi dalam tahun 1840, 1867 dan
1875. Beberapa kejadian gempa besar juga tercatat sejak tahun 1903. Catatan
gempa sepanjang dip pada Segmen Jawa mengindikasikan bahwa dalam
periode 300 tahun, tidak ada kejadian gempa besar pada interplate yang terjadi
sebagaimana gempa Sumatera yang terjadi pada tahun 1833 dan 1861.
Gambar 2-5. Shallow Crustal di Sekitar Selat Sunda dan Pulau Jawa
Sejarah gempa bumi merusak di Jawa dan sekitarnya umumnya dipengaruhi oleh
kegiatan patahan-patahan dan akibat hunjaman khusunya di selatan Jawa (Gambar 2-6
dan Gambar 2-7). Salah satu kejadian gempa bumi yang cukup besar adalah Gempa
bumi Roo Rise tanggal 11 September 1921 (M=7,5). Pusat gempa terletak di Tinggian
Roo di sekitar trench selatan Nusa Tenggara Barat. Goncangan gempa dirasakan mulai
dari Sumatera bagian selatan sampai ke Sumbawa, dilaporkan juga bahwa gempa bumi
ini diikuti dengan tsunami yang melanda daerah sepanjang 275 km.
2006
2006
(A) IDENTIFIKASI SUMBER (B) KARAKTERISASI SUMBER (C) PEMILIHAN FUNGSI (D) PERHITUNGAN
ATENUASI PROBABILITAS
TERLAMPAUI
Probability of Exceedance
Log No. Earthquakes M
Peak Acceleration
Fault
SITE
Area source
atau lokasi lain belum tentu sesuai diterapkan untuk semua lokasi atau kondisi di
Indonesia.
Pembuatan TH dilakukan dengan menggunakan metoda analisis Spectral Matching
(SMA). Dalam metoda ini data TH aktual dari seluruh dunia dipilih yang dianggap
sesuai dengan mekanisme kegempaan di lokasi sumber dan karaketeristik magnituda
dan jarak (M-R). Karaketeristik magnituda dan jarak ini ditentukan melalui analisis
deagregasi. Berdasarkan hasil deagregasi tersebut juga kemudian dihitung kembali
respon spektra di batuan dasar untuk berbagai sumber/ mekanisme gempa dengan
menggunakan fungsi atenuasi yang sesuai. Dalam studi ini SMA dilakukan dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak (software) EZ-FRISK (Risk Engineering,
2005). Software ini sudah mengadopsi metoda time-dependent spectral matching yang
dibuat oleh Norm Abrahamson (Abrahamson, 1998). Metoda ini merupakan hasil
modifikasi dari riset sebelumnya yang telah dilakukan oleh Lilhanand dan Tseng
(1987, 1988).
dapat terlihat secara jelas bahwa untuk periode diatas 0,5 detik, amplifikasi yang
terjadi pada spektra tanah lebih tinggi dari spektra untuk batuan. Besarnya amplifikasi
tersebut meningkat seiring dengan berkurangnya kekakuan dari profil material
dibawah permukaan untuk periode tinggi. Gambar 2-10 dengan jelas menunjukkan
bahwa material tanah yang lunak dan dalam akan menghasilkan proporsi yang lebih
besar pada motion untuk periode tinggi (frekuensi rendah). Pengaruh ini akan sangat
signifikan apabila struktur yang memiliki periode tinggi dibangun diatas material
tanah seperti ini.
Riset Dorbry dkk (2000) juga telah menghasilkan nilai faktor amplifikasi berdasarkan
pengaruh kondisi tanah lokal. Klasifikasi tanah yang digunakan pada Tabel 2.1
konsisten dengan Uniform Building Code (UBC) 1997. Tipe tanah SC-1a, SC-1b, SC-
II, SC-III dan SC-IV adalah masing-masing dapat disamakan dengan tanah tipe SA, SB,
SC, SD and SE (Tabel 2.2). Tabel 2.1 merangkum faktor amplifikasi untuk tipe tanah
sebagai fungsi dari kecepatan gelombang geser dengan ground motion tertentu pada
kondisi tanah batuan (tipe SB). Patut dicatat bahwa faktor amplifikasi untuk suatu tipe
tanah sangat tergantung dari magnitude ground motion.
