You are on page 1of 35

Laporan kasus

Efusi Pleura
Diajukan Sebagai Salah SatuTugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian / SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Unsyiah RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh

Disusun oleh:

Asha Octamina
1507101030060

Pembimbing
dr. Novita Andayani, Sp.P (K)

BAGIAN/SMF PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya, penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan. Selanjutnya shalawat dan salam
penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari
alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Adapun tugas presentasi kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Selanjutnya tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr, Novita Andayani Sp.P (K) yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis
dalam menyelesaikan tugas ini.

Akhir kata, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis nantikan untuk perbaikan di masa mendatang.

Banda Aceh, September 2017


Wassalam,

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu
penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.1 Akibat adanya carian yang cukup
banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga
menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini
mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung
dan sirkulasi darah.2
Di negara-negara maju, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang
sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi
pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita
keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura
merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan
pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer)
dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura. Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi
pleura ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya
sehingga hasilnya akan memuaskan.2

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama :Ny. M
Umur : 52 tahun
No. CM :1-14-12-70
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Aceh barat daya
Suku : Aceh
Agama :Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk : 6 September 2017
Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2016

2.2 Anamnesis
Keluhan utama: Nyeri dada kiri
Keluhan tambahan : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 2 minggu SMRS.nyeri dada seperti
di tusuk dan menjalar hingga ke punggung, pasien lebih nyaman bila berbaring ke sebelah
kiri. Batuk juga dikeluhkan pasien sejak 1 tahun, batuk berdahak, batuk berdarah dikeluhkan
sejak 1,5 bulan yang lalu, batuk darah berupa bercak darah warna kehitaman dengan volume
sdt tiap batuk. Saat ini keluhan batuk darah sudah tidak ada. Sesak nafas tidak dikeluhkan,
terdapat riwayat berkeringat malam pasien sudah mengkonsumsi OAT selama 6 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu : TB paru sejak 6 bulan
Riwayat Penggunaan Obat : OAT 6 bulan kurang 1 minggu
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan
yang sama seperti pasien.
Riwayat Kebiasaan Sosial : pasien sehari-hari bekerja sebagai petani

4
2.3 PemeriksaanFisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 100 kali/ menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Frekuensi nafas : 22 kali/ menit, regular.
Suhu : 370C

Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)


Kepala : rambut hitam, sukar dicabut, distribusi merata
Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), reflekscahaya
tidak langsung (+ / +), pupilisokor 3 /3 mm\
Teling : kesan normotia
Hidung : sekret (-/-), napas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa kering (-),sianosis (-), tremor (-), tonsilhiperemis (-/- ), T1 T1.
Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-),

Thoraks depan
Inspeksi
- Bentuk dan Gerak : Asimetris, kanan lebih cembung
- Retraksi : Interkostal (-), supraklavikular (-)

Palpasi
Stem premitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Menurun
Lap. Paru tengah Normal Menurun
Lap. Paru bawah Normal Menurun

5
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Redup
Lap. Paru tengah Sonor Redup
Lap.Paru bawah Sonor Redup

Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler Melemah
Lap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler melemah
Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler melemah

Suara tambahan Paru kanan Paru kiri


Lap. Paru atas Rh(-) , Wh(-) Rh(-),Wh(-)
Lap. Paru tengah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
Lap. Paru bawah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)

Thoraks belakang
Inspeksi
- Bentuk dan Gerak : Asimetris, kanan lebih cembung.
- Retraksi : interkostal (-)
Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru Atas Normal Menurun
Lap. Paru Tengah Normal Menurun
Lap. Paru Bawah Normal Menurun

Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Redup
Lap. Paru tengah Sonor Redup

6
Lap.Paru bawah Sonor Redup

Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler melemah
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler melemah
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler melemah

Suara tambahan Paru kanan Paru kiri


Lap. Paru atas Rh(-) , Wh(-) Rh(-),Wh(-)
Lap. Paru tengah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
Lap. Paru bawah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik 4x/menit (normal)

Ekstremitas : sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas inferior (-)

