Professional Documents
Culture Documents
Kejang Demam
Oleh:
Jordanio Atmaja Bhaktinegara
Residen Pembimbing :
Dr. Novi
Supervisor Pembimbing:
dr. Irene , Sp.A
1
2
DAFTAR ISI
Cover.....................................................................................................................1
Daftar isi................................................................................................................2
Daftar Gambar...................................................................................................4
Daftar Tabel..........................................................................................................4
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................6
1.3 Tujuan.......................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................55
4
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari referat ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi Kejang Demam.
2. Untuk mengetahui etiologi Kejang Demam.
3. Untuk mengetahui epidemiologi Kejang Demam.
4. Untuk mengetahui perjalanan penyakit Kejang Demam
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Kejang Demam.
6. Untuk mengetahui cara mendiagnosis Kejang Demam.
7. Untuk mengetahui tatalaksana dan cara pencegahan Kejang Demam.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam adalah kejang yang dihubungkan dengan suatu penyakit
yang dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9C - 40C). Kejam demam
berlangsung kurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada anak-anak
tanpa kecacatan neurologik. Jenis kejang ini memberi dampak 3% sampai 5%
pada anak dan biasanya terjadi setelah usia 6 bulan dan sebelum usia 3 tahun.
Kejang demam tidak lazim terjadi pada anak setelah usia 5 tahun (Muscary,
2005).
Kejang demam dapat menandakan penyakit infeksi akut serius yang
mendasari seperti sepsis atau meningitis bakteria sehingga setiap anak harus
diperiksa secara cermat dan secara tepat diamati penyebab demam yang
menyertainya. Kejang demam terjadi tergantung oleh umur dan jarang sebelum
umur 9 bulan dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah 14 18
bulan, dan insiden mendekati 3 4 % anak kecil (Behrman, 2000).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >38 derajat celcius). Kejang demam dapat terjadi karena
proses intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2 4%
populasi anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Paling sering pada anak
usia 17-23 bulan (Amin & Hardi, 2013).
Kejang demam adalah kejang umum yamg memiliki pencetus dan terjadi
pada penyakit demam akut pada anak yang sehat (Schwartz, 2004).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau
anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Hal ini dapat terjadi
pada 2-5% populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan
5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia kurang lebih
3 tahun (Nurul Itqiyah, 2008).
8
2.2 Etiologi
Menurut Lumbantobing (2001), faktor yang berperan dalam menyebabkan
kejang demam :
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap
otak).
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui
atau ensefalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Menurut Amin dan Hardhi (2013) penyebab kejang demam dibedakan menjadi
intrakranial dan ekstrakranial.
9
Intrakranial meliputi:
- Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau
ventrikuler
- Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis
- Congenital: disgesenis, kelainan serebri
Ekstrakranial meliputi:
- Gangguan metabolic: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
- Toksik: intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat
- Congenital: gangguan metabolism asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin
Beberapa faktor resiko berulangnya kejang yaitu:
- Riwayat kejang dalam keluarga
- Usia kurang dari 18 bulan
- Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang
demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang.
- Lamanya demam sebelum kejang. Semakin pendek jarak mulainya
demam dengan kejang, maka semakin besar risiki kejang demam
berulang.
provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P ovale pernah
ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Pada tahun 2010 di Pulau
Kalimantan dilaporkan adanya P. knowlesi yang dapat menginfeksi manusia
dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan primata/monyet dan sampai saat
ini masih terus diteliti3
2.3.1 Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk Anopheles betina.
2.3.1.1. Siklus Pada Manusia.
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran
darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke
dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon
hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus
ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2
minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang
disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh
menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah3.
Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium
tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang
terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah
merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Pada P. falciparum setelah 2-3
siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina) 3.
Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini terkait
dengan waktu dan jenis pengobatan untuk eradikasi. Siklus P. knowlesi pada
manusia masih dalam penelitian. Reservoar utama Plasmodium ini adalah kera
ekor panjang (Macaca sp). Kera ekor panjang ini banyak ditemukan di hutan-
hutan Asia termasuk Indonesia. Pengetahuan mengenai siklus parasit tersebut
11
Daur dalam
nyamuk pada 10 hari 8-9 hari 12-14 hari 26-28 hari
27oC
Tabel 2. Sifat dan diagnostik empat spesies Plasmodium pada manusia7
2.4 Transmisi
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan bukan
alamiah
1. Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang
infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap
bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan
berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat,
maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain3.
2. Penularan yang tidak alamiah
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria.
Disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada
penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya4. Malaria kongenital
dibagi menjadi 2, yaitu :
True Congenital Malaria (acquired during pregnancy)
Pada malaria kongenital ini sudah terjadi kerusakan plasenta sebelum
bayi dilahirkan. Parasit malaria ditemukan pada darah perifer bayi dalam
48 jam setelah lahir dan gejalanya ditemukan pada saat lahir atau 1-2 hari
setelah lahir.
False Congenital Malaria (acquired during labor)
Malaria kongenital ini paling banyak dilaporkan dan terjadi karena
pelepasan plasenta diikuti transmisi parasit malaria ke janin. Gejala-
gejalanya muncul 3-5 minggu setelah bayi lahir.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik.
Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang
menggunakan jarum suntik yang tidak steril4.
c. Secara oral (melalui mulut)
15
2.5 Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Malaria
dapat dijumpai di bagian Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan
Selatan, Afrika Sub-sahara, Timur tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina, dan
pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia
berkisar antara 160-400 juta kasus4.
16
2010). Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama tahun 2000-
2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000
penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009
dan 1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai
1,3%4.
Walaupun telah terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API) secara
nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi
dibandingkan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria
yang rendah sering terjadi kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai akibat adanya
kasus impor. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah
388 kasus4.
Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010
adalah 0,6% dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah
Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan
Aceh. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di
Papua Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%)4.
Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama
kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991
untuk P. vivax di Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan
makin meluas di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya
resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di
Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit
malaria4.
18
2.6 Patogenesis
1. Demam
Akibat ruptur eritrosit merozoit dilepas ke sirkulasi
19
2.7 Patofisiologi
2.7.1 Patofisiologi Pada Neonatus
Gejala malaria timbul saat eritrosit yang mengandung parasit pecah.
Gejala yang sering timbul adalah demam yang disebabkan oleh pirogen endogen
yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang
22
kelainan genetik tertentu dari eritrosit, thalassemia, defisiensi enzim C6PD dan
defisiensi piruvat kinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan resistensi
membrane eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat pertumbuhan
parasit4.
Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan
infeksi ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran
klinis infeksi ataupun dapat menyebabkan asimtomatik periode panjang. Pada
individu dengan malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poliklonal, yang
merupakan suatu antibody spesifik yang diproduksi untuk melengkapi beberapa
aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak
lengkap dan hanya bersifat sementara apabila tanpa disertai infeksi ulangan4.
2.7.2 Patofisiologi Pada Ibu Hamil
Patofisiologi malaria dalam kehamilan sangat dipengaruhi oleh perubahan
sistem imunologis oleh adanya organ baru yaitu plasenta. Terjadi penurunan
sistem imunitas didapat yang drastis selama kehamilan, terutama pada
nulipara. (Efek imunitas antimalaria ditransfer kepada janin) 15
Pada wanita hamil memiliki risiko terserang malaria falciparum lebih
sering dan lebih berat dibandingkan wanita tidak hamil. Konsentrasi eritrosit yang
terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta sehingga diduga respon imun
terhadap parasit di bagian tersebut mengalami supresi. Hal tersebut
berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral maupun seluler selama
kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai "benda asing" di
dalam tubuh ibu. Supresi sistim imun selama kehamilan berhubungan dengan
keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progesteron yang meningkat selama
kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen.