Tabel 2.1. Faktor amplifikasi untuk periode rendah dengan kondisi tanah SC-1a
Firm to Hard Rocks (Dorbry dkk, 2000)
Site
Description vs (m/s) N SPT Su (kPa)
Class
SA Hard Rock >1500 - -
SB Rock 760 < v s 1500 - -
SC Hard Soil and Soft rock 360 < v s 760 >50 >200
SD Medium Soil 180 < v s 360 15 < N 50 100 < S u 200
SE Soft Soil 180 <15 <100
Pada studi kali ini, analisis akan dilakukan dengan menggunakan teori perambatan
gelombang geser satu dimensi yang menghasilkan parameter ground motion, antara
lain surface spectral acceleration dan time histories. Dalam studi ini pengaruh basin
tidak diperhitungkan karena analisis yang dilakukan hanya dalam arah satu dimensi
(1-D) saja. Namun menurut King and Tucker (1984), 1-D analysis dapat digunakan
memprediksi respons rata-rata dari sedimen yang berada di tengah lembah. Bard and
Gariel (1986) dengan menggunakan pendekatan analitis untuk melihat pengaruh efek
dua dimensi akibat basin menyimpulkan bahwa analisis 1-D dan 2-D relatif
menghasilkan pola dan besaran yang sama (Kramer, 1996). Sehingga dalam studi ini
diperkirakan hasil yang diperoleh dapat mendekati hasil analisis 2-D
2.6 MIKROZONASI
Analisis site specific yang dilakukan pada beberapa titik dalam suatu daerah akan
mendapatkan gambaran spasial tentang efek dari kegempaan. Proses ini biasa disebut
analisis mikrozonasi. Output dari analisis tersebut adalah peta mikrozonasi yang
menggambarkan kontur spektra percepatan gempa di permukaan tanah, zona potensi
likuifaksi, zona potensi kelongsoran dan analisis spasial lainnya yang berkaitan
dengan dampak bencana kegempaan. Peta mikrozonasi tersebut sangat berguna untuk
perencanaan infrastruktur tahan gempa, managemen tata guna lahan, estimasi potensi
likuifaksi, estimasi kerusakan bangunan, estimasi korban jiwa dan untuk estimasi
kerugian secara ekonomi akibat gempa pada masa yang akan datang (Finn et al.,
2004).
Analisis mikrozonasi untuk DKI Jakarta pernah dilakukan oleh beberapa penulis,
seperti Sengara et al (1999) dan Irsyam et al (2000). Dalam studi ini pembuatan peta
mikrozonasi untuk DKI Jakarta akan dilakukan dengan didasarkan atas:
1. Studi terbaru tentang kondisi kegempaan di sekitar DKI Jakarta seperti
sejarah kegempaan dan kondisi seismotektonik DKI Jakarta
2. Studi terbaru tentang fungsi atenuasi yang sesuai untuk kondisi Indonesia.
3. Studi terbaru tentang metoda pemodelan sumber-sumber gempa
4. Menggunakan data-data tanah terbaru yang terdistribusi di sekitar DKI
Jakarta.
3.1 PENDAHULUAN
Seismic hazard analysis pada suatu lokasi memerlukan seluruh data yang mencatat
kejadian gempa yang terjadi di sekitar lokasi tersebut untuk suatu periode pengamatan
tertentu. Data-data kejadian gempa dikumpulkan dalam suatu katalog gempa yang
disusun oleh lembaga-lembaga nasional maupun internasional, seperti:
1. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jakarta, Indonesia
2. National Earthquake Information Service U.S. Geological Survey (NEIS-
USGS) yang merupakan kompilasi dari berbagai katalog, yaitu Bureau
Central International de Sismologie (BCIS), International Seismological
Summaries (ISS), International Seismological Center (ISC), Preliminary
Determination of Epicenters (PDE), dan Advanced National Seismic System
(ANSS).
3. Centennial Catalog yang dikompilasi dari data Abe (1981, 1984), Abe dan
Noguchi (1983a, b), dan Newcomb and McCann (Newcomb and McCann,
1987). Katalog ini telah direlokasi oleh Pacheco and Sykes (Pacheco and
Sykes, 1992).
4. Katalog gempa yang sudah direlokasi oleh Engdahl (Engdahl et al., 2007)
Katalog gempa gabungan yang dikumpulkan mencakup area dari 102.00 BT sampai
112.00 BT dan dari 1.00 LS sampai 10.00 LS. Magnituda minimum sebesar 5.0 dan
LAPORAN PENDAHULUAN PENGEMBANGAN
PETA MIKROZONASI SEISMIK AWAL
kedalaman maksimum sebesar 300 km. Data pecatatan pertama adalah pada tahun
1900 dan yang paling akhir pada tahun 2009. Katalog gempa hasil penggabungan
katalog dari berbagai institusi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 3-1.
Gambar 3-1. Distribusi episenter kejadian gempa sejak tahun 1900 sampai tahun
2009 untuk magnitude minimum 5.0
Seluruh data dari katalog gempa harus diproses dengan menggunakan prinsip-prinsip
statistik sebelum digunakan untuk seismic hazard analysis. Prosedur ini dilakukan
untuk meminimalisasi deviasi atau kesalahan yang sistematis dan untuk mendapatkan
hasil yang baik. Prosedur ini mencakup (1) analisis pemisahan gempa utama dan
gempa ikutan dan (2) analisis kelengkapan data gempa.
Kejadian-kejadian gempa dependent atau gempa ikutan (foreshock dan aftershock),
harus diidentifikasi sebelum data-data kejadian gempa digunakan untuk menentukan
tingkat hazard gempa. Beberapa kriteria empiris untuk mengidentifikasi kejadian
gempa dependent telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Arabasz dan
Robinson (1976), Gardner dan Knopoff (1974) dan Uhrhammer (1986). Kriteria ini
dikembangkan berdasarkan suatu rentang waktu dan jarak tertentu dari satu kejadian
gempa besar.
