You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Unsur penting bagi kehidupan manusia adalah air. Air digunakan untuk

kehidupan dan keperluan sehari-hari. Ketersediaan air di bumi tidak lepas dari

tingkat penggunaan air dan jumlah penduduk. Kodoatie, Robert J (2012)

menyimpulkan bahwa untuk kepentingan manusia dan kepentingan komersial

lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan.

Sudah banyak disebutkan oleh para pakar bahwa ada paradoks antara penduduk

dan air yaitu pertumbuhan penduduk yang meningkat mengakibatkan

pengurangan ketersediaan air sekaligus meningkatkan potensi banjir (Kodoatie,

Robert J dan Roestam S, 2010).


Empat (4) dusun di Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul,

D.I.Yogyakarta termasuk dalam daerah rawan kekeringan kelas resiko

kekeringan tinggi berdasarkan Peta Tingkat Risiko Bencana Kekeringan Desa

Wonolelo Tahun 2011, meliputi dusun Bojong, dusun Purworejo, dusun Ploso,

dan dusun Cegokan. Dua (2) dari dusun tersebut telah menggunakan mataair

sejak tahun 2006 sebagai salah satu sumber air bersih, yaitu dusun Bojong dan

dusun Purworejo. Mataair yang digunakan ini muncul sejak gempa tektonik

tahun 2006 yang terjadi di Bantul, D.I. Yogyakarta. Sumber air lain yang

digunakan di daerah penelitian berasal dari sumur bor, sumur gali, PDAM, dan

mataair. Pada musim hujan, penduduk lebih banyak menggunakan sumur gali

untuk pemenuhan kebutuhan air, sedangkan pada saat musim kemarau, sumur

gali menjadi dalam, sehingga lebih menggunakan sumur bor. Namun, salah satu

sumur bor di desa Bojong mengalami kerusakan sehingga mengurangi sumber


1
2

air untuk warga desa Bojong dan sekitarnya karena biaya perawatan dan

perbaikan yang mahal.

Airtanah merupakan air yang berada di bawah permukaan bumi,

menempati ruang-ruang antar butir dan atau celah-celah tanah/batuan

(Kusumayudha, Sari B, 2008). Mataair merupakan pemunculan airtanah ke

permukaan tanah dalam bermacam-macam bentuk dan ukuran. Mataair

merupakan salah satu sumber untuk memenuhi kebutuhan air manusia. Jumlah

penduduk semakin meningkat yang juga menyebabkan semakin meningkat pula

kebutuhan akan penggunaan air. Setelah potensi mataair diketahui, diharapkan

dapat diketahui arahan pengelolaan yang baik dalam hal kuantitas dan kualitas

mataair, dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air bukan hanya di dusun

Bojong dan dusun Purworejo, tetapi juga dusun Ploso dan dusun Cegokan yang

masuk dalam daerah rawan kekurangan air di Desa Wonolelo. Oleh karena itu,

perlu diketahui bagaimana karakteristik setiap mataair di desa Wonolelo untuk

mengetahui potensi mataair dalam memenuhi kebutuhan air penduduk. Arahan

pengelolaan mataair dapat diupayakan setelah mengetahui tingkat kebutuhan air

dan potensi mataair untuk 10 tahun kedepan, serta karakteristik dari mataair.

1.1.1 Perumusan Masalah

Daerah penelitian berada di SubDas Pesing, Kecamatan Pleret,

Kabupaten Bantul, D.I.Yogyakarta. Karakteristik mataair yang satu dengan

yang lain berbeda-beda. Pertumbuhan penduduk yang meningkat

menyebabkan kebutuhan akan air meningkat pula, sementara ketersediaan air

semakin tahun adalah tetap. Oleh sebab itu, perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:


3

1) Bagaimana karakteristik (sebaran, tipe, dan kualitas) mataair di daerah

penelitian?
2) Bagaimana potensi mataair dalam memenuhi kebutuhan air bersih selama

10 tahun kedepan di daerah penelitian?


3) Bagaimana pengelolaan untuk mataair yang diteliti?
Dari uraian permasalahan di atas, maka penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul Kajian Karakteristik dan Potensi Mataair di SubDas

Pesing, Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah

Istimewa Yogyakarta.
1.1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan langsung dengan mataair sebelumnya sudah

pernah diteliti, akan tetapi terdapat perbedaan dalam halaman judul, lokasi,

dan metode yang digunakan, sehingga penelitian ini dapat dibedakan dengan

penelitian sebelumnya, seperti pada Tabel 1.1.


4

Tabel 1.1

Sambungan Tabel 1.1


5

Sambungan tabel 1.1

1.2 Maksud, Tujuan, dan Manfaat yang Diharapkan

1.2.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian adalah mengkaji karakteristik mataair dan potensi

dari mataair di daerah penelitian untuk pemenuhan kebutuhan air domestik

sampai 10 tahun ke depan, serta pengelolaan untuk mataair tersebut.

1.2.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:


1) Mengetahui karakteristik (sebaran, tipe, dan kualitas) mataair di Desa

Wonolelo.
2) Mengetahui potensi mataair untuk 10 tahun di daerah penelitian.
3) Mengetahi pengelolaan untuk mataair di daerah penelittian.

1.2.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai:


1) Menambah pengetahuan dan ilmu mengenai karakteristik mataair dan

potensi mataair.
2) Saran untuk pemerintah dan masyarakat setempat dalam arahan pengelolaan

mataair dan daerah imbuhan.

1.3 Peraturan
6

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian ini

dicantumkan dalam tabel 1.2.