Selain itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon
imun.17
Sitokin yang diduga banyak berperan pada mekanisme patologi dari
malaria adalah TNF (tumor necrosis factor). TNF- menginduksi terjadinya
perubahan pada netrofil yaitu pelepasan enzim lisosomal, ekspresi reseptor
permukaan seperti reseptor Fc dan integrin, adhesi dan migrasi kemotaktik.
Selanjutnya terjadi peningkatan daya adheren sel netrofil terhadap berbagai
substrat dan sel sehingga daya bunuh netrofil terhadap parasit meningkat. Selain
itu TNF- juga memacu pembentukan sitokin lain seperti Il-1, IL-6, IL-12, IFN-dan
24
inkubasi, pada orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi menjadi tiga
stadium yaitu stadium dingin, stadium demam, dan stadium berkeringat4,18.
Stadium dingin diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat
dingin. Nadi cepat tetapi lemah, bibir, dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering
dan pucat, pasien mungkin muntah pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. Setelah melalui fase dingin,
dilanjutkan dengan stadium demam. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat
panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan muntah, nadi
menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu tubuh
meningkat sampai 41 derajat celcius atau lebih. Stadium demam berlangsung
antara 2-12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel
darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran
darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, skizon dari tiap generasi
menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga
terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae,
demam terjadi 72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana.
Pada Plasmodium falciparum, setiap 24-48 jam4.
Pada stadium berkeringat, suhu badan pasien menurun dengan cepat
kadang-kadang sampai di bawah normal. Gejala tersebut tidak sama antar tiap
pasien, tergantung pada spesies parasit, berat infeksi, dan usia pasien. Gejala
klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh
kecenderungan parasit untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tertentu
seperti otak, hati, dan, ginjal, sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh
darah organ-organ tesebut. Gejalanya mungkin berupa koma, kejang, dan
sampai gangguan fungsi ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh malaria
jenis ini. Black water fever yang merupakan komplikasi berat, adalah munculnya
hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua atau
hitam. Gejala lain black water fever adalah icterus dan muntah berwarna seperti
empedu. Black water fever biasanya dijumpai pada infeksi Plasmodium
falciparum berulang dengan infeksi yang cukup berat.4,18
Di daerah yang tinggi endemisitasnya (hiper atau holoendemik), pada
orang dewasa seringkali tidak dijumpai gejala klinis walaupun darahnya
mengandung parasit malaria. Hal ini disebabkan imunitas yang telah timbul pada
merka karena infeksi berulang. Limpa biasanya membesar pada serangan
26
pertama yang berat atau setelah beberapa serangan dalam periode yang cukup
lama. Dengan pengobatan baik, limpa secara berangsur-angsur mengecil
kembali4.
2.8.1.4 Komplikasi
Anemia
Pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak dianjurkan,
kecuali disebabkan oleh defisiensi besi. Jangan beri zat besi pada anak dengan
gizi buruk fase akut5.
Tindak Lanjut Malaria Berat
Minta ibu untuk kunjungan ulang jika demam menetap setelah obat
diminum berturut-turut dalam 3 hari atau lebih awal jika kondisi memburuk. Jika
hal ini terjadi: periksa apakah anak memang minum obatnya dan ulangi hapusan
darah. Jika obat tidak diminum, ulangi pengobatan. Jika obat telah diberikan
namun hasil hapusan darah masih positif, berikan obat anti-malaria lini kedua.
Lakukan penilaian ulang pada anak untuk mengetahui dengan jelas
kemungkinan lain penyebab demam. Jika demam timbul setelah pemberian obat
anti malaria lini kedua (kina dan doksisiklin untuk usia > 8 tahun), minta ibu untuk
kunjungan ulang untuk menilai kembali penyebab demam5.