Dalam studi ini digunakan model Gardner dan Knopoff (1974) untuk memisahkan
gempa utama dan gempa ikutannya. Hal ini sesuai dengan berbagai analisis yang
dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan model-model diatas dan diketahui model
Gardner dan Knopoff (1974) memiliki hasil yang cukup baik.
Proses analisis kelengkapan (completeness) data gempa juga dilakukan untuk
mengetahui kelengkapan suatu katalog data gempa. Ketidaklengkapan data gempa
akan mengakibatkan parameter resiko gempa yang dihasilkan menjadi overestimated
atau underestimated. Metode analisis kelengkapan data gempa yang digunakan pada
studi ini mengikuti prosedur yang diusulkan oleh Stepp (1973). Hasil analisis
kelengkapan data untuk wilayah Indonesia untuk setiap rentang magnituda bisa dilihat
dalam Tabel 3.1.
Berdasarkan kondisi tektonik di sekitar lokasi studi, secara umum zona sumber gempa
yang mempengaruhi kota Jakarta dapat dibagi menjadi tiga (3) model sumber gempa
fault, subduksi, dan background. Parameter-parameter kegempaan seperti slip-rate,
dip, geometri dan magnituda maksimum yang digunakan dalam analisis didasarkan
pada hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Model sumber gempa
yang digunakan dalam studi ini dapat dilihat dalam Gambar 3-2.
Model sumber gempa fault ini juga disebut sebagai sumber gempa tiga dimensi karena
dalam perhitungan probabilitas jarak, yang dilibatkan adalah jarak dari site ke
hypocenter. Jarak ini memerlukan data dip dari fault yang akan dipakai sebagai
perhitungan probabilitas tersebut. Parameter-parameter yang diperlukan untuk analisis
probabilitas dengan model sumber gempa fault adalah fault trace, mekanisme
pergerakan, slip-rate, dip, panjang dan lebar fault. Penentuan lokasi sesar (fault trace)
ini berdasarnya dari data-data peneliti yang sudah dipublikasi
Sumber gempa fault terjadi pada patahan-patahan dangkal (shallow crustal faults)
yang terdefinisi dengan jelas seperti Sesar Semangko di Sumatra dan sesar-sesar di
Jawa seperti sesar Sukabumi, Baribis, Lasem, dan Semarang.
Sumber gempa subduksi adalah model yang didapat dari data seismotektonik yang
sudah teridentifikasi dengan baik. Parameter dari model ini meliputi lokasi subduksi
yang dituangkan dalam koordinat latitude dan longitude, kemiringan bidang subduksi
(dip), rate, dan b-value dari areal subduksi yang bisa didapatkan dari data gempa
historis, serta batas kedalaman area subduksi. Perhitungan nilai a & b (a & b-value)
untuk sumber gempa subduksi dilakukan dengan cara mengambil data-data gempa
historis yang ada di daerah Megathrust tersebut, kemudian dilakukan analisis statistik
dengan model Maximum Likelihood (Aki, 1965). Zona subduksi yang mempengaruhi
sekitar lokasi studi meliputi zona subduksi Sumatra dan Jawa yang terbentuk akibat
pergerakan lempeng tektonik Australia yang menunjam lempeng tektonik Eurasia.
Zona background dalam model ini digunakan untuk memperhitungkan sumber-sumber
gempa yang belum teridentifikasi namun memiliki sejarah kegempaan di sekitar lokasi
studi. Dalam studi ini digunakan model gridded yang didasarkan atas studi yang
dilakukan oleh Frankel, et al (1996).
Dalam studi ini, rumus atenuasi yang digunakan untuk masing-masing model sumber
gempa yaitu:
1. Sumber gempa shallow crustal, untuk model sumber gempa fault dan shallow
background:
a. Boore-Atkinson NGA. (Boore dan Atkinson, 2008)
b. Campbell-Bozorgnia NGA. (Campbell dan Bozorgnia, 2008)
c. Chiou-Youngs NGA. (Chiou dan Youngs, 2008)
3. Sumber gempa Benioff (deep intraslab), untuk model sumber gempa intraslab:
a. Atkinson-Boor (Atkinson-Boore, Cascadia 2003)
b. Geomatrix slab seismicity rock (Youngs et al., 1997)
c. Atkinson-Boore (Atkinson-Boore, Wordwide 2003)
Penentuan besar pergerakan tanah (ground shaking) merupakan hal yang penting
dalam analisis dinamik struktur. Besar pergerakan tanah dinyatakan dalam bentuk
peak ground acceleration (PGA), uniform hazard spectra (UHS) dan time histories.
Seismic hazard analysis digunakan untuk menentukan besarnya PGA dan UHS di
lokasi tertentu untuk suatu periode ulang gempa.
Teori probabilitas total yang dikembangkan oleh McGuire (1976) didasarkan pada
konsep probabilitas yang dikembangkan oleh Cornell (1968), dengan asumsi bahwa
magnitude gempa M dan jarak hiposenter R sebagai random variable independen yang
menerus.
