You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu

yang sudah ada seperti Ilmu Kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain.

Sampai abad ke-19, dokter, pengacara dan pelaksana hukum yang dapat dipercaya menyatakan

bahwa salah satu tanda atau gejala keracunan pada seseorang adalah berwarna kehitaman, biru

atau berbintik pada tubuh korban. Pada awal abad ke-18, seorang dokter Belanda, Herman

Boerhoave berteori bahwa berbagai racun mempunyai ciri khas tersendiri terhadap tubuh dari

reaksi yang dihasilkannya.(Wirasuta,2009)

Racun ialah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan faali, yang dalam

dosis toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal ini dapat berakhir dengan penyakit

atau kematian. Racun dapat masuk ke dalam tubuh melalui ingesti, inhalasi, injeksi, penyerapan

melalui kulit dan pervaginam atau perektal. Intoksikasi merupakan suatu keadaan dimana fungsi

tubuh menjadi tidak normal yang disebabkan oleh suatu jenis racun atau bahan toksik

lain.(Wirasuta,2009)

Anafilaktik merupakan keadaan akut yang berpotensi mengancam jiwa dan paling sering

di sebabkan oleh makanan,obat-obatan, sengatan binatang , binatang di laut dan lateks.

Gambaran klinis anafilaktik sangat heterogen dan tidak spesifik. Reaksi awalnya cenderung
ringan membuat masyarakat tidak mewaspadai bahaya yang akan timbul, seperti syok, gaga

nafas henti jantung, dan kematian mendadak.(Effendi,2000)

Walaupun jarang terjadi, syok anafilaktik dapat berlangsung sangat cepat, tidak terduga

dan dapat terjadi dimana saja yang potensial berbahaya sampai menyebabkan kematian.2

Identifikasi awal merupakan hal yang penting, dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan penunjang untuk menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan cepat, tepat dan adekuat suatu

syok anafilaktik dapat mencegah keadaan yang lebih bahaya.(Tanod,2009)

Insiden anafiklasis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3 tiap

satu juta penduduk. Sementara di Indonesia, Khususnya di Bali daerah pantai, angka kematian

dilaporkan 2 kasus tiap 10.000 total pasien anafiklasis tahun 2012 dan mengalami peningkatan 2

kali lipat pada tahun 2013.(Kandos,2015)

Kematian adalah hal yang pasti terjadi pada setiap mahkluk yang bernyawa,tidak ada

mengetahui kapan dan di mana akan menemui ajal, dalam keadaan baik atau buruk. Bila ajal

telah tiba maka tidak ada yang bisa memajukan dan memundurkannya.(Dominick ,2001)

Kematian oleh para ulama didefinisikan sebagai ketiadaan hidup. Di dalam al-Quran

ditemukan penjelasan tentang hidup dan mati ini. Berikut kupasan tentang kematian dalam

penjelasan al-Quran dan hadits. (Al-Ghozali,2000)

Sehingga berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah

tersebut dalam skripsi yang berjudul IDENTIFIKASI KEMATIAN SYOK ANAFILAKTIK

KARENA SENGATAN BINATANG LAUT DITINJAU DARI SEGI KEDOKTERAN

DAN ISLAM.
1.2. Permasalahan

1. Bagaimana mekanisme tentang kematian akibat syok anafiaktik?

2. Bagaimana racun binatang laut dapat menyebabkan bahaya bagi manusia ?

3. Bagaimana mengidentifikasi kematian syok anafilaktik akibat racun binatang laut dari

segi kedokteran forensik?

4. Bagaimana kematian syok anafilaktik akibat sengatan binatang laut menurut islam ?

1.3. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memahami dan mampu menjelaskan mengenai Identifikasi Kematian Syok Aanafilatik Karena

Sengatan Bintang Laut Ditinjau dari Segi Kedokteran dan Islam.

2. Tujuan Khusus

1. Memahami dan mampu menjelaskan tentang kematian akibat syok anafiaktik?

2. Memahami dan mampu menjelaskan akibat dari racun binatang laut yang berbahaya bagi

manusia ?

3. Memahami dan mampu menjelaskan mekanisme kematian akibat syok anafilaktik dan

mengidentifikasi dari segi kedokteran forensik?

4. Memahami dan mampu menjelaskan tentang kematian syok anafilaktik akibat sengatan

binatang laut menurut islam ?


1.4. Manfaat

1. Bagi Penulis

Diharapkan penulis memperoleh informasi mengenai Identifikasi Kematian Syok Aanafilatik

Karena Sengatan Bintang Laut Ditinjau dari Segi Kedokteran dan Islam.serta menambah

pengalaman dalam membuat karya ilmiah yang baik dan benar.

