You are on page 1of 48

1

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia modern saat ini, tuntutan pekerjaan dapat menimbulkan
tekanan fisik dan psikis pada seseorang. Hal ini memperbesar risiko pekerjaan
atau terkena penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan jabatannya. Untuk
mendukung daya saing produksi, penggunaan alat-alat modern, bahan-bahan
berbahaya, zat kimia beracun dalam proses produksi serta tuntutan pekerjaan yang
tinggi sering tidak dapat dihindari.1
Prevalensi nyeri muskuloskeletal, termasuk back pain, telah
dideskripsikan sebagai sebuah epi-demik. Keluhan nyeri biasanya self limiting,
tetapi jika menjadi kronik, konsekuensinya serius. Hal ini akhirnya menyebabkan
turunnya produktivitas orang yang mengalami back pain.2
Banyak penyebab nyeri muskuloskeletal telah diidentifikasi. Faktor-faktor
psikologis dan sosial berperan besar dalam eksaserbasi nyeri dengan
mempengaruhi persepsi nyeri dan perkemba-ngan disabilitas kronik. Pemahaman
baru ini telah membimbing kita ke arah model biopsi-kososial dari low back
pain.2
Penelitian juga telah menunjukkan bahwa terdapat banyak alasan yang
membuat seorang pasien mengkonsultasikan rasa nyerinya, seperti: mencari
penyembuhan, klarifikasi diagnostik, memastikan, legitimasi gejala, atau surat
kete-rangan sakit. Dokter harus mengklarifikasi yang mana yang sesuai dengan
masing-masing pasien dan meresponnya dengan tepat.2

Kira-kira 80% penduduk sumur hidup pernah sekali merasakan nyeri


punggung bawah. Pada setiap saat lebih dari 10 % penduduk menderita nyeri
pinggang.1,2 Insidensi nyeri pinggang di beberapa negara berkembang lebih
kurang 15-20% dari total populasi, yang sebagian besar merupakan nyeri
pinggang akut maupun kronik, termasuk tipe benigna. Penelitian kelompok studi
nyeri PERDOSSI Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri pinggang
sebesar 18,37% dari seluruh pasien nyeri.3 Studi populasi dl daerah pantai utara
Jawa Indonesia ditemukan insidensi 8,2% pada pria dan 13,6% pada wanita. Di
rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang insidensinya sekitar 5,4 5,8%,
frekwensi terbanyak pada usia 45-65 tahun.3
2

BAB II
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. BM
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Sinabang
Suku : Aceh
Pekerjaan : Swasta
No RM : 1-04-92-79
Tanggal Periksa : 25 April 2015

1.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri pada pinggang
Keluhan Tambahan :
Susah untuk berdiri lama
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujunkan dari RS Sinabang datang dengan keluhan nyeri pada
pinggang hingga kaki kiri sejak 6 bulan ini. Nyeri ini dirasakan semakin lama
semakin bertambah nyeri. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien meminum
obat anti nyeri. Demam tidak ada, riwayat batuk lama tidak ada , berkeringat
malam tidak ada.
Riwayat Penggunaan Obat-obatan:
Pasien pernah mengkonsumsi obat viostin DS, antibiotic dan antinyeri
namun pasien lupa nama obatnya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
3

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama,


hipertensi, diabetes melitus, asma dan alergi tidak ada. Pasien juga tidak pernah
menderita batuk lama,.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien. Hipertensi,
diabetes melitus, asma dan alergi tidak ada. Pada keluarga pasien juga tiak ada
yang menderita sakit batuk lama.
Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:
Pasien adalah seorang pekerja swasta yaitu polisi hutan.

1.3 Status Internus


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : E4 M6 V5
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,70C
Keadaan Gizi : Gizi Normal

1.4 Pemeriksaan Fisik


a. Kulit
Warna : kuning langsat
Turgor : cepat kembali
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Oedema : tidak ada
Anemia : tidak ada
b. Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : hitam, distribusi normal
Wajah : simetris, edema dan deformitas tidak dijumpai
4

Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3


mm/3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan refleks
cahaya tidak langsung (+/+)
Telinga : serumen (-/-)
Hidung : sekret (-/-)
Mulut : bibir pucat dan kering tidak dijumpai, sianosis tidak
dijumpai, lidah tremor dan hiperemis tidak dijumpai,
mukosa pipi licin dijumpai
Tonsil : hiperemis (-/-), T1/T1
Faring : hiperemis tidak dijumpai, gerakan arkus faring tampak
simetris
c. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran
Palpasi : TVJ (N) R-2 cm H2O.

d. Thoraks
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal dan
retraksi interkostal tidak dijumpai
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada
Kanan Kiri
Palpasi Stem fremitus normal, Stem fremitus normal,
nyeri tekan tidak ada, nyeri tekan tidak ada
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Normal Vesikuler Normal
Ronki(-) wheezing (-) Ronki(-) wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
5

Perkusi : Atas : ICS III sinistra


Kiri : ICS V satu jari di dalam linea midklavikula
sinistra.
Kanan : ICS IV di linea parasternal dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai

e. Abdomen
Inspeksi : Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran,
keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput
medusa, pelebaran vena, kulit kuning, gerakan peristaltik
usus, dinding perut tegang, darm steifung, darm kontur,
dan pulsasi pada dinding perut tidak dijumpai
Auskultasi : Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak
dijumpai
Palpasi : Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement tidak di jumpai
Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di
ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen.
Pinggang: nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.
f. Genitalia : Tidak diperiksa
g. Anus : Tidak diperiksa
h. Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (+)
i. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB tidak dijumpai
j. Ekstremitas : Akral hangat

Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Oedema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Fraktur Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
6

1.5 Status Neurologis


A. G C S : E4 M6 V5
Pupil : Isokor (3 mm/3 mm)
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Laseque : (-)
- Kernig : (-)
- Babinski : (-/-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
B. Nervus Craniales
Nervus III (otonom) :
Kanan Kiri
1. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
2. Bentuk pupil bulat bulat
3. Refleks cahaya langsung + +
4. Refleks cahaya tidak langsung + +
5. Nistagmus - -
6. Strabismus - -
7. Eksoftalmus - -
8. Melihat kembar - -
Nervus III, IV, VI (gerakan okuler) Kanan Kiri
Pergerakan bola mata :
1. Lateral Dalam batas normal Dalam batas normal
2. Atas Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Bawah Dalam batas normal Dalam batas normal
4. Medial Dalam batas normal Dalam batas normal
5. Diplopia Dalam batas normal Dalam batas normal
Kelompok Motorik
7

Nervus V (fungsi motorik)