Teori probabilitas total dapat dinyatakan dalam bentuk dasar sebagai berikut,
P[I i] = P[I i m and r] . f M (m) . f R (r) dm dr (3-1)
rm
dimana,
fM = fungsi densitas mangitude, M
fR = fungsi densitas jarak hiposenter, R
P [I > i |M dan R] = probabilitas dari intensitas I yang sama atau lebih
besar dari i pada suatu lokasi dengan magnitude, M dan
jarak hiposenter, R
Untuk sumber patahan, formula yang sering digunakan untuk menghitung P [I > i |M
dan R] adalah sebagai berikut:
dimana ki' adalah konstanta normal yang membuat persamaan di atas mendekati 1.
Distribusi jarak ditentukan oleh dimensi sumber dan jarak serta arah relatifnya
terhadap lokasi. Jika ukuran retakan diperhitungkan dalam perhitungan jarak, maka
distribusi jarak bergantung pada magnitude.
Perhitungan jarak memperhitungkan dimensi batas dari retakan dan ketergantungan
ukuran retakan pada magnitude gempa. Kedalaman dan lokasi horisontal retakan
gempa diasumsikan terdistribusi merata. Panjang retakan LR dan lebar retakan WR
diasumsikan bervariasi berdasarkan magnitude sesuai persamaan:
Log LR = Log WR = AL + BL + N(0,SIGL) (3-6)
Koefisien AL dan BL diperoleh melalui analisis regresi magnitude pada ukuran
retakan; SIGL menunjukkan sebaran data dalam analisis ini. Jika untuk nilai tertentu,
nilai LR yang diberikan pada persamaan di atas lebih besar daripada panjang patahan,
LR dianggap sama dengan panjang patahan. Begitu pula jika WR lebih besar daripada
lebar patahan, WR dianggap sama dengan lebar patahan.
Perhitungan lokasi horisontal dan vertikal retakan dipisahkan untuk penyederhanaan.
Konsekuensi dari pemisahan ini adalah, ketika retakan terjadi diantara dua segmen
dalam patahan dipping fault, panjang retakan pada kedalaman berbeda dengan LR,
Jumlah gempa nM dengan megnitude sama atau lebih besar daripada M yang terjadi
pada lokasi tertentu diasumsikan mengikuti hubungan di bawah ini (Gutenberg dan
Richter, 1954),
log10 nM = a b M (3-8)
dimana a dan b merupakan konstanta karakteristik dari area sumber yang dipelajari.
Konstanta b menggambarkan distribusi relatif dari magnitude kecil dan besar, dimana
nilai b yang lebih besar menggambarkan bahwa guncangan yang besar relatif lebih
sedikit, dan begitu pula kebalikannya.
Probabilitas total gempa tahunan dengan intensitas I yang sama atau lebih besar dari i
pada lokasi tertentu ditentukan dengan menjumlahkan seluruh probabilitas dari tiap
sumber gempa. Dalam formula matematika dapat ditulis sebagai berikut:
n
N A = N1 (M m o )1 P[I i] (3-9)
i =1
dimana,
NA = total gempa tahunan yang terjadi dengan intensitas I yang sama
atau lebih besar sama dengan i dari seluruh sumber gempa.
P[I i] = probabilitas dari satu kejadian dengan intensitas I yang sama atau
lebih besar dari i dari satu sumber gempa.
Nl (M mo) = gempa tahunan yang terjadi dengan magnitude M yang sama
dengan atau lebih besar dari magnitude m dari satu sumber gempa.
Resiko gempa tahunan diasumsikan tersebar menurut Distribusi Poisson sebagai
berikut,
RA = 1 e(-NA) (3-10)
Logic trees (Power dkk., 1981; Kulkarni dkk., 1984; Coppersmith dan Youngs, 1986)
digunakan dalam studi ini yang bertujuan untuk memperhitungkan ketidakpastian
dalam pemilihan model atau metode untuk recurrence model, fungsi atenuasi,
recurrence rate dan magnitude maksimum yang digunakan. Model logic tree yang
digunakan dalam studi ini dapat dilihat dalam Gambar 3-4 sampai Gambar 3-6.
Gambar 3-4. Model logic tree untuk sumber gempa sesar (Fault).
Gambar 3-5. Model logic tree untuk sumber gempa subduksi (Megathrust).
Berdasarkan hasil PSHA didapat percepatan gempa di batuan dasar (PGA) Jakarta
untuk periode ulang 500 dan 2500 tahun masing-masing adalah 0.211g dan 0.369g.
Selain nilai PGA, analisis PSHA juga menghasilkan nilai-nilai spektra seragam
(Uniform hazard spectrum/UHS) untuk periode ulang 500 dan 2500 tahun. Nilai
spektra yang umum digunakan sebagai titik kontrol dalam merepresentasikan respons
spektra untuk periode pendek (short period) dan period panjang (long period) berturut-
turut adalah nilai spektra di periode, T=0.2 detik dan T=1.0 detik. Nilai spektra
percepatan untuk Jakarta untuk 500 tahun pada periode 0.2 detik dan 1.0 detik
berturut-turut adalah 0.395g dan 0.146g. Sedangkan nilai spektra untuk periode ulang
2500 tahun pada periode 0.2 detik dan 1.0 detik berturut-turut adalah 0.685g dan
0.270g.
