You are on page 1of 13

PRINSIP PERENCANAAN RADIO LTE

Stephanus Andy Adventa Adi


NIK : 640980
Senior Instructor Technology
Telkom Learning Center

1
Daftar Isi

1. Pengantar
2. Tahapan Perencanaan
2.1 Initial Planning
2.2 Detailed Planning
2.3 Acceptance
2.4 Optimization
3. Soft Frequency Reuse
3.1 Cell Planning
3.2 Frequency Reuse Scheme
4. Kesimpulan

2
1. Pengantar

Tujuan utama dari perencanaan jaringan radio adalah memberikan solusi yang cost-
effective, terkait dengan coverage, capacity dan quality yang harus dimiliki oleh suatu
jaringan radio. Proses perencanaan jaringan dan kriteria disain bisa berbeda-beda antara
satu area dengan area lain, tergantung pada faktor dominan, yang bisa berupa kapasitas
atau coverage. Proses disain jaringan radio itu sendiri bukanlah satu-satunya proses dalam
rancangan jaringan keseluruhan, karena harus ada koordinasi yang sangat erat dengan
proses perencanaan jaringan core dan khususnya jaringan transmisi (backhaul).

Terkait dengan perkembangan dan evolusi teknologi komunikasi wireless, khususnya LTE
(Long Term Evolution), para penyedia layanan sekarang ini sedang berlomba
menginvestasikan rencana-rencana penggelaran masa depannya, dan bahkan ada yang
sudah membeli atau bersiap-siap untuk membeli spektrum radio yang sesuai untuk LTE.
Band-band spektrum yang paling populer, termasuk : 700MHz, AWS (1.710GHz – 1.755GHz
untuk uplink dan 2.110GHz – 2.155GHz untuk downlink), dan 2.6 GHz. Disamping itu,
karena harmonisasi yang buruk, masih tersedia band-band spektrum lain seperti : 850MHz,
1500MHz, 1700MHz dan 1900MHz. Akhirnya, banyak penyedia layanan yang berpikir
untuk menggunakan ulang (reuse) band-band GSM eksisting untuk UMTS, suatu proses
yang dikenal sebagai “spectrum refarming”, sementara pada saat yang sama, beberapa
sedang menginvestigasi kemungkinan migrasi dari GSM ke LTE.

LTE mendukung bandwidth kanal 1.4MHz, 3MHz, 5MHz, 10MHz, 15MHz dan 20MHz.
Akan tetapi, bandwidth sesungguhnya yang dipilih sangat tergantung pada pengalokasian
frekwensi dari penyedia layanan, implementasi vendor, persyaratan layanan, lokasi
geografis, kapabilitas eNB (evolved Node B) dan UE (User Equipment), skema frequency
reuse, akuisisi cell site, dlsb.

2. Tahapan Perencanaan

Proses perencanaan jaringan radio dirancang untuk memaksimalkan coverage jaringan,


sekaligus pada saat yang sama menyediakan kapasitas yang diinginkan. Proses perencanaan
tersebut dibagi dalam lima tahapan, dimana empat diantaranya dilakukan sebelum jaringan
diluncurkan dan satu tahapan terakhir dilakukan setelah jaringan diluncurkan. Diagram

3
aliran untuk proses perencanaan jaringan tersebut diperlihatkan pada Gambar 1. Setelah
perencanaan detil, jaringan kemudian siap diluncurkan secara komersial, tetapi tahapan
pasca perencanaan tetap terus berjalan untuk mencapai kondisi jaringan yang paling
optimal. Sesungguhnya, proses perencanaan jaringan merupakan suatu siklus yang tidak
pernah berakhir, karena parameter-parameter disain dapat berubah dengan berjalannya
waktu.