1. Membuka mulut Dalam batas normal
2. Menggigit dan mengunyah Dalam batas normal
Nervus VII (fungsi motorik) Kanan Kiri
1. Mengerutkan dahi Dalam batas normal Dalam batas normal
2. Menutup mata Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Menggembungkan pipi Dalam batas normal Dalam batas normal
4. Memperlihatkan gigi Dalam batas normal Dalam batas normal
5. Sudut bibir Dalam batas normal Dalam batas normal
Nervus IX & X (fungsi motorik) Kanan Kiri
1. Bicara Dalam batas normal Dalam batas normal
2. Menelan Dalam batas normal Dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik)


1. Mengangkat bahu Dalam batas normal Dalam batas normal
2. Memutar kepala Dalam batas normal Dalam batas normal
Nervus XII (fungsi motorik)
1. Artikulasi lingualis Dalam batas normal
2. Menjulurkan lidah Dalam batas normal
Kelompok Sensoris
1. Nervus I (fungsi penciuman) Dalam batas normal
2. Nervus V (fungsi sensasi wajah) Dalam batas normal
3. Nervus VII (fungsi pengecapan) Dalam batas normal
4. Nervus VIII (fungsi pendengaran) Dalam batas normal
C. Badan
Motorik
1. Gerakan respirasi : Abdomino Thorakalis
2. Bentuk columna vertebralis : Simetris
3. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris
Sensibilitas
1. Rasa suhu : Dalam Batas Normal.
2. Rasa nyeri : Dalam Batas Normal
3. Rasa raba : Dalam Batas Normal.
8

D. Anggota Gerak Atas


Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : 5555/5555
3. Tonus : N/N
4. Trofi : N/N
Refleks
1. Biceps : (+/+)
2. Triceps : (+/+)
E. Anggota Gerak Bawah
Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : 5555/5555
3. Tonus : N/N
4. Trofi : N/N
Refleks
1. Patella : (+/+)
2. Achilles : (+/+)
3. Babinski : (-/-)
4. Chaddok : (-/-)
5. Gordon : (-/-)
6. Oppenheim : (-/-)
Klonus
1. Paha : (-/-)
2. Kaki : (-/-)
3. Tanda Laseque : tidak diperiksa
4. Tanda Kernig : tidak diperiksa
Sensibilitas kanan kiri
Rasa suhu dbn dbn
Rasa nyeri dbn dbn
Rasa raba dbn dbn
F. Gerakan Abnormal : Tidak ditemukan
9

G. Fungsi Vegetatif
1. Miksi : dalam batas normal
2. Defekasi : konstipasi tidak ada
H. Koordinasi Keseimbangan
1. Cara Berjalan : Normal, namun pasien tidak snaggup untuk berdiri
lama karena kaki kiri pasien sakit.
2. Romberg Test : negatif

1.6 Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 9,6 g/dl 14,0-17,0 g/dL
Hematokrit 31 % 45-55 %
Eritrosit 4,1.106/mm3 4,7-6,1.106/mm3
Leukosit 21,3.103/mm3 4,5-10,5.103/mm3
Trombosit 406.103U/L 150-450.103U/L
Hitung Jenis
Eosinofil 0 0-6%
Basofil 0 0-2%
Neutrofil Segmen 89 5-70%
Limfosit 7 20-40%
Monosit 4 2-8%
Kimia Klinik
KGDS 159 mg/dL < 200 mg/dL
Fungsi Ginjal
Ureum 54 mg/dL 13-43 mg/dL
Kreatinin 1,17 mg/dL 0,67-1,17 mg/dL
10

B. Pemeriksaan Radiologi
1). Foto X-Ray Thorax AP

Gambar 1.1 Foto Thoraks AP

Kesimpulan : Chest X-ray normal


11

3). MRI Lumbosacralis

Gambar 1.4 MRI Lumbosacralis Potongan Axial


12

Gambar 1.5 MRI Lumbosacralis Potongan Sagital

Hasil Pemeriksaan (dr. Iskandar Zakaria, Sp. Rad)


- Alignment baik, Curve lumbal normal
- Tak tampak spondylolisthesis
- Tampak area hyperintens abnormal pada corpus vertebrae lumbalis IV - V
- Destruksi corpus VL, IV, dan V
- Tampak protusio discus intervetrebaralis VL 4-5
- Canalis spinalis tampak menyempit pada L4-5
- Ligamentum flatum normal
- Jaras saraf sisi kiri dan kanan tampak normal
- Tampak osteophit
- Ligamnetum longtudinalis anterior dan posterior tak tampak calsificasi
13

- Processus spinosus dan transverses normal

Kesimpulan: Spondylitis TB setinggi L4-5+ HNP VL 4-5


1.7 Diagnosis
LBP

1.8 Terapi
IV Ceftriaxone 2 gr/12 jam
IV Metilprednisolon 125 mg/ 8 jam
IV Ranitidin 1 amp/12 jam
IV ketorolac 3% 1 amp/8 jam
Terapi dari TS Paru :
Rimstar 3x1 tab
Drip levofloxacin 75 mg/24 jam

1.9 Planning
Fisioterapi
1.10 Prognosis
Qou ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
14

BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1.1. Defenisi Low Back Pain (LBP)

Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta
(tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar
ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha.3LBP atau nyeri
punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang
disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik .4

1.2. Klasifikasi Low Back Pain (LBP)

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), yang termasuk
dalam low back pain terdiri dari : 3

1. Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang di-batasi: superior oleh garis
transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra thorakal
terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus
spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal tangensial
terhadap batas lateral spina lumbalis.

2. Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang di-batasi superior oleh garis
transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus vertebra sakralis
pertama, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui sendi
sakrokoksigeal pos-terior dan lateral oleh garis imajiner melalui spina iliaka
superior posterior dan inferior.

3. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain
dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain.

Selain itu, IASP juga membagi low back pain ke dalam : 3


1. Low Back Pain Akut, telah dirasakan kurang dari 3 bulan.
15

2. Low Back Pain Kronik, telah dirasakan se-kurangnya 3 bulan.


3. Low Back Pain Subakut, telah dirasakan minimal 5-7 minggu, tetapi tidak lebih
dari
12 minggu.

1.2.1. Acute Low Back Pain 5

Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba
dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa
minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat
disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa
nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak
jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang
lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih ssendiri.
Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat
dan pemakaian analgesik.

1.2.2.Chronic Low Back Pain 5

Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa
nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki
onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama.Chronic low back pain
dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus
intervertebralis dan tumor.