Tabel 1.2. Peraturan Perundang-undangan


No. Peraturan Uraian singkat makna atau kaitan pasal dengan
penelitian
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh,
2004 tentang Sumber Daya Air terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup
dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber
daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat (Pasal 3).
2. Konservasi sumber daya air ditujukan untuk
menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung,
daya tampung, dan fungsi sumber daya air (Pasal
20 ayat 1)
3. Perlindungan dan pelestarian sumber air
ditujukan untuk melindungi dan melestarikan
sumber air beserta lingkungan keberadaannya
terhadap kerusakan atau gangguan yang
disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan
dan yang disebabkan oleh tindakan manusia
(Pasal 21 ayat 1)
2. Undang Undang Nomor 5 1. Konservasi sumber daya alam hayati dan
Tahun 1990 tentang Konservasi ekosistemnya dilakukan melalui tiga kegiatan
Sumberdaya Alam Hayati dan salah satunya adalah Perlindungan sistem
Ekosistemnya penyangga kehidupan ini meliputi usaha-usaha
dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
perlindungan mata air, tebing, tepian sungai,
danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi
hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah
aliran sungai; perlindungan terhadap gejala
keunikan dan keindahan alam, dan lain-lain (pasal
5 huruf a)
3 Peraturan Menteri Kesehatan 1. Air minum adalah air yang melalui proses
No.492 Tahun 2010 Tentang pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
Persyaratan Kualitas Air Minum memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
Peraturan Menteri Kesehatan 1. Air bersih adalah air yang digunakan untuk
No.416 Tahun 1990 Tentang keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
Syarat-syarat dan Pengawasan syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
Kualitas Air dimasak.
7

Peraturan Daerah Istimewa 1. Pada kawasan sempadan mataair dengan :


Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1) mengendalikan pemanfaatan mataair untuk
2010 Tentang Rencana Tata mempertahankan kuantitas dan kualitasnya;
Ruang Wilayah Provinsi Daerah 2) mencegah kegiatan budi daya di sekitar
Istimewa Yogyakarta Tahun kawasan sempadan mataair yang dapat
2009-2029 mengganggu kelestarian fungsinya;dan
3 )Mengamankan daerah sempadan mataair.
(Pasal 41 ayat d)
2. Penetapan kawasan sempadan mataair yang
terdapat di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta
dan Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan
Gunungkidul meliputi dataran di sekitarnya
dengan radius minimum 200 meter (Pasal 42 ayat
d).
1.4 Tinjauan Pustaka

1.4.1. Siklus Hidrologi


Air berubah secara dinamis menurut ruang dan waktu, mengikuti siklus

atau daur yang dikenal dengan siklus atau daur hidrologi. Daur atau siklus

hidrologi adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke

permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya

mengalir ke laut kembali (Soemarto, 1987). Menurut Hadisusanto (2011)

siklus hidrologi adalah proses transportasi air secara kontinyu dari laut ke

atmosfer dan dari atmosfer ke permukaan tanah yang akhirnya kembali ke

laut.
Di dalam perjalanannya mengikuti siklus hidrologi air mengalami

berbagai macam proses hidrologi. Siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar

1.1. Penguapan air laut menjadi uap air dikenal dengan proses evaporasi.

Ketika uap air mengalami pengembunan menjadi awan, prosesnya dikenal

sebagai kondensasi. Selanjutnya apabila syarat terjadinya hujan sudah

terpenuhi, maka terjadilah hujan yang dikenal dengan presipitasi. Hujan yang

jatuh di atas vegetasi dan obyek-obyek lain di muka tanah, tertahan oleh

vegetasi serta obyek-obyek tersebut, dan dikenal sebagai intersepsi. Air hujan

yang jatuh di atas permukaan tanah sebagian mengalami peresapan ke dalam


8

tanah dengan proses yang dikenal sebagai infiltrasi. Air hujan yang

mengalami proses infiltrasi selanjutnya dapat menjadi airtanah. Air tanah juga

mengalir layaknya air permukaan, walaupun kecepatannya tidak sebesar air

permukaan karena airtanah mengalir di antara rongga antar-butir batuan atau

rekahan. Ketika kondisinya memungkinkan, airtanah dapat muncul sebagai

mataair. Dengan demikian, pemunculan airtanah sebagai mataair juga sudah

mengalami proses-proses hidrologi yang panjang, dimana proses-proses

tersebut berlangsung secara alamiah. Proses-proses tersebut dapat berubah

sebagai akibat aktivitas manusia (Sudarmadji, 2013).

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi


(Sumber: Fetter, 2001)

1.4.2. Air Tanah

Air tanah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

2004 Tentang Sumber Daya Air adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah

atau batuan di bawah permukaan tanah. Air yang berada di bawah permukaan
9

bumi, menempati ruang-ruang antar butir dan atau celah-celah tanah/batuan

disebut airtanah (groundwater) (Kusumayudha, Sari B, 2008).