Anus : tidak dilakukan pemeriksaan

7
2.4 PemeriksaanPenunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium 6 september 2015
Jenis pemeriksaan 6/9/2017 Nilai Normal
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 14,9 12,0-15,0 g/dL
Hematokrit 43 37-47 %
Eritrosit 5,1 42-5,4.106/mm3
Leukosit 10,3 4,5-10,5.103/mm3
Trombosit 357 150-450.103U/L
Hitung Jenis
Eosinofil 5 0-6%
Basofil 1 0-2%
Netrofil Batang 0 2-6
Netrofil Segmen 63 50-70%
Limfosit 24 20-40%
Monosit 7 2-8%
Faal Hemostasis
Waktu perdarahan 2 1-7 menit
Waktu pembekuan 7 5-15 menit
Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium 137 132-146 mmol/L
Kalium 3,9 3,7-5,4 mmol/L
Klorida 103 98- 106 mmol/L
Ginjal- Hipertensi
Ureum 19 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,70 0,51- 0,95 mg/dL
Diabetes
GDS 102 <200 mg/dl

8
Jenis pemeriksaan 8/9/2017 Nilai Normal
Cairan tubuh
Analisa cairan pleura
Makroskopis
Warna Merah
Kejernihan Keruh
Bekuan Negatif
Total protein 6,9 g/dl
Glukosa 47 Mg/dl
Leukosit 370 /mm3
Mikroskopik
Hitung jenis sel
PMN sel 5 %
MN sel 95 %
Lain-lain Ditemukan sel non hematopoietik ?

2.Foto Thoraks PA
Tanggal 04 September 2017

9
Cor: kesan normal
Pulmo: tampak infiltrat di paru kanan
Sinus phrenicocostalis, kiri tertutup perselubungan
Tampak perselubungan massive di hemithoraks kiri
Kesan: perselubungan massive di hemithoraks kiri dan kesan efusi pleura kiri

3. USG Thorax
Tanggal 08 September 2017

Kesan: efusi pleura kiri masive

2.5 Diagnosis Banding


Efusi pleura ec 1. Pnemonia
2. Malignancy
3. TB paru
2.6 Diagnosis Kerja
Efusi pleura ec. Pnemonia

10
2.7 Tatalaksana
- Pemasangan WSD
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ranitidine 1Amp /12 jam
- Drip. Ketorolac 3%//8 jam
- Nebule ventolin 1 resp/hari
- Transamin 500mg 3x1 tab
- Vit k tab 3x1
- Curcuman 3x1 tab
- Codein 10mg 3x1
- Sohobion 2x1

3.8 Planning
- Bronkoskopi
- CT Scna Thorak
- Kultur BTA, sitologi cairan pleura
- Pleurodesis

3.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru
serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua lapis
membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut sebagai
refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali manuver
pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga
pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang
bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian, yakni bagian kostal,
diafragama, mediastinal, dan servikal.3
Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antar membran maupun
yang mendukung pemisahan antarmembran. Faktor yang mendukung kontak antarmembran
adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus
(yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang
mendukung terjadi pemisahan antar membran adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2)
elastisitas paru. Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini
dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n.
interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus).3,4

Gambar 3.4 Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh
sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak 0,3
ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum, kapiler
di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg-1 jam-1.
Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu
mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga pleura memiliki

12
faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20 kali baru akan
menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga
pleura sehingga muncul efusi pleura.5

Fisiologi

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru
yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air.
Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit
dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura
parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Masing-masing
dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah
kecil transudat cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang
pleura. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada
selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis
lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa
mililiter cairan di dalam rongga pleura.1

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa
mililiter yaitu 1-5 ml. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan
kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang
membuka secara langsung) dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior
dari diafragma, dan permukaan lateral pleural parietalis 3. Oleh karena itu, ruang pleura

13
(ruang antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini
normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.1,2,5

3.2. Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura yang
melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan.1 Efusi pleura adalah
penimbunan cairan pada rongga pleura atau merupakan suatu keadaan terdapatnya cairan
pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam konteks ini
perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga selalu ada cairannya yang
berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura parietalis, sehingga
dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus.
Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura
komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar
protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara lain
darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. Adapun jenis-
jenis cairan yang terdapat pada rongga pleura antara lain :

a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini
penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab lain yang
mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebgai salah satu
tias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).5

b. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi karena
trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat penderita, atau trauma tajam
maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam
darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan
pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada. Penyebab lainnya hemotoraks adalah:

14
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke
dalam rongga pleura.
Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura tidak
membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah
jarum atau selang.