1.3. Penyebab Low Back Pain (LBP)

Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya LBP, antara lain:6

1.3.1.Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir

Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. kelainan-kelainan


kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya setengah
bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan. Selain itu ditandai pula
16

adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu, namun keadaan ini tidak
menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra dibagian bawah karena
tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida. Penyakit
spina bifida dapat menyebabkan gejala- gejala berat sepert club foot, rudimentair
foof, kelayuan pada kaki, dan sebagainya. namun jika lubang tersebut kecil, tidak
akan menimbulkan keluhan. Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine)
sejak lahir adalah:

a.Penyakit Spondylisthesis

Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae, dimana


arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae Walaupun kejadian ini
terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru menimbulkan nyeri
akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang bila
penderita duduk atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau
berjalan .menyebutkan gejala klinis dari penyakit ini adalah:

1). Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara dada
dan panggul terlihat pendek.

2). Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang


menimbulkan skoliosis ringan.

3). Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah. 4).
Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung spina dan
garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih panjang dari
garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.

b.Penyakit Kissing Spine

Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosusbersentuhan.


Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang ditimbulkan adalah
17

low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan X-ray
dengan posisi lateral

c.Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V

Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal ke V


melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum.

1.3.2.Low Back Pain karena Trauma

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP. Pada orang-
orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan
beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Gerakan
bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan
spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma
punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh
dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang
berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang
lebih lanjut .Secara patologis anatomis, pada low back pain yang disebabkan
karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:

a.Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca

Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri
pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan
saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan
kaki pada hip joint terbatas.

b.Perubahan pada sendi Lumba Sacral

Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan
dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan
nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan
keterbatasan gerak.
18

1.4. Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)

Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis,
merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-
ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor
psikososial . Sifat dan karakteristik nyeri yang dirasakan pada penderita LBP
bermacam-macam seperti nyeri terbakar, nyeri tertusuk, nyeri tajam, hingga
terjadi kelemahan pada tungkai . Nyeri ini terdapat pada daerah lumbal bawah,
disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka, koksigeus,
bokong, kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki .

Pada nyeri punggung bawah perlu diwaspadai adanya Red Flag, yaitu tanda dan
gejala yang menandai adanya kelainan serius yang mendasari nyeri. Red flags
dapat diketahui melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Kelainan Red Flags


Kanker atau infeksi Usia <20 tahun atau > 50 tahun

Riwayat kanker

Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

Terapi imunosupresan

Infeksi saluran kemih, IV drug abuse, demam,


menggigil

Nyeri punggung tidak membaik dengan


istirahat
Fraktur vertebra Riwayat trauma bermakna

Penggunaan steroid jangka panjang

Usia > 70 tahun


Sindroma kauda ekuina atau Retensi urin akut atau inkontinensia overflow
19

defisit neurologik berat


Inkontinensia alvi atau atonia sfingter ani

Saddle anesthesia

Paraparesis progresif atau paraplegia

1. 4 PATOFISIOLOGI

Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang


oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan
direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan
menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang
bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan
dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya
dapat menimbulkan iskemia.5,7,8,9 Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi
pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri
neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf. Iritasi neuropatik pada
serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama, penekanan hanya
terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum
yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan
bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan.
Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi
perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion
lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat
peka terhadap rangsang mekanikal dan termal.

1.5 Diagnosis Klinis 9

Diagnosis klinis LBP meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan


neurologis serta pemeriksaan penunjang

Anamnesis
20

Dalam anamnesis perlu diketahui:

Awitan

Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi
mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau
iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.

Lama dan frekuensi serangan

NBP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan.
Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi
diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama
2-4 minggu.

Lokasi dan penyebaran

Kebanyakan LBP akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah
lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai
bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat
disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunya pola
penyebaran yang tetap.

Faktor yang memperberat/memperingan

Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat aktivitas.
Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau
manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat
atau menetap jika berbaring.

Kualitas/intensitas

Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya


dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai,
mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang
biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari
21

pada LBP dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin
memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri NPB lebih banyak daripada nyeri
tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga
biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala LBP yang sudah lama dan
intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu
LBP yang terjadinya secara mekanis. Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang
mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa
menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi
setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut
barang yang enteng.

Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan


bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya
berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan
meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk,
bersin dan mengejan sewaktu defekasi.

Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada
malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya
suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.

Pemeriksaan Fisik 9

Inspeksi :

Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh
spasme otot paravertebral.

Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.


Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada
tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis
22

lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen


sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri
pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang
terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan
pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada
fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh
membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu
sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral
menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
Nyeri LBP pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda
menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau
spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.

Palpasi :

Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan


suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).

Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan


menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan
ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis
yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di
tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis
dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang
lain memfokuskan pada kelainan neurologis.

Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada
diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan,
kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan.
Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan
kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
23

Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron
(UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang
berupa UMN atau LMN.

Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan


kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin
dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.

Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena


membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti
diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom
yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi
lokalisasi dibanding motoris.6

Tanda-tanda perangsangan meningeal :

Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5


atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih
dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil
dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai
pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut
dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai
dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi
tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri
radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral
merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus.5

Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri
makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga
dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang
terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara
operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini
malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui bahwa tanda Laseque
24

berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang
tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun).

Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara


yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan
suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan
adanya suatu HNP.

Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti
tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.

Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.

Tes valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila timbul
nyeri

TES DIAGNOSTIK10,11:

Laboratorium:

Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah
(LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.

Pemeriksaan Radiologis :

Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan
degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-
kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu
skoliosis akibat spasme otot paravertebral.

CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
25

MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.

MRI sangat berguna bila:

vertebra dan level neurologis belum jelas


kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat
berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk
menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester
diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.

1.7 PENATALAKSANAAAN
Penatalaksanaan Low Back Pain Akut

Sebagian besar pasien dapat diatasi secara efektif dengan kombinasi dari
pemberian infor-masi, saran, analgesia, dan jaminan yang tepat. Pasien juga harus
disemangati untuk segera kembali bekerja. Penjelasan dan saran dapat juga dalam
bentuk tertulis. Kronisitas low back pain dapat dihindari dengan: memperhatikan
aspek psikologis gejala yang ada, menghindari pemeriksaan yang tidak perlu dan
berlebihan, menghindari penatalaksanaan yang tidak kon-sisten, serta
memberikan saran untuk mencegah rekurensi (seperti: menghindari pengangkatan
beban yang berat).12

Faktor yang berhubungan dengan hasil dan kronisitas low back pain :11
Distress: reaksi depresif, ketidakberdayaan.
Pemahaman tentang nyeri dan disabilitas: rasa takut dan kesalahpahaman
tentang nyeri.
Faktor perilaku: menghindari gerakan-gerakan yang memperberat.
26