55.5
0.025 5.56
66.5
0.02 6.57
77.5
ProbabilityDensity
0.015 7.58
88.5
0.01 8.59
8.59
0.005 88.5
7.58
77.5
6.57
0 66.5
<5
1015
2025
3035
5.56
4045
5055
6065
7075
8085
9095
100105
55.5
110115
120125
130135
140145
150155
160165
170175
180185
190195
55.5
0.035 5.56
66.5
0.03 6.57
77.5
ProbabilityDensity
0.025
7.58
0.02
88.5
0.015 8.59
0.01 8.59
88.5
0.005 7.58
77.5
6.57
0 66.5
<5
1520
3035
5.56
4550
6065
7580
9095
105110
55.5
120125
135140
150155
165170
180185
195200
Gambar 3-8. Hasil Deagregasi Untuk Wilayah Jakarta (2500 Tahun)
0.450
0.400
0.350
0.300
Spectral Acceleration (g)
0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
0.010 0.100 1.000 10.000
Period (Second)
Gambar 3-9. Target Respons Spectra Yang Diskalakan Pada T=0.2 Detik untuk
Periode Ulang Gempa 500 Tahun
0.600
0.500
0.400
Spectral Acceleration (g)
0.300
0.200
0.100
0.000
0.010 0.100 1.000 10.000
Period (Second)
Gambar 3-10. Target Respons Spectra Yang Diskalakan Pada T=1.0 Detik Untuk
Periode Ulang Gempa 500 Tahun
0.800
0.700
0.600
Spectral Acceleration (g)
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0.010 0.100 1.000 10.000
Period (Second)
Gambar 3-11. Target Respons Spectra Yang Diskalakan Pada T=0.2 Detik untuk
Periode Ulang Gempa 2500 Tahun
1.200
1.000
0.800
Spectral Acceleration (g)
0.600
0.400
0.200
0.000
0.010 0.100 1.000 10.000
Period (Second)
Gambar 3-12. Target Respons Spectra Yang Diskalakan Pada T=1.0 Detik Untuk
Periode Ulang Gempa 2500 Tahun
0.2
0.15
0.1
Acceleration(g)
0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-13. Time History Sintetik di Batuan untuk All Sources Event pada
periode ulang 500 tahun
0.2
0.15
0.1
Acceleration(g)
0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-14. Time History Sintetik di Batuan untuk Megathrust pada periode
ulang 500 tahun (T=0.2 detik)
0.25
0.2
0.15
Acceleration(g)
0.1
0.05
0
0.05
0.1
0.15
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-15. Time History Sintetik di Batuan untuk Benioff pada periode ulang
500 tahun (T=0.2 detik)
0.2
0.15
0.1
Acceleration(g)
0.05
0.05
0.1
0.15
0 5 10 15 20 25 30 35
Time(sec)
Gambar 3-16. Time History Sintetik di Batuan untuk Shallow Crustal pada
periode ulang 500 tahun (T=0.2 detik)
0.15
0.1
Acceleration(g)
0.05
0.05
0.1
0.15
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-17. Time History Sintetik di Batuan untuk Megathrust pada periode
ulang 500 tahun (T=1.0 detik)
0.2
0.15
0.1
Acceleration(g)
0.05
0.05
0.1
0.15
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-18. Time History Sintetik di Batuan untuk Benioff pada periode ulang
500 tahun (T=1.0 detik)
0.25
0.2
0.15
Acceleration(g)
0.1
0.05
0
0.05
0.1
0.15
0 5 10 15 20 25 30 35
Time(sec)
Gambar 3-19. Time History Sintetik di Batuan untuk Shallow Crustal pada
periode ulang 500 tahun (T=1.0 detik)
0.3
0.2
Acceleration(g)
0.1
0.1
0.2
0.3
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-20. Time History Sintetik di Batuan untuk All Sources pada periode
ulang 2500 tahun
0.3
0.2
Acceleration(g)
0.1
0.1
0.2
0.3
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-21. Time History Sintetik di Batuan untuk Megathrust pada periode
ulang 2500 tahun (T=0.2 detik)
0.3
0.2
Acceleration(g)
0.1
0.1
0.2
0.3
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-22. Time History Sintetik di Batuan untuk Benioff pada periode ulang
2500 tahun (T=0.2 detik)
0.35
0.3
0.25
0.2
Acceleration(g)
0.15
0.1
0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0 5 10 15 20 25 30 35
Time(sec)
Gambar 3-23. Time History Sintetik di Batuan untuk Shallow Crustal pada
periode ulang 2500 tahun (T=0.2 detik)
0.3
0.2
Acceleration(g)
0.1
0.1
0.2
0.3
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-24. Time History Sintetik di Batuan untuk Megathrust pada periode
ulang 2500 tahun (T=1.0 detik)
0.3
0.2
Acceleration(g)
0.1
0.1
0.2
0.3
0 20 40 60 80 100
Time(sec)
Gambar 3-25. Time History Sintetik di Batuan untuk Benioff pada periode ulang
2500 tahun (T=1.0 detik)
0.5
0.4
0.3
Acceleration(g)
0.2
0.1
0
0.1
0.2
0.3
0 5 10 15 20 25 30 35
Time(sec)
Gambar 3-26. Time History Sintetik di Batuan untuk Shallow Crustal pada
periode ulang 2500 tahun (T=1.0 detik)
4.1 PENDAHULUAN
Studu mikrozonasi berkaitan erat dengan respons dinamik tanah saat mengalami beban
gempa. Sehingga tahap selanjutnya dalam studi ini adalah menganalisis respons
dinamik tanah untuk memprediksi percepatan maksimum tanah di permukaan (peak
surface acceleration/PSA) dan mendapatkan respons spektra permukaan. Analisis
respons dinamik tanah ini akan sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah lokal dan data
digitasi yang digunakan.
