You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sengketa merupakan ketidaksepahaman mengenai suatu hal antara dua orang atau lebih.
Sengketa tidak pernah bisa terpisahkan dengan konflik karena sengekta adalah sebuah
konflik namun tidak semua konflik dapat di kategorikan sebagai sengketa. Konflik sendiri
memiliki pengertian pertikaian antara pihak-pihak.
Di makalah ini kita akan membahas sengketa internasional. Sengketa internasional adalah
sengketa yang bukan secara ekslusif merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Dari
penegrtian ini tentu saja dapat di pahami bahwa sengekta internasional merupakan
sengketa yang cakupannya diluar urusan eksekutif dalam negeri suatu negara. Contohnya
negara dengan negara atau karena seiringnya perkembangan mengenai subyek hukum
internasional sengketa negara dengan non negara.
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas
berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai
perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan
internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum
internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Karena pola hubungan internasional yang semakin kompleks membuat semakin banyak
sengketa di ranah hukum perdata internasional. Untuk itu diperlukan cara untuk
menyelesaikan sengketa tersebut.
Disini penulis akan membahas cara penyelesaian sengketa hukum perdata internasional.

B. MASALAH PENULISAN
Rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana cara penyelesaian sengketa hukum perdata internasional ?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Untuk memenihi tugas mata kuliah hukum perdata internasional
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian sengketa pada ranah hukum perdata
internasional
D. KERANGKA TEORI
a. Pengertian Hukum Perdata Internasional
1. VAN BTAKEL
Hukum perdata internasional adalah hukum nasional yang ditulis atau diadakan untuk
hubungan2 hukum internasional.
2. SIDARTA GAUTAMA ( GOUW GIOK SIONG )
Hukum perdata internasional adalah keseluruhan peraturan & keputusan hukum
yang menunjukan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan
hukum jika hubungan2 & peristiwa2 antara warga ( warga ( negara pada satu waktu
tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel2 kaidah2 hukum dari 2 atau
lebih negara yang berbeda dalam lingkungan2 ( kuasa, tempat yang pribadi ) soal2
3. MASMUIM
HPS adalah keseluruhan ketentuan2 hukumj yang menentukan hukum perdata dari
negara mana harus diterapkan suatu perkara yang berakar didalam lebih dari satu
negara

b. Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional


Sumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena HPI merupakan bagian dri
hukum nasional Sumber utama HPI adalah pada kebiasaan & yurisprudensi
sedangkan UU ( Hukum tertulis ) sedikit sekali oleh karena sumber tertulis HPI
sedikit sekali maka hakim sering menghadapi kekosongan hukum sesuai dengan
pasal 22 AB yang menyatakan bahwa hakim yang menolak mengadili suatu perkara
dengan alasan tidak ada UU / aturan2 maka dapat dituntut untuk itu hakim akan
mencarinya pada kebiasaan atau yurisprudensi kalau dalam kedua kas tersebut diatas (
kebiasaan, yurisprudensi ) masih belum ditemukan maka ia akanmenciptakan
hukum sendiri dengan kata lain hakimnya disebut menemukan hukum artinya hakim
itu aktif & kreatifitas.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