Mengidentifikasi Faktor Risiko ke Arah Kronisitas


Guidelines tatalaksana untuk strata 1 dititik-beratkan pada identifikasi faktor
risiko ke arah kronisitas. Pendekatan yang berguna telah di-kembangkan di New
Zealand. Bertujuan untuk mengikutsertakan semua pihak (pasien, keluarga,
paramedis, dan yang paling penting atasan pasien). Empat kelompok faktor risiko
(flags) untuk kronisitas berikut dengan strategi penata-laksanaa yang
direkomendasikan, termasuk pe-makaian kuesioner skrining, struktur interview
yang sesuai dan pedoman manajemen perilaku. Fokusnya hanya pada faktor
psikologis yang mengarah ke kronisitas 9,12
bedah. Begitu pula jika pasien bertendensi untuk bunuh diri, harus dirujuk ke
psikiater secepatnya. Kedua grup pasien ini harus ditata-laksana secara terpisah.2,6

Pedoman Penatalaksanaan Komprehensif Pasien dengan Nyeri 9,12


Mendengarkan pasien dengan seksama.
Memperhatikan perilaku pasien dengan cermat.
Mendengarkan bukan hanya apa yang di-katakan, tetapi bagaimana hal tersebut
di-katakan.
Empati terhadap perasaan pasien.
Memotivasi agar pasien tidak merasa takut.
Memperbaiki kesalahpahaman yang mungkin terjadi dalam konsultasi dokter-
pasien.
Menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak membantu (atau bahkan merusak).
Mengerti kondisi sosial ekonomi pasien.

Penatalaksanaan Low Back Pain Kronik yang menyebabkan Disabilitas


Penelitian telah menunjukkan bahwa pengaruh terpenting dalam perkembangan
kronisitas adalah psikologikal dibandingkan dengan bio-mekanikal. Faktor-faktor
psikologis yang di-maksud adalah distress berat, kesalahpahaman tentang nyeri
dan implikasinya, serta peng-hindaran aktivitas karena takut membuat rasa nyeri
bertambah parah.9,12
27

Terhadap pasien-pasien yang membutuhkan penanganan rujukan spesialis, pilihan


terapinya adalah interdisciplinary pain management prog-ramme (IPMP). Dimana
difokuskan pada fungsi dibandingkan penyakit, tatalaksana dibanding-kan
penyembuhan, integrasi beberapa terapi spesifik, penatalaksanaan multidisiplin,
me-nekankan pada metode aktif daripada pasif, dan self care daripada hanya
menerima terapi.9

Penatalaksanaan Low Back Pain Non Spesifik 9,12


Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti
biasanya.
Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat
dilakukan tirah baring 2-3 hari pertama untuk me-ngurangi nyeri.
Medikasi: obat anti-nyeri diberikan dengan interval biasa dan digunakan hanya
jika di-perlukan. Mulai dengan parasetamol atau NSAID. Jika tidak ada
perbaikan, coba cam-puran parasetamol dengan opioid. Pertim-bangkan
tambahan muscle relaxant tetapi hanya untuk jangka pendek, mengingat bahaya
ketergantungan.
Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas
sehari-hari-nya dalam 4-6 minggu.
Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasus-kasus yang membutuhkan obat
penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu.
Terapi dan intervensi lain: belum ada penelitian mengenai terapi dengan traksi,
termis ultra-sound, akupuntur, sabuk penyangga, ataupun pijatan.

Penatalaksanaan Low Back Pain dengan Nerve Root Affection 9,12


Aktivitas: pasien didorong melakukan beragam aktivitas walaupun
punggung/tungkai bawah-nya nyeri.
Tirah baring: mungkin dibutuhkan untuk meng-hilangkan nyeri.
Medikasi: obat anti nyeri diberikan dengan interval biasa dan digunakan hanya
jika di-perlukan. Mulai dengan parasetamol atau dikombinasikan dengan opioid.
Pertimbang-kan tambahan relaksan otot tetapi hanya untuk jangka pendek,
28

mengingat bahaya
ketergantungan.
Olah raga: jika pasien menjadi pasif, olah raga ringan mungkin berguna.
Operasi: dilakukan pada kasus dengan tanda-tanda neurologis progresif/kauda
ekuina dan pengurangan nyeri yang tidak me-muaskan setelah 6-12 minggu,
mungkin dengan episode nyeri yang tidak tertahan-kan sebelumnya.
Terapi dan intervensi lain: tidak terdapat penelitian mengenai terapi dengan traksi
atau manipulasi yang dianjurkan.

1.8 Prognosis
Biasanya pasien sembuh rata-rata dalam 7 minggu. Tetapi sering dijumpai episode
nyeri berulang. Dan sebanyak 80% pasien menga-lami keterbatasan dalam derajat
tertentu selama 12 bulan, mungkin hanya 10-15% yang mengalami disabilitas
berat. Status pasien setelah 2 bulan terapi merupakan indikator untuk meramalkan
status pasien pada bulan ke-12.3 Penentuan faktor risiko dapat juga memper
kirakan perkembangan perjalanan penyakit low back pain ke arah kronisitas.13
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri


Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
2. Meliala L. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah .
Dalam Meliala L, Suryono B, Wibowo S. Kumpulan Makalah Pertemuan
Ilmiah I Indonesian Pain Society, Yogyakarta, 2003.
3. 2. Main CJ, Williams AC. ABC of Psychological Medicine :
Muskuloskeletal Pain. BMJ 2002;325:534-7.
4. Bogduk N. Evidence-Based Clinical Guidelines for the Management of
Acute Low Back Pain. The National Muskuloskeletal Medicine Initiative.
2011.
5. Wheeler AH, Stubbart J. Pathophysology of chronic back pain. Up date
April 13, 2006. www.emedicine.com/neuro/topic516.htm
6. Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri
Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
7. Meliala L. Patofisiologi Nyeri pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam:
Meliala L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
8. Suryamiharja A, Meliala L. Penuntun Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik.
Edisi Kedua. Medikagama Press. Yogyakarta, 2000.
9. Patel AT, Ogle AA. Diagnosis and management of acute low back pain.
Available from:
URLhttp://www.afp/low%20back%20pain\Diagnosis%20Management%2
0of%20Acute%20Low%20Back%20Pain.htm.
10. Sadeli. Neuroimejing pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L,
Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
11. Wibowo S. Farmakoterapi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L,
Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
30

12. Anderson GBJ. Epidemiological features of chronic low back pain. Lancet
1999; 354:581-5.
13. Rusdi I. Prognosis Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri
Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. Jakarta, 2003
31

2.1Anatomi dan Fisiologi Vertebrae


Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar
terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis, dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan
posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis
vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot
penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara
satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (facet joint).