38
Pemeriksaan Laboratorium21
Anemia berat (hematocrit <15%; hemoglobin <5g/dl)
Hipoglikemia (glukosa darah <2,5mmol/liter atau 45 mg/dl)
Pada anak yang mengalami penurunan kesadaran dan/ atau kejang,
lakukan pemeriksaan glukosa darah. Selain itu, pada semua anak yang dicurigai
malaria berat, lakukan pemeriksaan:
Tetes tebal dan hapusan darah tipis untuk identifikasi spesies
Hematokrit5
Bila dicurigai malaria serebral (misalnya pada anak yang mengalami
koma tanpa sebab yang jelas) dan bila tidak ada kontraindikasi, lakukan pungsi
lumbal untuk menyingkirkan meningitis bakteri. Jika meningitis bakteri tidak dapat
disingkirkan, maka berikan pula pengobatan meningitis bakteri. Jika hasil temuan
klinis dicurigai malaria berat dan hasil hapusan darah negatif, ulangi hapusan
darah5.
2.8.2.2 Tatalaksana
Tindakan gawat-darurat harus dilakukan dalam satu jam pertama:
Bila terdapat hipoglikemia atasi sesuai tatalaksana hipoglikemia
Atasi kejang sesuai tatalaksana kejang
Perbaiki gangguan sirkulasi darah
Jika anak tidak sadar, pasang pipa nasogastric, dan hisap isi lambung
secara teratur untuk mencegah resiko pneumonia aspirasi
Atasi anemia berat
Mulai pengobatan dengan obat antimalarial yang efektif 5
Jika konfirmasi hapusan darah untuk malaria membutuhkan waktu lebih dari
satu jam, mulai berikan pengobatan anti malaria sebelum diagnosis dapat
dipastikan atau sementara gunakan RDT.
Artesunat intravena. Berikan 2,4 mg/kgBB intravena atau intramuscular,
yang diikuti dengan 2,4 mg/kgBB IV atau IM setelah 12 jam, selanjutnya
setiap hari 2,4 mg/kgBB/hari selama minimum 3 hari sampai anak bisa
minum obat anti malaria per oral. Bila artesunat tidak tesedia bisa
diberikan alternative pengobatan dengan:
40
2.8.2.4 Komplikasi
Malaria Serebral
malaria serebral (malaria otak) adalah malaria dengan penurunan kesadaran.
Penilaian derajat kesadaran pada anak-anak dilakukan berdasarkan Blantyre
42
Coma Scale 3, atau koma lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang
tidak disebabkan oleh penyakit lain. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.
Acidemia/acidosis dengan pH darah <7,25 atau plasma bikarbonat <15
mmol/liter. Komplikasi lain ditandai dengan anemia berat dengan Hb <5 g/dl atau
hematokrit <15% pada keadaan parasit >10.000/l.21
Nilailah derjat kesadaran sesuai dengan AVPU atau PGCS
Berikan perawatan seksama dan beri perhatian khusus pada jalan napas,
mata, mukosa, kulit, dan kebutuhan cairan
Singkirkan penyebab lain koma yang dapat diobati (misalnya
hipoglikemia, meningitis bakteri).
Kejang umumnya terjadi sebelum dan sesudah koma, jika timbul kejang
berikan antikonvulsan
Bila terdapat syok segera lakukan tatalaksana syok
Bila dicurigai adanya sepsis, berikan antibiotik yang sesuai5.
Anemia Berat
Anemia berat ditandai dengan kepucatan yang sangat pada telapak
tangan, sering diikuti dengan denyut nadi cepat, kesulitan bernapas,
kebingungan, atau gelisah. Tanda gagal jantung seperti irama derap,
pembesaran hati, dan terkadang edema paru bisa ditemukan21
Berikan transfusi darah segera mungkin kepada:
- Semua anak dengan hematocrit <15% atau Hb <5g/dl
- Anak yang anemianya tidak berat (hematocrit >15% ; Hb >5 g/dl
dengan tanda seperti dehidrasi, syok, penurunan kesadaran,
pernapasan kusmaull, gagal jantung ,dan parasitemia yang sangat
tinggi (> 10% sel darah merah)
Berikan PRC (10mg/kgBB), jika tersedia, selama 3-4 jam. Jika tidak
tersedia, berikan darah utuh segar 20ml/kgBB selama 3-4 jam.