Bab ini akan membahas analisis respons dinamis tanah untuk mendapatkan PSA dan
respons spektra di permukaan. Analisis akan dilakukan pada beberapa lokasi di sekitar
Jakarta. Hasil akhir dari analisis ini digunakan untuk pembuatan peta mikrozonasi
percepatan gempa dan faktor amplifikasi di permukaan untuk kota Jakarta. Analisis
akan meliputi penentuan parameter dinamis tanah dan perambatan gelombang gempa
dari batuan dasar ke permukaan.
Analisis perambatan gelombang geser satu dimensi didasarkan pada asumsi bahwa
lapisan tanah menerus horizontal dan respons tanah sebagian besar diakibatkan oleh
gelombang geser horizontal (SH-wave) yang merambat vertikal dari batuan dasar ke
permukaan. Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Kanai (1951) dan dikembangkan
lebih lanjut oleh Lysmer, Seed, dan Schnabel (1972).
Teori yang dipergunakan dalam analisis ini memperhitungkan respons yang
berhubungan dengan perambatan vertikal dari gelombang geser melewati
suatu sistem viskoelastik linear seperti terlihat pada Gambar 4-1. Sistem
tersebut terdiri dari N lapisan horizontal, yang memanjang tidak terhingga dalam arah
horisontal dan lapisan dasar dianggap sebagai sebuah sistem half space. Masing-
masing lapisan adalah homogen dan isotropik dengan parameter ketebalan, h, mass
density, , shear modulus, G atau kecepatan gelombang geser, VS, dan faktor
damping, . Perambatan gelombang vertikal melalui sistem ini seperti terlihat seperti
pada Gambar 4-1 hanya menyebabkan perpindahan dalam arah horizontal, yang
harus memenuhi persamaan gelombang :
2u u
+ = (4.1)
t 2 t z
: mass density
: koefisien damping tanah
LAPORAN PENDAHULUAN PENGEMBANGAN
PETA MIKROZONASI SEISMIK AWAL
Gambar 4-2. Representasi skematik dari model IM (Bardet and Tobita, 2001)
Perbandingan antara beberapa korelasi pada Tabel 4.1 dapat dilihat dalam Gambar 4-3
dan Gambar 4-4. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa korelasi antara kecepatan
gelombang geser dengan N-SPT memiliki rentang variasi yang lebih kecil
dibandingkan dengan korelasi modulus geser dengan N-SPT.
600000
Ohsaki & Iwasaki (1973)
500000 Imai & Tonouchi (1982)
Seed et. al. (1983)
400000
Gmax (kPa)
300000
200000
100000
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
N-SPT
450
Ohta & Goto (1978)
400
Imai & Tonouchi (1982)
350 Sykora & Stokoe (1983)
300
vs (m/s)
250
200
150
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
N-SPT
Dalam studi ini parameter dinamik tanah untuk DKI Jakarta didapat dari korelasi
empiris dan dari dari hasil uji seismik downhole (seismic downhole test/SDH). Output
dari hasil analisis ini adalah percepatan dan response spektra di permukaan. Nilai
percepatan gempa di permukaan selanjutnya akan dipergunakan untuk pembuatan
kontur percepatan dan kontur amplifikasi di permukaan, sedangkan response pektra di
permukaan akan digunakan untuk mendapatkan desain response spektra yang bisa
dipergunakan untuk kepentingan desain pembebanan pada struktur tahan gempa.
Berdasarkan hasil investigasi Geologi oleh tim Geologi Tata Lingkungan Bandung
telah dibuat profil tanah dari Jakarta Selatan sampai ke Jakarta Utara. Dari profil
tersebut dapat diperkirakan variasi kedalaman lapisan batuan dasar dari Selatan ke
Utara Jakarta.
Hasil investigasi pemboran di Babakan (Utara UI-Depok) menunjukkan indikasi
kedalaman batuan dasar adalah 90 m dari permukaan tanah. Kedalaman batuan dasar
ini cenderung semakin membesar ke arah utara.
Dari data seismik yang diperoleh Pertamina menunjukkan bahwa di Jakarta Selatan
dijumpai adanya struktur patahan turun dengan perbedaan drag lebih kurang 100 m,
sedangkan hasil pemboran inti di Blok-M yang mencapai kedalaman 250 m belum
menjumpai adanya lapisan batuan dasar. Dari hasil interpretasi stratigrafi diperkirakan
pada lokasi ini telah terjadi dua kali drag-stage sehingga terdapat dua drag-stage atau
2 x 100 m. Berdasarkan interpretasi tersebut diperkirakan kedalaman lapisan batuan
dasar di sekitar Blok-M adalah 300 m dengan toleransi +50 m.