Di dalam kontrak internasional tercantum klausula penyelesaian sengketa melalui


kesepakatan, apakah ditempuh cara :
1. Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak menentukan sendiri dalam
kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut;
2. Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak menentukan sendiri dalam
kontrak tentang pengadilan dan forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di antara
para pihak dalam kontrak tersebut;
o Litigasi = pengadilan
o Non litigaasi : arbitrase, negosiasi, konsialisi dan mediasi.
1. Pilihan Hukum (Choice of Law)
Pada prinsipnya para pihak diberi kebebasan menentukan sendiri hukum mana yang
berlaku dalam perjanjian sesuai prinsip kebebasan berkontrak. Menurut ketentuan pasal
1338 KUH Perdata bahwa perjanjian yang dibuat secara sah, yaitu memenuhi syarat-
syarat pasal 1320 KUH Perdata berlaku sebagai undang-undang bagi yang mebuatnya,
tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan
yang cukup menurut undang-undang, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Adapun
syarat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata adalah :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.
Dua syarat pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orang atau
subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat-syarat
obyektif karena mengenai perjanjian sendiri atau obyeknya dari perbutan hukum yang
dilakukan. Tidak terpenuhinya syarat subyektif maka perjanjian itu dapat dibatalkan,
sedangkan tidak terpenuhinya syarat-syarat obyektif maka perjaian itu batal demi hukum.
Meskipun demikian batasan yang harus dipahami para pihak dalam berkontrak adalah:
1. tidak melanggar ketertiban umum;
2. hanya di bidang hukum kontrak;
3. tidak boleh mengenai hukum kontrak kerja;
4. tidak boleh mengenai ketentuan hukum publik.
Penempatan klausula pilihan hukum kontrak mempunyai arti penting untuk:
1. sebagai sarana untuk menghindari ketentuan hukum yang memaksa yang tidak efisien
2. untuk meningkatkan persaingan yurisdiksi;
3. memecahkan masalah peraturan berbagai negara.

2. Pilihan forum (choice of jurisdiction)


Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka para pihak dalam kontrak dapat memilih
pengadilan mana seandainya timbul sengketa terhadap kontrak yang bersangkutan yang dapat
dilakukan melalui pilihan forum pengadilan dan di luar pengadilan. Pilihan forum yakni para
pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan dan forum mana yang berlaku
jika terjadi sengketa di antara para pihak dalam kontrak tersebut;
Penyelesaian sengketa yurisdiksi dapat dilakukan dengan cara :
1. Litigasi
2. Non Litigasi
a. Penyelesaian sengketa dengan Litigasi
Penyelesaian sengketa lewat pengadilan
Ada sengketa tapi kemudian sengketa tersebut dapat berubah menjadi tidak sengketa
atau dengan kata lain orang yang mengajukan gugatan ke pengadilan bisa saja telah
dalam persidangan
b. Penyelesaian sengketa dengan non litigasi
Sudah dibuka kemungkinan oleh hakim pada waktu penyelesaian suatu perkara ke
pengadilan. Hanya saja penyelesaian perkara secara alternative yang ditawarkan oleh
pihak pengadilan/majelis hakim pada waktu itu masih dalam rangka/ruang lingkup
penyelesaian perkara secara litigasi. Salah satunya adalah dengan ARBITRASE.

Arbitrase
Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 dinyatakan bahwa: Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersangkutan.
Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang
didasarkan pada. Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa umum, yang dimaksud dengan arbitrase adalah cara adalah
cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Adapun
perjanjian arbitrase diartikan sebagai suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa,
atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa
Bentuk arbitrase ada 2 macam, yaitu :
1. Arbitrase institusional :
arbitrase permanen
arbitrase melembaga
2. Arbitrase ad hoc :
Sementara
Khusus
valunter = sukarela

Bentuk perjanjian arbitrase ada 2 macam :


Factum de compromittendo, yaitu suatu bentuk perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh
para pihak, sebelum adanya sengketa dan klausula dibuat/dicantumkan di dalam perjanjian
pokok. Perjanjian arbitrase selalu didahului dengan perjanjian pokok, tanpa perjanjian
arbitrase, perjanjian pokok dapat berjalan, sehingga perjanjian arbitrase disebut perjanjian
assesori (perjanjian lanjutan/tambahan)
Kebalikan dari factum de compromittendo, yaitu Perjanjian arbitrase dibuat setelah terjadi
sengketa.