Periksa frekuensi napas dan denyut nadi setiap 15 menit. Jika salah
satunya mengalami kenaikan, berikan transfusi dengan lebih lambat. Jika
ada bukti kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemide
intravena (1-2 mg/kgBB) hingga jumlah maksimal 20 mg/kgBB.
Setelah transfusi, jika Hb tetap rendah, ulangi transfusi
43
Tindakan
1) Berikan cairan rehidrasi
2) Monitor CVP
3) Apabila Hb <5 g% atau Ht <15 %, berikan transfusi darah
4) Periksa kadar G6PD
5) Apabila ditemukan defisiensi G6PD, hentikan pemberian primakuin, kina, SP.
Dianjurkan pemberian anti malaria golongan artemisinin.
6) Apabila berkembang menjadi Gagal ginjal akut, rujuk ke RS dengan fasilitas
hemodialisis3.
Algid Malaria
Malaria Algid merupakan komplikasi dari Malaria akibat Plasmodium
Falciparum. Pada malaria algid menyababkan terjadinya kegagalan sirkulasi
perifer, penderita mengalami kolaps dengan gejala diare berat,tekanan darah
rendah, badan lemas, kulit lembab dan dingin. Pada malaria tipe algid gastrik
menjadi kolaps dan berak darah tipe disenterik.
Distress Pernapasan (Asidosis)
Distres pernapasan ditandai dengan pernapasan yang cepat dan dalam
(kusmaull) kadang disertai dengan tarikan dinding dada bagian bawah. Hal ini
disebabkan oleh kondisi asidosis metabolic dan sering terjadi pada pasien
malaria serebral atau anemia berat. Atasi penyebab reversible asidosis, terutama
dehidrasi dan anemia5.
2.8.2.5 Pemantauan
Anak dengan kondisi ini harus berada dalam observasi ketat
Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran,
kejang, atau perubahan perilaku anak
Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6
jam, selama setidaknya dalam 48 jam pertama
Pantau kadar gula darah setiap 3 jam hingga anak sadar sepenuhnya
Periksa tetesan infus secara rutin
Catat semua cairan masuk (termasuk cairan intravena) dan cairan
keluar5.
45
kelahiran prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria
berat di daerah ini memiliki risiko fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak
hamil yang menderita malaria berat di daerah yang sama.17
2.8.3.1 Diagnosis
Diagnosis pasti infeksi malaria dapat dilakukan baik dengan pemeriksaan
mikroskopik (saat ini merupakan standar baku emas) maupun dengan rapid
diagnostic test yang dapat mendeteksi antigen spesifik parasit. Pengalaman dan
alat yang mencukupi akan dapat mendeteksi 15 parasit/uL. Namun selama
kehamilan densitas parasit rendah dan parasit berkumpul di plasenta, yang
berbahaya baik terhadap ibu dan janin, oleh sebab itu sensitifitas mikroskopik
berkurang pada kasus seperti ini. Kurangnya sensitifitas mikroskopik merupakan
kendala dalam mendeteksi dan menilai efektifitas terapi malaria pada wanita
hamil. Rapid diagnostik test Akhir-akhir ini banyak digunakan. Uji ini praktis
namun pada kehamilan kurang sensitif. PCR digunakan hanya pada kasus yang
selektif, digunakan jika diagnosis film darah tidak cukup kuat. PCR juga
digunakan untuk kepentingan penelitian. Pemeriksaan ini lebih akurat dari
mikroskopi namun sangat mahal dan memerlukan seorang ahli. Metoda
diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II dari parasit dengan metode
Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji imunoserologis yang lain seperti
Tera Radio Immunologic (RIA) dan Tera Immuno enzimatik (ELISA).17
Di daerah yang intensitas penularannya stabil tidak ditemukannya
plasmodium pada darah perifer dalam sekali pemeriksaan tidak langsung
mengkesampingkan adanya infeksi. Parasitemia dapat berfluktuasi dan tetap
berada dibawah kadar deteksi (total biomass kira-kira 108 parasit) oleh imunitas
tubuh dimana P,falciparum berkumpul di plasenta. Pemeriksaan skrining darah
yang lebih dini dan sering pada wanita hamil akan bermanfaat untuk mendeteksi
malaria dan terapi malaria secara dini. Deteksi dini dan terapi menunjukkan
adanya penurunan kasus malaria plasenta, sehingga merupakan langkah kunci
dalam menurunkan pengaruh yang berbahaya terhadap ibu dan janin.17
2.8.3.2 Pencegahan
Kemoprofilaksis Malaria dalam Kehamilan
WHO merekomendasikan agar memberikan suatu dosis pengobatan
(dosis terapeutik) anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah endemik
malaria pada kunjungan ANC yang pertama, kemudian diikuti kemoprofilaksis
47
Pada semua ibu hamil dengan malaria, maka pada kunjungan ANC yang
pertama, diberikan pengobatan dosis terapeutik anti malaria.