Dengan adanya dua kali drag stage maka diperkirakan akan timbul kesetimbangan di
arah utara yang berupa bulging batuan dasar, sehingga di daerah Sunter batuan dasar
akan dijumpai pada lapisan yang lebih dangkal dibandingkan Blok-M. Hasil
investigasi di daerah Sunter menunjukkan bahwa batuan dasar pada lokasi ini dijumpai
pada kedalaman 250 m. Akibat adanya bulging di daerah Sunter ini menyebabkan
kedalaman batuan dasar cenderung membesar ke arah Utara. Hasil investigasi di
daerah Tongkol menunjukkan bahwa batuan dasar diperkirakan berada pada
kedalaman 300-350 m di bawah permukaan tanah. Profil kedalaman batuan dasar
untuk Jakarta ini dapat dilihat dalam Gambar 4-5.
Dikarenakan pada umumnya kedalaman pemboran tanah hanya berkisar antara 20-70
m sedangkan kedalaman batuan dasar di Jakarta berkisar antara 90-350 m, maka
properties dinamik tanah pada kedalaman > 70 m didapat dengan menggunakan grafik
hubungan kedalaman dengan kecepatan gelombang geser yang dikeluarkan oleh
Rudianto(1996). Grafik kecepatan gelombang geser terhadap kedalaman tersebut
dapat dilihat dalam Gambar 4-6.
Site klasifikasi untuk Jakarta ditentukan berdasarkan variasi kekakuan tanah, properti
dinamik tanah atau kekuatan geser tanah. Dalam studi ini site klasifikasi untuk Jakarta
akan mengacu kepada Peraturan Gempa Indonesia dalam SNI 03-1726,2002.
Pada Tabel 4.2 nilai vs , N SPT dan Su adalah harga rata-rata dari kecepatan
gelombang geser, N-SPT dan undrained shear strength sampai kedalaman 30 km di
bawah permukaan tanah. Nilai-nilai tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
n
di
v s , N, S u = i =1 (4.26)
n d d d
i , i , i
i =1 v si N i Sui
Dimana:
di = Kedalaman pada lapisan ke-i.
Pada studi ini klasifikasi tanah di Jakarta didapat berdasarkan data hasil pengeboran
pada + 40 lokasi di Jakarta. Berdasarkan hasil analisis dari beberapa data tanah
tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum tanah di Jakarta dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu kategori tanah sedang (SD) dan tanah lunak (SE). Kategori SD atau
tanah sedang umumnya dijumpai di Jakarta Timur, sebagian Jakarta Selatan dan
Sebagian Jakarta Pusat. Sedangkan Tanah dengan kategori SE atau tanah lunak
umumnya dijumpai di sebagian Jakarta Selatan dan Pusat serta di seluruh Jakarta
Utara dan Barat (Gambar 4-7).
Hasil analisis perambatan gelombang geser satu dimensi dari batuan dasar ke
permukaan menunjukkan percepatan di permukaan (peak surface acceleration/PSA)
berkisar antara 0.26g sampai 0.31g atau dengan faktor amplifikasi sekitar 1.2 sampai
1.6 untuk periode ulang 500 tahun. Sedangkan untuk periode ulang 2500 tahun nilai
PSA bervariasi antara 0.33g sampai 0.49g atau faktor amplifikasi berkisar antara 0.9
sampai 1.4. Hasil analisis ini kemudian dipetakan dalam bentuk kontur percepatan dan
kontur amplifikasi untuk menghasilkan peta mikrozonasi gempa di DKI Jakarta. Peta
kontur percepatan dan amplifikasi gempa dipermukan dapat dilihat dalam Gambar 4-8
sampai Gambar 4-11.
Berdasarkan hasil spektra permukaan didapatkan spektra desain yang didapat dengan
cara membuat selubung dari spektra hasil menjumlahkan nilai rata-rata dengan nilai
satu standar deviasi untuk setiap jenis tanah. Hasil pembuatan spektra desain dapat
dilihat dalam
1
IBC 2000-SE
0.8
SNI- soft
Spectral Acceleration (g)
0.6 Rekomendasi
0.4
SNI- medium
Ave+1 SD
0.2
IBC 2000-SD
0
0 2 4 6 8 10
Period (sec)
SNI 03-1726-2002 (Medium soil) IBC 2000 SD Average Average + 1 SD (All) Recommended IBC 2000 SE SNI soft
Gambar 4-12 dan Gambar 4-13 untuk periode ulang 500 dan Gambar 4-16 sampai
Gambar 4-17 untuk periode ulang 2500 tahun untuk tanah jenis SD dan SE. Desain
respons spektra yang direkomendasikan tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk
tripartite sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 4-14 sampai Gambar 4-15 untuk
periode ulang 500 tahun dan Gambar 4-18 sampai Gambar 4-19 untuk periode ulang
2500 tahun.