Macam-Macam Lembaga Arbitrase :


1. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
Yang didirikan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) pada tanggal 3
Desember 1977.
2. ICC
ICC berkedudukan di Paris yang didirikan atas prakarsa Asosiasi Dagang Internasional.
ICC meletakkan dasar penyelesaian sengketa perdagangan bukan hanya dalam konteks
ICC (Court of Arbitration), akan tetapi juga dalam konteks konsiliasi yang memiliki
rules of conciliation tersendiri. Meskipun ICC bermarkas di Paris, sidang ICC dapat
berlangsung dimana saja dalam menerapkan hukum bagi para pihak telah sepakat untuk
menggunakan ICC. Badan arbitrase memiliki hukum acara arbitrase tersendiri (rules of
arbitration). Badan arbitrase ICC merupakan salah satu lembaga arbitrase yang terkenal
dimana setiap tahunnya terdapat hampir 400 kasus/sengketa perdagangan yang
diserahkan ke ICC. Oleh karena itu sebagai sebuah badan administratif yang bersifat
formal, ICC tidak melaksanakan arbitrase secara tersendiri, akan tetapi mendaftarkan
penyelenggaraan arbitrase ke seluruh dunia.
Kasus yang diserahkan melalui ICC akan diadili oleh arbiter dengan mendasarkan pada
persoalan (kasus) yang menjadi kewenangan ICC. Dalam hal para pihak yang
bersengketa tidak sepakat terhadap beberapa isu (masalah) yang berkembangan dalam
penanganan kasus tersebut seperti penetapan tempat, dan lain sebagainya maka ICC
memiliki kewenangan untuk menetapkannya.
Konteks keputusan (award) yang dihasilkan, award tersebut harus mendapat persetujuan
dari ICC (international court of arbitration) yang memiliki kewenangan untuk membuat
modifikasi. Menyangkut pembiayaan akan ditentukan oleh kedua belah pihak secara
bersama-sama dan merata, dimana sekretariat badan arbitrase akan mensyaratkan
pembayaran administrasi dan biaya arbiter. Perhitungan biaya (cost) didasarkan pada
jumlah biaya yang telah ditentukan oleh ICC dan jumlah biaya yang disengketakan.
Sekretariat mensyaratkan pula biaya deposit sebelum badan arbitrase memulai
pekerjaannya. Oleh karena itu, dari segi pembiayaan, cost yang dikeluarkan sangatlah
besar.
3. UNCITRAL
(United Nations Commission on International Trade Law)
Saat ini terdapat banyak alternative penyelesaian sengketa yang dapat digunakan oleh
para pihak yang bersengketa secara internasional khususnya di bidang perdagangan
internasional. Salah satunya adalah The United Nations Commission on International
Trade Law (UNCITRAL) yang merupakan badan kelengkapan khusus dari Majelis
Umum PBB. Badan ini dibentuk pada tahun 1966. Pembentukannya didasarkan pada
Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2205 (XXI) tanggal 17 Desember 1966.
UNCITRAL memainkan peranan yang sangat penting terhadap perkembangan alternatif
penyelesaian sengketa, dengan partisipasi para alhi internasional dengan latar belakang
hukum, ekonomi dan sosial sehingga dapat menciptakan aturan yang dapat digunakan
dalam kontrak perdata bila terjadi sengketa, yaitu :
a. UNCITRAL Arbitration Rules 1976 revised in 2010
b. UNCITRAL Conciliation Rules 1980;
Pada dasarnya sifat dari arbitrase dan konsiliasi dalam UNCITRAL ini adalah rahasia
dan privat. Memang tidak diperlukan suatu badan yang membimbing arbitrator maupun
konsiliator berikutnya karena penyelesaiannya dilakukan per kasus.
4. ICSID
a. Pengaturan mengenai Dewan Arbitrase ICSID dalam Word Bank Convention meliputi
kedudukan Centre, organisasi Centre, panel, status, Immunitas, previlese, yurisdiksi
Centre, tata cara pengajuan permohonan, pembentukan tribunal, kewenangan dan fungsi
tribunal, putusan arbitrase Centre, pengakuan dan eksekusi putusan.
b. Peranan badan arbitrase ICSID dalam penyelesaian sengketa Internasional terkait
penanaman modal sangat diperlukan. Hal ini tampak pada beberapa perundang-undangan
nasional, persyaratan penunjukan badan arbitrase ICSID sebagai badan arbitrase yang
akan menangani sengketa-sengketa yang timbul dari adanya kontrak penanaman modal
asing telah dicantumkan di dalamnya. Kebijaksanaan hukum seperti ini dilakukan oleh
Afganistan, Kongo, Niger dan Tunisia. Hal ini juga tampak pada peran yang dimainkan
oleh Bank Dunia dalam memberikan bantuan biaya pembangunan proyek di banyak
negara. Peran yang dimainkannya yaitu memonitor atau mengawasi kontrak yang dibuat
untuk pelaksanaan proyek tersebut. Disini Bank Dunia bisa saja merekomendasikan
kepada negara-negara yang bersangkutan dalam membuat kontrak-kontraknya dan
menggunakan sarana arbutrase ICSID tersebut.
c. Perbedaan arbitrase ICSID dengan lembaga atau badan-badan arbitrase lainnya yaitu:
1. ICSID merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk oleh Konvensi
Washington yang berlaku pada tanggal 14 Oktober 1966.
ICSID adalah suatu organisasi yang terkait dengan Bank Dunia.
2. ICSID merupakan suatu perangkat/mekanisme penyelesaian sengketa yang berdiri
sendiri, terlepas dari sistem-sistem hukum nasional suatu negara tententu.
3. Dalam konteks ICSID, peranan utama pengadilan nasional adalah menguatkan dan
meningkatkan pengakuan atas eksekusi putusan-putusan badan arbitrase ICSID
4. Arbitrase ICSID dimaksudkan untuk menjaga atau memelihara keseimbangan antara
kepentingan investor dengan negara penerima modal (host state)