Empat tahapan utama dalam proses perencanaan jaringan tersebut adalah : Initial
Planning, Detailed planning, Verification & Acceptance dan Optimization. Input untuk
tahapan Initial Planning adalah kriteria perencanaan jaringan. Aktivitas utama dalam
tahapan ini adalah apa yang dinamakan dimensioning, yang akan menghasilkan konfigurasi
jaringan awal.
Langkah pertama dalam tahapan Detailed Planning adalah perencanaan nominal, yang
memberikan lokasi-lokasi cell site awal di dalam peta, berdasarkan input dari tahapan
dimensioning. Kemudian proses berlanjut dengan perencanaan coverage yang lebih detil,
setelah pencarian lokasi cell-site dan perencanaan transmisi, serta perencanaan kapasitas
detil. Perencanaan detil (detailed planning) juga mencakup perencanaan frekwensi,
neighbor dan parameter.
Setelah perencanaan detil dilakukan, selanjutnya jaringan siap diperiksa dan di-uji terima,
yang akan mengakhiri aktivitas pre-launch.
Setelah peluncuran jaringan secara komersial, aktivitas berlanjut dengan optimisasi.

4
Gambar 1. Tahapan dalam suatu perencanaan jaringan radio

2.1 Initial Planning

Tahap initial planning mencakup penetapan-penetapan dan persiapan sebelum


perencanaan jaringan yang sesungguhnya dimulai. Seperti halnya dalam bisnis lain,
pemahaman terhadap kondisi pasar dan kompetitor yang ada sekarang, akan sangat
bermanfaat. Kriteria perencanaan jaringan disesuaikan dengan kebutuhan customer.
Seperti disebutkan di awal, bahwa persyaratan-persyaratan dalam kriteria tersebut
tergantung pada banyak faktor, utamanya coverage dan target kualitas. Disamping itu juga
perlu dipertimbangkan adanya beberapa batasan, seperti spektrum frekwensi dan budget
untuk investasi. Prioritas untuk parameter-parameter perencanaan, datang dari kastamer.
Karena kenyataan bahwa perencanaan jaringan tidak dapat dioptimalkan untuk semua
parameter, maka prioritasnya perlu disepakati dengan kastamer dalam keseluruhan proses.

Kriteria perencanaan jaringan digunakan sebagai suatu input untuk dimensioning jaringan.
Input-input dasar untuk keperluan dimensioning tersebut antara lain adalah :

• Persyaratan coverage, level sinyal untuk outdoor, in-car dan indoor dengan
probabilitas coverage.
• Persyaratan kualitas, drop call rate, call blocking
• Spektrum frekwensi, jumlah kanal, termasuk informasi mengenai kemungkinan
diperlukannya guard band.
• Informasi pelanggan, jumlah pelanggan dan gambaran pertumbuhan.
• Trafik per user, harga jam sibuk.
• Layanan-layanan.

Dimensioning merupakan output dari perencanaan jaringan awal, yang kemudian


ditambahkan dalam tahapan perencanaan coverage dan parameter untuk menciptakan
perencanaan yang lebih detil. Perencanaan awal mencakup jumlah elemen jaringan yang
diperlukan untuk memenuhi persyaratan kualitas layanan yang diset oleh operator
(misalnya jumlah BTS dan transceiver). Perlu juga dicatat bahwa aktivitas dimensioning
diulang lagi ketika membuat suatu perluasan jaringan.

Hasil dari dimensioning mempunyai dua aspek : yaitu memberitahukan jumlah minimum
base station berdasarkan alasan coverage atau alasan kapasitas. Kedua aspek tersebut perlu
dianalisa terhadap target-target perencanaan aslinya. Juga penting untuk memahami
ramalan pertumbuhan pelanggan, serta layanan-layanan yang akan digelar.

5
Hasil dari dimensioning merupakan suatu persyaratan kapasitas rata-rata per tipe area,
seperti urban, suburban, dlsb. Untuk perencanaan kapasitas yang lebih detil, alokasi
kapasitas untuk individual cell dapat dilakukan dengan menggunakan planning tool yang
mempunyai peta digital dan informasi trafik. Hasil dimensioning juga merupakan suatu
input untuk perencanaan coverage, yang merupakan langkah lanjutan dalam proses
perencanaan jaringan.