IBC 2000-SE
0.8
SNI- soft
Spectral Acceleration (g)
0.6 Rekomendasi
0.4
SNI- medium
Ave+1 SD
0.2
IBC 2000-SD
0
0 2 4 6 8 10
Period (sec)
SNI 03-1726-2002 (Medium soil) IBC 2000 SD Average Average + 1 SD (All) Recommended IBC 2000 SE SNI soft
0.8
IBC 2000-SE
SNI- soft
Spectral Acceleration (g)
0.6
Rekomendasi
SNI- medium
0.4
Ave+1 SD
IBC 2000-SD
0.2
0
0 2 4 6 8 10
Period (sec)
SNI 03-1726-2002 (Medium soil) IBC 2000 SD Average Average + 1 SD (All) Recommended IBC 2000 SE SNI soft
10000
Average
Average + StDev
Result of analysis
1000
Spectral velocity (mm/sec)
100
S
pe
ct
ra
l A
cc
el
) er
m at
m io
t( n
en (g
em )
10 l ac
i sp
d
al
ctr
p e
S
1
0.01 0.1 1 10
Period (sec)
10000
Average
Average + StDev
Result of analysis
1000
Spectral velocity (mm/sec)
100
S
pe
ct
ra
l A
cc
el
) er
m at
m io
t( n
en (g
em )
10 l ac
i sp
d
al
ctr
p e
S
1
0.01 0.1 1 10
Period (sec)
1.00
0.80
Rekomendasi
Spectral Acceleration (g)
0.60
0.40
0.20
0.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00
Period (sec)
1.20
1.00
Spectral Acceleration (g)
Rekomendasi
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Period (sec)
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00
10000
Average
Average + StDev
Result of analysis
1000
Spectral velocity (mm/sec)
100
S
pe
ct
ra
l A
cc
el
) er
m at
m io
t( n
en (g
em )
10 l ac
i sp
d
al
ctr
p e
S
1
0.01 0.1 1 10
Period (sec)
10000
Average
Average + StDev
Result of analysis
g
0
10
10
00
m
m
1000
g
10
10
0
m
m
Spectral velocity (mm/sec)
g
1
10
m
m
100
S
pe
g
ct
1
ra
0. l
1
A
m
cc
m
el
) er
m at
m io
t( n
g
en (g
0.
01
1
em )
0.
m
ac
m
10 l
i sp
d
al
ctr
e
0.
p
01
S
m
m
1
0.01 0.1 1 10
Period (sec)
5.1 KESIMPULAN
5.2 REKOMENDASI
31. Sadigh, K., Chang, C.Y., Egan, J.A., Makdisi, F. and Youngs, R.R. (1997). Strong
Ground Motion Attenuation Relations for Shallow Crustal Earthquakes Based On
Californian Strong Motion Data. Seismological Research Letters. Vol. 68, No. 1:
190-198.
32. Schnabel, P. B., Lysmer, J., and Seed, H. B. (1972). SHAKE: A Computer
Program for Earthquake Response Analysis of Horizontally Layered Sites. Report
No. EERC 72-12, University of California, Berkeley, December.
33. Seed H.B. and Idriss, I.M. (1982). Ground Motion and Soil Liquefaction During
Earthquakes. Earthquake Engineering Research Institute.
34. Seed, H.B., and Idriss, I. M. (1970). Soil Moduli and Damping Factors for
Dynamic Response Analyses. Report EERC 70-10. Berkeley: University of
California, Earthquake Engineering Research Center.
35. Seed, H.B., Ugas, C., and Lysmer, J. (1976). Site-Dependent Spectra for
Earthquake-Resistant Design. Bulletin of the Seismological Society of America.
Vol. 66: 221-243.
36. Sengara,I.W., Hendarto, Kertapati, E., Sukamta, D., Sumiartha, P. (2007). 3-
Dimensional Source Zones Probabilistic Seismic Hazard Analysis for Jakarta and
Site-Specific Response Analysis for Seismic Design Criteria of 45-Storey Plaza
Indonesia II Building. Seminar dan Pameran HAKI 2007.
37. Sengara, I.W., Irsyam, M., Merati, W., Aswandi. (1999). Seismic Microzonation
and Site Response Analysis for Jakarta. Konferensi Nasional Kegempaan
Indonesia I, Sabuga Bandung.
38. Southern California Earthquake Center (SCEC, 1999), Recommended Procedures
for Implementation of DMG Special Publication 117, Guidelines for Analyzing
and Mitigating Liquefaction Potential in California, Pasadena, California.
39. Standar Nasional Indonesia (2002), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002), Badan Standardisasi Nasional.
40. Trifunac, M.D. (1989). Threshold Magnitudes Which Cause Ground Motion
Exceeding the Values Expected during the Next 50 Years in a Metropolitan Area.
Geofizika. Vol. 6 : 1-12.
41. Trifunac, M.D. and Todorovska, M.I. (1998). Comment on the Role of
Earthquake Hazard Maps in Loss Estimation: A Study of the Northridge
Earthquake. Earthquake Spectra. Vol. 14, No. 3 : 557-563.
42. Weichert, D.H. (1980). Estimation of the Earthquake Recurrence Parameters for
Unequal Observation Periods for Different Magnitudes. Bulletin of the
Seismological Society of America. Vol. 70, No. 4 : 1337-1346.
43. Youngs, R.R., Chiou, S.J., Silva, W.J., Humphrey, J.R. (1997). Strong Ground
Motion Attenuation Relationships for Subduction Zone Earthquake.
Seismological Research Letters. Vol. 68, No. 1: 58-74.