You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prinsip kerahasian bank bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan
benar mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma hukum yang berlaku dalam dunia
perbankan, agar bank yang melakukan usahanya menjaga kerahasian nasabahnya,
sehingga masyarakat semakin percaya kepada bank dan membawa dampak semakin
meningkatnya keinginan masyarakat untuk mempergunakan jasa perbankan didalam
kegiatan usahanya serta kebutuhan sehari-hari.
Pada asasnya bank syariah dan pihak terafilisi berkewajiban untuk merahasiakan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan
investasinya. Akan tetapi, dalam kondisi-kondisi tertentu yang berlaku malah sebaliknya,
yakni bank syariah dan pihak terafilisi diwajibkan memberikan keterangan kepada pihak
yang berwenang atau pihak lainnya yang berhak secara yuridis normatif mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya. Jika hal ini
tidak dilakukan maka, bank syariah dan pihak terafiliasi dapat dikenakan sanksi
administratif hingga pidana penjara maupun pidana denda. Dengan demikian, ketentuan
mengenai rahasia bank syariah tidak bersifat mutlak dalam pengertian pihak bank syariah
harus merahasiakannya dalam segala kondisi, melainkan bersifat relatif.
Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin
berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari Negara yang bersangkutan, bank tersebut
menjadi milik masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga
oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional
dan global. Pada makalah ini kami akan membahas mengenai Rahasia Bank dalam
Kegiatan Usaha Perbankan Syariah.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan hal-hal apa saja yang akan dikaji oleh penulis.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa yang Mendasari Perlunya dan Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank?
2. Bagaimana Teori mengenai Rahasia Bank?
3. Apa saja Cakupan Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah?
4. Siapa saja Pihak-Pihak yang Berkewajiban Merahasiakan Rahasia Bank dalam
Perbankan Syariah?
5. Bagaimana Pengecualian atas Berlakunya Ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan
Syariah?
6. Apa Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah untuk Mengetahui Isi
Keterangan yang Diungkapkan oleh Bank Syariah?
7. Bagaimana Perbuatan dan Ancaman Pidana Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank dalam
Perbankan Syariah?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini selain sebagai tugas Mata Kuliah
Ekonomi Moneter juga sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Dasar Perlunya dan Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank.
2. Untuk mengetahui Teori mengenai Rahasia Bank.
3. Untuk mengetahui Cakupan Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah.
4. Untuk mengetahui Pihak-Pihak yang Berkewajiban Merahasiakan Rahasia Bank dalam
Perbankan Syariah.
5. Untuk mengetahui Pengecualian atas Berlakunya Ketentuan Rahasia Bank dalam
Perbankan Syariah.
6. Untuk mengetahui Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah untuk
Mengetahui Isi Keterangan yang Diungkapkan oleh Bank Syariah.

7. Untuk mengetahui Perbuatan dan Ancaman Pidana Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank
dalam Perbankan Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlunya dan Dasar Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank


Bank syariah adalah lembaga kepercayaan. Masyarakat bersedia menyimpan
dananya pada suatu bank syariah tentu saja didasarkan atas kepercayaan bahwa bank
yang bersangkutan dapat mengelola dana tersebut dengan maksimal serta dapat
mengembalikannya sewaktu-waktu sesuai dengan perjanjian.
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Integritas pengurus
2. Kesehatan bank yang bersangkutan
3. Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial
maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
4. Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Di antara faktor yang dapat meningkatkan kepercayaan nasabah, baik itu nasabah
penyimpan maupun nasabah investor adalah adanya jaminan dari bank syariah dan pihak
terafiliasi menyangkut kerahasiaan nasabah yang bersangkutan berserta simpanan atau
investasinya. Maksudnya adalah menyangkut dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh
nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan
keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta identitas nasabah tersebut kepada pihak
lain. Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi
dan mematuhi dengan teguh rahasia bank.
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan oleh bank syariah dan pihak terafiliasi, sebab hal ini secara langsung
maupun tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah nasabah yang mempercayakan
dananya pada bank tersebut. Oleh karena itu, pihak bank syariah dalam kapasitasnya
sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang
kekurangan dana selayaknya menerapkan ketentuan mengenai rahasia bank dengan
konsisten dan penuh tanggungjawab sesuai dengan amanat perundang-undangan yang
berlaku. Karena salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap suatu bank khususnya bank Syariah ialah kepatuhan bank terhadap
kewajiban rahasia bank.
Filosofi dari adanya kewajiban bank memegang rahasia keuangan nasabah atau
perlindungan atas kerahasiaan keuangan nasabah, yaitu:
1. Hak setiap orang atau badan untuk tidak dicampuri atas masalah yang bersifat pribadi
2. Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dan nasabahnya.
3. Atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan.
5. Karakteristik kegiatan usaha bank.
Hal-hal tersebut diatas yang mendasari perlunya dan pemikiran ketentuan
kerahasiaan bank dalam rangka menghindari terjadinya penyalahgunaan keuangan
nasabah, maka dibuatlah aturan khusus yang melarang bank untuk memberikan informasi
tercatat kepada siapapun berkaitan dengan keadaan keuangan nasabah, simpanan dan
penyimpanannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 kecuali dalam hal-
hal tertentu yang disebutkan secara tegas didalam undang-undang tersebut.[