Perencanaan konfigurasi jaringan radio juga menyediakan informasi untuk preplanning


jaringan transmisi. Topologinya dapat digambarkan berdasarkan konfigurasi awal dan
kriteria disain jaringan.

Suatu kasus bisnis LTE umumnya melibatkan pemenuhan persyaratan coverage untuk
customer, sekaligus pada saat yang sama dukungan layanan-layanan yang direncanakan dan
pemenuhan batas ambang kapasitas jaringan, serta identifikasi biaya CAPEX dan OPEX.
Disamping itu, sistem juga harus dirancang untuk memenuhi persyaratan regulasi yang
diperlukan.

2.2 Detailed Planning

Informasi yang dihimpun dari tahapan dimensioning, seperti : estimasi trafik/densitas dan
distribusi user, kedudukan base station eksisting, prediksi coverage dan target kapasitas,
diperlukan untuk menyajikan perencanaan detil yang efektif. Juga penting bahwa area yang
direncanakan, memiliki data propagasi yang aktual, dan juga informasi mengenai
persyaratan-persyaratan jaringan radio. Perencanaan detil dapat dikategorikan secara luas
melalui proses-proses berikut :

• Model Tuning – Proses ini diperlukan untuk memodifikasi model propagasi teoritis
sedemikian sehingga mendekati kondisi propagasi yang sebenarnya. Sebagian besar
model propagasi mempunyai beberapa parameter dalam suatu persamaan (equation)
yang memungkinkan sistem dikalibrasi dengan benar. Proses ini umumnya
dilakukan dalam suatu planning tool dengan mengimport pengukuran-pengukuran
CW (Carrier Wave). Perangkat lunak untuk perencanaan kemudian bisa melakukan
koreksi dan akan memodelkan kembali (re-model) bagaimana sinyal merambat dari
pengirim ke penerima.
• Site Selection – Dalam sistem radio seluler, isu pemilihan cell site merupakan
masalah yang umum/lazim. Proses ini melibatkan identifikasi cell site dari beberapa
kandidat cell site, sekaligus memenuhi kriteria yang disepakati, seperti : jumlah cell
site, KPI (key performance indicator) untuk coverage dan kapasitas.
• Capacity and Coverage Planning – Dalam LTE, seperti halnya UMTS, proses
perencanaan kapasitas dan coverage saling berhubungan. Tujuan utama dari

6
perencanaan kapasitas LTE adalah untuk mendukung persyaratan atau kebutuhan
trafik pelanggan, sekaligus pada saat yang sama mencapai blocking dan delay yang
rendah di dalam jaringan. Sebaliknya, tujuan dari perencanaan coverage LTE adalah
untuk memastikan ketersediaan (availability) jaringan dan layanan-layanannya di
dalam area yang diinginkan.
• Configuration Planning – Tujuan keseluruhan dari proses perencanaan
konfigurasi adalah memungkinkan planning tool atau perencana jaringan untuk
mengidentifikasi konfigurasi E-UTRAN (Evolved-Universal Terrestrial Radio Access
Network) dengan sukses. Ini juga melibatkan identifikasi konfigurasi sel yang benar,
eNB dan seperangkat fitur-fitur yang memungkinkannya.
• Parameter Planning – Dalam proses ini, berbagai parameter sistem perlu
diidentifikasi dan dikonfigurasi. Hal ini memungkinkan planning tool atau perencana
jaringan untuk mengidentifikasi beban maksimum untuk sel, dan juga berbagai batas
ambang (threshold) lainnya.

2.3 Verification & Acceptance

Setelah tahapan perencanaan diselesaikan, tujuan dari tahap optimisasi prelaunch adalah
untuk memastikan pelaksanaan operasi jaringan yang optimal. Optimisasi prelaunch adalah
optimisasi tingkat tinggi, tetapi tidak sampai pada hal-hal detil. Optimisasi jaringan akan
berlanjut setelah launching komersial dan akan masuk ke dalam tingkat yang lebih detil.
Pada titik tersebut, tingkat detil akan lebih mudah dicapai karena adanya pertumbuhan
trafik.