2. Bagi Universitas YARSI

Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di

perpustakaan Universitas YARSI serta menjadi bahan masukan bagi civitas akademika mengenai

Identifikasi Kematian Syok Aanafilatik Karena Sengatan Bintang Laut Ditinjau dari Segi

Kedokteran dan Islam.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan skripsi ini dapat membantu menambah khasanah pengetahuan masyarakat mengenai

Identifikasi Kematian Syok Aanafilatik Karena Sengatan Bintang Laut Ditinjau dari Segi

Kedokteran dan Islam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi syok anakfilaktik

Secara harafiah,anafiklasis berasal dari kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang

berarti perlindungan. Dalam hal ini respon imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis)

justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxsis atau

anaphylaxsis).(Tanod,2009)

Syokanafilaktik adalah suatu proses hipersensitivitas yang diperantarai oleh

immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan

arteri yang menurun hebat. Hal ini di sebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang

timbul segera setalah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik

merupakan syok distribustif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi

mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat

menyebabkan terjadinya kematian.(Widjaya,2013)

2.2 Etiologi

Etiologi terjadinya syok anafilaktik yaitu :

a. Obat-obatan (antibiotik golongan B-lactam,insulin, streptokinase)


b. Makanan (kacang-kacangan, telur, ikan laut)

c. Protein (antitoksin tetanus, transfusi darah)

d. Bisa binatang

e. Lateks

Selain itu, latihan maupun terpapar udara dingin (pada pasien dengan Cryoglobulinemia)

dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaktik. Riwayat keluarga atopi tidak

meningkatkan resiko tkejadian anafilaktik,namun dapat meningkatkan resiko kematian

ketika reaksi anafilaktik terjadi.(Widjaya,2013)

2.3 Patofisiologi Syok anafilaktik

Coom dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaktik dalam hipersensitifitas tipe I

(immediate type reaction). Mekanisme anafilaktik melalui 2 fase,yaitu fase sensitasi dan aktivasi.

Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya

oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan

waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan ditangkap

oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana

ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B berpriliferasi menjadi

sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian

terikat pada reseptor permukaan sel Mast (mastosit) dan basofil.

Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi

pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama kedalam tubuh. Alergen

yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu
pelepasan mediator vasiaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan

vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan istilah preformed mediators.(Widjaya,2013)

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asak arakidonat dari membran sel yang

menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah

degranulasi yang disebut newly formed mediatos. Fase efektor adalah waktu terjadinya respon

yang kompleks (anafilaktik) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basfil dengan

aktifitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokontriksi,

meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan

vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebbakan

kontraksi otot polos.

Platelet activating faktor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas

vaskuler, agregai dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menraik eosinofil dan

neutrofil. Prostaglandin leukortien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.

Vasodilatasi pembuluh darag yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya fenomena

maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik

sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudian

terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang

berimplikasi pada keadaan syok yang membahayakan penderita.(Sunatrio,2013)


Gambar 1. Patofisiologi Syok Anafilaksis6

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi secara klinis terdapat 3 tipe dari reaksi

amafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jamsetelah terpapar dengan

alergen, reaksi moderat terjadi terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar dengan alergen,

sert areaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terjadi alergen.4,5
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang

langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafikaltik juga dibagi menjadi dalam derajat

ringan, sedang dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat

, rasa sesak dimulut dan tenggorokan. Dapat juga terjadi kongesti hidung, pembengkakan

periorbital, pruritus, bersin-bersin dan mata berair. Awitan gejala dimulai dari dua jam pertama

setelah pemajanan. Derajat sedang dapat mencangkup semua gejala gejala ringan ditambah

bronkospasme dan edema jalan nafas ,atau laring dengan dispneu, batuk dan mengi. Wajah

kemerahan, hangat anesietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama

dengan derajat ringan. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-

tadna dan gejala-gejala yang sama seperti yang disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat

kearah bronkospasme, edema laring, dispneu berat dan sianosis. Bisa diringi gejala disfagia,

keram pada abdomen , muntah, diare dan kejang kejang. Henti jantung dan , koma jarang

terjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal nafas dan aritmia ventrikel atau rejatan yang

irreversibel .
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada satu

atau lebih organ target,antaralain kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal, kulit ,mata , susunan

saraf pusat dan sistem saluran kencing dan sistem yang lain. Keluhan yang sering dijumpai pada

fase permulaan ialah rasa takut , perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan

kesemutan pada tungkai, sesak, serak ,mual , pusing, lemas dan sakit perut.(Widjaya,2013)

Pada mata terdapat hiperemis conjungtiva,edema, secret mata yang berlebihan. Pada

rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah dibawah palpebra inferior yang

menjadi gelap dan bengkak. Pada kulit terdapat eritema , edema, gatal, urtikaria, kulit tersa

hangat atau dingin, lembab/basah, dan diaphoresis.

Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan saturasi

oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume tidal. Obstruksi

saluran nafas yang komplit adalah penyebab kematian paling sering pada anafilakis. Bunyi nafas

mengi terjadi apabila saluran nafas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema

mukosa.(Sunartio,2013)

Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi koma

merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular terjadi hipotensi,

takikardi,pucat, keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotel

yang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi

terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri)

akibat penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut.

Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentra,

peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem sistem
gastrointestinal merupakan akibat dari edem intestial akut dan spasme otot polos, berupa nyeri

abdomen, mual-mual atau diare.(Falisa,2008)

Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati, gangguan fungsi

trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Smentara gangguan pada sistem

neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi insulinm disfungsi

tiroid, dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerob

menjadi anaerob sehingga, terjadi perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob sehingga

terjadi keretakan antar sel, sel membengkak , disfungsi mitokondria, serta kebocoran

sel.(Tanod,2009)

2.2 Memahami dan menjelaskan racun akibat bintang laut yang berbahaya bagi manusia

Terumbu karang dan binatang yang hidup di air dapat menimbulkan masalah bagi

manusia yaitu melalui gigitan atau sengatan. Gigitan atau sengatan oleh binatang yang hidup di

air adalah gigitan atau sengatan yang beracun, disebabkan oleh segala bentuk kehidupan berasal

dari air. Kebanyakkan dari tipe sengatan ini terjadi di laut. Beberapa tipe sengatan atau gigitan

menyebakan kematian.

Penyebab dari gigitan atau sengatan ini berasal dari berbagai tipe kehidupan yang ada di

laut seperti ubur-ubur, Portuguese Man-of-War,anemon laut, karang, cacing laut, kerang, dan

beberapa jenis ikan seperti ikan pari, ikan lele, scorpionfish, stonefish dan weeverfish, ikan hiu,

Barracuda, dan belut Moray.


Gejala yang ditimbulkan dari gigitan atau sengatan ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar,

bengkak, kemerahan, atau perdarahan pada area di dekat tempat gigitan atau sengatan. Gejala

lainnya dapat mengenai seluruh tubuh, seperti kram, diare, sesak nafas, nyeri pada daerah

inguinalatau aksila, demam nausea atau vomitus, paralisis, berkeringat, lemas, pusing, dan

pingsan.(Rehata,2000)

2.2.1. binatang laut yang menyebarkan racunny melaui kontak dengan kulit langsung

A. Ubur-ubur(Jelly Fish), Portuguese Man-Of-War(Physalia), Karang (Coral)

Ubur-ubur, Portuguese Man-Of-War,anemon laut dan karang termasuk dalam

filum Cnidaria,sebelumnya dikenal sebagai Coelenterata. Cnidaria memiliki tentakel yang dapat

menyebabkan sengatan listrik( nematosit), digunakan untuk pertahanan diri.

Sengatan yang disebabkan oleh ubur-ubur, Portuguese Man-Of-War,anemon laut

dan karang adalah sengatan paling beracun yang sering dialami manusia yang hidup di

lingkungan laut.

Binatang ini dapat mengapung di air seperti ubur-ubur atau melekat seperti karang.

Hampir semua Cnidarian memiliki nematosit, atau tentakel yang dapat digunakan untuk

menyengat. Setiap nematosit mengandung toksin atau kelompok toksin dan bagian yang melilit

serta berfungsi seperti suntikan. Ketika nematosit bersentuhan dengan mangsanya, ujung

sengatan dikeluarkan dan toksinnya dimasukkan ke dalam kulit.

Sengatan Cnidarian dibagi menjadi ringa, iritasi yang dapat sembuh sendiri sampai

cedera yang serius dan sangat nyeri, tergantung pada toksin dari spesies yang terlibat dan jumlah
racun yang masuk. Sengatan seperti cumbomedusae atau box jellyfish dapat menyebabkan

kematian.

Pada kebanyakan kasus, sengatan ubur-ubur mengeluarkan reaksi toksik yang dapat

lokalisata atau sistemik. Meskipun jarang terjadi reaksi hipersensitivitas tipe cepat seperti

urtikaria, angioderma, dan anafilaksis, tetapi tetap membutuhkan penangan medis yang tepat,

karena syok dan kematian dapat terjadi pada individu yang lebih sensitif. Dermatitis kontak

alergi, reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan menetap, granuloma anulare, dan eritema

nodusum adalah reaksi-reaksi kulit yang dapat terjadi pada sengatan ubur-ubur.(Rehata,2000)

B. Cubomedusae (class cubozoa)

Spesies paling berbahaya adalah cubozoans. Chironex fleckeri atau box jelly fish

menyebabkan setidaknya satu kematian setiap tahun di Australia. Paling fatal jika terjadi pada

anak. Jika mansia tersentuh box jellyfish beberapa tentakel akan putus dan melekat pada kulit.

Awalnya sengatan terlihat bengkak linear dengan gambaran seperti bekas cambuk.

Diagnosis mikroskopik mungkin dapat dilakukan dari kerokan kulit atau dengan menempelkan

selotip pada tempat sengatan. Nyeri yang hebat dapat menetap selama beberapa jam. Area yang

paling berat tersengat memberikan gambaran sianotik yang samar dan dapat berbentuk bla dan

nekrosis. Proses penyembuhan berjalan lambat dan dapat disertai komplikasi superinfeksi bakteri

dan skar.

