You are on page 1of 18

PLASENTA PREVIA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Putri Pertiwi
20110310064

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PLASENTA PREVIA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Putri Pertiwi
20110310064
BAB I
REFLEKSI KASUS

1. Pengalaman

Seorang wanita usia 41 tahun G2P1A0 hamil 37 minggu 2 hari , datang ke UGD
RS PKU Muhammadiyah Gamping pada tanggal 19 Mei 2017 pukul 14.00
dengan keluhan keluar lendir darah sejak pukul 13.00 WIB. Pasien menyatakan
pada pukul 10.00 perut terasa kenceng-kenceng namun tidak teratur. 2 hari SMRS,
pasien kontrol ke poli Obsgyn dan dari hasil USG dinyatakan bahwa tali pusat
menutup jalan lahir. Riwayat hipertensi (+), hipertensi selama hamil (+), astma (-),
DM (-), jantung (-). Dokter mendiagnosis sebagai plasenta previa letak rendah
pada sekundigravida hamil aterm dengan hipertensi gestasional. Dokter
memutuskan untuk melakukan persalinan perabdominal seksio sesaria.

Identitas Pasien:
Nama : Ny. M
Usia : 41 tahun.
Alamat : Sedayu, Bantul
Diagnosis : Gestasional hipertensi pada sekundigravida hamil aterm.
Vital Sign:
Suhu (T) : 36,7o C
TD : 155/87 mmHg
HR 72x/menit
Pernapasan 20x/menit
Berat badan 59 kg, tinggi badan 155 cm
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : baik, sadar, tidak anemis.
Kepala dan leher dalam batas normal.
Thorax: SDV +/+, S1S2 reguler
Palpasi : janin tunggal, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri,
kepala teraba 4/5 bagian.
HPMT 7 September 2016, HPL 14 Juni 2017
HIS (+).
DJJ (+) 144x/menit.
TFU 32 cm.
TBJ 2310 gram.
Pemeriksaan Dalam:
V/U tenang, dinding vagina licin, cervix agak lunak tebal di belakang, terbuka
2 jari, selaput ketuban (+), presentasi kepala, kepala di H1, air ketuban (-),
sarung tangan lendir darah (+).
Riwayat Obstetri:
Anak I : laki-laki (lahir tahun 2010), BB lahir 2900 gram, lahir spontan di RS,
diitolong oleh dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi


Plasenta previa adalah suatu kelainan dimana plasenta berimplantasi
pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding
depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri (Ohio State
University, 2003).

Gambar 1. Implantasi Normal Plasenta

Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik


melainkan fisiologik. Sehingga klasifikasinya akan berubah setiap waktu.
Umpamanya, plasenta previa total pada pembukaan 4 cm mungkin akan
berubah menjadi plasenta previa pada pembukaan 8 cm. Plasenta previa dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4-5 cm :
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
2.1 Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
belakang.
2.2 Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
2.3 Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea
yang ditutupi plasenta.
b. Menurut Cunningham (2007) :
1. Plasenta previa totalis, yaitu seluruh ostium uteri internum tertutupi
oleh plasenta
2. Plasenta previa parsialis, yaitu sebagian ostium uteri internum
tertutupi oleh plasenta
3. Plasenta previa marginalis, yaitu bila pinggir plasenta tepat berada
di pinggir ostium uteri internum
4. Low-laying placenta (Plasenta letak rendah), yaitu tepi plasenta
terletak pada 3-4 cm dari tepi ostium uteri internum

A B C D

Gambar 2. Klasifikasi plasenta previa. A. Implantasi plasenta yang normal B.


Low-laying placenta (Plasenta letak rendah) C. Plasenta previa
parsialis D. Plasenta previa totalis

2.2 Epidemiologi
Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, tetapi hanya 20%
termasuk dalam plasenta previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada grande
multipara. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa
merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih
dahulu (Miller, 2009).
2.3 Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau
kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :
1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. kuretase yang berulang
4. Umur lanjut
5. Bekas seksio sesarea
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida
akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama
pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) (Martaadisoebrata,
2005).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus
tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang
tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium
uteri internum (Martaadisoebrata, 2005).
Ketika plasenta harus tumbuh membesar untuk mengkompensasi
penurunan fungsinya (penurunan untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi
lain), ada kemungkinan untuk pertumbuhan plasenta previa. Beberapa contoh
situasi yang membutuhkan fungsi plasenta yang besar dan hasil peningkatan
dari resiko plasenta previa termasuk kehamilan multiple, merokok, dan hidup
di dataran tinggi. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar
dan yang luas, seperti pada eritoblastosis, diabetes melitus atau kehamilan
multipel (Stoppler, 2005).
Menurut Sarwono (2005), plasenta previa tidak selalu terjadi pada
penderita dengan paritas yang tinggi akibat vaskularisasi yang berkurang atau
terjadinya atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau. Plasenta yang
letaknya normal dapat memperluas permukaannya sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum, seperti pada kehamilan kembar.
Plasenta previa berhubungan dengan paritas dan umur penderita. Hal ini dapat
dilihat pada tabel dan grafik 1 tentang hubungan plasenta previa dengan umur
ibu dan paritasnya (Wiknjosastro, 2005).

