You are on page 1of 15

LESI PRAKANKER PADA KULIT

Ariyani Sukma Putri, S.Ked


Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moh. Hoesin Palembang

PENDAHULUAN
Lesi prakanker merupakan suatu tumor yang memiliki kecenderungan kuat untuk
berkembang menjadi suatu keganasan.1 Lesi prakanker berasal dari keratinosit germinatif
epidermal dan struktur adneksa. Gambaran klinis lesi prakanker bervariasi, yaitu ditemukan
tanda keratosis, ulserasi, papul, dan nodul.2 Secara histopatologi ditemukan perubahan yang
menyimpang dari polarisasi sel normal, nuklear pleomorfisme, peningkatan mitosis,
gambaran abnormal, dan kelainan diferensiasi.2,3
Terdapat berbagai macam lesi prakanker antara lain keratosis aktinik, keratosis
arsenik, keratosis termal, keratosis hidrokarbon, keratosis akibat radiasi kronis, keratosis skar
kronis, bowenoid papulosis, epidermodisplasia verusiformis, penyakit Bowen atau karsinoma
sel skuamosa in situ, eritroplasia, leukoplakia dan eritroplakia.1 Meibodi, dkk melaporkan dari
209 pasien lesi prakanker di Rumah Sakit Imam Reza sejak tahun 1997 hingga tahun 2007,
didapatkan lesi prakanker kulit terbanyak adalah keratosis aktinik (68,4%), penyakit Bowen
(7,2%), cheilitis aktinik (6,7%), porokeratosis dan nevus displatik (3,3%), epidermodisplasia
verusiformis (2,4%), lentigo maligna (1,9%), dan leukoplakia (0,4%).4 Belum ada laporan
mengenai angka kejadian lesi prakanker di Indonesia.
Lesi prakanker kulit lebih banyak dijumpai pada laki-laki yang berusia lebih dari 50
tahun dan lebih sering terjadi pada individu yang bekerja di luar ruangan dan daerah terpapar
sinar matahari. Sekitar 18,7% lesi prakanker pada kulit berkembang menjadi karsinoma sel
skuamosa (KSS) dan karsinoma sel basal (KSB).4
Tujuan tinjauan pustaka ini adalah memberi gambaran mengenai etiologi,
epidemiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan lesi prakanker pada kulit. Mengetahui
lesi prakanker penting karena apabila dapat didiagnosis sejak dini serta diobati dengan
adekuat, diharapkan dapat memberikan hasil penyembuhan yang memuaskan.

1
LESI PRAKANKER PADA KULIT
KERATOSIS AKTINIK
Definisi
Keratosis aktinik merupakan kelainan kulit ditandai dengan lesi hiperkeratotik akibat
perubahan sel epidermis. Keratosis aktinik dianggap merupakan lesi prakanker yang dapat
berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa (KSS).1
Etiologi
Penyakit ini diduga berhubungan dengan faktor genetik dan paparan sinar ultraviolet
secara kronis. Adanya paparan sinar ultraviolet secara kronis menyebabkan displasia kulit dan
berhubungan dengan penimbunan keratin secara berlebihan.5
Epidemiologi
Berdasarkan American Academy of Dermatology Association (AAD) dan Society for
Investigative Dermatology (SID) pada tahun 2004 prevalensi keratosis aktinik di Amerika
mencapai 39,5 juta orang. Lesi prakanker ini lebih banyak dijumpai pada usia tua, laki-laki,
orang berkulit putih, rambut pirang, dan mata berwarna terang. Paparan radiasi sinar
ultraviolet lama, imunosupresi, riwayat keratosis aktinik atau kanker kulit lain, juga
mempengaruhi terjadinya keratosis aktinik.1

Patogenesis
Riwayat terpapar sinar ultraviolet secara kronis merupakan faktor kontribusi penting
dalam terjadinya keratosis aktinik dan selanjutnya dapat berubah menjadi KSS. Radiasi
ultraviolet terjadi dalam dua cara yaitu disebabkan mutasi pada DNA seluler yang jika tidak
diperbaiki dapat menyebabkan pertumbuhan tak terkendali dan terbentuk tumor serta
mengganggu homeostasis sel.1