Gambar 2.1 Corpus Vertebrae


Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan
tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae
yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan
ligamentum longitudinalis posterior.
32

Gambar 2.2 Diskus dan Anulus


Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Lempeng rawan hialin
memiliki matriks dengan kolagen tipe II sebagai unsur kolagen utamanya. Empat
puluh persen dari tulang rawan hialin terdiri atas kolagen yang terpendam dalam
substansi intersel amorf. Selain kolagen tipe II dan proteoglikan, komponen
penting lain dari matriks tulang rawan adalah glikoprotein kondronektin, sebuah
makromolekul yang membantu perlekatan kondrosit pada kolagen matriks.
Nukleus pulposus merupakan suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglican
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai
sifat sangat higroskopis. Nukleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan
berperan menahan tekanan/beban. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus,
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat menjungkit kedepan dan
kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.
Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis, lapisan terluar terdiri dari lamela
fibrokolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nukleus pulposus
sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring),
lapisan dalam terdiri dari jaringan fibrokartilagenus, dan daerah transisi. Annulus
fibrosus merupakan cincin yang liat dan tersusun atas 10-12 lapisan jaringan ikat
yang konsentrik dan fibrokartilago. Di bagian anterior diperkuat oleh ligamentum
longitudinalis anterior dan posterior oleh ligamentum longitudinalis posterior.
2.2 Definisi dan Klasifikasi Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
HNP adalah suatu keadaan dimana keluarnya sebagian atau seluruh bagian
dari nukleus pulposus ke dalam kanalis vertebralis akibat degenerasi anulus
33

fibrosus korpus intervetebral dan menekan radiks spinalis sehingga menimbulkan


gangguan.

Gambar 3.9 Grade Herniasi Diskus


Menurut gradasinya, HNP dibagi atas:1
1. Degenerasi diskus: Nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa ada
keluhan dari penderita dan tidak ada temuan yang
signifikan pada pemeriksaan radiologi.
2. Prolaps/protrusi : Nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran
anulus fibrosus.
3. Ekstrusi diskus: Nukleus keluar dari anulus fibrosus dan berada di
dalam ligamentum longitudinalis posterior.
Diameter kraniokaudal fragmen yang mengalami
hernia lebih besar dibanding diameter kraniokaudal
diskus asal.
4. Sequestrasi diskus: Nukleus telah menembus ligamentum longitudinal
posterior.

2.3 Etiologi Hernia Nukleus Pulposus (HNP)


Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai
berikut.7
a. Riwayat Trauma, trauma merupakan penyebab tersering hernia nukleus
pulposus ini.
34

b. Riwayat pekerjaan yang perlu beban berat, duduk, mengemudi dalam


waktu yang lama
c. Sering membungkuk
d. Posisi tubuh saat berjalan
e. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun)
f. Striktur tulang belakang
g. Kelemahan otot-otot abdomen
2.4 Epidemiologi Hernia Nukleus Pulposus
Hampir 80% dari HNP terjadi di daerah lumbal. Sebagian besar HNP terjadi
pada diskus L4-L5 dan L5-S1. Sedangkan HNP servikal hanya sekitar 20% dari
insiden HNP. HNP servikal paling sering terjadi pada diskus C6-C7, C5-C6, C4-
C5. Selain pada daerah servikal dan lumbal, HNP juga dapat terjadi pada daerah
torakal namun sangat jarang ditemukan. Lokasi paling sering dari HNP torakal
adalah diskus T9-T10, T10-T11, T11-T12. Karena ligamentum longitudinalis
posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi
diskus cenderung terjadi ke arah posterolateral, dan menyebabkan kompresi pada
radiks saraf.4
2.5 Patofisiologi Hernia Nukleus Pulposus
Pada diskus yang sehat, bila mendapat tekanan maka nukleus pulposus
menyalurkan gaya tekan ke segala arah dengan sama besar. Pada usia 30-50 tahun
mulai terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi
kedalam diskus disertai kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan
kandungan air nukleus pulposus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang
elastic. Penurunan kadar air nukleus mengurangi fungsinya sebagai bantalan,
sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus secara asimetris
akibatnya bisa terjadi cedera atau robekan pada anulus.5
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan
nukleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang
berada di canalis vertebralis menekan radiks. Protrusi atau ruptur nukleus
pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada
proses penuaan. Pecahan yang terjadi menyebar di anulus melemahkan pertahanan
anulus fibrosus hingga menyebabkan herniasi nukleus. Setelah trauma/jatuh,
35

kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat benda berat yang
menyebabkan cedera kartilago.7
HNP dapat terjadi tiba-tiba ataupun perlahan-lahan. Empat langkah
terjadinya HNP adalah:7
a. Degenerasi discus: perubahan kimia yang terkait dengan usia menyebabkan
discus menjadi lemah.
b. Prolapse: bentuk ataupun posisi dari diskus dapat berubah yang ditunjukkan
dengan adanya penonjolan ke spinal canal. Hal ini sering pula disebut dengan
bulge atau protrusion.
c. Extrusion: nucleus pulposus keluar melalui robekan dari annulus fibrosus.
d. Sequestration: baik annulus fibrosus dan ligamentum longitudinal posterior
telah robek, dan material nucleus telah bermigrasi ke sisi luar di spinal canal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus
pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis
berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral.
Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena.
Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat
medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan
kompresi pada kolumna anterior.4
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP:7
a. Aliran darah ke discus berkurang
b. Beban berat atau trauma
c. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang
terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini
akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan
menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang
bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan
dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya
dapat menimbulkan iskemia.7
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan
terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan
36

lesi primer pada sistem saraf. Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat
menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput
pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan
nyeri inflamasi.7
Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan
peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua,
penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan
biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya.
Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka
terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini dasar pemeriksaan Laseque.7
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena :
- Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi
L5-S1.
- Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan
pada sendi L5-S1
- Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum
longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus.
Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.
- Karena ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat
pada bagian tengahnya, maka protrusi diskus cenderung terjadi ke arah
posterolateral, dengan kompresi radix saraf.
2.6 Manifestasi Klinis Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Manifestasi HNP sangat beragam tergantung dari lokasi terjadinya herniasi
dan saraf mana yang terjepit. Terdapat lima komponen penting yang harus
diperiksa oleh klinisi termasuk di antaranya nyeri, kelemahan, kebas atau
kesemutan, atropi dari muskulus, dan kelainan refleks. Gejala spesifik dapat
dirasakan dari setiap titik herniasi yang terjadi. Lokasi korda spinalis berawal dari
vertebrae servikalis hingga vertebrae torakalis T12 sampai dengan lumbal L1 di
mana ujung runcing dari korda spinalis disebut dengan konus medularis.
37

