Professional Documents
Culture Documents
oleh :
Wiska Habiburohman E 12711142
Singgih Priyambodo 12711013
A.M. Farid Santoso 12711064
Ferry Hendra Surya 16712085
Pembimbing:
dr. Ratna Relawati, Sp.KF, M.Si, Med
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2017
FORM REFLEKSI KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Form Uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/
kasus yang diambil)
Pagi hari sebelum Ny. RK (korban) memeriksakan diri ke Rumah Sakit
Bhayangkara, korban telah mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
yang dilakukan oleh suaminya (pelaku). Korban mengatakan bahwa kejadian
kekerasan fisik dialaminya berawal dari korban meminta pelaku untuk pulang pada
pukul 05.30. Dikarenakan korban sedang hamil tua, korban meminta kepada pelaku
untuk sekaligus membelikan makanan karena korban belum makan sejak malam.
Pelaku segera pulang ke rumah namun marah kepada korban tanpa alasan yang jelas
lalu pelaku langsung pergi keluar rumah. Korban sempat mencurahkan
kemarahannya melalui media sosial. Pukul 06.30 pelaku pulang ke rumah korban
Pernikahan ini sudah berlangsung kurang lebih 1 tahun dan hamil ini
merupakan kehamilan yang pertama dengan usia kehamilan 8 bulan. KDRT ini
pertama kali dialami oleh Ny. RK saat hamil 4 bulan. Selama menikah Ny. RK
mengaku kurang lebih sudah 2 kali diperlakukan dengan sangat kasar oleh suaminya.
Pada saat KDRT yang pertama, korban ditampar di pipi dan dipukul di lengan kanan
korban. Namun, Ny. RK tidak pernah melaporkan atau menceritakan perlakuan
suaminya tersebut.
Ny. RK pada hari Selasa, 9 Mei 2017 Ny. RK melaporkan peristiwa tersebut
kepada pihak Kepolisian Resort Kota Semarang lalu pergi ke RS Bhayangkara
Semarang untuk melakukan visum. Ny. RK diduga telah menjadi korban kekerasan
fisik dalam lingkup rumah tangga yang diduga dilakukan oleh suaminya yang
bernama Tn. DP dengan cara Ny. RK ditonjok dan dicengkeram dengan
menggunakan tangan kosong.
Hasil Pemeriksaan
a. Keadaan Umum
- Tingkat kesadaran : Sadar penuh
- Denyut nadi : 88 x/menit
- Pernapasan : 19 x/menit
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Suhu badan : 36,5 oC
b. Kelainan-kelainan Fisik
Deskripsi Luka
Wajah: tidak ada tanda-tanda kekerasan
Leher: tidak ada tanda-tanda kekerasan
Dada: Terdapat sebuah luka memar pada dada sebelah kiri, bentuk tidak
a. Aspek Medikolegal
Aspek Hukum Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut teori politik hukum, hadirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
merupakan salah satu bentuk kebijakan (policy) pemerintah sebagai legislasi nasional
dalam rangka menghapus kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini terjadi dan
juga sebagai payung hukum bagi saksi sekaligus korban kekerasan dalam rumah
tangga untuk melindungi dirinya di dalam proses peradilan pidana dalam
persidangan.
Lahirnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Peraturan
Pemerintah No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan
Korban KDRT, Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional
Terhadap Perempuan, Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban, dan peraturan perundangan lainnya yang memberikan tugas dan
fungsi kepada lembaga-lembaga yang terkoordinasi memberikan perlindungan
Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undang-undang
Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT sebagai berikut:
Pasal 44
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau denda paling banyak Rp
15.000.000,00 (Lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban jatuh sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun
atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (Tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
Pasal 45
1. Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00
(Sembilan juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidanakan penjara paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (Tiga juta rupiah).
Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (Tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan
hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahunatau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
atau paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).
Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana
tambahan berupa :
a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu
dari pelaku;
b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan
lembaga tertentu.
Pasal 39
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:
a. Tenaga kesehatan;
b. Pekerja sosial;
Pasal 40
(1) Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya
(2) Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan
dan merehabilitasi kesehatan korban.
Pasal 42
Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan
pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama.
Pasal 10
Korban berhak mendapatkan :
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Pelayanan bimbingan rohani
Pasal 15
Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya
untuk :
a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. Memberikan perlindungan kepada korban;
c. Memberikan pertolongan darurat; dan
d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
b. Aspek Forensik
Visum et Repertum sangat penting sekali dalam pembuktian tindak pidana
kekerasan dalam rumah tangga karena dengan adanya visum tersebut maka perbuatan
yang dilakukan oleh terdakwa dapat terbukti dan terdakwa dapat dihukum karena
perbuatannya tersebut. Biasanya korban yang mengalami kekerasan dalam rumah
tangga akan terlihat lebam atau pun luka di tubuhnya. Luka tersebut kemudian akan
diperiksa oleh pihak rumah sakit yang akan mengeluarkan visum nantinya. Pada
pemeriksaan kasus perlukaan atau korban yang mengalami kekerasan fisik, maka
dokter akan menentukan jenis luka yang ada pada tubuh korban, dan dari jenis luka
tersebut maka dokter kemudian dapat mengetahui jenis kekerasan yang menyebabkan
luka atau alat apa yang digunakan oleh pelaku. Setelah melakukan pemeriksaan
terhadap korban yang mengalami kekerasan fisik maka dalam rangka membuat
kesimpulan mengenai hasil visum tersebut dokter harus memperhatikan terlebih
dahulu kualifikasi luka yang ada.
( 34 : ) .
Artinya : Laki-laki (suami) itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz,
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha besar
: .....
[22] .
( 35 : )
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam [juru pendamai] dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal
Jika pemukulan dilakukan dengan sengaja dan bukan untuk mendidik maka
sanksi hukumnya menurut islam adalah kewajiban membayar diyat (100 ekor unta),
tergantung organ tubuh yang disakiti. Penyerang terhadap lidah dikenakan sanksi 100
ekor unta, 1 biji mata 1/2 diyat (50 ekor unta), satu kaki 1/2 diyat, luka yang sampai
selaput batok kepala 1/3 diyat, luka dalam 1/3 diyat, luka sampai ke tulang dan
mematahkannya 15 ekor unta, setiap jari kaki dan tangan 10 ekor unta, pada gigi 5
ekor unta, luka sampai ke tulang hingga kelihatan 5 ekor unta (Nidzam al-Uqubat,
Syaikh Dr. Abdurrahman al-Maliki).
Anonim, 2011. Laporan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga RSUP Sanglah.
Budiyanto, A., et al, 1997. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi 1. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 37-54
Dahlan, S., 2000. Thanatologi; Ilmu Kedokteran Forensik, Pedoman Bagi Dokter
dan Penegak Hukum; Cetakan Pertama; Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 67-76.
Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Prasetyo, T., 2010. Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana. Nusa Media, Bandung.
Wahid, A., Irfan, M., 1997 Op.cit, hal 30 Suparman Marzuki, Pelecehan Seksual.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Windu, M., 1992. Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johsn Galtung. Kanisius,
Yogyakarta.