Manifestasi Klinis
Delapan puluh persen keratosis aktinik ditemukan pada bagian tubuh yang sering
terpapar sinar ultraviolet, seperti wajah, leher, kulit kepala, dan ekstremitas. 8 Tanda dan gejala
yang sering muncul antara lain pruritus, rasa terbakar atau nyeri yang menyengat, perdarahan
dan terjadi pengerasan kulit. Lesi pada keratosis aktinik kadang disebut keratosis aktinik
eritem, umumnya muncul eritem ukuran 2-6 mm, datar, kasar, dan bersisik. Lesi ini lebih
mudah diraba dibandingkan dilihat. Keratosis aktinik dapat bervariasi ukurannya dan kadang
dapat mencapai ukuran sentimeter.

2
1A 1B
Gambar 1. Keratosis aktinik. A. Keratosis aktinik dan KSS invasif. B. Cutaneous horn: keratosis
aktinik hipertrofi.2
Pengobatan
Pengobatan pada keratosis aktinik diperlukan untuk mengurangi gejala, seperti nyeri
dan pruritus. Dalam memilih perawatan yang tepat, tidak ada pedoman atau algoritma karena
studi yang diterbitkan bervariasi. Modalitas untuk pengobatan keratosis aktinik dibagi
menjadi dua, yaitu lesion targeted therapy dan field therapy. Lesion targeted therapy seperti
liquid nitrogen cryotherapy, curettage with or without electrosurgery, dan shave excision.
Sedangkan field therapy yaitu 5-fluorouracil cream and solution, imiquimod cream, 3%
diclofenac gel, cryopeeling, demabrasion, medium-depth chemical peel, deep chemical peel,
laser resurfacing, dan photodynamic therapy.1

KERATOSIS ARSENIK
Definisi
Keratosis arsenik merupakan lesi prakanker berhubungan dengan arsenikisme kronis.
Lesi ini berpotensi menjadi KSS. Arsenik merupakan zat yang tidak berwarna, berasa,
maupun berbau. Keratosis arsenik berpotensi menyebabkan karakteristik sindrom akut dan
kronis pada orang yang terpapar.1

Etiologi
Etiologi penyakit ini berhubungan dengan toksisitas arsenik pada tubuh.1 Arsenik
terdapat pada senyawa organik maupun anorganik, seperti pada tiga potensial oksidatif
berikut, yaitu metaloid, trivalen, dan tetravalen. Arsenik trivalent yang paling umum dan
berbahaya bagi manusia. Karena arsenik dimetabolisme dan didetoksifikasi di hati melalui
metilasi, pada pasien yang memiliki penyakit hati mempunyai risiko lebih besar untuk
mengalami toksisitas arsenik.1
Epidemiologi
Lebih sering diderita pada individu dengan pekerjaan berisiko terpapar arsenik. Jenis
pekerjaan yang berisiko terpapar arsenik adalah pertambangan, pertanian dan industri.

Patogenesis
Mekanisme terjadinya keratosis dan keganasan karena arsenik tidak sepenuhnya
diketahui. Arsenik bereaksi dengan golongan sulfhydryl pada protein jaringan dan kemudian
3
mempengaruhi banyak enzim yang berbeda, untuk metabolisme seluler. Arsenik dapat
menyebabkan mutasi kromosom, kerusakan kromosom, dan mutasi p53.1
Manifestasi Klinis
Pada keratosis arsenik gambaran yang khas yaitu papul pinpoint yang lebih mudah
diraba dibandingkan dilihat. Papul berkembang menjadi ukuran 2-10 mm dan berwarna
kuning. Lesi ini paling banyak ditemukan di area yang sering mengalami trauma dan tekanan
berulang seperti telapak tangan dan telapak kaki. Arsenikisme kronis dihubungkan dengan
keratosis arsenik, Bowen disease, KSB, dan KSS dengan periode laten hingga 40 tahun.