Kematian dapat terjadi dalam beberapa menit disebabkan karena agen-agen

kardiotoksik dan neurotoksis dalam racun yang dapat menyebabkan aritmia ventrikuler dan gagal

jantung, serta gagal pernafasan. Hemolisis intravaskular yang disebabkan oleh toksin dapat

mempresipitasi gagal ginjal akut. (Rehata,200)


C.Portuguese Man-Of-War (physalia)

Sengatan P. Physalis lebih nyeri dna berat dibandingkan yang disebabkan oleh

P.utriculus. pada saat kontak tentakel dari P.Physalia, korban akan merasakan terbakar yang

tajam dan mengejutkan. Dapat terjadi nyeri parastesi atau mati rasa pada daerah yang disengat.

Awalnya daerah yang disengat tampak sebagai satu atau multiple batas ireguler yang terdiri dari

papul-papul merah dan bengkak merah. Urtikaria akan resolusi setelah beberapa jam tetapi dapat

progresi menjadi vesikel, hemoragik, nekrotik atau ulseratif sebelum penyembuhan.

Striae pasca inflamasi dapat menetap berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.

Komplikasi lokal yang berat dari sengatn P.Physalis dapat menyebabkan spasme arterial di

tempat sengatan yang dapat mengakibatkan gangren pada jari distal.

Ketika korban tersengat Physalia, dalam 10-15 menit dapat timbul gejala dari reaksi

keracunan yang ditandai dengan nausea, kram daerah perut, nyeri otot, sakit punggung,

iritabilitas, dispnoe dan sesak. Hemolisis intravaskular dan gagal ginjal akut.(Rehata,2000)

D. Karang Api (Fire Coral) dan Sayatan Karang (Coral Cut)

Karang adalah organisme berkoloni dari filum Cnidaria. Luka akibat karang

disebabkan oleh sengatan nematosit atau laserasi. Keduanya dapat terjadi pada waktu yang

bersamaan dan dapat dipersulit oleh reaksi karena benda asing, infeksi bakteri dan eksematosa

lokal. Untuk beberapa karang sejati, racun nematosit relatif tidak berbahaya, menyebabkan

eitema, pruritik ringan yang butuh penangan segera.

Berbeda dengan sengatan karang sejati, sengatan karang api, Millepora alcicornis, sangat

menyakitkan. Selaput lendir atau lendir yang mengelilingi organisme mengandung banyak
nematosit yag siap di lepaskan apa bila terjadi kontak dengan kulit manusia, menyebabkan rasa

terbakar dan rasa sakit yang sangat menyengat. Dalam satu sampai beberapa jam dapat

menimbulkan erupsi papul eritem pruritik , pada kasus yang berat dapat menyebabkan syok

anafilaktik.

Luka akibat potongan karang dan laserasi disebabkan oleh eksoskeleton dari karang yang

tajam, penyembuhannya lambat dan cenderung tejadi infeksi sekunder yang dapat menyebabkan

infeksi sistemik menyeluruh.

Keputusan untuk menutup luka atau membiarkan terbuka tergantung dari derajat trauma,

dan posisi luka.derajat trauma ringan trauma jaringan pada pinggiran luka tidak perlu di tutup.

Jika luka dilakukan penjahitan sebaiknya dilakukan penutup perban supaya tidak berpotensi

menjadi abses.(Rehata,2000)

E. Molluska

Kerang kerucut adalah gastropoda univalvular yang digunakan sebagai ornamen

berbentuk krucut dan bernilai tinggi bagi kolektor kerang dan penyelam. Beberpa jenis spesies

memiliki bagian yang sangat bercaun dengan sengatan yang mematikan. Spesies kerang kerucut

yang paling berbahaya ditemukan diperaian dangkan Indo-Pasifik. Kerang kerucut bersifat

karnivora, hidup di dasar lautan yang memburu cacing, kerang-kerang lainnya, atau ikan,

tergantung dari spesiesnya. Racun kerang kerucut terdiri dari berbagai macam neurotoksin yang

berbeda dan kematian diakibatkan oleh paralisis sistem pernafasan. Hingga kini belum ada

antiracun untuk toksin kerang kerucut, dan angka kematian setelah terkena raun spesies yag

berbahaya (Conus geographius dan C.magus).