Persyaratan kualitas layanan untuk jaringan seluler, yaitu coverage, kapasitas dan kualitas,
merupakan basis untuk dimensioning. Target-target ditetapkan dengan Key performance
Indicator (KPI), yang harus dipenuhi sebelum jaringan diuji-terimakan. Drive testing
digunakan sebagai metode pengetesan untuk tujuan pemeriksaan fungsionalitas jaringan.
Selama pemeriksaan, fungsionalitas dari layanan-layanan yang berbeda harus disepakati
dengan operator untuk dites.

7
Tabel 1. Contoh ambang batas level coverage

2.4 Optimization

Setelah jaringan diluncurkan, aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan dan optimisasi
tidak serta merta berhenti, karena optimisasi jaringan merupakan proses yang kontinyu.
Untuk proses optimisasi tersebut, input yang diperlukan adalah semua informasi yang
tersedia mengenai jaringan dan statusnya. Gambaran statistik jaringan, alarm dan trafik
dimonitor secara hati-hati. Komplain dari kastamer juga bisa menjadi sumber input bagi
tim optimisasi jaringan. Proses optimisasi mencakup pengukuran level jaringan dan juga
pengukuran di lapangan (field test measurement), untuk menganalisa lokasi-lokasi yang
bermasalah, dan juga untuk mengindikasikan problem-problem yang potensial.

Optimisasi barangkali merupakan tahapan yang paling penting ketika merencanakan suatu
jaringan LTE. Sejumlah area berbeda yang bisa dioptimasi, yaitu :

• Capacity
• Coverage
• Configuration and Parameters
• Interference

3. Soft Frequency Reuse

Untuk mencapai performansi dan mobilitas yang efektif, perlu dilakukan perencanaan radio
yang hati-hati. Mengingat LTE sangat fleksibel, dimana LTE dapat digelar dalam berbagai
band frekwensi dengan menggunakan suatu gabungan bandwidth kanal, keputusan
perencanaan yang sesungguhnya, didasarkan pada berbagai faktor. Beberapa dari faktor-
faktor tersebut diilustrasikan dalam gambar berikut :

8
Gambar 2. Faktor-faktor yang mendasari perencanaan radio

3.1 Cell Planning

Penggelaran tipikal akan didasarkan pada suatu cell site tiga sektor. Ini jelas, karena historis
metode perencanaan frekwensi, implementasi vendor, dan juga kenyataan bahwa
pengalokasian LTE PCI (Physical Cell Identifier) mencakup Cell ID(1) (Cell Identity Group
Number) dan CellID(2) (Cell Identity Number), yang terakhir dikodekan sebagai 0, 1 atau 2
untuk merefleksikan satu dari tiga sektor. Juga terdapat berbagai skenario ketika suatu cell
site dua sektor atau suatu cell site omni directional akan diimplementasikan.

3.2 Frequency Reuse Schemes

Disamping frequency reuse standar, perencanaan radio LTE dapat juga menerapkan SFR
(Soft Frequency Reuse). Untuk menjelaskan konsep SFR, pertama-tama perlu dijelaskan
terlebih dahulu skema FFR (Fractional Frequency Reuse) dan PFR (Partial Frequency
Reuse). Dalam LTE, didefinisikan OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple
Access) dan SC-FDMA (Single Carrier-Frequency Division Multiple Access). Kedua skema
modulasi ini menggunakan subcarrier 15 kHz yang kemudian dikelompokkan kedalam PRB
(Physical Resource Block), yang masing-masing terdiri dari 12 subcarrier, sehingga satu
PRB sama dengan 180 kHz. Konsep ini diilustrasikan dalam gambar berikut :

Gambar 3. Konsep PRB (Physical Resource Block) dalam LTE

Gambar 3. Konsep Physical Resource Block dalam LTE

9
Terdapat berbagai macam pilihan bagaimana PRB-PRB ini dapat dialokasikan dan juga
diimplementasikan untuk FFR, PFR dan SFR. Skema FFR dan PFR, keduanya didasarkan
pada pengalokasian sejumlah PRB dalam suatu sektor. Isu utama dalam skema ini adalah
bahwa skema ini membatasi throughput maksimum yang disediakan untuk user, karena
skema ini tidak bisa mengalokasikan bandwidth penuh.