2A 2B
Gambar 2. Keratosis arsenik. A. Keratosis arsenik di telapak tangan.
B. Keratosis arsenik di punggung.2
Pengobatan
Tidak ada standar khusus dalam pengobatan keratosis arsenik, walaupun pengobatan
lesi ini terkadang untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada pasien. Pilihan pengobatan yang
tersedia seperti eksisi bedah, bedah cryo, kuretase dengan atau tanpa bedah elektro, laser CO2,
dan kemoterapi topikal dengan 5-fluorourasil, meskipun terapi 5-fluorourasil kurang berhasil
mengobati keratosis arsenik dibanding keratosis aktinik.1
KERATOSIS TERMAL
Definisi
Keratosis termal merupakan lesi prakanker yang disebabkan oleh terpaparnya individu
dengan radiasi inframerah dalam waktu lama dan dapat berlanjut menjadi KSS.

Etiologi
Lesi keratosis termal disebabkan oleh paparan radiasi inframerah.

Epidemiologi
Insiden dan prevalensi keratosis termal tidak diketahui dengan pasti.

Patogenesis
Patogenesis terbentuknya lesi tidak sepenuhnya diketahui. Prekusor lesi, erythema ab
igne, merupakan prekusor lesi akibat paparan komputer dan bantalan pemanas listrik dalam
jangka waktu lama.

4
Manifestasi Klinis
Paparan radiasi inframerah lama dapat menimbulkan gambaran klinis lesi erythema ab
igne, berupa lesi merah hingga kecoklatan, terfiksir, tebal, meliputi area kulit yang terpapar
panas. Biopsi harus dilakukan pada papul atau plak hiperkeratotik dan patch. Risiko
terjadinya keratosis termal menjadi KSS tidak diketahui dengan pasti.1
Pengobatan
Terapi yang dapat dilakukan adalah bedah eksisi, kuretase dengan atau tanpa
elektrokauter, cryosurgery, dan terapi laser. Pasien dengan erythema ab igne harus
menghindari paparan panas, serta dilakukan follow up dan pemeriksaan fisik secara rutin
untuk mengidentifikasi tanda terjadinya termal keratosis atau KSS.1

KERATOSIS HIDROKARBON
Definisi
Keratosis hidrokarbon juga disebut keratosis pitch, keratosis tar, dan kutil tar.
Keratosis hidrokarbon merupakan lesi prakanker kulit yang terjadi pada individu yang
berisiko terpapar polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) saat bekerja.1

Etiologi
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon merupakan hasil pembakaran dan penyulingan tidak
sempurna dari batu bara dan gas alam yang ditemukan pada tar, bahan bakar minyak,
pelumas, dan aspal. Pekerjaan yang berisiko terpapar senyawa ini adalah pekerja di tempat
penyulingan.

Epidemiologi
Periode laten antara terpapar PAH dan berkembangnya keratosis hidrokarbon atau
KSS yaitu usia 25-45 tahun.

Patogenesis
Keratosis hidrokarbon dapat berubah menjadi KSS tetapi progresi dan risiko tidak
diketahui.

Manifestasi Klinis
Keratosis hidrokarbon timbul berupa papul kecil, bulat hingga oval, warna keabuan,
dan dapat membesar. Tempat predileksi lesi ini pada cuping hidung, bibir atas, lengan bawah,
punggung kaki, tungkai bawah dan genitalia.1

Pengobatan

5
Direkomendasikan untuk dilakukan biopsi dan pembedahan untuk mengangkat lesi
prakanker ini, terutama yang terdapat pada vulva, skrotum, dan permukaan mukosa, di mana
risiko metastasis awal dari KSS lebih besar.

KERATOSIS RADIASI KRONIS


Definisi
Keratosis radiasi kronis merupakan lesi prakanker yang timbul setelah bertahun-tahun
terpapar radiasi ion. Sumber radiasi ion yaitu sinar X dan Sinar Grenz.

Etiologi dan Epidemiologi


Penyebab terjadinya lesi ini yaitu paparan radiasi ion selama bertahun-tahun. Individu
yang berisiko menderita penyakit ini adalah orang yang mendapatkan terapi sinar X, petugas
kesehatan yang berisiko terpapar sinar X selama bertahun-tahun, dan pada individu yang
bekerja pada lingkungan radiasi.