Cedera akibat kerang kerucut memberikan luka tusuk yang bervariasi, tingkat nyeri yang

bervariasi, berkisar sensasi tersengat yang ringan, yang menyerupai gigitan serangga, sampai

nyeri hebat. Gejala awal beupa edem,iskemia,mati rasa dan parastesia disekitar luka. Parastesia

dapat menjalar kedaerah bibir dan mulut. Pralisis muskular lokalisata dapat berkembang

menjedai kelemahan atau paralisis generalisata dan berakhir pada gagal nafas dan

kardiopulmunar. Gejala neurotoksik mengindikasikan adanya keracunan yang berat berupa

diploia, pandangan kabur, afonia, disfagia, dan koma. Kasus jarang berupa koagulasi

intravaskular diseminata akibat racun kerang kerucut pernah dilaporkan.(Rehata,2000)

F. Gigitan Gurita

Gurita adalah kelompok karang-karangan yang lebih tinggi, termasuk dalam kelas

Cepalopoda. Kebanyakkan gigitan gurita tidak mengancam jiwa manusia. Aerea gigitan dapat

menjadi nyeri sekali, dan ini ditandai dengan adanya dua luka tusuk kecil, yang banyak

mengelurakan darah. Gejala gigitan gurita biasanya ringan dan tampak merah, bengkak, dan

gatal yang bersifat sementara.

Spesies gurita yang paling berbahaya, Hapalochlaena maculosa, telah ditemukan

diperairan pantai Australia. Angka kematian setelah di gigit H. maculosa sebsesar 25%. H.

maculosa memproduksi toksin didalam kelenjar salivanya yang dimasukkan ke tempat gigitan

dan mengandung partikel yang identik dengan tetrodoksin, toksin ini memblok aliran saraf

perifer dan menyebabkan paralisis kemudian gagal nafas. Gigitan dari gurita ini bisa nyeri

sekalipun atau tidak nyeri sama sekali, karena itu korban sering kali tidak menydari telah digit

gurita sampai timbul neurotoksik.(Rehata,2000)

f. Gigitan lintah
Lintah termasuk kelas dari cacing segmental yang mungkin ditemukan di air tawar

atau air asin maupun daratan. Meskipun gigtan lintah air tawar tidak menyebabkan

rasa sakit pada manusia namun gigitan lintah air asin menghasilkan nyeri yang mirip

dengan sengatan lebah. Lintah mengeluarkan antikoagulan kuat,hirudin pada luka,

serta subtansi antigen lainnya yang dapat memicu reaksi alergi (termasuk reaksi

anfilaktik) pada individu yang sensitif. Gejala lokal akibat gigitan lintah berupa

perdarahan dari bekas tusukan, nyeri, bengkak, merah dan gatal hebat, reaksi

urtikaria, bula , atau nekrotik dapat terjadi pada orang yang sensitif.(Rehata,2000)

g. Duri ikan beracun

Toksisitas akibat sengatan ikan beracun trgantung pada bebrapa faktor, termasuk

spesies ikan,lokasi dan beratnya luka, serta banyakan racun dilepaskan. Pada

umumnya luka-luka ini menyebabkan nyeri tergantung dari beratnya cedera.

Nyerinya langsung dan terus-menerus. Pada kasus sengatan scorpionfish, nyeri bisa

sangat hebat yang mengakibatkan korban mengamuk dan berteriak dan akhirnya

kehilangan kesadaran.

Awalnya tempat sengatan akan tampak pucat dan sianotik. Daerah sekitar luka

dapat menjadi anestetik atau hiperestetik, kemudian menjadi eritema dan edem dan

memberikan gambaran selulitis. Dapat terbentuk vesikel-vesikel. Pada sengatan

hebat, apalagi yang disebabkan stonefish, daerag yang cedera dapat menjadi indurasi

dan membentuk area nekrosis iskemik kemudaian pengelupasan dan pembentukan

ulkus.

Efek sistemik dari duri ikan beracun bervariasi dari ringan sampai berat,

tergantung pada spesienya dan jumlah racun yang masuk pada luka. Efek sistemik
bisa berupa sakit kepala hebat, nausea, muntah, diare, nyeri dan kram perut, demam ,

limfangitis lokal dan anggota kerak, kelemahan, delirium, kejang, aritmia jantung,

iskemik miokardial, perikarditis, hipotensi dan gagal nafas dan dapat berakhir dengan

kematian.(Rehata,2000)

2.3 Menjelaskan mekanisme terjadinya kematian syok anafiklatik akibat serangan binatang laut

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala kliinis. Reaksi anafilaktik mungkin terjadi jika

ditemui beberapa gejala disertai gejala mendadak seperti syok, gejala respiratori (dispenu,

stridor, whezzing), dua gejala lain ( angioderma, rhinorea dan gejala GI tract).(Tabrani,2000)

Sedangkan American Academy of Allergy Astma and Imunology telah membuat suatu

kriteria diagnostik anafilaktik. Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit atau

sengatan binatang laut (beberapa menit hingga beberapa jam) dengan terlibat nya kulit bekas

gigitan atau sengatan , jaringan mukosa atau kedua-duanya (misalnya bintik bintik kemrahan

pada seluruh tubuh , pruritus, kemerahan bekas gigitan atausengatan binatang laut,

pembengkakan dibibir, lidah dan uvula, dan salah satu dari respiratory compromise (misalnya

sesak nafas, bronkospasme, stridor, whezzing, penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan

tekanan darah, atau gejala yang berkaitan dengan disfungsi organ sasaran (mislnya

hipotonia,sinkop,inkontensia).(Longecker,2017)