B. Teori Mengenai Rahasia Bank


Terdapat 2 teori berkenaan kerahasiaan bank, yaitu sebagai berikut.
1. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Mutlak (Absolutely Theory)
Bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan
mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan
apapun juga, baik dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa.
Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga
kepentingan Negara dan masyarakat sering terabaikan.
2. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Relatif (Nisbi)
Bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya,
jika untuk kepentingan yang mendesak,
misalnya untuk kepentingan Negara atau kepentingan hukum.
Adanya pengecualian dalam ketentuan rahasia bank memungkinkan
untuk kepentingan tertentu suatu badan atau instansi diperbolehkan meminta keterangan
atau data tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak
Negara di dunia, termasuk Indonesia.

C. Cakupan Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah


Bank sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, sudah sepatutnya bank memberikan
jaminan perlindungan kepada nasabahnya berkenaan dengan keadaan uang nasabah, yang
umumnya dinamakan dengan kerahasiaan bank.
UU Perbankan Syariah No.21 tahun 2008 pasal 41 mengatur tentang cakupan
rahasia dalam kegiatan usaha perbankan syariah menerangkan bahwa:
Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya.

Pada ketentuan pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008 merumuskan pengertian


rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah yaitu:
Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya.

Dengan demikian, berdasarkan pengertian rahasia bank sebagaimana tercantum


dalam ketentuan Pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008, kemudian dihubungkan dengan
ketentuan dalam Pasal 41 UU No.21 Tahun 2008, maka jelas bahwa pengertian dan
cakupan rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah dibatasi:
1. Menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya.
2. Pada dasarnya Bank dan Pihak Terafiliasi berkewajiban memegang teguh kerahasiaan
keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya dan Nasabah Investor dan
Investasinya, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang.
3. Karena kepentingan tertentu, informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan beserta dengan Simpanannya dan
Nasabah Investor beserta dengan Investasinya boleh diungkapkan.
Secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank, bukan saja menyangkut
simpanan nasabah, tetapi juga (identitas) nasabah penyimpan yang memiliki simpanan
tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal tersebut, Nasabah Penyimpan disebut lebih
dahulu dari pada Simpanannya.

D. Pihak-Pihak yang Berkewajiban Merahasiakan Rahasia Bank dalam


Perbankan Syariah
Berdasarkan UU Perbankan Syariah No.21 Tahun 2008 pasal 41 tentang cakupan
rahasia bank, yang berkewajiban memegang teguh rahasia
bank adalah pihak Bank sendiri dan Pihak Terafiliasi. Pihak yang disebutkan pertama
berkaitan dengan badan hukum dan pihak kedua berkaitan dengan orang perseorangan.
Yang dimaksuk Pihak Terafiliasi dalam UU. No.21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 15
adalah:
1. Komisaris, direksi atau kuasanya, pejabat dan karyawan Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS),
2. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank Syariah atau UUS, antara lain Dewan
Pengawas Syariah (DPS), akuntan publik, penilai dan konsultan hukum,
3. Pihak yang menurut penelitian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan
Bank Syariah atau UUS, baik langsung maupun tidak langsung, antara lain pengendali
bank, pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris dan keluarga direksi.