Batuan yang memiliki bukaan atau porositas, pada umumnya dapat

mengandung, membawa, atau meluluskan air. Tergantung dari besarnya

porositas dan permeabilitas, kemampuan batuan untuk meluluskan air dapat

diklasifikasikan sebagai berikut (Kusumayudha dan Sutedjo HS, 2008):


a) Akifer (Aquifer) adalah batuan, atau lapisan batuan, atau regolith (hasil

pelapukan batuan) yang mempunyai sifat lulus air (permeable) dan mampu

melepaskan air dalam arah horizontal maupun vertikal dalam jumlah

cukup berarti (signifikan).


b) Akitar (Aquitard) adalah batuan, atau lapisan batuan, atau regolith yang

mempunyai sifat sedikit lulus air (semi permeable) dan tidak mampu

melepaskan air dalam arah mendatar, akan tetapi dapat melepaskan air

dalam arah vertikal secara cukup berarti. Akuitar dapat dikatakan juga

merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu akuifer setengah

tertekan (semi confined) (Kodoatie, 1996 dalam Danaryanto dkk, 2010).


c) Akifug (aquifug) adalah batuan atau lapisan batuan, atau regolith yang

mempunyai sifat atau harga kelulusan di bawah akutar, sangat sedikit bisa

mengandung air, dan hanya sedikit sekali bisa melepaskan air dalam arah

vertikal, sama sekali tidak bisa melepaskan air dalam arah mendatar.

d) Akiklud (Aquiclude) adalah batuan, atau lapisan batuan, atau regolith yang

bersifat kedap air, atau dapat sedikit mengandung air, dapat jenuh air,

tetapi sama sekali tidak mampu melepaskan air secara cukup berarti.

1.4.2.1 Jenis-Jenis Akuifer


Akifer adalah suatu formasi geologi, sekumpulan formasi, atau

sebagian dari suatu formasi yang mengandung cukup material permeabel


10

jenuh air, untuk dapat menghasilkan air secara berarti pada sumur atau mata-

air (USGS dalam Kusumayudha dan Sutedjo, 2008). Akuifer secara umum

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akuifer bebas atau tak-tertekan dan

tertekan. Air tanah bebas merupakan air yang berhubungan langsung secara

vertikal dengan atmofer (udara), berada pada lapisan terbuka dan material

lulus air. Muka air tanah tidak tertekan bersifat bebas untuk naik turun

tergantung pada musim. Sedangkan air tanah tertekan dapat ditemukan pada

akuifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh formasi batuan dengan

kelulusan rendah sampai kedap air (Danaryanto dkk, 2010). Berdasarkan pada

posisi akuifer terhadap lapisan batuan, yang berada di atas dan di bawahnya,

serta kondisi permukaan airtanahnya, ada beberapa kriteria jenis akuifer

(Kusumayudha, Sari B, 2008), yaitu:


a) Akuifer Bebas/ Akuifer Tak Tertekan (Unconfined Aquifer)
Adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh muka airtanah

dan dibawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air.


b) Akuifer Tertekan/ Akuifer Artesis/ Akuifer Artois (Confined Aquifer)
Adalah akuifer yang dibatasi di bagian bawah dan di bagian

atasnya oleh lapisan batuan yang kedap air.


c) Akuifer Setengah Tertekan/ Akuifer Semi Tertekan/ Akuifer Bocor (Semi

Confined Aquifer).
Adalah suatu akuifer yang dibatasi di bagian atas oleh lapisan yang

lambat air (akuitar) dan dibagian bawahnya dibatasi oleh lapisan yang

kedap air (impermeable).


d) Akuifer Menggantung/ Akuifer Bertengger (Perched Aquifer)
Adalah lapisan yang permeabel yang berfungsi sebagai akuifer

yang secara setempat dialasi lapisan kedap air tetapi penyebarannya tidak

menerus.
1.4.2.2 Karakteristik Akuifer
Menurut Todd (2005), akuifer didefinisikan sebagai formasi yang

berisi material yang mampu menyimpan dan melalukan air, contohnya pasir
11

dan kerikil. Batuan yang memiliki bukaan atau porositas, pada umumnya

dapat mengandung, membawa atau meluluskan air. Tergantung dari

besarnya porositas dan permeabilitas, kemampuan batuan untuk meluluskan

air. Selain media pori, media rekahan merupakan salah satu media dalam

pengisian air tanah. Media rekahan biasanya disebabkan oleh peristiwa-

peristiwa alam, seperti proses pendinginan (cooling), lipatan (folding),

patahan (faulting), perubahan cuaca, ataupun karena reaksi kimia (ASCE,

1987 dalam Danaryanto, dkk, 2010). Karakteristik akuifer berdasarkan

Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air

Tanah meliputi kesarangan, kelulusan, dan keterusan air:


1) Kesarangan Batuan (Porositas)
Rongga, ruang antara, pori atau ruang pori adalah bagian suatu

batuan atau tanah yang tidak dipenuhi oleh bahan mineral tetapi dapat

terisi oleh air. Porositas suatu batuan atau tanah adalah suatu ukuran

kandungan ruang antara atau rongga yang dinyatakan sebagai nisbah,

volume ruang antara terhadap jumlah volume batuan (Budiarto, 2014).

Porositas dipengaruhi oleh ukuran butir tanah/batuan, bentuk

butir/derajat pembundaran, pemilahan, kekompakan, dan banyaknya

kekar-kekar (Kusumayudha, Sari B, 2008).

2) Kelulusan Batuan (Konduktivitas Hidrolika)


Akuifer mengirimkan air dari daerah resapan ke daerah debit

dan dengan demikian berfungsi sebagai saluran berpori. Menurut

Todd, 1980 konduktivitas hidrolika dari tanah atau batuan dipengaruhi

oleh variasi faktor fisik yaitu porositas, ukuran butir dan distribusi,

bentuk butir, dan faktor lainnya..


3) Keterusan Air (Transmisivitas)
12

Merupakan kemampuan akuifer untuk meneruskan air melalui

suatu bidang vertikal dengan lebar 1 satuan (unit). Transmisivitas

dapat diperoleh dari hasil perkalian nilai konduktivitas hidrolika (K)

dengan ketebalan lapisan jenuh (Todd, 1980).

