You are on page 1of 2

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI TINJAUAN FILSAFAT ISLAM

(AL-FARABI)
ONTOLOGI
Ontology (ilmu tentang ada) atau hakitat sesuatu,atau dalam filsafat islam di artikan
sebagai wujud dan wajibul wujud. Mekipun pada umumnya filsafat berngkat dari keragu raguan,
islam sebuah agama berangkat dari keimanan atau keprcayaan yang taken for granted. Jadi
ontologi dalam filsafat islam yaitu memadukan antara keragu raguan dengan kepercayaan dalam
agama islam. Dalam hal ini mencari hakikat atau kebenaran sesuatu dalam hal ini wujud-
menjadikan wujud itu sendiri sebagai objek kajian kefilsafatan dengan tanpa menghilangkan
argumentasi dan pijakan dari teks dan akal (rasionalitas) Wujud yang menjadi ontology dalam
filsafat islam adalah hal yang fisik (alam semesta dan isinya) dan wujud metafisik (Tuhan).
Biasanya dalam filsafat islam yang menjadi kajian utama adalah metafisika meskipun hal-
hal fisikpun dikajinya. Menurut Al-farabi kajian filsafat islam yakni metafisika terdiri pada tiga
hal ;
1. Ontologi
Ontology disini yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan wujud dan sifat-sifatnya
sepanjang berupa wujud wujud sesuatu itu.
2. Prinsip prinsi demontrasi
Dalam rangka menetapkan materi subjek ilmu teoritis
3. Wujud mon-materi
Wujud wujud yang bukan merupakan benda dan tidak dalam benda. Dalam hal ini
antara lain adalah bilangan bilangan, karena menurut Al-farabi bilangan bilangan
adalah suatu yang non-materi, ia hanya ada dalam pikiran sebagai pengetahuan-
pengetahuan dan lepas dari atribut-atribut aksidental serta ikatan-ikatan material.
Al-farabi memberikan dua konsep untuk memahami atau mencari hakihat sesuatu. Konsep
pertama adalah tentang bentuk dan sifat realitas. Realitas dalam bentuknya dibagi menjadi dua
bagian yakni;
1. wujud-wujud spiritual
wujud wujud spiritual merupakan realitas non-materi, terdiri atas enam tingkatan. Pertama
adalah Allah SWT. Sebagai sebab pertama yang dari-Nya muncul intelek pertama penggerak
langit pertama. Tingkat kedua adalah intelek intelek yang terdiri atas Sembilan intelek
(malaikat langit). Tingkat ketiga adalah intelek aktif yang bertindak sebagai penghubung
antara alam atas dana alam bawah (antara realitas spiritual dan realitas material). Tingkat
keempat adalah jiwa manusia. tingkat kelima dan keenam adalah bentuk (shurah) dan materi
(hayula). Tiga tingkat pertama diatas merpakan wujud spiritual murni yang tidak berkaitan
dengan bentuk bentuk material. Sedangkan tiga tingkat terakhir berhubungan dengan materi
meski substansi ketiganya bukan bersifat material.
2. wujud-wujud material.
Wujud wujud material adalah realiats teng yang materi, ini pula di bagi menjadi enam tingkat
yakni, benda benda langit, jaasad manusia, binatang, tumbuhan, mineral, unsur unsur
pembentuk (udara, air, api, dan tanah).

Meskipun wujud wujud spiritual dan material memiliki hubungan atau saling kait, dalam sebab
kejadiannya wujud wujud spiritual mendahului wujud material. Sesuatu dikatak lebih dahulu atau
mendahului jika memenuhi lima syarat yakni dalam waktu, sifat, peringkat, keutamaan, kemuliaan
juga kesempurnaan, dan merupakan sebab bagi yang lain.
Dalam sifatnya realitas wujud terbagi dua bagian yaitu, wujud potensial dan wujud actual.
Suatu benda akan tetap menjadi entitas potensial sepanjang masih berupa materi (Imaddah) tanpa
bentuk shurah. Bentuklah yang menjadikan suatu wujud actual.
Konsep kedua dari Al-farabi yaitu sebuah pemikiran penting yang berkaitan dengan realitas wujud
(ontology). Seperti cahaya senter semakin jauh jangkauan cahaya semakin tidak jelas dilihatnya,
pancarannya memunculkan wujud wujud secara berurutan dan berjenjang. Maksudnya wujud
wujud itu tidak memiliki derajat yang sama melainkan hierarkis dimana wujud yang lebih dekat
dengan sebab pertama dianggap sebagai wujud yang paling mulia disbanding wujud wujud yang
lain.
EPISTEMOLOGI
Epistemology menurut Al-farabi tidak hanya bersumber pada rasio ataupun realitas (relitas empiric
maupun non-empirik), melainkan dari intelek aktif. Intelek ini merupakan perantara adikodrati
yang memberdayakan intelek manusia agar dapat mengaktualkan pemahamannya. Manusia dapat
memperoleh intelek aktif jika manusia dapat memaksimalkan potensi inteleknya shingga mencapai
intelek perolehan. Setiap manusia memiliki watak bawaan tertentu yang siap menerima bentuk
bentuk pengetahuan yang disebut intelek potensial. Intelekini berisi potensi potensi yang akan
mengabstraksikan bentuk bentuk pengetahuan yang diserapnya sehingga menjadi intelek actual.
Namun proses abstraksi ini tidak akan bias menjadi actual kecuali ada cahaya dari intelek aktif.
Intelek prolehan adlah kelanjutan dari kerja intelek actual tersebut. Ketika intelek potensial telah
mengabstraksikan menjadi bentuk bentuk pengetahuan actual yang mandiri bebas dari materi,
maka tahap kedua ia akan berpikir tentang dirinya sendiri, ini disebut intelek perolehan.
AKSIOLOGI
Jika dilihat dari ontology dan epistemologi diatas berdasarkan pemikiran Al-farabi, manusia dapat
memahami tentang dirinya dan juga segala yang ada disekitarnya sekaligus penciptanya dekat
dengan realitas tertinggi. Karena manusia yang telah mengali dirinya dan juga segala yang ada di
sekitarnya adalah manusia yang suci atau bersih hati.

You might also like