c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis iniakan
berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema. Pada setiap kasus
pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada

d. Chylotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah bening pada
rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks antara lain4 :
Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi terdapat fistula
antara duktus torasikus rongga pleura.
Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau pukulan
pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi daerah torakolumbal,
reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas, operasi leher, operasi kardiovaskular yang
membutuhkan mobilisasi arkus aorta.
Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke mediastinum,
granuloma mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis). Penyakit-penyakit ini
memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap duktus torasikus secara
kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit trombosis vena subklavia dan nodul-
nodul tiroid yang menekan duktus torasikus dan menyebabkan kilotoraks.1,2

3.1.2 Epidemiologi

15
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara
industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya.
Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin. Namun,
penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari efusi pleura ganas
terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan berhubungan dengan keganasan
payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.2

3.3 Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Terjadinya efusi pleura
disebabkan oleh 2 faktor yaitu:6
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain: tuberculosis,
pnemonitis, abses paru, abses subfrenik. Macam-macam penyakit infeksi lain yang dapat
menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi jumlahnya pun
tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenisjenis virusnya adalah : Echovirus,
Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia, dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan
berisi leukosit antara 100-6000 per cc.
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan
menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau
esophagus. Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus
aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp. Anaerob : Bacteroides spp,
Peptostreptococcus, Fusobacterium.
c. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat. Penyakit
kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang robek
atau melalui aliran getah bening. Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa
juga hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. mula-mula yang dominan adalah sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman
tuberculosis.
16
d. Pleura karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi fungi dari
jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah : aktinomikosis, koksidioidomikosis,
aspergillus, kriptokokus, histoplasmosis, blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi
pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi. .
e. Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba. Bentuk tropozoit
datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura.
Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya. Di
samping ini dapat terjadi empiema karena karena ameba yang cairannya berwarna khas
merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi dari perenkim hati. Dapat
juga karena adanya robekan dinding abses amuba pada hati ke rongga pleura.
2. Non infeksi
Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain: Ca
paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium, bendungan
jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.

Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:

a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan
koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya
oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:1,2
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui
saluran getah bening)

17
b. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein
transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudatif yang paling sering
adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudatif
tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah
bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan
menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:


a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b. Tumor pada pleura
c. Iinfark paru,
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi,
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

3.4 Patofisiologi
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di rongga
pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura parientalis
dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya
keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan
koloid osmotic pleura viceralis. Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal
dapat terakumulasi di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika
pembentukan cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang
yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat menyebabkan
efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah.7 Menurut Hood Alsagaff
dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam, keadaan normal pada cavum pleura
dipertahankan oleh:7

18
1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari

Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler (keradangan,
neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung / v.pulmonalis (
kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif intrapleura (atelektasis ). Ada tiga faktor yang
mempertahankan tekanan negatif paru yang normal ini. Pertama, jaringan elastis paru
memberikan kontinu yang cenderung menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi,
permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat
dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung memisahkannya.
Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang pleura.
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra pleura menurut
Sylvia Anderson Price dalam bukunya Patofisiologi adalah kekuatan osmotic yang terdapat
di seluruh membran pleura. Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di
dalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui pleura
viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling tentang pertukaran
trans kapiler yaitu, pergerakan cairan bergantung pada selisih perbedaan antara tekanan
hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari
protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan
absorbsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan
pembentukan cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar daripada plura
parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa
milliliter cairan. Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan
pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki ruang pleura tetapi akan
dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura parietalis. Ketiga faktor ini kemudian,
mengatur dan mempertahankan tekanan negatif intra pleura normal.2

