You are on page 1of 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gangguan Saluran Pernafasan

2.1.1. Pengertian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah

penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran

nafas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan

adneksanya seperti sinus/rongga di sekitar hidung (sinus para nasal), rongga

telinga tengah dan pleura. Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan

dimulai dengan keluhankeluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan

penyakit mungkin gejalagejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat

jatuh dala keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah

dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit,

meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang

ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan

tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes, 2009).

2.1.2 Penyebab ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Atas disebabkan oleh beberapa golongan

kuman yaitu bakteri, virus, dan ricketsia yang jumlahnya lebih dari 300 macam.

Pada ISPA atas 90-95% penyebabnya adalah virus. Di negara berkembang, ISPA

bawah terutama pneumonia disebabkan oleh bakteri dari genus streptokokus,

haemofilus, pnemokokus, bordetella dan korinebakterium, sedang di negara maju

10
11

ISPA bawah disebabkan oleh virus, miksovirus, adenivirus, koronavirus,

pikornavirus dan herpesvirus (Parker, 1985).

2.1.3 Klasifikasi ISPA

Menurut Depkes 2009, klasifikasi dari ISPA adalah :

1. Ringan ( bukan pneumonia )

Batuk tanpa pernafasan cepat / kurang dari 40 kali / menit, hidung

tersumbat / berair, tenggorokan merah, telinga berair.

2. Sedang ( pneumonia sedang )

Batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga

keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran

kelenjar limfe yang nyeri tekan ( adentis servikal ).

3. Berat ( pneumonia berat )

Batuk dengan nafas berat, cepat dan stridor, membran keabuan di taring,

kejang, apnea, dehidrasi berat / tidur terus, sianosis dan adanya penarikan

yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

2.1.4 Gejala ISPA

Penyakit ISPA adalah penyakit yang timbul karena menurunnya sistem

kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Bakteri

dan virus penyebab ISPA di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran

pernafasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan hidung. Pada stadium awal,

gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian

diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam

dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.

Akhirnya terjadi peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada jaringan


12

tertentu hingga berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena

bakteri dan virus di daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah

semakin besar dan cepat. Infeksi dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan

sesak atau pernafasan terhambat, oksigen yang dihirup berkurang. Infeksi lebih

lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila

tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi

yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi

saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (Halim, 2000).

Penyakit pada saluran pernafasan mempunyai gejala yang berbeda yang

pada dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi

lendir yang berlebihan dan penyempitan saluran pernafasan. Tidak semua

penelitian dan kegiatan program memakai gejala gangguan pernafasan yang sama.

Misalnya untuk menentukan infeksi saluran pernafasan, WHO menganjurkan

pengamatan terhadap gejala-gejala, kesulitan bernafas, radang tenggorok, pilek

dan penyakit pada telinga dengan atau tanpa disertai demam. Efek pencemaran

terhadap saluran pernafasan memakai gejala-gejala penyakit pernafasan yang

meliputi radang tenggorokan, rinitis, bunyi mengi dan sesak nafas (Robertson,

1984 dalam Purwana, 1992).

Dalam hal efek debu terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa

kadar debu berasosiasi dengan insidens gejala penyakit pernafasan terutama gejala

batuk. Di dalam saluran pernafasan, debu yang mengendap menyebabkan oedema

mukosa dinding saluran pernafasan sehingga terjadi penyempitan saluran.

Menurut Putranto (2007), faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit

pernafasan :
13

1) Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan

pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial,

sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan. Batuk timbul

sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran

pernafasan dalam bentuk pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak

disertai bunyi khas.

2) Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands) dan sel

goblet oleh adanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen

dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di samping dahak

dalam saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian

jaringan yang berdegenerasi.

3) Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam

saluran pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena

saluran pernafasan menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi

arus udara. Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan

dalam satu menit.

4) Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan yang turut

diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.

2.1.5 Penyakit Paru Akibat Kerja

Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh

debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja di tempat kerja. Berbagai

penyakit paru dapat terjadi akibat pajanan zat serat, debu dan gas yang timbul

pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis

zat pajanan, tetapi manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit
14

paru lainnya yang tidak berhubungan dengan kerja. Penyakit paru kerja terutama

merupakan penyebab utama ketidakmampuan, kecacatan, kehilangan hari kerja

dan kematian pada pekerja (Yunus, 1993).

Kelompok penyakit Agen penyebab

Iritasi saluran nafas atas Gas intan, pelarut

Gangguan jalan nafas

Asama kerja

- Berat molekul kecil Diisosianat, anhidria, debu kayu

- Berat molekul besar Alergen asal binatang

- Bisinosis Debu kapas

- Bronkitis kronis (PPOK) Debu, batubara

Keganasan

- Kanker sinonasal Debu kayu

- Kamker paru Asbes, radon

- Mesotelioma Asbes

Pneumokoniosis Asbes, silikat, batubara, berilium, kobal

Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit paru kerja (Hastuti, 1997).

Beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa suatu

penyakit disebabkan oleh agen di tempat kerja atau lingkungan, antara lain gejala

klinis dan perkembangannya sesuai dengan diagnosis. Hubungan sebab akibat

antara pajanan dan kondisi diagnosis telah ditentukan sebelum atau diduga kuat

berdasarkan kepustakaan medis, epidemiologi atau toksikologi, terdapat pajanan

yang diduga sebagai penyebab serta tidak ditemukan diagnosis lain (Blanc, 2000).
15

2.2. Paparan debu

2.1.1. Definisi Paparan Debu

Pengertian debu Paparan debu dalam industri penggilingan padi antara lain

debu berasal dari hasil proses penggilingan dan penjemuran. Klasifikasi NAB dan

kadar tertinggi yang diperkenankan untuk kadar debu respirable adalah 3 mg/m

berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No : SE- 01/MEN/1997 tentang

Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.

Menurut Wisnu (2001) faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi

pencemaran udara berupa debu di atmosfer, sebagai berikut:

1. Kelembaban

Kelembaban udara relatif yang rendah (<60%) di daerah tercemar S02, akan

mengurangi efek korosif dari bahan kimia tersebut. Pada kelembaban relatif lebih

atau sama dengan 80% di daerah tercemar SO2, akan terjadi peningkatan efek

korosif SO2 tersebut.

2. Suhu

Suhu yang menurun pada permukaan bumi, dapat menyebabkan peningkatan

kelembaban udara relatif, sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan

pencemar di daerah yang udaranya tercemar. Pada suhu yang meningkat, akan

meningkatkan pula kecepatan reaksi suatu bahan kimia.

3. Sinar Matahari

Sinar matahari dapat mempengaruhi bahan oksidan terutama O3 di atmosfer.

Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan/alat bangunan, atau bahan

yang dapat terbuat dari karet. Jadi dapat dikatakan bahwa sinar matahari dapat

meningkatkan rangsangan untuk merusak bahan.


16

Debu adalah partikel partikel zat padat yang dihasilkan oleh kekuatan

alam atau proses mekanisme seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan,

pengepakan yang cepat, peledakan dan lain lain dari bahan organik maupun non

organik, misalnya debu kayu, batu, logam, karang batu, butir butir zat dan

sebagainya (Suma`mur, 1994).

4. Cair (liquid) Partikel cair biasanya disebut mist atau fog (awan) yang

dihasilkan melalui proses kondensasi atau atomizing. Contoh : hair spray dan

atau obat nyamuk semprot. Debu industri yang ada di udara :

a. Particulatte matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara

di udara dan segera mengendap karena daya tarik bumi.

b. Suspended particulatte matter adalah debu yang tetap berada di udara

dan tidak mudah mengendap.

2.2.2. Klasifikasi Debu

Debu adalah partikel-partikel padat yang di sebabkan oleh kekuatan alami

atau faktor mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan

yang cepat, peledakan, dan lain- lain, yang berasal dari bahan- bahan organik dan

anorganik. Misalnya batu kayu, arang batu, biji logam dan lain- lain. (Sumakmur

dalam Utomo, 2005). Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh

manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan

(Pudjiastuti, 2002).

Debu adalah salah satu partikel yang berbahaya bagi manusia karena

mempunyai kemampuan untuk merusak paru-paru (Suryanta, 2009). Debu

merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang
17

di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai

dengan 500 mikron (Pudjiastuti, 2002).

2.2.3. Macam-Macam Debu

Berikut ini penjabaran macam-macam debu yang terbagi atas :

1. Debu organik Seperti debu kapas, debu daun-daunan.

2. Debu mineral Merupakan debu yang berasal dari senyawa kompleks

seperti debu arang batu, debu silica, debu batu bara, debu kapur.

3. Debu metal Seperti debu timah hitam, debu arsen, debu cadmium.

(Utomo, 2005).

2.2.4. Komposisi Kimia Debu

Ada tiga golongan kompisisi kimia debu ditinjau dari sifatnya yaitu:

1. Inert dust Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan ataupun reaksi

fibrosis pada paru-paru. Efeknya sangat sedikit sekali pada penghirupan

normal. Reaksi pada jaringan paru-paru terhadap jenis debu ini adalah

saluran nafas tetap utuh, tidak berbentuk jaringan parut (fibrosis) di paru

reaksi jaringan potensial dapat pulih kembali dan tidak menyebabkan

gangguan paru.

2. Profilferate dust Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk

jaringan parut (fibrosis), yang dapat menyebabkan pergeseran pada

jaringan alveoli, sehingga akan mengganggu kapasitas paru. Contoh debu

ini adalah debu silika, debu abses, debu kapur, debu batu bara dan

sejenisnya.

3. Debu asal / basa kuat Golongan debu ini tidak tahan dalam paru, namun

dapat menimbulkan iritasi. Efek yang ditimbulkan berupa keracunan


18

secara umum misalnya debu arsen dan efek alergi, khususnya golongan

debu organik (Depkes RI dalam Utomo, 2005).