E. Pengecualian Terhadap Rahasia Bank


Kerahasiaan berhubungan dengan kepercayaan karena rahasia bank diperlukan
sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah.
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan UU No. 21 tahun 2008 tentang
Pengecualian Rahasia Bank, data nasabah di Bank dapat tidak harus dirahasiakan lagi
(boleh diungkapkan). Pengecualian terhadap rahasia Bank tersebut meliputi:
1. Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan
Dalam pasal 42 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ditentukan:
Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank
agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukri tertulis serta surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu kepada pejabat
pajak. (ayat 1)

Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus menyebutkan nama pejabat
pajak, nama nasabah wajib pajak dan kasus yang dikehendaki keterangannya. (ayat 2)

Dengan demikian, berdasarkan pasal 42 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan


Syariah menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai berikut:
a. Pengungkapan Rahasia Bank untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan,
b. Pengungkapan Rahasia Bank atas permintaan tertulis Menteri
Keuangan,
c. Pengungkapan Rahasia Bank atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia,
d. Pembukaan Rahasia Bank itu dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan
Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang namanya disebutkan dalam permintaan
Menteri Keuangan,
e. Dalam perintah tertulis harus menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib
pajak dan kasus yang dikehendaki keterangannya,
f. Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan
tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis
Pimpinaan Bank Indonesia.
2. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diatur dalam pasal 43 UU No.21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam pasal tersebut ditentukan:
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa, hakim, atau penyidik lain yang diberi wewenang
berdasarkan undang-undang untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai
Simpanan atau Investasi tersangka atau terdakwa pada Bank. (ayat 1)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Kepolisian Negara Republic Indonesia, Jaksa Agung, Katua
Mahkama Agung, atau pimpinan instansi yang diberi wewenang untuk melakukan
penyidikan. (ayat 2)

Pemintaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus menyebutkan nama dan jabatan
penyidik, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alas an diperlukannya
keterangan, dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang
diperlukan.(ayat 3)

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 43 UU Nomor 21 tahun 2008


tentang Perbankan Syariah menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai berikut:
a. Pengungkapan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,
b. Pengungkapan Rahasia Bank atas permintaan tertulis Kepala Kepolisian Negara
Republic Indonesia, Jaksa Agung, Katua Mahkama Agung, atau pimpinan instansi yang
diberi wewenang untuk melakukan penyidikan,
c. Pengungkapan Rahasia Bank atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia,
d. Pengungkapan Rahasia Bank diberikan secara tertulis mengenai keadaan keuangan
Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang namanya disebutkan dalam permintaan,
e. Dalam perintah tertulis harus menyebutkan nama dan jabatan penyidik (jaksa atau
hakim), nama tersangka atau terdakwa, dan
kasus yang dikehendaki keterangannya,
f. Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan
tersebut diberikan kepada penyidik (jaksa atau hakim), yang namanya disebutkan dalam
perintah tertulis.
3. Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya
Menurut ketentuan pasal 45 UU No.21 tahun 2008:
Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya, direksi Bank yang bersangkutan
dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan Nasabah yang
bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relavan dengan perkara tersebut.
4. Dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank
Dalam pasal 46 ayat 1 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ditentukan:
Dalam rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan Nasabahnya kepada Bank lain.

5. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah
Investor yang dibuat secara tertulis
Menurut ketentuan Pasal 47 UU No.21 tahun 2008:
Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah
Investor yang dibuat secara tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai
Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor pada Bank yang bersangkutan
kepada pihak yang ditunjuk oeleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor.

Berdasarkan ketentuan Pasal 47, Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan
nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau
persetujuan atau kuasa tertulis dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan, misalnya
kepada penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan.
6. Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal dunia
(penyelesaian kewarisan)
Pemberian keterangan dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah
Investor telah meninggal dunia diatur dalam Pasal 48 UU No.21 tahun 2008 tentang
perbankan Syariah. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal dunia, ahli
waris yang sah dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang bersangkutan
berhak memperoleh keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah
Investor tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal 48, ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan
mengenai simpanan Nasabah Penyimpan bila Nasabah Penyimpan yang bersangkutan
telah meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan
sebagai ahli waris yang sah.
7. Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank
Dalam pasal 49 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
ditentukan:
Bank yang merasa dirugikan oelh keterangan yang dberikan oleh Bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45 dan Pasal 46 berhak untuk mengetahui isi
keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan
yang diberikan.