2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik


Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata, gangguan
kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening, peningkatan tekanan vena
sentral tempat masuknya saluran limfe dan tekanan osmotic koloid yang menurun dalam
19
darah, misalnya pada hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk. 1,2
Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu sama lain
dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat sedikit, yang
berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya bergesekan dengan mudah selama
bernafas. Sedikitnya cairan serous menyebabkan keseimbangan diantara transudat dari
kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan
parietal. Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan vena meningkat
karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava oleh tumor intrathorax. Selain itu,
hypoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic
di kapailer darah. Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal.
Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler melalui proses
suatu penyakit, seperti pneumonia atau TBC, atau karena adanya percampuran dengan
drainase limfatik, atau dengan neoplasma. Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit
terbentuk, dimana pada umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh
inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi yang melibatkan paru,
mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik. Pada tahap awal, ada serabut pleura
yang kering tapi ada sedikit peningkatan cairan pleura.selama lesi berkembang, selalu
ada peningkatan cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di jelaskan
sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat ini bening, memiliki
banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau serofibrinous. Pada tahap selanjutnya
akan menjadi kurang jernih, lebih gelap dan konsistensinya kental karena
meningkatkanya kandungan sel PMN. 1,2
Efusi pleura tanpa peradangan menghasilkan cairan serous yang jernih, pucat,
berwarna jerami, dan tidak menggumpal, cairan ini merupakan transudat, biasanya
terjadi pada penyakit yang dapat mengurangi tekanan osmotic darah atau retensi Na,
kebanyakan ditemukan pada pasien yang menderita oedem umum sekunder terhadap
penyakit yang melibatkan jantung, ginjal, atau hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari
darah, kondisi ini merujuk pada hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan oleh kecelakaan
penetrasi traumatik dari dinding dada dan menyobek arteri intercostalis, tapi bisa juga
terjadi secara spontan saat subpleural rupture atau sobeknya adhesi pleural.2

20
Berikut skema patofisiologi dari efusi pleura:

3.5 Manifestasi Klinis


Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara
efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan
keparahan gejala.7 Efusi yang luas akan menyebabkan sesak napas. Area yang
mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali
mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi. Suara egophoni akan terdengar diatas area

21
efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural
yang signifikan. Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak
ditemukan.6
3.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi pergerakan
rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak
napas terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa
dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang
lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya .7
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung selain melebar
dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah, redup sampai pekak pada
perkusi, dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi
yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan.7

Gambar 3.7 Algoritma Diagnosis Efusi Pleura 8

22
Pemeriksaan Penunjang 7
a. Pemeriksaan radiologi (Rontgen thorak)
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi
pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya. Secara
radiologis jumlah cairan yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas
bila jumlah cairan di atras 300 ml. Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan
memperjelas kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak
perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi yang
sehat.

Gambar 1. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena


efusi pleura

Gambar 2. Efusi pleura dextra

23
Gambar 3. Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum terdorong kontralateral

Gambar 4. Efusi pleura bilateral dan efusi pleura pada foto posisi lateral

b. Computed Tomography Scan


CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan
sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan sebagai daerah berbentuk bulan
sabit di bagian yang tergantung dari hemithorax yang terkena. Permukaan efusi pleura
memiliki gambaran cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru.

24
Gambar 9. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks PA)
c. Ultrasonografi
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura visceral
dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan posisi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura. Nodularity dan /
atau penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura melingkar, keterlibatan pleura
mediastinal, dan infiltrasi dari dinding dada dan / atau diafragma sugestif penyebab ganas
kedua pada CT scan dan MRI.

e. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru
sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan
pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.
f. Analisa cairan pleura
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan. Bila agak kemerah-merahan,
ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila
kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema.

b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
25
Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia diperiksakan juga pada cairan
pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artitis
reumatoid dan neoplasma

- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis


adenokarsinoma.
d. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit
pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
e. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme,
apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan
dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20%.
c. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus neoplasma, korpus alineum
dalam paru, abses paru dan lain-lain
d. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau tuberculosis pleura.
Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada (dengan resiko kecil terjadinya

26
pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan
supaya bias melihat kedua pleura.

3.7 Penatalaksanaan 7,10,11


Penatalaksanaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (torasentesis).Penatalaksanaan efusi pleura harus segera dilakukan terapi
paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan.Tujuan utama penatalaksanaan segera ini adalah
untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan yang meningkat dan meningkatkan kulitas
hidup penderita.

Gambar 3.3 Alur Diagnostik dan Tatalaksana Efusi Pleura10

Pemasangan water sealed drainage (WSD) adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan sesak. Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan rongga
pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan
cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah banyak dapat menimbulkan sembab
paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.