1.4.3. Mataair

Pemunculan air tanah secara alamiah dapat berupa mataair (spring)

ataupun rembesan (seepages). Mataair dapat terjadi apabila muka air tanah

terpotong oleh topografi. Sedangkan rembesan adalah air yang keluar secara

perlahan-lahan dan menyebar ke permukaan tanah (Pratiknyo, 1992). Mataair

adalah suatu titik atau kadang-kadang suatu areal kecil tempat air tanah

muncul dari suatu akuifer (atau pelepasan air dari akuifer) ke permukaan

tanah (Bear, 1979 dalam Kodoatie, 2012). Tingkat kelulusan yang tinggi

memberikan volume air yang besar menjadi terpusat pada daerah yang kecil.

(Danaryanto dkk, 2010).


Menurut Tolman (1937) dalam Effendi 2003, faktor-faktor yang

mempengaruhi keadaan mataair adalah curah hujan, karakteristik hidrologi

material permukaan tanah terutama kelulusannya, topografi, karakteristik

hidrologi formasi akuifer, dan struktur geologi. Begitu pula menurut Effendi,

2003 faktor-faktor yang mempengaruhi mataair adalah sebagai berikut:

1. Curah hujan

Curah hujan merupakan sumber air utama air tanah. Air hujan yang

jatuh ke permukaan bumi sebagian akan mengalir ke sungai dan

besarnya air hujan yang terserap kedalam tanah tergantung pada kondisi

geologi, tanah, topografi dan penggunaan lahannya.

2. Karakteristik hidrologi permukaan


13

Karakteristik hidrologi permukaan berpengaruh terhadap

pembentukan air tanah adalah kelulusannya . Jika permeabilitas besar

maka dalam jumlah air yang masuk kedalam akuifer akan besar, begitu

juga sebaliknya jika permeabilitasnya kecil maka air yang diloloskan

akan relatif sedikit.

3. Topografi

Kemiringan lereng berpengaruh terhadap mataair. Topografi yang

curam akan lebih cepat mengalirkan air sehingga kesempatan air hujan

untuk meresap kedalam tanah relative sedikit.

4. Karakteristik hidrologi formasi akuifer

Sifat hidrologi akuifer sangat berpengaruh terhadap pemunculan

mataair muka air tanah terpotong oleh permukaan tanah maka akan

muncul mataair sebagai mataair depresi.

5. Struktur geologi

Struktur geologi sangat berpengaruh terhadap pembentukan

mataair. Pada daerah patahan dan kekar sering dijumpai mataair sebagai

akibat terpotongnya lapisan akuifer akibat perpindahan atau pergeseran

batuan atau tanah.

1.4.3.1. Sebaran Mataair

Distribusi adalah persebaran benda di suatu wilayah geografi

tertentu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Distribusi mataair merupakan

pola persebaran mataair di daerah penelitian. Distribusi mataair berdasarkan

formasi geologi dapat dipengaruhi oleh satuan batuan dan struktur geologi

di daerah mataair tersebut (Nurayni, 2010).


14

1.4.3.2. Tipe Mataair

Tipe mataair dapat dibedakan berdasarkan besaran debit, jenis

akuifer, karakteristik kimia dan temperatur air tanah, arah migrasi air tanah,

topografi, dan kondisi geologi (Davis dan De Wiest, 1966 dalam Kodoatie,

2012).

A. Berdasarkan Sifat Pengaliran

Menurut Tolman (1937) dalam Nurayni 2010, klasifikasi mataair

berdasarkan periode pengalirannya berupa mataair: perennial, periodic,

dan intermitent springs.


1) Perenial springs (Mataair menahun), yaitu mataair yang

mengeluarkanair sepanjang tahun dan tidak dipengaruhi oleh curah

hujan.
2) Intermitent springs (Mataair musiman), yaitu mataair yang

mengeluarkan airnya pada musim-musim tertentu dan sangat tergantung

dari curah hujan.


3) Periodic springs (Mataair periodik), yaitu mataair yang mengeluarkan

airnya pada periode tertentu.

B. Berdasarkan Debit Mataair

Berdasarkan pada debitnya, menurut Meinzer (1923) dalam Todd

(1980) mengklasifikasikan mataair menjadi 8 (delapan) seperti pada tabel

di bawah ini:
Tabel 1.3 Klasifikasi Mataair Berdasarkan Debitnya
Kelas Debit
1 >10 m3/det
2 1 10 m3/det
3 0,1 1 m3/det
4 10 100 liter/det
5 1 10 liter/det
6 0,1 1 liter/det
7 10 100 ml/det
8 < 10 ml/det
(Sumber: Todd,1980)
15

C. Berdasarkan Terjadinya

Mataair berdasarkan tenaga gravitasi menurut Fetter, 2001 dibagi

menjadi 4 klasifikasi, yaitu:


1) Depression Springs (Mataair Cekungan), terbentuk akibat dari

perpotongan muka air tanah dan permukaan tanah (topografi).


2) Contact Springs (Mataair Kontak), terjadi akibat air dari akuifer yang

membawa air tertahan oleh lapisan impermeabel sehingga air mengalir

ke tekanan yang lebih rendah (ke luar permukaan). Batuan lulus air

menutup batuan-batuan yang lebih rendah permeabilitasnya.


3) Fault Springs/Joint Springs/Fracture Springs (Mataair

Patahan/Lipatan/Rekahan), dimana air akan mengisi rongga kosong

pada daerah tersebut dan membentuk mata air. Mataair sesar merupakan

mataair yang terjadi karena aliran air tanah terhenti pada bidang patahan

batuan yang kedap dan selanjutnya muncul ke permukaan tanah

mengikuti bidang patahan. Mataair kekar bisa terjadi karena adanya

lipatan atau patahan pada lajur lulus air di batuan dengan kelulusan

rendah. Air bergerak melewati kekar batuan, dan mataair dapat

terbentuk dimana sistem kekar bertemu pada permukaan tanah dengan

elevasi rendah.
4) Sinkhole Springs (Mataair Sinkhole/Goa), mata air akibat sistem sungai

bawah tanah pada daerah karst (batugamping).