Sebagai pembanding, konsep Soft Frequency Reuse memungkinkan sistem untuk


mamaksimalkan kapasitas jaringan, karena dalam konsep ini tiap sektor dapat
menggunakan bandwidth penuh.

Gambar 4. Konsep FFR dan SFR

Gambar 4. Konsep FFR dan SFR dalam LTE

Untuk melakukan ini, SFR mengatur daya yang dialokasikan untuk PRB tertentu, agar bisa
memitigasi ICI (Inter Cell Interference). SFR juga memungkinkan eNB untuk
mengalokasikan bandwidth penuh (seluruh PRB pada daya yang lebih rendah) kepada user
yang dekat dengan sel, sehingga bisa mencapai data rate yang lebih tinggi.

Disamping itu, sistem LTE mencakup teknik ICIC (Inter-Cell Interference Coordination)
yang memungkinkan eNB (evolved Node B), melalui interface X2 (eNB to eNB), untuk
menyalurkan kelebihan beban (overload) dan informasi interferensi tinggi. Selanjutnya ini
dapat digunakan oleh eNB untuk mengatur secara dinamis jumlah dan daya dari PRB-PRB
yang dialokasikan dalam suatu sel. Hal ini merupakan kekhususan implementasi.

10
Gambar 5. Konsep ICIC (Inter-Cell Interference Coordination)

4. Kesimpulan

Jaringan radio merupakan bagian dari jaringan yang mencakup base station (BTS) dan
mobile station (MS), serta interface diantara keduanya. Jaringan radio juga merupakan
bagian dari jaringan yang dianggap sangat penting, karena secara langsung dihubungkan ke
mobile user. Base station yang mempunyai koneksi radio langsung dengan mobile user,
harus mampu memelihara dan mempertahankan komunikasinya dengan mobile user dalam
suatu coverage area tertentu, serta memelihara standar kualitas yang ditetapkan. Jaringan
radio juga harus mampu menawarkan kapasitas dan coverage yang memadai.

Perencanaan jaringan radio LTE memerlukan suatu pendekatan yang sangat berbeda dari
apa yang diperlukan pada teknologi seluler legacy, bahkan berbeda dari apa yang
diaplikasikan dalam jaringan CDMA modern. Perencana jaringan harus memahami
implikasi-implikasi untuk penggunaan frekwensi yang fleksibel, penggunaan MIMO dan
mengapresiasi efek-efek dari trafik media campuran pada radio link. Perencana jaringan
LTE juga harus mampu menginterpretasikan simulasi data dari LTE planning tool secara
lebih komprehensif, dan menguasai parameter-parameter konfigurasi untuk sel-sel LTE.
Proses perencanaan jaringan radio itu sendiri bukan merupakan standar. Meskipun
beberapa tahapan bersifat umum, tetapi proses perencanaan ditentukan oleh tipe proyek,
kriteria yang ditetapkan dan juga target-target yang diinginkan. Proses perencanaan
jaringan harus diaplikasikan case by case.

11
12
Referensi

[1] Advanced Cellular Network Planning & Optimization, Ajay R. Mishra, John Wiley &
Sons, Ltd. Copyright 2007.

[2] LTE Planning Principles, mpirical, August 2009.

[3] Radio Interface System Planning for GSM/GPRS/UMTS, Jukka Lempiainen, Kluwer
Academic Publisher, 2002

13

You might also like