Manifestasi Klinis
Tempat tersering terjadinya lesi ini yaitu telapak tangan, telapak kaki dan permukaan
mukosa. Periode laten keratosis radiasi kronis dapat mencapai usia 56 tahun setelah terpapar.
Gambaran lesi berupa papul atau plak hiperkeratotik.1

3A 3B
2
Gambar 3. Keratosis radiasi kronik
Pengobatan
Pengobatan yang umum dipilih yaitu bedah eksisi, sebab KSS akibat radiasi
berpotensi tinggi untuk terjadinya metastase.1
KERATOSIS SKAR KRONIS
Definisi
Keratosis skar kronis atau keratosis sikatrik merupakan lesi prakanker kulit yang
berasal dari skar lama dari berbagai macam penyebab.

Etiologi dan Epidemiologi


Etiologi dan epidemiologi keratosis skar kronis tidak diketahui.

Patogenesis

6
Patogenesis keratosis skar tidak diketahui. Mekanisme yang mungkin berhubungan
yaitu adanya produksi toksin karsinogen pada luka bakar, iritasi kronis yang dapat
menyebabkan keganasan, dan luka bakar yang menimbulkan kerusakan DNA sehingga
mengakibatkan terjadinya transformasi sel kanker. Karakteristik skar akibat luka bakar yang
merupakan predisposisi terjadinya transformasi sel kanker antara lain proses penyembuhan
yang lama dan trauma berulang.

Manifestasi Klinis
Daerah predileksi dari keratosis skar kronis yaitu ekstremitas dan sendi. Pencegahan
dapat dilakukan dengan perawatan luka, mencegah kontraktur, dan eksisi awal jaringan yang
menunjukkan perubahan degeneratif. Gambaran lesi berupa papul hiperkeratosis, plak, atau
erosi pada skar kulit.

`
Gambar 4. Keratosis skar kronis2
Pengobatan
Eksisi merupakan pengobatan yang dipilih untuk skar luka bakar. Terapi radiasi dan
kemoterapi topikal tidak bermanfaat untuk lesi prakanker ini.1
KERATOSIS VIRAL
Definisi
Beberapa jenis lesi epitel prakanker berhubungan dengan virus, seperti Bowenoid
Papulosis (BP) dan Epidermodysplasia Verruciformis (EV).

Etiologi
Lesi ini disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV).

a. Bowenoid Papulosis
Bowenoid papulosis secara klinis memiliki gambaran khas papul dan plak verukosa
berpigmen umumnya pada daerah genitalia dan pada usia muda. Bowenoid papulosis
disebabkan infeksi HPV tipe 16, 18, 31, 35, 39, 42, 48, 51, dan 54. Lesi berwarna pink, coklat
kemerahan, atau keunguan. Diagnosis banding pada bowenoid papulosis yaitu kondilomata
akuminata. Secara histopatologis, epidermis mengalami hiperplasia dengan atipia, gangguan
maturasi, gambaran mitosis dan diskeratotik keratinosit. Bowenoid papulosis lebih banyak

7
jinak, rerata risiko berubah menjadi keganasan rendah, kurang dari 1%-2,6%. Bowenoid
papulosis dapat menular sehingga pasien dengan bowenoid papulosis dan pasangan
seksualnya harus diperiksa secara rutin karena dapat meningkatkan risiko terjadinya KSS,
neoplasia servikal dan vulvar. Pengobatan pada bowenoid papulosis direkomendasikan dan
respon baik pada terapi lokal, meskipun kemungkinan untuk berulang lebih sering. Pilihan
terapi seperti kuretase dengan atau tanpa bedah elektro, laser CO2, neodymium: laser YAG,
bedah cryo dan eksisi. Tretinoin topikal, 5-FU topikal, cidovir topikal dan krim topikal
imiquimod 5%.