27
Kerugian:
a. Tindakan torasentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada di dalam cairan
pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura (empiema)
c. Dapat terjadi pneumotoraks
Penatalaksanaan efusi pleura transudat
Cairan biasanya tidak begitu banyak.Terapinya :
a. Bila disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang meningkat, pemberian diuretika dapat
menolong.
b. Bila disebabkan oleh tekanan koloid osmotik yang menurun sebaiknya diberi protein.
c. Bahan sklerosing dapat dipertimbangkan bila ada reakumulasi cairan berulang dengan
tujuan melekatkan pleura viseralis dan parietalis.
Penatalaksanaan pleura eksudat
Efusi parapneumonik
Efusi pleura yang terjadi setelah peradangan paru (pneumonia).
a. Paling sering disebabkan oleh pneumonia
b. Umumnya cairan dapat diresorbsi setelah pemberian terapi yang adekuat untuk
penyakit dasarnya.
c. Bila terjadi empiema, perlu pemasangan kateter toraks dengan WSD
d. Bila terjadi fibrosis, tindakan yang paling mungkin hanya dekortikasi (yaitu jaringan
fibrotik yang menempel pada pleura diambil/ dikupas)
Penatalaksanaan efusi pleura maligna
a. Pengobatan ditujukan pada penyebab utama atau pada penyakit primer dengan cara
radiasi atau kemoterapi.
b. Bila efusi terus berulang, dilakukan pemasangan kateter toraks dengan WSD.
Pleurodesis
a. Dilakukan pada efusi pleura maligna yang tidak dapat dikontrol atau pada efusi yang
terus menerus terjadi setelah dilakukan torasintesis berulang.
b. Obat-obatan yang dipakai untuk pleurodesis antara lain tetrasiklin HCl (derivat-
derivatnya yang bereaksi dengan asam misalnya : teramisin HCl doksisiklin HCl),
bleomisin, fluoro-urasil dan talk, larutan glukosa 40%. Bleomisin dan fluoro urasil
dapat dipakai pada efusi pleura maligna.

28
Kilotoraks
Cairan pleura berupa kilus yang terjadi karena kebocoran akibat penyumbatan saluran
limfe duktus torasikus di rongga dada.
Tindakan yang dilakukan bersifat konservatif:
a. Torasintesis 2-3x. Bila tidak berhasil, dipasang kateter toraks dengan WSD.
b. Tindakan yang paling baik ialah melakukan operasi reparasi terhadap duktus torasikus
yang robek.
3.8 Komplikasi
1. Infeksi.
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan infeksi (empiema
primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah tindakan torasentesis {empiema
sekunader). Empiema primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika
untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika
dapat diubah setelah hasil biakan diketahui. 2
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan membatasi
pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber infeksi kronis,
menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin
diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling
baik dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka
waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik) sehingga
pengangkatannya lebih mudah. 1,3,5
3.9 Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi
itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh
terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini.
Efusi ganas memiliki prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup rata-
rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih
responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk
dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari
kanker paru-paru atau mesothelioma. Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera,
biasanya dapat di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik
yang tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis
konstriktif. 4,5
29
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah diperiksa sesorang perempuan berusia 52 tahun di RSUZA pada 12 tanggal


september 2017 dengan keluhan batuk dan nyeri dada. Pasien datang dengan keluhan nyeri
dada kiri sejak 2 minggu SMRS.nyeri dada seperti di tusuk dan menjalar hingga ke
punggung, pasien lebih nyaman bila berbaring ke sebelah kiri. Batuk juga dikeluhkan pasien
sejak 1 tahun, batuk berdahak, batuk berdarah dikeluhkan sejak 1,5 bulan yang lalu, batuk
darah berupa bercak darah warna kehitaman dengan volume sdt tiap batuk. Saat ini
keluhan batuk darah sudah tidak ada. Sesak nafas tidak dikeluhkan , terdapat riwayat
berkeringat malam pasien sudah mengkonsumsi OAT selama 6 bulan. Pasien didiagnosa
dengan efusi pleura sinistra. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pasien didiagnosa dengan efusi pleura sinistra. Diagnosis ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pasien mengeluhkan batuk dan juga nyeri dada. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Eddy dkk didapatkan batuk (90,9%) menjadi gejala paling umum, diikuti dengan
sesak napas (81,8%), nyeri dada (24,2%) dan demam (18,2%). Penelitian Kamat melaporkan
batuk (94%) merupakan keluhan umum terbanyak. Hal ini berbeda dengan temuan Yaacob,
dimana nyeri dada menjadi keluhan utama (89%) dan pada sepertiga pasien tidak didapatkan
demam atau batuk.1 Nyeri dada mengisyaratkan adanya keterlibatan pleura parietalis, dan
dirasakan saat inspirasi. Batuk terjadi karena adanya berbagai rangsangan pada reseptor batuk
intratoraks antara lain terdapat di bronkus. Pasien juga mengatakan bahwa lebih nyaman jika
berbaring ke sebelah kiri, hal ini disebabkan volume cairan yang sangat banyak di dalam
cavum pleura. Biasanya gejala lain yang menyertai adalah sesak napas yang dapat terjadi
akibat refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan keregangan (compliance)
paru, penurunan volume paru ipsilateral. Hipotesis lain yaitu sesak napas terjadi karena
berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi toraks oleh cairan.
1,7,12