2.4 Patofisiologi
Menurut DeCherney dan Nathan (2003), perdarahan pada plasenta
previa mungkin berhubungan dengan beberapa mekanisme sebagai berikut :
a.Pelepasan plasenta dari tempat implantasi selama pembentukan segmen
bawah rahim atau selama terjadi pembukaan ostium uteri internum atau
sebagai akibat dari manipulasi intravagina (Vaginal Touchae)
b. Infeksi pada plasenta (Plasentitis)
c.Ruptur vena desidua basalis

2.5 Gejala klinik


1. Perdarahan tanpa nyeri
Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak
terbangun. Baru waktu ia bangun, ia merasa bahwa kainnya basah.
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan
ketujuh dan perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang
tidak berbeda dari abortus (Martaadisoebrata, 2005).
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara
plasenta dan dinding rahim. Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada
dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri.
Akibatnya ismus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang
disebut segmen bawah rahim (Martaadisoebrata, 2005).
Pada plasenta previa, perdarahan tidak mungkin terjadi tanpa
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Saat perdarahan bergantung
pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada istmus uteri.
Dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan.
Sementara dalam persalinan, his pembukaan menyebabkan perdarahan
karena bagian plasenta di atas atau dekat ostium akan terlepas dari
dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena terlepasnya
plasenta dari dasarnya (Martaadisoebrata, 2005).
Pada plasenta previa, perdarahan bersifat berulang-ulang karena
setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim, regangan
dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang. Namun, dengan
majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan
perdarahan baru (Martaadisoebrata, 2005).
Darah yang keluar terutama berasal dari ibu, yakni dari ruangan
intervilosa. Akan tetapi dapat juga berasal dari anak jika jonjot terputus
atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka (Martaadisoebrata,
2005).
2. Bagian terendah anak masih tinggi karena plasenta terletak pada kutub
bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul (Martaadisoebrata, 2005).
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta
previa lebih sering disertai kelainan letak (Martaadisoebrata, 2005).
4. Perdarahan pasca persalinan
Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan
pascapersalinan karena kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada
dinding rahim (plasenta akreta), daerah perlekatan luas dan kontraksi
segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh
darah pada insersi plasenta tidak baik.
5. Infeksi nifas
Selain itu, kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta
lebih dekat pada ostium dan merupakan port d entree yang mudah
tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemia karena perdarahan sehingga
daya tahannya lemah.

2.6 Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang (Wiknjosastro, 2005) :
Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi
perdarahan spontan dan berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri
masih rendah; Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah
janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih dapat
digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah cukup pengalaman
dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama
pada ibu yang kurus.
Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat
diketahui asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises
yang pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO /
Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan
dalam, akan menyebabkan perdarahan pervaginam yang lebih deras.
Pemeriksaan penunjang :
Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan
USG abdomen, yang 95% dapat dilakukan tiap saat.

2.7 Diagnosa Banding


Gejala dan tanda Faktor Penyulit lain Diagnosis
predisposisi
* Perdarahan tanpa nyeri, * multipara * Syok Plasenta
usia gestasi >22 minggu * mioma uteri * perdarahan setelah previa
* Darah segar atau * usia lanjut koitus
kehitaman dengan *kuretase * Tidak ada
bekuan berulang kontraksi uterus
*Perdarahan dapat terjadi * bekas SC * Bagian terendah
setelah miksi atau * merokok janin tidak masuk
defekasi, aktivitas fisik, PAP
kontraksi braxton hicks *Bisa terjadi gawat
atau koitus janin
* Perdarahan dengan * Hipertensi * Syok yang tidak Solusio
nyeri intermitten atau * versi luar sesuai dengan plasenta
menetap *Trauma jumlah darah
* Warna darah kehitaman abdomen (tersembunyi)
dan cair, tapi mungkin * Polihidramnion * anemia berat
ada bekuan jika solusio * gemelli * Melemah atau
relatif baru * defisiensi gizi hilangnya denyut
* Jika ostium terbuka, jantung janin
terjadi perdarahan * gawat janin atau
berwarna merah segar. hilangnya denyut
jantung janin
* Uterus tegang dan
nyeri
* Perdarahan * Riwayat seksio *Syok atau Ruptur
intraabdominal dan/atau sesarea takikardia uteri
vaginal *Partus lama *Adanya cairan
* Nyeri hebat sebelum atau kasep bebas
perdarahan dan syok, yg *Disproporsi intraabdominal
kemudian hilang setelah kepala *Hilangnya gerak
terjadi regangan hebat /fetopelvik atau denyut jantung
pada perut bawah *Kelainan janin
(kondisi ini tidak khas) letak/presentasi *Bentuk uterus
*Persalinan abnormal atau
traumatik konturnya tidak
jelas.
* Nyeri raba/tekan
dinding perut dan
bagian2 janin mudah
dipalpasi
*Perdarahan berwarna * solusio * perdarahan gusi Gangguan
merah segar. plasenta * gambaran memar pembekuan
* Uji pembekuan darah * janin mati bawah kulit darah
tidak menunjukkan dalam rahim * perdarahan dari
adanya bekuan darah * eklamsia tempat suntikan
setelah 7 menit * emboli air jarum infus
* Rendahnya faktor ketuban
pembekuan darah,
fibrinogen, trombosit,
fragmentasi sel darah