Gambar 5. Bowenoid Papulosis.1


b. Epidermodysplasia Verruciformis
Epidermodysplasia Verruciformis merupakan kelainan genetik pada anak-anak yang
terinfeksi Human Papilloma Virus (HPV). Jenis HPV yang paling sering menginfeksi adalah
HPV 5 dan HPV 8. Gambaran lesi dari EV berwarna pink, papul dan plak tipis, dan datar
yang menyerupai veruka plana. Lesi ini menyebar, bersisik, makula eritem atau
hipopigmentasi dan papul datar yang mirip dengan tinea versikolor. Kisaran 30%-60% orang
dengan EV akan berkembang menjadi keganasan kulit dan lebih sering pada dekade 40 atau
50 pada daerah kulit yang terpapar sinar matahari. Pasien yang dicurigai dengan EV harus
diperiksa HIV dan penyebab lain yang mungkin berhubungan dengan gangguan imunitas sel.
Tidak ada pengobatan spesifik pada lesi EV tetapi dapat digunakan krim topikal imiquimod
5%.

8
Gambar 6. Epidermodysplasia Verruciformis (EV)2
PENYAKIT BOWEN
Definisi
Bowen disease merupakan kegansan sel skuamosa in situ yang berpotensi menjadi
KSS.

Etiologi
Faktor penyebab dari Bowen disease adalah paparan radiasi ultraviolet, arsenikisme
kronik, terapi sebelumnya dengan radiasi psoralen dan UVA, imunosupresi, riwayat terpapar
radiasi ion dan infeksi dengan HPV.1

Epidemiologi
Bowen disease jarang ditemukan pada usia kurang dari 30 tahun. Umumnya
menyerang usia 30-60 tahun. Lebih banyak menyerang perempuan dibandingkan laki-laki.
Bowen disease dapat ditemukan di semua daerah tubuh yang terpapar maupun yang tidak
terpapar dengan sinar matahari.1

Manifestasi Klinis
Gambaran lesi berupa eritema dengan batas tegas, iregular, lentikuler sampai plakat,
nodul lentikular dengan skuama atau krusta menyerupai plak psoriasis. Kadang dapat terlihat
permukaan keratotik dan verukosa. Gambaran histopatologi epidermal atipia tebal dengan
adneksa. Lesi berubah menjadi karsinoma invasif pada 3%-5% kasus.

7A 7B
9
Gambar 7. Bowen Disease. A. Lesi psoriasiform dengan skuama, hiperkeratotik, dan krusta hemoragik
pada permukaan. B. Lesi BD berupa plak lebar pada kaki. 2
Pengobatan
Metode pengobatan pada Bowen disease yaitu eksisi dan bedah yang telah dievaluasi
histopatologi bukan merupakan KSS invasif. Terapi topikal diberikan pada daerah yang sulit
di terapi dengan metode lain.

ERITROPLASIA (QUEYRAT)
Definisi
Eritroplasia Queyrat (EQ) merupakan keganasan sel skuamosa in situ yang mengenai
permukaan mukosa penis pria yang tidak disirkumsisi. Sekitar 10% kasus berkembang
menjadi KSS invasif.1,6

Etiologi dan faktor risiko


Faktor risiko berkembangnya penyakit ini pada pria yang tidak disirkumsisi antara lain
hieginitas yang buruk, penumpukan smegma, suhu panas, gesekan, trauma, dan infeksi virus
herpes simpleks genital. Infeksi HPV subtipe 8 dan 16 terdapat pada hampir semua lesi
eritroplasia yang diinvestigasi pada suatu penelitian.6

Epidemiologi
Eritroplasia biasanya terjadi pada pria yang tidak disirkumsisi antara usia 20 sampai
80 tahun, walaupun mayoritas kasus ditemukan pada dekade ketiga dan keenam.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis eritroplasia yaitu kemerahan dan adanya plak pada glan penis,
skrotum, atau uretra. Lesi diawali oleh sebuah plak soliter pada 50% kasus. Pasien mengeluh
adanya rasa nyeri, gatal, berdarah, dan permukaan yang mengeras pada lokasi lesi.6

8A 8B

10
Gambar 8. Eritroplasia (Queyrat)
LEUKOPLAKIA
Definisi
Leukoplakia merupakan diagnosis klinis dari lesi putih rongga mulut yang tidak dapat
diangkat secara spontan. Leukoplakia merupakan lesi prakanker pada rongga mulut yang
paling sering terjadi dan dapat menjadi KSS oral.