Pada pemeriksaan fisik paru saat inspeksi ditemukan asimetris, dada kiri tertinggal pada
palpasi ditemukan vokal fremitus pada dada kiri menurun sedangkan pada dada kanan
normal, pada perkusi ditemukan redup pada sisi kiri paru, pada auskultasi ditemukan suara
vesikuler yang menurun pada dada kiri sedangkan pada dada kanan normal. Semua
abnormalitas yang ditemukan pada pasien disebabkan karena adanya timbunan cairan pada
rongga pleura kiri. Cairan dalam rongga pleura tersebut menghalangi getaran suara mencapai

30
dinding toraks sehingga vocal fremitus melemah. Adanya cairan menyebabkan bising ketok
redup saat diperkusi. Bunyi pernapasan yang lemah juga dapat disebabkan, cairan merupakan
rintangan bagi bising vesikuler, serta adanya efusi mengakibatkan alveolus tidak dapat
mengembang dengan luas.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan radiologis,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan invasif. Dari hasil laboratorium diperoleh hasil
dalam batas normal. Pada pemeriksaan radiologis dilakukan foto thoraks dan USG thoraks.
Pada pemeriksaan foto thoraks didapati kesan efusi pleura. Pemeriksaan foto thoraks pada
pasien dengan dugaan adanya cairan pada cavum pleura, dapat dilakukan foto thoraks lateral
sehingga dapat dilihat bayangan cairan di rongga pleura. Bila bayangan tersebut dikaburkan
dengan bayangan infiltrat, sebaiknya dilakukan foto lateral dekubitus untuk membedakannya.
Bila ada cairan di rongga pleura , maka cairan akan bergerak menuju tempat yang terendah,
dan jumlah cairan tersebut dapat diperkirakan dengan mengukur jarak dinding dada bagian
dalam dengan bagian bawah paru.bial jarak tersebut < 1cm efusi tersebut tidak significant dan
tindakan thoracosintesis tidak diperlukan. Bila jarak tersebut lebih dari 1 cm diperlukan
tindakan thorakosintesis untuk evakuasi cairan, pemeriksaan cairan.7,12
Pemeriksaan radiologis lainnya yang perlu dilakukan pada pasien ini adalah CT Scan
thoraks dan USG thoraks. Computed tomografi digunakan untuk membedakan kelainan
parenkim terhadap pleura, mengevalausi kelainan parenkim, menentukan lokulasi,
mengevaluasi permukaan pleura dan membantu dalam penentuan terapi. USG merupakan
pemeriksaan tambahan yang penting dalam mendefinisikan karakteristik efusi pleura dan
dapat pula untuk mendeteksi efusi kecil. USG juga menyediakan informasi tentang viskositas
cairan, adanya septa, dan sifat efusi. 7,12
Pada pasien ini juga tindakan invasif seperti torakosintesis. Torakosentesis adalah
pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga
dada di bawah pengaruh pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik
maupun terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan
posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris
posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Setelah dilakukan
pengambilan cairan selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan cairan pleura. Cairan pleura
secara makroskopis dilihat warna , kekentalan dan bau. Dapat dilakukan analisa cairan pleura
untuk mengetahui Ph, protein, leukosit, LDH, glukosa. Pada pasien ini didapati hasil efusi
pleura eksudat. Etiologi pada kasus ini dicurigai antara lain akibat pneumonia, keganasan dan