Dengan demikian ketentuan rahasia bank dalam hal tertentu dapat dibuka atau
dilanggar sebagaimana UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syarah telah
memberikan pengecualian atas rahasia bank sebagaimana tertuang dalam table berikut:
Tabel 3.1 Pengecualian-Pengecualian Terhadap Ketentuan Rahasia Bank
Dasar
No. Kepentingan Pemohon Izin Pemberi Izin
Hukum
Pimpinan
Pasal 42
1. Perpajakan Menteri Keuangan Bank
ayat 1
Indonesia
Kaporli, Jaksa Agung,
Ketua Mahkama Agung
Pimpinan
atau pemimpin instasi Pasal 43
2. Peradilan Pidana Bank
yang diberi wewenang ayat 1
Indonesia
untuk melakukan
penyidikan
Perkara Perdata antara Direksi Bank
3. bank dengan Pengadilan yang Pasal 45
nasabahnya bersangkutan
Direksi Bank
Tukar Menukar Pasal 46
4. Bank lainnya yang
informasi antar bank ayat 1
bersangkutan
Atas permintaan,
Nasabah yang Bank yang
5. persetujuan, atau kuasa Pasal 47
bersangkutan bersangkutan
dari nasabah
Penyelesaian Bank yang
6. Ahli waris yang sah Pasal 48
kewarisan bersangkutan
Merasa dirugikan atas
Nasabah yang merasa Bank yang
7. keterangan yang Pasal 49
dirugikan bersangkutan
diberikan oleh Bank
F. Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah untuk
Mengetahui Isi Keterangan yang diungkapkan oleh Bank
Maksud dari kewajiban Bank Syariah memberikan keterangan kerahasiaan nasabah
adalah bahwa Bank berkewajiban memberikan keterangan terkait data maupun isi
rekening nasabah yang bersangkutan kepada pihak tertentu berdasarkan Undang-Undang
guna suatu kepentingan tertentu.
Ketentuan ini secara tegas diatur dalam Pasal 44 UU No.21 tahun 2008 yang
menetapkan bahwa Bank Syariah wajib memberikan keterangan keadaan keuangan
nasabah penyimpan atau nasabah investor tertentu untuk kepentingan penyelidikan
pidana perpajakan dan peradilan dalam perkara pidana. Memberikan keterangan tentang
keadaan keuangan nasabah penyimpan atau nasabah investor guna penyelidikan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum hanya bisa dilakukan apabila telah mendapat izin
dari Pimpinan Bank Indonesia. Apabila Bank Syariah tidak mengindahkan peraturan ini
dimana yang dimaksud dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, maka
akan dikenakan sanksi secara administratif maupun sanksi pidana, peraturan ini diatur
dalam Pasal 56 dan 57 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.
Nasabah berhak untuk mengetahui isi keterangan dan meminta perbaikan atas
keterangan yang salah dalam pengungkapannya, Hak nasabah tersebut tertuang dalam
ketentuan Pasal 49 UU No. 21 tahun 2008. Maksud dari Hak nasabah untuk mengetahui
isi keterangan yang diungkapkan oleh Bank Syariah adalah apabila ada pihak yang
merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, 43, 45, dan Pasal 46. Dalam pasal tersebut tidak membatasi
bahwa pihak yang merasa dirugikan adalah hanya pihak nasabah, maka siapapun yang
merasa dirugikan dikarenakan pemberian atau pengungkapan keterangan oleh Bank
Syariah, maka pihak yang merasa dirugikan dapat meminta agar bank memperbaiki atau
melakukan pembetulan
Jika terdapat kesalahan dalam pengungkapan keterangan oleh bank syariah maka
nasabah berhak untuk meminta perbaikan kepada Bank Syariah yang bersangkutan dan
Bank Syariah wajib untuk membetulkannya. Seandainya nasabah telah mengajukan
permintaan guna perbaikan mengenai isi yang diungkapkan tetapi tidak ditindak lanjuti
oleh pihak Bank Syariah maka nasabah yang bersangkutan dapat menggugat bank yang
bersangkutan secara perdata, dan juga dapat mengadukan hal tersebut kepada pihak
berwenang berdasarkan alas an bahwa bank telah melakukan tindak pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 64 UU No.21 tahun 2008
Adapun bunyi ketentuan dalam Pasal 64 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, yaitu:
Pihak terafiliasi yang sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki
UUS terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dipidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
Dengan demikian keterangan mengenai nasabah tidak serta merta menjadi
keterangan yang terbuka dan dapat diberikan kepada siapapun. Dengan kata lain,
pengungkapan keterangan mengenai nasabah harus didasarkan kepada syarat dan kondisi
tertentu sesuai dengan yang telah diperjanjikan antara bank dan nasabahnya.