16

Gambar 1.2. Tipe Mataair Berdasarkan Tenaga Gravitasi


(Sumber: Fetter, 2001)

1.4.3.2 Kualitas Air

Penggunaan air untuk keperluan sehari-hari perlu memperhatikan

kualitas air, terkait dengan kesehatan penggunaan air tersebut. Kualitas air

adalah kondisi alami perairan yang dikaji dari sifat fisik, kimia, dan biologi

untuk dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Kualitas air tanah

ditentukan oleh tiga sifat utama, yaitu sifat fisik, kimia, dan sifat

biologi/bakteriologi (Sudarmadji, 2013).

A. Sifat Fisik
Sifat fisik antara lain warna, bau, rasa, kekeruhan, suhu

(Hadipurwo, 2006).
17

1) Warna air tanah disebabkan oleh zat yang terkandung di dalamnya, baik

berupa suspensi maupun terlarut.


2) Bau air tanah dapat disebabkan oleh zat atau gas yang mempunyai

aroma yang terkandung dalam air.


3) Rasa air tanah ditentukan oleh adanya garam atau zat yang terkandung

dalam air tersebut, baik yang tersuspensi maupun yang terlarut.


4) Kekeruhan air disebabkan oleh adanya tidak terlarutkan zat yang

dikandung. Sebagai contoh adalah adanya partikel lempung, lanau, juga

zat organik ataupun mikroorganisme.


5) Suhu air juga merupakan sifat fisik dari air. Suhu ini dipengaruhi oleh

keadaan sekeliling, seperti musim, cuaca, siang-malam, tempat ataupun

lokasinya.

B. Sifat Kimia

Kualitas air dari mataair berdasarkan sifat kimia termasuk

didalamnya adalah pH, kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), kesadahan

(CaCO3), amoniak bebas (NH3-N), besi terlarut (Fe), sulfat (SO42-),

klorida (Cl-), nitrat (NO3-), nitrit (NO2-), BOD, COD, DO. Parameter

sifat fisik kimia yang akan diuji akan disesuaikan dengan Peraturan

Menteri Kesehatan No.492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas

Air Minum.
1) pH
Kondisi geologi dan batuan secara umum berpengaruh terhadap

kualitas air, sehingga pH mataair juga berkaitan dengan kondisi geologi

di daerah yang bersangkutan.


2) Kalsium (Ca2+)
Keberadaan kalsium sangat dipengaruhi oleh reaksi kimia yang

melibatkan karbondioksida. Kadar kalsium pada perairan tawar


18

biasanya kurang dari 15 mg/liter; pada perairan yang berada di sekitar

batuan karbonat antara 30 100 mg/liter, pada perairan laut sekitar 400

mg/liter, sedangkan pada brine dapat mencapai 75.000 mg/liter

(McNeely et al., 1979 dalam Effendi, 2003). Pada perairan yang

diperuntukan bagi air minum, kadar kalsium sebaiknya tidak lebih dari

75 mg/liter.
3) Magnesium (Mg2+)
Magnesium (Mg) adalah logam alkali tanah yang cukup

berlimpah pada perairan alami. Magnesium bersifat tidak toksik,

bahkan menguntungkan bagi fungsi hati dan sistem saraf. Akan tetapi,

Cole (1988) mengemukakan bahwa kadar MgSO4 yang berlebihan

dapat mengakibatkan anesthesia pada organisme vertebrata dan

avertebrata. Pada tumbuhan, magnesium terdapat pada klorofil. Kadar

maksimum yang diperkenankan untuk kepentingan air minum adalah

50 mg/liter (McNeely et al., 1979; Peavy et al., 1985 dalam Effendi,

2003.
4) Kesadahan (CaCO3)
Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua).

Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah

kalsium dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan

oleh jumlah kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium

berkaitan dengan anion penyusun alkalinitas, yaitu bikarbonat dan

karbonat. Perairan dengan nilai kesadahan tinggi pada umumnya

merupakan perairan yang berada di wilayah yang memiliki lapisan top

soil tebal dan batuan kapur.


Tabel 1.4. Klasifikasi air berdasarkan nilai kesadahan
Kesadahan (mg/l CaCO3) Kelas Air
<50 Lunak (soft)
50-150 Menengah (moderately hard)
19

150-300 Sadah (hard)


>300 Sangat sadah (very hard)
Sumber: Peavy et al., 1985 dalam Effendi 2003
Air permukaan biasanya memiliki nilai kesadahan yang lebih

kecil dari pada air tanah. perairan dengan nilai kesadahan kurang dari

120 mg/liter CaCO3 dan lebih dari 500 mg/liter CaCO3 dianggap kurang

baik bagi peruntukan domestik, pertanian, dan industri.

5) Amoniak
Amonia merupakan senyawa nitgoren. Kadar amonia pada

perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/L. Kadar amonia bebas

yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2

mg/L. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya

pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri,

dan limpasan (run-off) pupuk pertanian (Effendi, 2003 dalam

Sudarmadji, 2013).
6) Besi terlarut (Fe)
Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat

terbesar. Kadar besi >1,0 mg/L dianggap membahayakan; kehidupan

organisme akuatik. Air yang diperuntukan bagi air minum sebaiknya

memiliki kadar besi kurang dari 0,3 mg/L (Moore, 1991; Sawyer dan

Mccarty, 1978 dalam Effendy, 2003).


