Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prinsip kerahasian bank bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan
benar mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma hukum yang berlaku dalam dunia
perbankan, agar bank yang melakukan usahanya menjaga kerahasian nasabahnya,
sehingga masyarakat semakin percaya kepada bank dan membawa dampak semakin
meningkatnya keinginan masyarakat untuk mempergunakan jasa perbankan didalam
kegiatan usahanya serta kebutuhan sehari-hari.
Pada asasnya bank syariah dan pihak terafilisi berkewajiban untuk merahasiakan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan
investasinya. Akan tetapi, dalam kondisi-kondisi tertentu yang berlaku malah sebaliknya,
yakni bank syariah dan pihak terafilisi diwajibkan memberikan keterangan kepada pihak
yang berwenang atau pihak lainnya yang berhak secara yuridis normatif mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya. Jika hal ini
tidak dilakukan maka, bank syariah dan pihak terafiliasi dapat dikenakan sanksi
administratif hingga pidana penjara maupun pidana denda. Dengan demikian, ketentuan
mengenai rahasia bank syariah tidak bersifat mutlak dalam pengertian pihak bank syariah
harus merahasiakannya dalam segala kondisi, melainkan bersifat relatif.
Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin
berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari Negara yang bersangkutan, bank tersebut
menjadi milik masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga
oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional
dan global. Pada makalah ini kami akan membahas mengenai Rahasia Bank dalam
Kegiatan Usaha Perbankan Syariah.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan hal-hal apa saja yang akan dikaji oleh penulis.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa yang Mendasari Perlunya dan Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank?
2. Bagaimana Teori mengenai Rahasia Bank?
3. Apa saja Cakupan Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah?
4. Siapa saja Pihak-Pihak yang Berkewajiban Merahasiakan Rahasia Bank dalam
Perbankan Syariah?
5. Bagaimana Pengecualian atas Berlakunya Ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan
Syariah?
6. Apa Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah untuk Mengetahui Isi
Keterangan yang Diungkapkan oleh Bank Syariah?
7. Bagaimana Perbuatan dan Ancaman Pidana Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank dalam
Perbankan Syariah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini selain sebagai tugas Mata Kuliah
Ekonomi Moneter juga sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Dasar Perlunya dan Pemikiran Ketentuan Rahasia Bank.
2. Untuk mengetahui Teori mengenai Rahasia Bank.
3. Untuk mengetahui Cakupan Rahasia Bank dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah.
4. Untuk mengetahui Pihak-Pihak yang Berkewajiban Merahasiakan Rahasia Bank dalam
Perbankan Syariah.
5. Untuk mengetahui Pengecualian atas Berlakunya Ketentuan Rahasia Bank dalam
Perbankan Syariah.
6. Untuk mengetahui Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah untuk
Mengetahui Isi Keterangan yang Diungkapkan oleh Bank Syariah.
7. Untuk mengetahui Perbuatan dan Ancaman Pidana Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank
dalam Perbankan Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus menyebutkan nama pejabat
pajak, nama nasabah wajib pajak dan kasus yang dikehendaki keterangannya. (ayat 2)
Pemintaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus menyebutkan nama dan jabatan
penyidik, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alas an diperlukannya
keterangan, dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang
diperlukan.(ayat 3)
5. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah
Investor yang dibuat secara tertulis
Menurut ketentuan Pasal 47 UU No.21 tahun 2008:
Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah
Investor yang dibuat secara tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai
Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor pada Bank yang bersangkutan
kepada pihak yang ditunjuk oeleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor.
Berdasarkan ketentuan Pasal 47, Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan
nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau
persetujuan atau kuasa tertulis dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan, misalnya
kepada penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan.
6. Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal dunia
(penyelesaian kewarisan)
Pemberian keterangan dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah
Investor telah meninggal dunia diatur dalam Pasal 48 UU No.21 tahun 2008 tentang
perbankan Syariah. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal dunia, ahli
waris yang sah dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang bersangkutan
berhak memperoleh keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah
Investor tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 48, ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan
mengenai simpanan Nasabah Penyimpan bila Nasabah Penyimpan yang bersangkutan
telah meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan
sebagai ahli waris yang sah.
7. Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank
Dalam pasal 49 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
ditentukan:
Bank yang merasa dirugikan oelh keterangan yang dberikan oleh Bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45 dan Pasal 46 berhak untuk mengetahui isi
keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan
yang diberikan.
Dengan demikian ketentuan rahasia bank dalam hal tertentu dapat dibuka atau
dilanggar sebagaimana UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syarah telah
memberikan pengecualian atas rahasia bank sebagaimana tertuang dalam table berikut:
Tabel 3.1 Pengecualian-Pengecualian Terhadap Ketentuan Rahasia Bank
Dasar
No. Kepentingan Pemohon Izin Pemberi Izin
Hukum
Pimpinan
Pasal 42
1. Perpajakan Menteri Keuangan Bank
ayat 1
Indonesia
Kaporli, Jaksa Agung,
Ketua Mahkama Agung
Pimpinan
atau pemimpin instasi Pasal 43
2. Peradilan Pidana Bank
yang diberi wewenang ayat 1
Indonesia
untuk melakukan
penyidikan
Perkara Perdata antara Direksi Bank
3. bank dengan Pengadilan yang Pasal 45
nasabahnya bersangkutan
Direksi Bank
Tukar Menukar Pasal 46
4. Bank lainnya yang
informasi antar bank ayat 1
bersangkutan
Atas permintaan,
Nasabah yang Bank yang
5. persetujuan, atau kuasa Pasal 47
bersangkutan bersangkutan
dari nasabah
Penyelesaian Bank yang
6. Ahli waris yang sah Pasal 48
kewarisan bersangkutan
Merasa dirugikan atas
Nasabah yang merasa Bank yang
7. keterangan yang Pasal 49
dirugikan bersangkutan
diberikan oleh Bank
F. Kewajiban Bank Memberikan Keterangan dan Hak Nasabah untuk
Mengetahui Isi Keterangan yang diungkapkan oleh Bank
Maksud dari kewajiban Bank Syariah memberikan keterangan kerahasiaan nasabah
adalah bahwa Bank berkewajiban memberikan keterangan terkait data maupun isi
rekening nasabah yang bersangkutan kepada pihak tertentu berdasarkan Undang-Undang
guna suatu kepentingan tertentu.
Ketentuan ini secara tegas diatur dalam Pasal 44 UU No.21 tahun 2008 yang
menetapkan bahwa Bank Syariah wajib memberikan keterangan keadaan keuangan
nasabah penyimpan atau nasabah investor tertentu untuk kepentingan penyelidikan
pidana perpajakan dan peradilan dalam perkara pidana. Memberikan keterangan tentang
keadaan keuangan nasabah penyimpan atau nasabah investor guna penyelidikan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum hanya bisa dilakukan apabila telah mendapat izin
dari Pimpinan Bank Indonesia. Apabila Bank Syariah tidak mengindahkan peraturan ini
dimana yang dimaksud dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, maka
akan dikenakan sanksi secara administratif maupun sanksi pidana, peraturan ini diatur
dalam Pasal 56 dan 57 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.