Sedangkan cabang-cabang dari korda spinalis berawal dari ujung konus medularis
tersebut. Percabangan ini disebut dengan kauda equina. 8
Pada 95% dari seluruh kasus, herniasi terjadi pada vertebrae L4-L5 atau L5-
S1. Jika herniasi terjadi di antara corpus vertebrae L4-L5, keluhan yang akan
muncul berasal dari cabang persarafan dari lumbal 5. Sedangkan herniasi yang
terjadi pada di antara corpus vertebrae L5-S1, keluhan yang akan muncul berasal
dari cabang persarafan yang keluar dari sakrum 1. 8
Gejala manifestasi klinis HNP bergantung dari lokasi terjadinya proturusi
dari diskus. Jenis-jenis herniasi berdasarkan lokasinya meliputi:8
1. Sentral : Penekan saraf berada tepat di tengah kanalis spinalis. Di mana hal ini
memiliki kesempatan untuk menekan beberapa cabang saraf dalam bersamaan
yang berada di inferiornya. Keluhan low back pain lebih dirasakan
dibandingkan dengan keluhan nyeri ekstremitas bawah. Manifestasi klinis
yang lain dapat berupa inkontinensia urin atau fekal. Pasien yang
menunjukkan defisit neurologis membutuhkan tatalaksana bedah urgensi
untuk menghindari kerusakan saraf yang persisten.
2. Posteolateral : Merupakan lokasi tersering terjadinya herniasi. Berbeda dengan
tipe sentral, penekanan pada posteolateral biasanya hanya melibatkan satu
cabang saraf. Contohnya, herniasi di antara L4-L5 posteolateral hanya akan
mengganggu cabang saraf dari L5 saja.
3. Foramen : Terjadi pada 8-10% kasus. Penekanan terjadi pada pintu keluar dari
percabangan saraf. Penekanan pada daerah foramenal akan melibatkan cabang
saraf di atasnya. Contoh, herniasi di antara L4-L5 akan mengganggu cabang
saraf dari L4.
Pasien HNP yang memiliki robekan pada annulus fibrosus bagian internal
biasanya akan mengeluhkan nyeri diperberat pada saat ekstremitas bawah dalam
keadaan fleksi atau pada saat pasien duduk. Nyeri akan dirasa lebih ringan jika
ekstremitas dalam keadaan ekstensi. Pasien juga tidak memiliki gejala radikuler.8
Herniasi servikalis memiliki keluhan utama berupa nyeri radikuler pleksus
servikobrakialis. Pergerakan kolumna vertebralis servikalis menjadi terbatas,
bentuk kurvatura yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk,
refleks biseps dan triseps biasanya menurun atau menghilang.8
38

Gambar 3.10 Tabel manifestasi klinis HNP pada area lumbal


2.7 Diagnosa Banding Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
1. Stenosis Spinalis
Spinal stenosis adalah penyempitan abnormal (stenosis) pada kanal tulang
belakang (kanal spinalis) yang mungkin terjadi di salah satu daerah tulang
belakang, paling sering di punggung bawah atau leher. Penyempitan ini
menempatkan tekanan pada saraf dan sumsum tulang belakang dan dapat
39

menyebabkan rasa sakit. Diameter sagital normal dari spinalis lumbalis adalah >
15 mm. Dikatakan stenosis sedang jika diameter sagital 10-14 mm, dan berat jika
diameter kurang dari 10 mm. Biasanya, seseorang dengan kondisi ini mengeluh
sakit parah di kaki, betis atau punggung bawah ketika berdiri atau berjalan. Nyeri
bisa datang lebih cepat saat menaiki tangga dan berkurang dengan duduk atau
bersandar. Gejala bisa muncul secara bertahap dan mencakup rasa sakit di leher
atau punggung, mati rasa, kelemahan atau nyeri di lengan atau kaki, dan masalah
kaki. Sebagian besar spinal stenosis terjadi pada orang tua di atas 50 tahun, namun
bisa juga terjadi pada orang muda dengan cedera tulang belakang, radang sendi,
skoliosis atau cacat bawaan (kongenital).26
2. Tumor Ekstradural
Tumor di daerah medula spinalis dapat berupa tumor intradural
intramedular, intradural ekstramedular, dan tumor ekstramedular. Tumor ekstra
medular merupakan letak tumor yang terlihat paling menyerupai posisi hernia
nukleus pulposus hingga dimasukkan menjadi diagnosa banding hernia nukleus
pulposus. Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau
dari dalam ruang ekstradural. Tumor ekstradural terutama merupakan metastasis
dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal dan lambung.17
Tumor daerah lumbosakral atau konus meduller kord spinal mengenai
persarafan parasimpatetik kandung kemih, usus dan organ seksual. Gejala dan
tanda yang mendahului seperti enuresis dan gangguan kapasitas seksual, mungkin
mendahului kelainan neurologis yang nyata dalam beberapa bulan atau tahun. Ini
sering di diagnosis secara salah sebagai masalah psikologis, sistosel pada wanita
usia subur, serta kelainan prostat. Terganggunya daerah lumbosakral bisa
menyebabkan gambaran neurologis campuran defisit neurologis UMN pada
miotom sakral dan defisit LMN pada miotom lumbar yang terkena.18
3. Hipertrofi Facet
Penebalan facet (hipertrofi) yang juga menimbulkan rasa nyeri. Facet
terdapat pada bagian belakang hubungan tulang dengan tulang. Facet ini bisa
menebal sehingga tidak punya kelenturan untuk bergerak, sehingga timbul rasa
sakit. Degenerasi dari facet joint dapat didiagnosa dengan MRI potongan axial,
40

dimana facet joint tampak hyperthropy dan mendesak resess lateral hingga
menyebabkan stenosis sentral kanal17
4. Kista Synovial
Kista terdiri dari asam hyaluronat, musin, rongga kista dengan glukosamin,
globulin dan albumin. Kista ganglion terjadi pada semua umur tetapi paling umum
selama dekade kedua, ketiga, dan keempat kehidupan. Wanita terkena 3 kali lebih
sering daripada pria. Eksisi bedah seringkali diperlukan untuk menghilangkan rasa
sakit dan deformitas yang berhubungan dengan kista ganglion.17
Salah satu teori yang menjelaskan tentang etiologi kista ganglion tersebut
antara lain adalah kista ganglion berasal dari sel synovial atau mesenkim yang
berubah pada kapsul synovial akibat respon dari cedera ringan yang berulang.
Peregangan struktur kapsul dan ligamen sendi pendukung tampaknya merangsang
produksi asam hialuronat jaringan pelumas oleh fibroblas pada interface kapsul
sinovial. Musin yang dihasilkan menumpuk di saluran kecil, akhirnya menyatu
membentuk kista ganglion (teori Modern).
5. Spondilitis Ankilosis
Spondilitis ankilosis merupakan penyakit kronis dan biasanya progresif
yang paling sering menyerang sendi sakroiliak, apofiseal, dan kostovertebral serta
jaringan yang berdekatan. Umumnya penyakit ini berawal disendi sakroiliak dan
perlahan-lahan berkembang ke wilayah lumbar, toraks dan servikal di tulang
belakang. Deteriorasi tulang dan kartilago bisa menyebabkan pembentukan
jaringan fibrosa dan akhirnya fusi antara tulang belakang dan sendi periferal.
2.8 Penegakan Diagnosis Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Diagnosis klinis low back pain meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
umum dan neurologis serta pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu diketahui:9
1. Awitan: Keluhan utama biasanya berupa nyeri punggung belakang. Nyeri
dapat menyebar ke ekstremitas bawah di mana jalur nervus ischiadikus
berjalan. Nyeri bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut. Tanyakan
apakah ada gejala kesemutan atau rasa kebas pada kedua ekstremitas, adakah
ganggguan miksi dan defekasi, serta penurunan fungsi seksual.
41