7) Sulfat
Unsur sulfat pada airtanah dapat berasal dari oksida biji besi

sulfida, gipsum, dan anhidrit. Sampel mataair yang mengandung sulfat

dalam kadar yang rendah dan normal dalam kisaran sebagai air tawar

alami (2-80 mg/L) menunjukkan belum terjadi pencemaran oleh

aktivitas pertanian.
8) Klorida (Cl+)
20

Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut. Pada

perairan di wilayah yang beriklim basah (humid) kadar klorida biasanya

kurang dari 10mg/L, sedangkan pada perairan di wilayah semi-arid dan

arid (kering) kadar klorida mencapai ratusan mg/L. Ion klorida pada

tingkat sedang, relatif mempunyai pengaruh kecil terhadap sifat-sifat

kimia dan biologi perairan. Kelebihan garam-garam klorida dapat

menyebabkan penurunan kualitas air yang disebabkan oleh tingginya

salinitas (Achmad, 2004 dalam Nurayni, 2010)


9) Nitrat (NO3-) dan Nitrit (NO2-)
Kadar nitrat dalam perairan alami hampir tidak pernah lebih dari

0,1 mg/L. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/L menggambarkan terjadinya

pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja

hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/L dapat

mengakibatkan terjadinya eutrofikasi. Kadar nitrat dalam air tanah

dapat mencapai 100mg/L. Sampel air mataair yang memiliki kandungan

nitrit yang sangat kecil menunjukkan belum adanya pencemaran pada

mataair tersebut.
10) BOD
BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah

oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi

bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis and Cornwell,

1991 dalam Effendi, 2003).


11) COD
COD menggambarkan jumlah total oksiden yang dibutuhkan

untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat

didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara

biologis menjadi CO2 dan H2O.


21

12) DO
Kadar oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari

10 mg/L (Effendi, 2003). Sumber oksigen terlarut dapar berasal dari

difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas

fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem,

1994 dalam Effendi, 2003). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak

menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme

akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup.

C. Sifat Biologi

Kualitas air secara biologi yang dikaji adalah jumlah total bakteri

coliform. Coliform total merupakan kumpulan berbagai macam bakteri.

Coliform total pada umumnya ditemukan dalam lingkungan fisik

sekitar (tanah maupun vegetasi) dan tidak berbahaya. Jika hanya

ditemukan coliform total pada bahan baku air minum dan air minum,

kemungkinan sumber dari bakteri ini adalah lingkungan fisik.

1.4.4 Potensi Mataair

Potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk

dikembangkan, kekuatan, kesanggupan, daya (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Telah banyak mataair yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air manusia.

Mataair yang muncul baik di daerah gunungapi, daerah pegunungan lipatan

maupun di daerah bertopografi karst jumlahnya sangat banyak serta dengan debit

yang bervariasi dari kurang satu liter perdetik sampai dengan lebih dari ribuan

liter perdetik. Debit mataair di beberapa tempat sudah berkurang, bahkan ada

beberapa yang sudah mengering atau mati, sehingga di tempat mataair tersebut
22

sekarang tinggal nama yang menunjukkan bahwa dulunya ditempat tersebut

terdapat sumber air atau mataair (Sudarmadji, 2013).

1.4.4.1 Kuantitas Mataair

Sutikno (1982) dalam Saba (2010) menyatakan bahwa airtanah dan

mataair merupakan penyuplai utama keperluan air domestik yakni lebih dari

90 persen. Jika ketersediaan air tidak mampu mengimbangi sejumlah

kebutuhan yang diperlukan di suatu wilayah, maka dapat dikatakan bahwa

potensi sumberdaya air tanah yang ada sangat rendah bahkan bisa mencapai

titik kritis (Saba, 2010). Dengan demikian, kuantitas air merupakan faktor

penting untuk mengetahui potensi sumber daya air kaitannya dengan

kebutuhan air dan pertumbuhan penduduk.


Metode volumetrik digunakan pada mataair yang telah dibendung dengan

bak penampungan atau sejenis pancuran yang memiliki saluran keluar tunggal

dan airnya memungkinkan untuk ditampung. Teknik pengukurannya

dilakukan dengan menampung aliran air yang keluar ke dalam bejana ukur

dan membandingkannya dengan waktu yang dibutuhkan. Menurut Suyono,

1987 dalam Lesmana 2011 pada metode volumetrik pengukuran luah mataair

dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch dilakukan untuk mataair yang

terlihat kecil luahnya, (kurang dari 5 L/detik) dan rembesan-rembesan yang

muncul, dimana untuk rembesan rembesan ini pengukurannya dengan

menyatukan aliran rembesan-rembesan tersebut.


Rumus : Q = V/t...........................................................(1.2)

Keterangan : Q = debit mataair (m3/detik)


V = volume bejana ukur (m3)
t = waktu (detik)
23

Selain dari kuantitas, potensi juga dilihat dari sisi kualitasnya apakah

baik, sedang, atau buruk

1.4.4.2 Pertumbuhan Penduduk dengan Kebutuhan Air

Ketersediaan air sangat erat kaitannya dengan kebutuhan air penduduk.

Jumlah penduduk semakin tahun semakin meningkat, penggunaan terhadap

air menjadi ikut meningkat pula. Sementara ketersediaan air di bumi

jumlahnya terbatas, bahkan dapat menurun. Oleh karena itu, perlu adanya

keseimbangan antara jumlah air yang tersedia dengan jumlah air yang

dibutuhkan setiap penduduk. Pengelolaan sumber air yang benar dapat

menjaga keseimbangan tersebut.