Etiologi
Dua faktor yang mungkin berhubungan dengan leukoplakia adalah penggunaan
tembakau dan kandidiasis. Sehingga untuk menegakkan diagnosis awal dari leukoplakia
adalah dengan mengobati infeksi kandida yang mendasari serta meminta pasien untuk
menghentikan penggunaan produk-produk tembakau untuk melihat apakah lesi putih
menghilang. Jika lesi putih tersebut kemudian menghilang, maka dapat disimpulkan bahwa
bukan leukoplakia yang sebenarnya. Faktor risiko terjadinya leukoplakia yaitu penggunaan
produk tembakau, konsumsi alkohol, riwayat Oral Squamous Cell Carcinoma sebelumnya
dan infeksi HPV.

Epidemiologi
Prevalensi leukoplakia bervariasi, kisaran 0,2% sampai 5%. Leukoplakia 6 kali lebih
sering pada perokok dibandingkan non perokok. Laki-laki lebih banyak mengalami
leukoplakia daripada perempuan. Faktor risiko lainnya adalah diabetes, peningkatan usia dan
status ekonomi rendah. Leukoplakia terbagi menjadi dua, yaitu leukoplakia homogen dan non
homogen. Pada leukoplakia homogen lesi keputihan, datar, seragam, licin atau berkerut dapat
pula beralur atau meninggi dengan pinggiran yang jelas. Pada leukoplakia non homogen lesi
berwarna keputihan dan merah yang mungkin iregular dan rata, bernodul, ulseratif atau
verukosa.

Manifestasi Klinis
Diagnosis leukoplakia dibuat ketika terdapat lesi putih lesi mukosa mulut dan tidak
dapat diidentifikasi sebagai kondisi atau lesi lain. Diagnosis sementara leukoplakia dibuat saat
pemeriksaan awal ketika tidak ada diagnosis pasti untuk lesi putih. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah lesi yang berhubungan dengan tembakau,
lesi hubungan kandida, liken planus, leukoedema, lupus eritematosus, virus Epstein-Barr
terkait leukoplakia oral berambut, nevus putih spons, mekanik atau iritasi gesekan, lesi
kontak, pipi / bibir / lidah yang tergigit, linea alba, dan karsinoma verukosa. Jika faktor
penyebab untuk lesi putih diduga, disarankan bahwa faktor tersebut dihilangkan dalam 2-6
minggu dengan mengamati regresi lesi putih. Jika pada reevaluasi lesi putih berlanjut, biopsi
11
harus dilakukan. Jika lesi secara klinis berisiko tinggi terjadi KSS, biopsi harus dilakukan
sebelum masa tunggu tersebut.1

Pengobatan
Tujuan pengobatan pada leukoplakia adalah untuk mencegah terjadinya keganasan
KSS oral dan meringankan gejala yang dirasakan pasien, meskipun tidak ada bukti
pengobatan leukoplakia dapat mencegah berkembangnya penyakit menjadi KSS oral. Tidak
ada konsensus tepat untuk pengobatan leukoplakia oral. Pengobatan lesi prakanker ini dengan
pengangkatan lesi bila terdapat displasia sedang sampai berat. Dapat juga dilakukan dengan
elektrokauterisasi, bedah cryo, laser, bergantung dari luas dan derajat displasia yang terjadi.

ERITROPLAKIA
Definisi
Eritroplakia merupakan terminologi yang menggambarkan makula eritem atau patch
pada permukaan mukosa yang tidak dapat dikategorikan dengan penyakit manapun
disebabkan inflamasi, vaskular, atau faktor trauma.

Epidemiologi
Prevalensi dari eritroplakia berdasarkan penelitian di seluruh dunia sekitar 0,02 sampai
0,83% dan umumnya terjadi pada usia pertengahan tanpa membedakan jenis kelamin.