2. Lama dan frekuensi serangan: Low back pain dapat berlangsung beberapa hari
hingga beberapa bulan. Herniasi diskus membutuhkan waktu 8 hari sampai
menimbulkan gejala di mana fase eksaserbasi terjadi pada minggu ke-2 hingga
ke-4.
3. Lokasi dan penyebaran: Kebanyakan low back pain terjadi di daerah
lumbosakral. Tanyakan apakah nyeri menyebar ke tungkai bawah atau hanya
di punggung bawah. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat disebabkan
peradangan sendi sakroiliaka.
4. Faktor yang memperberat/memperingan: Pada lesi mekanis, keluhan
berkurang saat istirahat dan bertambah berat saat aktivitas. Pada penderita
HNP, duduk membungkuk, batuk, bersin atau manuver valsava dapat
memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika
berbaring.
5. Kualitas/intensitas: Harus dibedakan antara low back pain dengan nyeri
tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing
nyerinya.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang
biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu low back pain,
namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang
relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang ringan.9
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya low back pain, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri
biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa
menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri,
juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi.9
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri
pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan karena bisa menunjukkan
adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.9
B. Pemeriksaan Fisik
Pada HNP perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik. Gerakan aktif pasien
harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk
kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang
42

sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot


paravertebral.10
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna
pada diagnosis nyeri punggung belakang dan juga tidak dapat dipakai untuk
melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya
neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya
gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks achilles predominan
dari S1.10
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron
(UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang
berupa UMN atau LMN.10
Pemeriksaan motoris harus dilakukan dengan seksama dan harus
dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan
mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.10
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian
dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam
membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena.
Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi
dibanding motoris.10
Periksa ada tidaknya tanda-tanda perangsangan meningeal. Tanda Laseque
menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara
klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di
panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi
lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di
betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi.
Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam
keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang
lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque
yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda
kemungkinan herniasi diskus.10
43

Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan
nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian
juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif
yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang
secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap
tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui bahwa tanda
Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada
penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun).10
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat laju endap
darah, kadar hemoglobin, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal
untuk menyingkirkan diagnosis yang lain.11
Gold standart mengkonfirmasi herniated disc di sebagian besar studi
adalah pencitraan cross-sectional dan/atau pembedahan. Gold standart dalam
diagnosis lumbar herniasi adalah operasi. Namun, ketika menilai validitas
keluhan subjektif atau temuan pemeriksaan fisik, penggunaan pencitraan cross-
sectional sebagai gold standart dapat dianggap pengganti. Validitas operasi
sebagai gold standart masih diperdebatkan karena temuan di operasi dapat
bersifat subjektif.23
Pada pasien dengan keluhan nyeri tulang belakang, foto rontgen biasa
(plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan
ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal.
Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan
suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot
paravertebral. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan
level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. MRI
(akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.23
Jannsen et al menjelaskan hasil penelitian yang mereka lakukan tentang
perbandingan tingkat akurasi, sensitifitas, spesifitas, harga dan keamanan MRI,
myelografi, CT, dan CT-myelorgafi dalam diagnosa hernia nukleus pulposus.
44

Hasil yang ditemukan adalah nilai akurasi MRI 76%, CT myelografi 76%, CT
73,6%, dan myelografi 71,4%. CT myelografi memiliki nilai false negative
terendah, yaitu 27,2%, sedangkan MRI memiliki nilai false positive terendah,
yaitu 13,5%. Meskipun perbedaan antara beberapa modalitas tersebut tidak terlalu
signifikan, ditemukan bahwa CT myelografi memiliki nilai sensitifitas terbesar
yaitu 72,8% da MRI memiliki nilai spesifitas terbesar yaitu 86,5%.23
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pemeriksaan yang paling tepat
untuk mendiagnosa hernia nukleus pulposus adalah MRI, yang merupakan
pemeriksaan noninvasif dengan hasil gambar yang sangat membantu diagnosa dan
menentukan lokasi operasi. Tapi jika pada pasien tertentu terdapat kontraindikasi
dilakukannya MRI maka pemeriksaan CT atau CT myelografi merupakan
pemeriksaan yang paling tepat selanjutnya.24
2.9 Penatalaksanaan Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
A. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki
kondisi fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung
secara keseluruhan. 90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya
sisanya yang membutuhkan pembedahan.12
Terapi konservatif untuk HNP meliputi:12
1. Tirah baring: Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan
tekanan intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu
lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk
kembali ke aktivitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan
menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit
fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan
sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.
2. Medikamentosa
a) Analgetik standar (parasetamol, kodein, dan dehidrokodein yang diberikan
tersendiri atau kombinasi).
b) NSAID : penghambat COX-2 (ibuprofen, naproxen, diklofenak) dan
penghambat COX-2 (nabumeton, etodolak, dan meloxicam).
45

c) Analgesic kuat : potensi sedang (meptazinol dan pentazosin), potensi kuat


(buprenorfin, dan tramadol), dan potensi sangat kuat (diamorfin dan
morfin).
d) Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat
dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi
3. Terapi fisik
4. Traksi pelvis: Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis
tidak terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset
dan traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan
dalam kecepatan penyembuhan.
5. Diatermi/kompres panas/dingin: Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan
mengatasi inflamasi dan spasme otot. Pada keadaan akut biasanya dapat
digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik
dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
6. Korset lumbal: Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB
kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban pada diskus serta
dapat mengurangi spasme.
7. Latihan: Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada
punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa
kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas
fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan
dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah
semakin meningkat.
8. Latihan kelenturan: Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya
vertebra lumbosakral tidak sepenuhnya lentur. Keterbatasan ini dapat
dirasakan sebagai keluhan kencang. Latihan untuk kelenturan punggung
adalah dengan membuat posisi meringkuk seperti bayi dari posisi terlentang.
Tungkai digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan posisi
knee-chest, panggul diangkat dari lantai sehingga punggung teregang,
dilakukan fleksi bertahap punggung bawah bersamaan dengan fleksi leher dan
46