BAB III
KESIMPULAN

Di dalam kontrak internasional tercantum klausula penyelesaian sengketa melalui


kesepakatan, apakah ditempuh cara Pilihan hukum (choice of law) dan Pilihan forum (choice
of jurisdiction).
Pilihan Hukum (Choice of Law) Pada prinsipnya para pihak diberi kebebasan menentukan
sendiri hukum mana yang berlaku dalam perjanjian sesuai prinsip kebebasan berkontrak.
Pilihan forum yakni para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan dan
forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di antara para pihak dalam kontrak tersebut;
Penyelesaian sengketa yurisdiksi dapat dilakukan dengan cara :
1. Litigasi
Penyelesaian sengketa dengan Litigasi
Penyelesaian sengketa lewat pengadilan
Ada sengketa tapi kemudian sengketa tersebut dapat berubah menjadi tidak sengketa
atau dengan kata lain orang yang mengajukan gugatan ke pengadilan bisa saja telah
dalam persidangan
2. Non Litigasi
Penyelesaian sengketa dengan non litigasi
Sudah dibuka kemungkinan oleh hakim pada waktu penyelesaian suatu perkara ke
pengadilan. Hanya saja penyelesaian perkara secara alternative yang ditawarkan oleh
pihak pengadilan/majelis hakim pada waktu itu masih dalam rangka/ruang lingkup
penyelesaian perkara secara litigasi. Salah satunya adalah dengan ARBITRASE.
DAFTAR PUSTAKA

Angelina Sinaga, Penyelesaian Sengketa Hukum Perdata Internasional,


https://angelinasinaga.wordpress.com/tag/penyelesaian-sengketa-hukum-perdata-internasinal/
, di akses pada tanggal 2 Januari 2015
Jeck Prodes Wijaya, Penyelesaian Sengketa Hukum,
http://jeckprodeswijaya.blogspot.com/2014/06/penyelesaian-sengketa-dalam-hukum.html#_ ,
di akses pada tanggal 2 Januari 2015
http://iusyusephukum.blogspot.com/2013/11/pengertian-hukum-perdata-internasional.html,
di akses pada tanggal 2 Januari 2015
TUGAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
MAKALAH TENTANG CARA PENYELESAIAN SENGKETA HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL

NAMA :
SITI MASITHA DEWI
NIM :
A01111079

You might also like