Kriteria kedua , dua atau lebih gejala beikut yang terjadi secara mendadak setelah

terpapar alergen spesifik (misalnya racun pada binatang laut, duri pada binatang laut) pada

pasien tersebut( beberapa meint atau jam setelah terkena sengatan atau gigitan),yaitu keterlibatan

jaringan mukosa kulit, misalnya bintik kemerahan, pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan,

pembengkakkan pada bibir, lidah dan uvula, respiratory compromise , misal nya sesak nafas,
bronkospasme,stridor, whezing, penurunan PEF,hipoksemia, penrunan tekanan darah, atau gejala

yang berkaitan misalnya hipotonia, paralisis, sinkop, inkontenisia, dan gejala gasrto intestinal

yang persisten, misalnya nyeri abdominal, kram perut, diare ,muntah.

Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar racun binatang laut

yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada bayi dan anak-anak,

tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%.

Sementara pada oarang dewasa, tekanan darah sistolik lebih kurang dari 90 mmHg atau

penurunan darah sistolik lebih dari 30% dari tekanan awal.(Mangku,2007)


Sedangkan kriteria syok anafilaktik adalah secara tiba-tiba onsetnya progresif yang cepat

dari gejala, kebanyakan reaksi terjadi dalam beberapa menit, jarang reaksi terjadi lebih lambat

dari onset. Waktu onset reaksi anafilaktik tergantung dari tpe trigger. Trigger intravena akan

lebih cepat onsetnya dari pada sengatan, dan cenderung disebabkan lebih cepat onsetnya dari

trigger ingesti oral. Pasien biasanya mengalami cemas dan dapat mengalami sense of

impending.

Life-threatening Airway and/or Breathing and/or Circulation Problems, pasien dapat

mengalami masalah A atau B atau C atau kombinasinya.

Airway problem yang terjadi adalah pembengkkan jalan nafas seperti tenggorokkan dan

lidah bengkak (faring/laring edem). Pasien sulit bernafas dan menelan dan merasa tenggorokkan

tertutup, suara hoarse, stridor, tingginya suara inspirasi karena saluran nafas atas yang

mengalami obstruksi.

Breathing Problem yang terjadi pada pasien terkena sengatan binatang laut adalah nafas

pendek , peningkatan frekuensi nafas, whezzing, pasien menjadi lelah, kebingungan karena

hipoksia, sianosis pada late sign biasanya baru muncul, dan respirasi arrest yang menyebabkan

kematian.

Circulation problem yang terjadi setelah pasien terkena sengatan binatang laut adalah

terdapat tanda syok yaitu pucat, berkeringat, peningkatan frekunsi nadi (takikardi), tekanan darah

rendah (hipotensi), mersa ingin jatuh (dizziness), kolaps, penurunan tingkat kesadaran atau

kehilangan kesadaran, anafilaktik dapat menyebabkan iskemik myokardial dan ECG berubah
walaupun individu dengan normal arteri koroner, setelah psien terkena racun yang berasal dari

binatang laut.(Ewan,2017)

Perubahan kulit juga dapat terjadi setelah mendapat gigtan atau sengatan binatang laut.

Perubahan kulit atau mukosa ini sring muncul gambaran pertama setlah gigitan atau sengatan

dari binatang laut dan muncul lebih dari 80% dari reaksi anafilaktik. Perubahan kulit ini dapat

berupa eritema secara general atau sebagian, rash merah, urtikaria yang muncul dimana saja, bisa

berwarna pucat merah atau merah muda sering terjadi dibekas gigitan binatang laut itu sendiri

atau bekas tusukkan.

Angioderma juga sering terjadi , angioderma iini sering tarjadi setelah urtikaria muncul .

angioderma iini sering muncul pada kelopak mata, dan bawah bibir kadang sering terjadi pada

mulut dan tenggorokkan.

Syok anafilaktik mempengaruhi seluruh sistem pelepasan berbagai macam sel mediator

dari sel mast dan basofil yang masing masing mediator tersebut memiliki afinitas yang berbeda

pada setiap reseptor nya ada sistem organ.(Tanod,2009)

Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I

(Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan

aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai

diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi

merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai

timbulnya gejala.

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap

oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana
ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi

sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian

terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.(Samson,2006)

Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi

pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen

yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu

pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan

vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan

menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah

degranulasi yang disebut newly formed mediators.

Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek

mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ

tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang

nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan

permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot

polos. Platelet activating factor(PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas

vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.(Ewan,2017)

Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien

yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi

mendadak menyebabkan terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini

menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada

hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan

penderita.