Klorokuin + Kina (pada trimester I)
Artesunat + Amodiakuin (pada trimester II)
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama
7(tujuh) hari.
Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg
basa/kgbb.
Loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau
NaCI 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutny selama 4 jam ke-dua
hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina
dengan dosis maintenance 10 mg/kgbb dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau
NaCI selama 4 jam Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose
5% atau NaCl 0,9% Setelah itu diberikan lagi dosis maintenance seperti diatas
sampai penderita dapat minum kina per-oral. Bila sudah sadar / dapat minum
obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10
mg/kgbb/kali, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak
pemberian kina perinfus yang pertama).
49
2.8.3.4 Komplikasi
1. Kematian janin dalam kandungan
Kematian janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat,
penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi
ataupun akibat infeksi transplasental.
2. Abortus
Abortus pada usia kehamilan trimester I lebih sering terjadi karena
demam tinggi sedangkan abortus pada usia trimester II disebabkan oleh anemia
berat.
3. Persalinan prematur
Umumnya terjadi sewaktu atau tidak lama setelah serangan malaria.
Beberapa hal yang menyebabkan persalinan prematur adalah febris, dehidrasi,
asidosis atau infeksi plasenta
4. Berat badan lahir rendah
50
2.9 Prognosis
Prognosis malaria yang disebabkan P. vivax umumnya baik, tidak
menyebabkan kematian walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps,
sedangkan P.malariae dapat berlangsung sangat lama dengan kecenderungan
51
2.10 Pencegahan
1. Pemakaian obat anti malaria
Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerah endemic
malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar
dari daerah endemic malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria
a. Klorokuin basa 5mg/kgBB (8,3 mg garam), maksimal 300 mg basa
sekali seminggu atau
52
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari referat ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium bentuk aseksual yang hidup dan berkembang biak dalam
sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif.
2. Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif.
3. Siklus hidup Plasmodium berlangsung pada manusia dan nyamuk. Di
dalam tubuh manusia yang merupakan hospes perantara, terjadi
siklus hidup aseksual yang terdiri dari empat tahapan yaitu tahap
skizogoni, tahap skizogoni eksoeritositik, tahap skizogoni eritrositik
dan tahap gametogoni.
4. Gejala klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya
transmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh
jenis Plasmodium, daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap
pengobatan), umur penderita, keadaan kesehatan dan nutrisi.
5. Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
laboratorium (mikroskopik, tes diagnostik cepat) dan tanpa
pemeriksaan laboratorium.
6. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai
malaria berat yang menurut WHO (2000), didefenisikan sebagai
infeksi Plasmodium falciparum dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut antara lain : malaria serebral (malaria otak) adalah
malaria dengan penurunan kesadaran.
7. Tujuan pengobatan malaria secara umum adalah untuk mengurangi
angka kesakitan, mencegah kematian, menyembuhkan penderita dan
mengurangi kerugian akibat sakit.
54
DAFTAR PUSTAKA