Nasabah berhak untuk mengetahui isi keterangan dan meminta perbaikan atas
keterangan yang salah dalam pengungkapannya, Hak nasabah tersebut tertuang dalam
ketentuan Pasal 49 UU No. 21 tahun 2008. Maksud dari Hak nasabah untuk mengetahui
isi keterangan yang diungkapkan oleh Bank Syariah adalah apabila ada pihak yang
merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, 43, 45, dan Pasal 46. Dalam pasal tersebut tidak membatasi
bahwa pihak yang merasa dirugikan adalah hanya pihak nasabah, maka siapapun yang
merasa dirugikan dikarenakan pemberian atau pengungkapan keterangan oleh Bank
Syariah, maka pihak yang merasa dirugikan dapat meminta agar bank memperbaiki atau
melakukan pembetulan
Jika terdapat kesalahan dalam pengungkapan keterangan oleh bank syariah maka
nasabah berhak untuk meminta perbaikan kepada Bank Syariah yang bersangkutan dan
Bank Syariah wajib untuk membetulkannya. Seandainya nasabah telah mengajukan
permintaan guna perbaikan mengenai isi yang diungkapkan tetapi tidak ditindak lanjuti
oleh pihak Bank Syariah maka nasabah yang bersangkutan dapat menggugat bank yang
bersangkutan secara perdata, dan juga dapat mengadukan hal tersebut kepada pihak
berwenang berdasarkan alas an bahwa bank telah melakukan tindak pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 64 UU No.21 tahun 2008
Adapun bunyi ketentuan dalam Pasal 64 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, yaitu:
Pihak terafiliasi yang sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki
UUS terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dipidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
Dengan demikian keterangan mengenai nasabah tidak serta merta menjadi
keterangan yang terbuka dan dapat diberikan kepada siapapun. Dengan kata lain,
pengungkapan keterangan mengenai nasabah harus didasarkan kepada syarat dan kondisi
tertentu sesuai dengan yang telah diperjanjikan antara bank dan nasabahnya.
A. Kesimpulan
Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah
kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Terdapat 2 teori berkenaan
kerahasiaan bank yaitu teori rahasia bank yang bersifat mutlak dan teori rahasia bank
yang bersifat relatif atau nisbi.
Pada ketentuan pasal 1 ayat 14 UU No.21 Tahun 2008 merumuskan pengertian
rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah bahwa Rahasia Bank merupakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya. Dan berdasarkan UU Perbankan
Syariah No.21 tahun 2008 Pasal 41 tentang cakupan rahasia bank, yang berkewajiban
me-megang teguh rahasia bank adalah pihak Bank sendiri dan Pihak Terafiliasi.
Menurut UU Perbankan Syariah No.21 tahun 2008 Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45,
Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 dan Pasal 49 tentang Pengecualian terhadap rahasia Bank
tersebut meliputi: untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan; untuk kepentingan
penyidikan pidana perpajakan; dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya;
dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank; atas permintaan, persetujuan, atau
kuasa dari Nasabah; dalam hal penyelesaian kewarisan; Pihak yang merasa dirugikan
oleh keterangan yang diberikan oleh Bank.
Kewajiban Bank Syariah memberikan keterangan kerahasiaan nasabah merupakan
kewajiban pemberian keterangan terkait data maupun isi rekening nasabah yang
bersangkutan kepada pihak tertentu berdasarkan Undang-Undang guna suatu kepentingan
tertentu berdasarkan Pasal 44.
Hak nasabah untuk mengetahui isi keterangan yang diungkapkan oleh Bank
Syariah merupakan hak untuk mengetahui isi keterangan apabila ada pihak yang merasa
dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42, 43, 45, dan Pasal 46.
Pelanggaran terhadap ketentuan Rahasia Bank dalam Perbankan Syariah diatur
dalam Pasal 60 dan Pasal 61 UU No.21 tahun 2008.
B. Saran
1. Untuk lebih memberikan pemahaman yang memadai kepada Perbankan dan Masyarakat
umum sebagai pengguna, maka sosialisasi UU Perbankan Syariah dan peraturan
pelaksanaanya perlu dilakukan secara efektif, baik melalui seminar maupun melalui
media masa.
2. Bank Syariah dan pihak terafiliasi hendaknya lebih berhati-hati dalam menjaga
kerahasiaan bank dikarenakan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat,
tingkat kesehatan bank serta eksistensi Syariah itu sendiri.