Etiologi dan Patogenesis


Etiologi dan patogenesis terjadinya eritroplakia tidak diketahui secara pasti, namun
diduga penggunaan tembakau dan alkohol merupakan penyebab timbulnya lesi prakanker ini.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis eritroplakia ditemukan pada intraoral atau permukaan merah terang
pada bibir bawah. Daerah paling sering pada rongga mulut adalah palatum mole, dasar mulut
dan mukosa pipi. Eritroplakia muncul dengan gambaran soliter, halus, tanpa gejala, dan
makula eritem. Diameter kurang dari 1,5 cm tetapi dapat juga mencapai 4 cm dengan tepi
berbatas tegas dari mukosa di sekitarnya.

Pengobatan
Pengobatan awal dan efektif sangat penting pada lesi prakanker ini karena eritroplakia
berisiko tinggi untuk menjadi keganasan. Pada beberapa displasia atau lesi karsinoma in situ
eritroplakia, bedah eksisi direkomendasikan.

12
KESIMPULAN
Lesi prakanker merupakan suatu tumor yang memiliki kecendrungan berkembang
menjadi suatu keganasan. Beberapa macam lesi prakanker pada kulit, yaitu keratosis aktinik,
keratosis arsenik, keratosis termal, keratosis radiasi kronik, keratosis skar kronik, keratosis
viral, Penyakit Bowen, eritroplasia Queyrat, leukoplakia, dan eritroplakia.1 Etologi dan
gambaran klinis lesi prakanker tersebut berbeda-beda. Diagnosis awal lesi prakanker penting
untuk mencegah berkembangnya penyakit menjadi sebuah keganasan. Dengan
penatalaksanaan yang adekuat, diharapkan dapat memberikan hasil penyembuhan yang
memuaskan. Prinsip penatalaksanaan pada lesi prakanker kulit ini antara lain destruksi lesi,
dengan cara bedah listrik (elektrolisis dan elektrokauterisasi), bedah beku dengan nitrogen
cair, salep 5-fluorourasil 1-5%.1 Edukasi dan peringatan kepada pasien juga diperlukan,
terutama mengenai tanda khas lesi prakanker dan risiko kekambuhan yang dapat terjadi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Duncan KO, Geisse JK, Leffell DJ. Epithelial Precancerous Lesion. In: Klauss Wolf,
Goldmith LA, Katz IS, et.al. Editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Ed
8. Vol 2. New York: McGraw Hill Book Co; 2012. p. 1261-1283.

2. Wolff K, Johnson RA. Precancerous Lesion and Cutaneous Carcinomas. In: Fitzpatricks
color Atlas dan Synopsis Clinical Dermatology. New York: Mc Graw Hill Book Co; 2009.
p. 274-299.

3. Quinn AG, Perkins W. Premalignant epithelial lesion. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology Volume 3.8 thed. oxford: Blackwell
Publishing; 2010. p.52.29-37.

4. Meibodi NT, Nahidi Y, Javidi z, Taheri AR, Afzalaghaee M, Jahanfakhr S. A


clinicophatologic study of precancerous skin lesions. Journal Of The Iran Dermatology
Volume 15.2012. p. 89-94

5. Murphy GF. Lesi epitel Benigna dan Pramaligna. Dalam ; Kumar V, Cotran RS, Robbin
SL. Buku ajar patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta : EGC; 2007. p. 892

6. Soyer PH, Rigel DS, Wurn EMT. Lekoplakia and squamous cell carcinoma. In: Bolognia
JL. Jorizzo JL, Schaffer JV, editors. Dermatology Volume 1.11 rded. London : Elsevier
Saunders; 2012.p. 1046.

7. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of the Skin, Clinical Dermatology.
Ed 11. Philadelphia: WB Saunders Co; 2011. p.628.

14
8. Stawiski MA, Price SA. Tumor kulit. Dalam: Price, Wilson (editor). Patofisiologi: konsep
klinis dan perjalanan penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta: EGC; 2005. hal. 1459-1463.

15

You might also like