31
tuberculosis. Etiologi dari efusi pleura eksudat antara lain pneumonia, tuberkulosis paru dan
keganasan seperti ditunjukan pada gambar berikut.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah berupa pemberian cairan berupa IVFD
RL sebanyak 20 tpm, pemberian analgetik berupa ketorolac 3% 30mg/8jam dan coditam tab
3x1 untuk mengurangi nyeri yang dialami pasien, pasien juga di berikan transamin 500mg
3x1 tab serta Vit k tab 3x1 dimana terapi tersebut berfungsi untuk menguragi perdarahan
yang terjadi pada saat pasien batuk, Selain itu pasien juga diberikan sohobion dan juga
curcuma untuk tambahan vitamin.
Penatalaksanaan yang paling penting pada efusi pleura adalah pengosongan rongga pleura.
Pada pasien ini dilakukan tindakan thoracosintesis. Thoracentesis ditujukan untuk informasi
diagnostik dan terapetik pada efusi pleura.1,7Pada pasien ini juga dilakukan tube
thoracostomy yang sering disebut juga water sealed drainage atau closed drainage. Pada
kasus ini karena pasien mengalami efusi pleura yang tergolong masif maka dilakukan
pemasangan WSD. Pada pasien sudah terpasang WSD yang mana WSD ini merupakan suatu
sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari
cavum pleura. Adapun indikasi pemasangan WSD pada pasien ini adalah adanya efusi pleura
yang masif. Pada pasien sebaiknya direncanakan untuk tindakan pleurodesis untuk mencegah
terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi. Kriteria untuk pemasangan chest tube
berdasarkan karakteristik cairan pleura yaitu hasil torakosintesis menunjukkan frank pus,
terbukti bakteri pada pewarnaan gram, ph cairan pleura <7 atau kadar glukosa <40 mg/dl.
Kriteria pelepasan chest tube adalah demam dan leukosit terkontrol (biasanya setelah 7
sampai 10 hari terapi), cairan yang dikeluarkan < 50 ml/hari, pengembangan paru sepenuh

32
mungkin dan penutupan fistula bronkopleura.. Indikasi torakoskopi adalah efusi dengan
multipel lokulasi, empiema multilokulasi stadium fibropurulen.7,10,12
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam dikarenakan setelah pemasangan
WSD keadaan pasien menjadi lebih stabil, Namun pasien yang memperoleh diagnosis
danpengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang
tidak memedapatkan pengobatan dini.

33
BAB V
KESIMPULAN

Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang
berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan pleura ataupun adanya cairan di cavum
pleura yang volumenya melebihi normal. Akumulasi cairan melebihi volume normal dan
menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan viscerail tidak
mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura visceral atau
sebaliknya yaitu produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan. Akumulasi cairan pleura
melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain infeksi dan kasus
keganasan di paru atau organ luar paru. Diagnosis efusi pleura didapatkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus pasien didiagnosis dengan efusi pleura massif suspek pnemonia karena
sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang ditemukan
pada pasien, sehingga penatalaksanaan utama pada pasien ini adalah berupa terapi
thorakosintesis, pemasangan WSD, dan pengobatan kausal. Disamping itu pada pasien ini
juga diberikan beberapa terapi penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi klinis
yang muncul.

34
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Denny. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar Lampung. 2012.
2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Vol 2. Ed. 6. EGC. Jakarta. 2005.
3. Mayo., Dasar-dasar Atelektasis. Mayo Foundation untuk Pendidikan dan Penelitian
Medis. 2010.
4. Subagyo , Jusuf a, Hudoyo a. Efusi pleura ganas. J Respir Indo. 2004; 18: 155-60.
5. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid III,
edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. 2009.
6. Menurut Brunner & Suddart. Buku Ajar Medikal Bedah. Ed. 8. EGC. Jakarta. 2001.
7. Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya. 2002
8. De Camp MM, Mentzer SJ, Swanson SJ, Sugar DJ. Malignant effusive diseases of
pleural and pericardium. Chest. 1997; 112: S291-5.
9. Bahar, Asril. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Balai Pustaka. Jakarta.
2001.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker Paru Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Di Indonesia. Penerbit FK UI. Jakarta. 2003.
11. Jablons D. Management of The Pleural Effusions. American Society of Clinical
Oncology Educational Book. Alexandria: ASCO;2004.
12. Tarigan SP. Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema. USU Repository.2008.

35

You might also like