2.8 Penanganan
Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa
dilakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu. Perdarahan yang pertama kali
jarang mengakibatkan kematian dengan syarat tidak dilakukan pemeriksaan
dalam sebelumnya, sehingga masih cukup waktu untuk mengirimkan
penderita ke rumah sakit. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan
yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian
infus atau tranfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
Keadaan umum pasien, kadar Hb
Jumlah perdarahan yang terjadi
Umur kehamilan/taksiran BB janin
Jenis placenta previa
Paritas dan kemajuan persalinan
Penanganan pasien dengan plasenta previa ada 2 macam, yaitu:
1. Penanganan Pasif / Ekspektatif
Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus
segera diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun
sekarang ternyata terapi ekspektatif dapat dibenarkan dengan alasan
sebagai berikut:
Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal
Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas
Kriteria penanganan ekspektatif:
Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
Perdarahan sedikit
Belum ada tanda-tanda persalinan
Keadaan umum baik, kadar Hb 8 % atau lebih
Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya
sebelum paru-paru janin matur sehingga penanganan pasif ditujukan untuk
meningkatkan survival rate dari janin. Langkah awal adalah transfusi
untuk mengganti kehilangan darah dan penggunaan agen tokolitik untuk
mencegah persalinan prematur sampai usia kehamilan 36 minggu. Sesudah
usia kehamilan 36 minggu, penambahan maturasi paru-paru janin
dipertimbangkan dengan beratnya resiko perdarahan mayor. Kemungkinan
terjadi perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan IUGR harus
dipertimbangkan. Sekitar 75% kasus plasenta previa diterminasi pada
umur kehamilan 36-38 minggu (Hanafi, 2005).
Dalam memilih waktu yang optimum untuk persalinan, dilakukan
tes maturasi janin meliputi penilaian surfaktan cairan amnion dan
pengukuran pertumbuhan janin dengan USG. Penderita dengan umur
kehamilan antara 24-34 minggu diberikan preparat tunggal betamethason
(12 mg im 2x1) untuk meningkatkan maturasi paru janin. Berdasarkan
data evidence based medicine didapatkan pemakaian preparat ganda
steroid sebelum persalinan meningkatkan efek samping yang berbahaya
bagi ibu dan bayi (Hanafi, 2005).
Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat
anak 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi
ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan
pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita
plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan
terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-
tindakan intrauterin. Setelah kondisi stabil dan terkontrol, penderita
diperbolehkan pulang dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika
terjadi perdarahan ulang (Nathan, 2003).
2. Penanganan aktif / terminasi kehamilan
Terminasi kehamilan dilakukan jika janin yang dikandung telah
matur, IUFD atau terdapat anomali dan kelainan lain yang dapat
mengurangi kelangsungan hidupnya, pada perdarahan aktif dan banyak.
Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan:
Umur kehamilan >/= 37 minggu, BB janin >/= 2500 gram
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
Ada tanda-tanda persalinan
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr % (Hanafi, 2005)
Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk penanganan plasenta
previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai
berikut :
Perdarahan banyak atau sedikit
Keadaan ibu dan anak
Besarnya pembukaan
Tingkat plasenta previa
Paritas
Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan
seksio sesarea. Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah
janin menekan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan
berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan
mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahannya, dan menghindari
perlukaan servik dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilakukan
persalinan pervaginam (Wiknjosastro, 2005).
Persalinan per vaginam dapat berupa :
Pemecahan ketuban
Versi Braxton Hicks
Cunam Willet-Gauss
Pemecahan selaput ketuban merupakan cara pilihan untuk
melangsungkan persalinan pervaginam, karena (1) bagian terbawah janin
akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah; dan (2) bagian
plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah
uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut
dapat dihindarkan (Wiknjosastro, 2005).
Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil menghentikan
perdarahan, maka dapat dilakukan pemasangan cunam Willet dan versi
Braxton-Hicks. Dalam dunia kebidanan kedua cara ini telah ditinggalkan
karena seksio sesaria dinilai lebih aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi
pada keadaan darurat cara ini masih dilakukan sebagai pertolongan
pertama untuk mengatasi perdarahan yang banyak atau apabila seksio
sesaria tidak mungkin dilakukan (Wiknjosastro, 2005).
Cara ini mungkin dapat menolong ibu dengan menghentikan
perdarahan, tetapi tidak selalu menolong janinnya. Tekanan yang
ditimbulkan terus menerus pada plasenta dapat mengurangi sirkulasi darah
uteroplasenta, sehingga mengakibatkan anoksia sampai kematian janin.
Oleh karena itu, cara ini biasanya dilakukan pada janin yang telah mati,
janin yang prognosis untuk hidup di luar uterus kurang baik, atau pada
multipara yang persalinannya lebih lancar sehingga tekanan pada plasenta
tidak terlalu lama (Nathan, 2003).
Di rumah sakit yang lengkap, seksio sesarea merupakan cara
persalinan terpilih. Di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun
1971-1975, seksio sesarea dilakukan pada kira-kira 90% dari semua kasus
plasenta previa. Gawat janin bukan merupakan kontraindikasi dilakukan
seksio sesarea demi keselamatan ibu. Akan tetapi, gawat ibu mungkin
terpaksa menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat diperbaiki
misalnya penanganan syok hipovolemik dengan resusitasi cairan intravena
dan darah (Nathan, 2003).
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio
sesarea. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung
untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak dan berulang merupakan indikasi
mutlak seksio sesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh
plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya dari pada yang ditemukan
pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada servik dan
segmen bawah uterus. Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta
previa marginalis atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari
5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Tetapi jika
dengan pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang
timbul, maka seksio sesaria harus dilakukan.
Pada kasus yang terbengkalai dengan anemia berat karena
perdarahan atau infeksi intrauteri, baik persalinan pervaginam maupun
seksio sesaria sama-sama tidak aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi
dengan bantuan transfusi darah dan antibiotik yang adekuat, seksio sesaria
masih lebih aman dibanding persalinan pervaginam untuk semua kasus
plasenta previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta previa parsialis.
Seksio sesaria pada multigravida yang telah mempunyai anak hidup cukup
banyak dapat dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomi untuk
menghindari terjadinya perdarahan postpartum yang sangat mungkin akan
terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan dilanjutkan dengan
sterilisasi untuk menghindari kehamilan berikutnya.
Persiapan untuk resusitasi janin perlu dilakukan. Kemungkinan
kehilangan darah harus dimonitor sesudah plasenta disayat. Penurunan
hemoglobin 12 mg/dl dalam 3 jam atau sampai 10 mg/dl dalam 24 jam
membutuhkan transfusi segera. Komplikasi post operasi yang paling
sering dijumpai adalah infeksi masa nifas dan anemia (Nathan, 2003).
Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat
mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan
ibu. Oleh karena itu, seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa
walaupun anak sudah mati (Nathan, 2003).