G. Perbuatan dan Ancaman Pidana Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank


dalam Perbankan Syariah
Berikut adalah perbuatan dan ancaman pidana terhadap tindak pidana pelanggaran
ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah berdasarkan Pasal 60 dan Pasal 61 UU
No.21 tahun 2008:
Setiap orang yang dengan sengaja tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 memaksa Bank Syariah,
UUS, atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).(pasal 60 ayat 1)
Anggota direksi, komisaris, pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional
yang memiliki UUS, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan dipidana
denda paling sedikit Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (pasal 60 ayat 2)
Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan
yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 47 dan Pasal 48
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (Pasal 61)
Berdasarkan Pasal 60 dan Pasal 61 dapat dibuat disimpulkan dalam bentuk table
sebagai berikut:
Tabel 3.2 Perbuatan dan Ancaman Pidana terhadap Pelanggaran Ketentuan Rahasia
Bank
Dasar
No. Ancaman Pidana Untuk
Hukum
a. Setiap orang
Penjara b. dengan sengaja
min. 2 tahun c. tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari
max. 4 tahun Bank Indonesia Pasal 60
1.
dan Denda d. memaksa Bank dan Pihak Terafiliasi untuk ayat 1
min. 10 miliar memberikan keterangan yang wajib
max. 200 miliar dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 42 dan pasal 43
Penjara
min. 2 tahun a. Bank atau Pihak Terafiliasi
max. 4 tahun b. dengan sengaja Pasal 60
2.
dan Denda c. memberikan keterangan yang wajib ayat 2
min. 4 miliar dirahasiakan oleh Bank menurut pasal 41
max. 8 miliar
Penjara
a. Bank atau Pihak Terafiliasi
min. 2 tahun
b. dengan sengaja
max. 7 tahun
3. c. tidak memberikan keterangan yang wajib Pasal 61
dan Denda
dipenuhi sebagaimana dalam pasal 44, pasal 47
min. 4 miliar
dan pasal 48.
max. 15 miliar
Sanksi pidana atas pelanggaran rahasia bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam
sanksi pidana terhadap pelanggaran rahasia bank, hal ini juga belakuterhadap sanksi-
sanksi pidana lainnya dalam undang-undang perbankan yang bersangkutan, yaitu:
1. Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman hukuman maksimal.
2. Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan
alternatif.
3. Tidak ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara
dengan hukuman denda.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah
kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Terdapat 2 teori berkenaan
kerahasiaan bank yaitu teori rahasia bank yang bersifat mutlak dan teori rahasia bank
yang bersifat relatif atau nisbi.
Pada ketentuan pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008 merumuskan pengertian
rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah bahwa Rahasia Bank merupakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya. Dan berdasarkan UU Perbankan
Syariah No.21 tahun 2008 Pasal 41 tentang cakupan rahasia bank, yang berkewajiban
me-megang teguh rahasia bank adalah pihak Bank sendiri dan Pihak Terafiliasi.
Menurut UU Perbankan Syariah No.21 tahun 2008 Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45,
Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 dan Pasal 49 tentang Pengecualian terhadap rahasia Bank
tersebut meliputi: untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan; untuk kepentingan
penyidikan pidana perpajakan; dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya;
dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank; atas permintaan, persetujuan, atau
kuasa dari Nasabah; dalam hal penyelesaian kewarisan; Pihak yang merasa dirugikan
oleh keterangan yang diberikan oleh Bank.
Kewajiban Bank Syariah memberikan keterangan kerahasiaan nasabah merupakan
kewajiban pemberian keterangan terkait data maupun isi rekening nasabah yang
bersangkutan kepada pihak tertentu berdasarkan Undang-Undang guna suatu kepentingan
tertentu berdasarkan Pasal 44.
Hak nasabah untuk mengetahui isi keterangan yang diungkapkan oleh Bank
Syariah merupakan hak untuk mengetahui isi keterangan apabila ada pihak yang merasa
dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42, 43, 45, dan Pasal 46.
Pelanggaran terhadap ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah diatur
dalam Pasal 60 dan Pasal 61 UU No.21 tahun 2008.

B. Saran
1. Untuk lebih memberikan pemahaman yang memadai kepada Perbankan dan Masyarakat
umum sebagai pengguna, maka sosialisasi UU Perbankan Syariah dan peraturan
pelaksanaanya perlu dilakukan secara efektif, baik melalui seminar maupun melalui
media masa.
2. Bank Syariah dan pihak terafiliasi hendaknya lebih berhati-hati dalam menjaga
kerahasiaan bank dikarenakan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat,
tingkat kesehatan bank serta eksistensi Syariah itu sendiri.

You might also like