Menurut Kodoatie dan Roestam, 2010 kebutuhan air yang dimaksud

adalah kebutuhan air yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan

manusia, meliputi air bersih domestik dan non domestik, air irigasi baik

pertanian maupun perikanan, dan air untuk penggelontoran kota. Air bersih

digunakan untuk memenuhi kebutuhan:


a. Kebutuhan air domestik: keperluan rumah tangga
b. Kebutuhan air non domestik: untuk industri, pariwisata, tempat ibadah,

tempat sosial, serta tempat-tempat komersial atau tempat umum

lainnya.

Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk, dan

konsumsi perkapita (Kodoatie dan Roestam, 2005). Kecenderungan populasi

dan sejarah populasi dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air

domestik terutama dalam kecenderungan laju pertumbuhan (Growth Rate

Tends).

1.4.4.3 Neraca Air


24

Perkiraan secara kuantitatif dari siklus hidrologi dapat dinyatakan

berdasar prinsip konservasi massa, yang dikenal dengan persamaan neraca air

(Triatmodjo, 2009). Dalam mengikuti proses peredaran air (water

circulation), tidak dapat terlepas dari hubungan antara aliran kedalam (inflow)

dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah pada suatu periode tertentu yang

disebut dengan neraca air (water balance) (Budiarto, 2013).

Dalam analisis neraca air suatu DAS air hujan (presipitasi) yang jatuh

dipermukaan lahan akan menjadi input utama sedangkan debit aliran yang

keluar dari suatu outlet/muara sungai disebut sebagai output. Jumah input dan

output haruslah sama besar, sehingga jika debit yang keluar tidak sama besar

maka akan menjadi simpanan airtanah. Hubungan antara aliran ke dalam (in

flow) dan aliran keluar (out flow) pada suatu wilayah untuk suatu periode

tertentu disebut dengan keseimbangan neraca air (water balance) (Pratiknyo,

1992).

1.4.5 Daerah Imbuhan dan Daerah Lepasan Air Tanah

Daerah imbuhan adalah daerah resapan air yang mampu menambah air

tanah secara alami, sementara daerah lepasan adalah daerah keluaran air tanah

yang berlangsung secara alamiah pada cekungan air tanah. Daerah imbuhan

biasanya berada di hulu sungai atau topografi berbukitan dan pegunungan,

sedangkan daerah lepasan biasanya berada di daerah hilir. Penentuan batas

antara daerah imbuhan dan daerah lepasan sangat penting dalam pelaksanaan

upaya konservasi daerah imbuhan air tanah (Kodoatie, 2012).


Menurut Danaryanto dkk, 2008 dalam Kodoatie, 2012 penentuan daerah

imbuhan dan daerah lepasan air tanah dapat dilakukan berdasarkan:


1) Tekuk lereng
25

Tekuk lereng merupakan batas antara morfologi dataran dengan

perbukitan. Biasanya merupakan daerah kaki bukit atau kaki pegunungan.

Daerah imbuhan secara sederhana terletak di atas tekuk lereng, sedangkan

daerah lepasan di bawah tekuk lereng.


2) Pola aliran sungai
Alur aliran sungai dari daerah hulu hingga ke hilir membentuk pola

yang unik. Daerah imbuhan pada umumnya dicirikan dengan morfologi

kawasan yang ditempati oleh beberapa anak sungai yang relatif pendek.

Daerah lepasan secara sederhana dapat dikenali dalam satu daerah yang

terdiri atas sungai induk dan beberapa cabang sungai utama. Pada umumnya

dicirikan dengan morfologi kawasan yang ditempati oleh aliran sungai

utama atau beberapa cabang aliran sungai utama yang relatif panjang

alurnya.
3) Pemunculan mataair
Daerah lepasan air tanah secara visual dapat dikenali di lapangan dari

pemunculan mataair. mataair pada umumnya banyak terdapat di daerah kaki

bukit, kaki pegunungan atau tekuk lereng, serta pada lereng bukit dan lereng

pegunungan bagian bawah. Kawasan di sebelah bawah atau hilir dari titik

pemunculan mataair merupakan daerah lepasan air tanah, sedangkan

kawasan di sebelah atas atau arah hulu dari titik pemunculan mataair

merupakan daerah imbuhan air tanah. Beberapa pemunculan mataair pada

umumnya terletak berjajar pada ketinggian yang relatif sama. Dari deretan

titik pemunculan mataair tersebut dapat ditarik garis yang memisahkan

daerah imbuhan dan lepasan air tanah (hinge line).


4) Kedalaman muka airtanah
Metode penentuan daerah imbuhan dan lepasan air tanah pada

cekungan air tanah dengan menggunakan data kedudukan atau kedalaman

muka airtanah merupakan cara yang paling akurat. Berdasarkan kedudukan


26

muka air tanah dan arah aliran air tanahnya maka daerah imbuhan

merupakan bagian dari cekungan yang dicirikan dengan aliran air tanah

pada lapisan jenuh mengalir menjauhi muka air tanah (Freeze and Cherry,

1979 dalam Kodoatie, 2012). Di daerah imbuhan arah aliran air tanah di

dekat permukaan mengarah ke bawah. Sedangkan daerah lepasan

merupakan bagian dari cekungan yang dicirikan dengan aliran airtanah pada

lapisan jenuh mengalir menuju muka air tanah. Di daerah lepasan arah

aliran air tanah didekat permukaan mengarah ke atas.


5) Isotop alam
Isotop alam yang digunakan untuk penentuan daerah imbuhan adalah

isotop stabil 2H (Deuterium) dan 18O yang disebut isotop berat. Metoda ini

didasarkan atas adanya hubungan fungsi ketinggian topografi terhadap

komposisi 2H dan 18O dalam air hujan.