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa,
adalah:
1. Perdarahan antepartum
2. Perdarahan post partum
3. Hipovolemik
4. Infeksi
5. Abortus
6. Prolaps plasenta
7. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan kerokan
8. Robekan jalan lahir
9. Bayi prematur atau lahir mati

2.10 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat kematian ibu karena plasenta previa
seharusnya dapat ditanggulangi. Sejak dilakukan penanganan pasif pada tahun
1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian,
hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang
peranan utama. Dengan persalinan seksio sesarea, fasilitas transfusi darah, dan
metode anestesi yang benar kematian ibu dapat diturunkan sampai kurang dari
1%. Sedang kematian perinatal yang dihubungkan dengan plasenta previa sekitar
10%.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 2001. Williams Obstetrics.


21st Ed. McGraw-Hill Professional

DeCherney, AH; Nathan, L. 2003. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment. Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Jodi L Adam, 2001, Pregnancy, third trimester Bleeding, on line,


(http://www.emedicine.com/AAEM/topic363.htm, diakses tanggal 25 Mei
2017)

Martaadisoebrata Djamhoer, Wijayanegara Hidayat, dkk. 2005. Obstetri Patologi.


Jakarta. EGC.

Miller, 2009. Placenta Previa. Online, (http://www.obfocus.com/high-


risk/placentaprevia.htm, diakses tanggal 25 Mei 2017)

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.


Edisi kedua. Jakarta : EGC.

Ohio State University, 2003. Placenta Previa. Online,


http://medicalcenter.osu.edu/PatientEd/Materials/PDFDocs/women-
in/pregnancy/placent.pdf, diakses tanggal 25 Mei 2017

Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

You might also like