membawa dagu ke dada. Dengan gerakan ini sendi akan mencapai rentang
maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2 kali sehari.
9. Latihan penguatan
a) Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan
belakang dari posisi berbaring.
b) Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan
kembali diluruskan dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser
tumit).
c) Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut
dan punggung fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung
ditekankan pada lantai dan panggul diangkat pelan-pelan dari lantai,
dibantu dengan tangan yang bertumpu pada lantai. Latihan ini untuk
meningkatkan lordosis vertebra lumbal.
d) Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm,
kemudian punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari
dinding sehingga punggung menekan dinding. Latihan ini untuk
memperkuat muskulus kuadriseps.
e) Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting
karena otot hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra
lumbosakral termasuk pada anulus diskus posterior, ligamen dan otot
erector spinae. Latihan dilakukan dari posisi duduk, kaki lurus ke depan
dan badan dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan
ini dapat dilakukan dengan berdiri.
f) Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang pada
2 kaki, kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti semula.
Gerakan ini dilakukan 10 kali.
g) Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut,
meluruskan kaki yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20
cm dan tahan selama 1-5 detik. Turunkan kaki secara perlahan. Latihan ini
diulang 10 kali.
h) Proper body mechanics: Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai
sikap tubuh yang baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
47

Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu


secara teratur maka diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik
sebanyak 20-40%.12
B. Terapi Operatif
Tujuan untuk mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri
dan mengubah defisit neurologik. Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan
alasan yang kuat yaitu berupa defisit neurologik memburuk, gangguan otonom
(miksi, defekasi, seksual), paresis otot tungkai bawah, terapi konservatif gagal.12
Tindakan operatif yang dapat dilakukan sebagai tatalaksana HNP:12
1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada
kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis
spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan
kompresi medula dan radiks
3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra
4. Disektomi dengan peleburan : Graf tulang (Dari krista illaka atau bank tulang)
yang digunakan untuk menyatukan dengan prosessus spinosus vertebrata.
Tujuan peleburan spinal adalah untuk menstabilkan tulang belakang dan
mengurangi kekambuhan.
2.10 Komplikasi Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
HNP yang tidak tertangani dapat menimbulkan sekuele sebagai berikut:10
a. Kelemahan dan atrofi otot
b. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
c. Kehilangan kontrol otot sphinter
d. Paralis / ketidakmampuan pergerakan
e. Perdarahan
f. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
2.11 Prognosis Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu
perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi motorik
dapat menyebabkan atrofi otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.10
48

DAFTAR PUSTAKA
1. Aminoff, MJ et al. Lange: Clinical Neurology, 6th Edition, McGraw-Hill.
2005.
2. Mardjono dan Sidharta, 2008, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.
3. Ropper, AH, Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors Principles of
Neurology, Eight Edition, McGraw-Hill.
4. Snell, Richard S. 2011. Clinical Anatomy: By Regions, Ninth Edition,
Lippincott Williams & Wilkins.
5. Foster, Mark R. 2010. Herniated Nucleus Pulposus. URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview
6. Roberts S, Evans H, Trivedi J, Menage J. Histology and pathology of the
human intervertebral disc. J Bone Joint Surg Am. Apr 2006.
7. Battie MC, Videman T, Parent E. Lumbar Disc Degeneration: Epidemiology
And Genetic Influences. Spine. Dec 1 2004;29(23):2679-90.
8. Dillane JB, Fry J, Kalton G. Acute low back syndrome - a study from
general practice. BMJ. 2006;ii:82-4.
9. Durbhakula M, Cassinelli E. Thoracic disc herniation. Contemp Spine Surg.
Nov 2005;6(11):77-81.
10. Weinstein JN, Lurie JD, Tosteson TD, et al. Surgical vs nonoperative
treatment for lumbar disk herniation: the Spine Patient Outcomes Research
Trial (SPORT) observational cohort. JAMA. Nov 22 2006;296(20):2451-9.
11. Rambe, AS., Nasution D. Hernia Nukleud Pulposus Etiopatogenesis, gejala
klinis dan terapi. Perdossi. 2001.

You might also like

  • BAB I TB Herdi
    BAB I TB Herdi
    Document2 pages
    BAB I TB Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Ipi 250302
    Ipi 250302
    Document7 pages
    Ipi 250302
    Rizky Amelia
    No ratings yet
  • BAB II Tinjauan Pustaka
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Document8 pages
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Bab III Kasus TB
    Bab III Kasus TB
    Document5 pages
    Bab III Kasus TB
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Laporan Herpes Zoster Herdi
    Laporan Herpes Zoster Herdi
    Document19 pages
    Laporan Herpes Zoster Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Cover Herpes Zoster
    Cover Herpes Zoster
    Document3 pages
    Cover Herpes Zoster
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Bab 3
    Bab 3
    Document3 pages
    Bab 3
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document2 pages
    Bab I
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • COVER TB Herdi
    COVER TB Herdi
    Document3 pages
    COVER TB Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Cover, Kata Pengantar
    Cover, Kata Pengantar
    Document2 pages
    Cover, Kata Pengantar
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Slide Intan
    Slide Intan
    Document36 pages
    Slide Intan
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    wiliya
    No ratings yet
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Document3 pages
    Pendahuluan
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Jadwal Jaga Igd Juli 2017
    Jadwal Jaga Igd Juli 2017
    Document6 pages
    Jadwal Jaga Igd Juli 2017
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • HHNK
    HHNK
    Document29 pages
    HHNK
    Lilis Irene Sinambela
    100% (2)
  • Slide Intan (Autosaved)
    Slide Intan (Autosaved)
    Document36 pages
    Slide Intan (Autosaved)
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Vignate Yulia
    Vignate Yulia
    Document5 pages
    Vignate Yulia
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Vaksin Zoster dan Usia
    Vaksin Zoster dan Usia
    Document10 pages
    Vaksin Zoster dan Usia
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Empiema Semangat Print
    Empiema Semangat Print
    Document35 pages
    Empiema Semangat Print
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Soal CBT Anestesi
    Soal CBT Anestesi
    Document3 pages
    Soal CBT Anestesi
    Ahmad Setyadi
    No ratings yet
  • CBT Herdi
    CBT Herdi
    Document5 pages
    CBT Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • BronkopneumoniaBayi
    BronkopneumoniaBayi
    Document30 pages
    BronkopneumoniaBayi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet
  • Mikhwanul Jumar
    Mikhwanul Jumar
    Document6 pages
    Mikhwanul Jumar
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    No ratings yet