Gambar 1.3 Potongan Melintang Cekungan Air Tanah


(Sumber: http://pag.bgl.esdm.go.id/siat/?q=content/konfigurasi-cekungan-air-tanah-cat )

Keberadaan lapisan tanah, seperti lanau atau lempung dapat

memperlambat pengimbuhan, walaupun lapisan tanah tipis. Mataair berkembang

di daerah daerah dimana terdapat aliran air tanah yng melepaskan airnya ke

permukaan. Air jarang bergerak secara seragam di dalam massa batuan dan

mataair, sehingga mataair terjadi karena aliran terpusat. Mataair yang terjadi

karena perkolasi dari bukaan-bukaan kecil dapat dianggap sebagai rembesan


27

mataair dan mataair dapat melepaskan sedikit air sehingga tidak jarang bahwa

mataair tersebut hampir tidak terlihat.

1.4.6 Pengelolaan Mataair

Penurunan jumlah air yang tersedia akhir-akhir ini menjadi isu lingkungan

seiring dengan terus meningkatnya tingkat penggunaan air untuk memenuhi

kebutuhan domestik dan non domestik. Perlu adanya upaya pengelolaan mataair

untuk menjaga salah satu sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan air

masyarakat, khususnya untuk daerah dimana terjadi defisit air tanah yaitu daerah

kering (arid) dan semi kering (sub humid).


Pengelolaan mataair yang dapat dilakukan antara lain (Sudarmadji, 2013):
a) Partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian mataair. Dalam

pengelolaan mataair diperlukan keteblibatan semua pihak, baik masyarakat

maupun penduduk setempat sesuai dengan porsi masing-masing.


b) Konservasi mataair secara tradisonal. Penyedotan airtanah dalam jumlah

besar pada akuifer yang sama dengan akuifer air tanah sumber dari mataair

dapat mengurangi debit mataair yang berlokasi di dekatnya.


Pengelolaan mataair dalam rangka menjaga keberlangsungan mataair dapat

pula dilakukan sesuai dengan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2

Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 2009-2029 pasal 41 ayat d, yaitu mengamankan daerah

sempadan mataair dan pasal 42 ayat d, yaitu penetapan kawasan sempadan

mataair yang terdapat di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul meliputi dataran di sekitarnya dengan

radius minimum 200 meter.

1.5 Lingkup Daerah Penelitian

1.5.1 Lokasi, Letak, Luas, dan Kesampaian Daerah Penelitian


28

1.5.1.1 Lokasi dan Letak serta Luas Daerah Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan berada di desa Wonolelo, Kecamatan

Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administrasi,

daerah penelitian berada di Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret, Kabupaten

Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas daerah penelitian adalah

1.060,87658 Ha. Mataair sumber air bersih warga berada di dusun Bojong

dan dusun Purworejo, Desa Wonolelo. Secara astronomis, daerah penelitian

berada pada 435690-440924mT dan 9126475-9131457mU.

1.5.1.2 Kesampaian Daerah Penelitian

Lokasi penelitian berada di bagian timur Kabupaten Bantul. Jarak lokasi

penelitian dari Kota bantul adalah sekitar 13 km, dengan jarak tempuh sekitar

30-50 menit menggunakan kendaraan bermotor. Sementara apabila dari

kampus 1 (satu) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

memiliki jarak 36 km. Kondisi jalan menuju lokasi penelitian melalui jalan

beraspal dengan kondisi baik, kemudian untuk menuju objek penelitian

dengan berjalan kaki karena kondisi jalan yang kecil, menanjak, tidak ada

jalan beraspal, dan susah untuk dilalui kendaraan bermotor.

1.5.2 Batas Daerah Penelitian

1.5.2.1 Batas Permasalahan Penelitian

Batas daerah penelitian berada di sub-DAS Pesing. Sub-DAS Pesing

mencakup desa Wonolelo, desa Srimulyo, sebagian desa Sitimulyo, sebagian


29

desa Bawuran kecamatan Pleret, dan sebagian desa Terong dan desa Muntuk

kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.


Batas kegiatan penelitian adalah kajian mengenai tipe dan potensi

mataair yang berada di dusun yang termasuk dalam daerah rawan kekeringan

di desa Wonolelo untuk memenuhi kebutuhan air bersih di sekitar mataair dan

pengguna mataair, yaitu dusun Bojong, dusun Purworejo, dusun Ploso, dan

Dusun Cegokan, sehingga diketahui upaya pengelolaan mataair agar tetap

dapat digunakan secara berkelanjutan.

1.5.2.2 Batas Ekosistem

Batas ekologis daerah penelitian berupa punggungan pada sub-DAS

Pesing. Morfologi daerah penelitian berupa punggungan dan dataran. Daerah

hulu sub-DAS dapat menjadi daerah imbuhan yang mempengaruhi

ketersediaan air tanah. Mataair dapat menjadi hinge line pada suatu wilayah.

Daerah yang bertopografi miring dimanfaatkan warga untuk kebun campuran,

seperti singkong, tomat, dan lain-lain.

1.5.2.3 Batas Sosial

Batas sosial daerah penelitian adalah batas yang masih adanya interaksi

sosial masyarakat yang menggunakan mataair untuk memenuhi kebutuhan air

di dusun-dusun yang termasuk dalam daerah rawan kekeringan di desa

Wonolelo, Kecamatan Pleret, Bantul, DI.Yogyakarta, yaitu dusun Bojong,

dusun Purworejo, dusun Ploso, dan dusun Cegokan. Batas penelitian dapat

dilihat pada Peta 1.2. Peta Topografi dan Batas Penelitian.


30

PETA 1.1 PETA ADMINISTRASI

PETA 1.2 BATAS PENELITIAN DAN TOPOGRAFI

You might also like