Pemeriksaan forensik

Kematian pada syok anafilaktik kebanyakkan disebabkan oleh kolapsnya jantung dan

edema laring oleh gigitan atau sengatan binatang laut. Gejala timbul pada serangan anafilaktik

antara lain pusing, gatal pada kulit, urtikaria, sesak nafas, whezzing, kesulitan dan kegagalan

pernafasan. Pada kematian karena anafilaktik, munculnya gejala biasanya berlangsung pada 15-

20 menit pertama. Saat pasien meninggal sangat dibutuhkan dokumen (medical record) yang

baik tentang perkembangan penyakit pasien mulai dari gejala terjadinya nafilaktik sampai paien

meninggal. Kematian biasanya terjadi dalam wakti 1-2 jam. Beberapa binatang lautseperti yang

yang disebutkan diatas sebelumnya racunnya bisa sangat toksik dan kematian menjadi terjadi

tanpa berlangsungnya reaksi anafilaktik apabila gigitan atau sengatan sangat

banyak.(William,2016)

Rekasi anafilaktik yang sangat fatal menyebabkan terjadinya acute respiratory distress

atau circulation colapse. Obstruksi pada saluran pernafasan bagian atas dapat disebabkan oleh

edem laring dan pharing. Pada saluran pernafasan nafas bagian bawah disebabkan oleh

bronkospasme dengan kontraksi dari otot-otot pernafasan, vasodilatasi dan peningkatan

permeabilitas kapiler. Henti jantung mungkin disebabkan karena terhentinya pernafasan, efek

langsung oleh mediator kimia pada syok anafiklasis disebabkan oleh hilangnya cairan

intravaskular oleh edema dan vasodilatasi.


Pada autops, hal-hal yang bisa ditemukan tidak spesifik. Seingkali didapatkan edema

laring, tetapi jarang didapatkan obstruksi komplit dari saluran pernafasan. Pumphrey dan roberts

melaporkan edema laring dan pharing masing-masing didapatkan 8% dan 49%. Emfisema yang

disebabkan oleh bronkokontriksi bisa ditemukan. Kongesti pulmonal dan viceral, edema dan

perdarahan pulmonal bisa didapatkan tetapi tidka spesifik. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Pumphrey dan Roberts, 23 dari 56 kematian karena anafilaksis tidka ditemukan.(William,2016)

Kelainan makroskopik pada autopsi

Untuk mendapatkan diagnosis adanya reaksi anafilaktik ditentukan adanya riwayat alergi

atau ada yang menyaksikan seseorang emninggal karena gigitan atau sengatan binatang laut.

Pada kematian yang disebabkan oleh gigitan atau sengatan binatang laut, adanya elevasi level

dari IgE atibody dapat dideteksi pada postmortem. Diemukan antibodi dapat menjelaskan

terjadinya anafiklasis karen agigitan atau sengatan binatang laut.

Pada pemeriksaan luar dapat dijumpai, adanya pembengkakan bekas gigitan atau sengatn

binatang laut, untuk itu pada daerah gigitan atau sengatan harus di foto, dieksisi sebesar 5 cm,

dari batas kulit dan diambil jaringan dibawahnya untuk pemeriksaan laboratorium terhadap

antigen.

Dijumpai wajah edem, kelopak mata ,conjugtiva dan bibir yang berhubungan dengan

edema angioneurotik. Perubahan disebabkan asfiksia meliputi perdarahan subconjungtiva dan

buih di mulut dan ubang hidug.

Perdarahan petchie umum pada kulit biasanya disebabkan vasodilatasi dan permeabilitas

sebagai akibat dari histamin atau sejenisnya.


Pada pemeriksaan dalam dapat ditemui edema glotis dari epiglotis ( bila autopsi kurang

dari 48 jam setelah kematian) yang meluas ke pita suara dan menyebabkan obstruksi laring.

Edema aan menghilang setelah kematian 48 jam. Rima epiglotis bersama epiglotis harus di foto

dari atas untuk rekaman tetap.(Idris,2016)

Pada cabang-cabang trakeobronkial berisi cairan berbuih dan mucus. Paru-paru menjadi

lebih berat biasanya, mengembang dan ada daerah emfisema kemerahan yang selang seling serta

daerah-daerah yang mengaami kolaps. Pleura viseral sering menunjukkan perdarahan petechi

yang tersebar. Pada pemotongan paru-paru dijumpai cairan darah bercampur buih.

Perikardium bisa dijumpai perdarahan petechi serta di rongga pericardium berisi

transudat berwarna agak kemerahan. Jantung kanan mungkin besar karena gagal paru akut.

Specimen dari darah harus diambil untuk pemeriksaan imunologi (titer antibodi) serta penentuan

kadar racun yang masuk.

Dijumpai kongesti akut pada abdomen bagian dalam, edema maupun perdarahan kadang-

kadang ditemukan pada kedua ginjal. Lymphnode pada hati dan mesentrium bisa membesar dan

hiperemis. Jaringan otak menunjukkan kongesti yang difus dan sering disertai dengan perdarahan

petchie pada substansia alba.

Pada pemeriksaan makroskopik, maka gambaran korban syok anafilaktik akan

menunjukkan sub mukosa laring dengan infiltrasi eosinofil yang menempel pada endotel

pembuluh darah, pembuluh darah melebar, sel yang nekrosis belum ada.

Paru juga menunjukkan pembesaran fokal atau difus akibat adanya efisema akut. Arteriol

dan kapiler pada paru tampak dilatasi. Tampak hiperemia yang kadang disertai perdarahan pada
peyers patch dari usus halus, lympnode porta hepatitis dan lympnode mesentrium. Limpa

menunjukkan leukosit eosinofilik.

Untuk sediaan darah post mortem dapat dijumpai peningkatan kadar tryptase (>

10g/liter) yang merupakan tanda indikasi yang sangat sensitive (86%) dan spesifik (88%) dari

anafilaktik dan reksi anafilakaltoid. Selain itu ada sediaan darah yang dilakukan pemeriksaan

titer antibodi dengan menggunakan metode Radio Allergo Sorbent Test (RAST) untuk megukur

antibodi yang berhubungan dengan energi terutama IgE. Untuk daerah tempat bekas gigitan atau

sengatan dapat dilakukan pemeriksaan antigen, terutama yang dapat merangsang antibodi

IgE.(Idris,2016)
BAB III

IDENTIFIKASI KEMATIAN SYOK ANAFILAKTIK KARENA SENGATAN

BINATANG LAUT MENURUT ISLAM

3.1 Mekanisme Kematian Syok Anafilaktik Menurut Islam

Reaksi alergi akut yang mengenai beberapa organ tubuh secara simultan (biasanya system
kardiovaskular, respirasi, kulit, dan gastrointestinal) disebut sebagai reaksi anafilaksis
(ana=balik; phylaxis=perlindungan). Dalam hal ini respon imun yang seharusnya melindungi
(prophylaxis) justru merusak jaringan (Syamsu, 2001).
Anafilaksis merupakan manifestasi dari hipersensitivitas tipe cepat di mana individu
yang peka terpajan suatu antigen spesifik atau hapten yang mengakibatkan gangguan pernapasan
yang mengancam jiwa, biasanya diikuti oleh kolaps vaskular serta syok dan disertai dengan
urtikaria, pruritus, dan angioedema (Dorland, 1998). Sedangkan menurut Guyton (1997).
Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan tekanan arteri seringkali

menurun dengan hebat. Anafilaksis terutama disebabkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi yang

timbul segera setelah suatu antigen, yang sensitive untuk seseorang, telah masuk ke dalam

sirkulasi. (Ewam,2010)

Menurut tinjauan Islam, Syok Anafilaktik merupakan penyakit kegawatdaruatan yang

perlu mendapatkan penanganan segera. Anjuran untuk berobat apabila sakit telah diterangkan

oleh Rasulullah saw dalam berbagai sabdanya yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw pernah

menyuruh para sahabat yang sakit agar berobat, karena Allah SWT ketika menurunkan penyakit

juga menurunkan obatnya (Muhadi dan Muadzin, 2009). Sebagaimana tercantum dalam hadist

Rasulullah saw :
Artinya :
Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat? Beliau menjawab: Iya, wahai para hamba Allah,
berobatlah. Sebab Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula
obatnya, kecuali satu penyakit. Mereka bertanya: Penyakit apa itu? Beliau menjawab:
Penyakit tua. (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).

Selain itu juga disebutkan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yaitu:

Artinya :
Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan menurunkan pula obatnya(HR. Imam
Al-Bukhari).

Dari hadits Rasullulah saw tersebut di atas menganjurkan berobat apabila sakit, karena

Allah SWT menurunkan penyakit beserta obatnya kecuali penyakit tua. Akan tetapi perlu

diyakini bahwa proses penyembuhan terhadap suatu penyakit hendaklah ada kecocokan obat

dengan penyakit dan tidak lepas dari izin Allah SWT, manusia berusaha untuk pengobatan tetapi

Allah SWT yang menyembuhkan (Abduh, 2010). Sebagaimana dalam hadits Rasulullah saw :

Artinya :
Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia
akan sembuh dengan seizin Allah SWT (HR. Muslim)

Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada

pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-

obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini
diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat

organ tubuh menetap.

Kematian oleh para ulama didefinisikan sebagai ketiadaan hidup. Di dalam al-Quran
ditemukan penjelasan tentang hidup dan mati ini. Berikut kupasan tentang kematian dalam
penjelasan al-Quran dan hadits. (Ahmad,2013)
Al-Quran menggambarkan naluri manusia yang enggan menghadapi kematian. Bahkan Iblis
melakukan bujuk rayu kepada Adam dan Hawa melalui pintu keiinginan untuk hidup kekal
selama-lamanya.







Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah
saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" QS. Thaha
[20]: 120

You might also like