2.2.5. Sifat-Sifat Debu

Sifat-sifat debu dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu :

1. Setting Rate, yaitu sifat debu yang cenderung selalu mengendap

karena gaya grafitasi bumi, namun karena relatifnya debu ini maka

cenderung selalu berada di lingkungan.

2. Wetting, yaitu debu yang mempunyai sifat permukaan yang cenderung

selalu basah yang selalu dilapisi lapisan air yang sangat tipis.

3. Flocculation, yaitu debu yang cenderung sering basah sehingga dapat

saling menempeldan menggumpal.

4. Electrical, yaitu sifat debu yang mempunyai sifat listrik yang tetap

yang dapat saling tarik-menarik antar partikel yang bermuatan listrik

dan berlawanan. Sifat ini dapat mempercepat proses penggumpalan

debu.

5. Optical properties, yaitu sifat debu yang dapat memencarkan sinar

dalam gelap (Utomo, 2005).

2.2.6. Ambang Batas Debu

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran

pernafasan.Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ

sebagai berikut:

a. 5-10 mikron = akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas.

b. 3-5 Mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah.

c. 1-3 mikron sampai dipermukaan alveoli.


19

d. 0,5-0,1 mikron hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir sehingga

menyebabkan vibrosis paru.

e. 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli (Sucipto, 2007).

Menurut WHO (1996), ukuran debu partikel yang membahayakan adalah

ukuran 0,1 5 atau 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang

membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron (dalam Sucipto, 2007).

Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor

bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time

weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan

penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak

melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kadar Tertinggi Diperkenankan

yang selanjutnya disingkat KTD adalah kadar bahan kimia di udara tempat kerja

yang tidak boleh dilampaui meskipun dalam waktu sekejap selama tenaga kerja

melakukan pekerjaan (Sumamur dalam Lazim, 2012).

Beberapa mekanisme dapat dikemukakan sebagai sebab hingga dan

tertimbunnya debu dalam paru-paru. Salah satu mekanisme itu adalah inertia atau

kelembaban dari partikel-partikel debu yang bergerak, yaitu pada waktu udara

membelok ketika melalui jalan pernapasan yang tidak lurus, maka partikelpartikel

debu yang bermassa cukup besar tidak dapat membelok mengikuti aliran udara,

melainkan terus lurus dan akhirnya menumbuk selaput lendir dan singga di alveoli

(Sumamur, 1996).

2.2.7. Ukuran Partikel Debu

Debu merupakan partikel padat yang mempunyai ukuran diameter 0,1 - 50

mikron atau lebih. Partikel debu yang dapat dilihat oleh mata adalah yang
20

berukuran lebih dari 50 mikron. Sedang yang berukuran kurang dari 50 mikron

hanya bisa dideteksi oleh mata biasa apabila terdapat pantulan cahaya yang kuat

dari partikel debu tersebut. Untuk bisa melihat partikel debu yang berukuran

kurang dari 10 mikron maka harus menggunakan suatu alat bantu seperti

mikroskop (Sucipto, 2007).

2.2.8. Mekanisme Penimbunan Debu Dalam Jaringan Paru-Paru

Secara anatomis saluran pernapasan/penghantar udara sampai mencapai

paru-paru adalah, hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus (Utomo,

2005). Sistem pernapasan tersusun atas saluran pernapasan dan paru-paru sebagai

tempat pertukaran udara pernapasan. Pernapasan merupakan proses untuk

memenuhi kebutuhan oksigen yang diperlukan dalam mengubah sumber energi

20 menjadi energi, serta membuang CO2 sebagai sisa metabolisme (Mulia,

2005).

2.2.9. Dampak Pencemaran Udara oleh Debu

Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat

menyebabkan gangguan sebagai berikut :

1. Gangguan estetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan

pelunturan warna bangunan dan pengotoran

2. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori

pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya fotosintesis

3. Merubah iklim global, regional maupun internasional

4. Mengganggu perhubungan/penerbangan yang akhirnya mengganggu

kegiatan social ekonomi di masyarakat


21

5. Mengganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata,

alergi, gangguan pernapasan dan kanker paru paru. Efek debu terhadap

kesehatan sangat tergantung pada : Solubility (mudah larut), komposisi

kimia, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu (Mukono dalam

Mahdaniar, 2006).

2.3. Pekerja Mebel Kayu

2.3.1. Perilaku Pekerja Industri Kecil Meubel

Menurut Natoadmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat

diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku

diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya.

Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau

faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan

respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan

perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini

merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Perilaku dibedakan atas pengetahuan, sikap dan tindakan (Natoatmodjo, 2003) :


22

a. Pengetahuan

Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang

didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan :

1.Tahu (Know), yaitu sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

2. Memahami (Comprehension), yaitu memahami diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui,

dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis), yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis), yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru.

6.Evaluasi (Evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Natoatmodjo (2003), ada 3

komponen pokok sikap, yaitu: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep

terhadap suatu objek, (2) kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek,
23

dan (3) Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini

secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total atitude). Dalam

penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting. Ciri ciri sikap adalah:

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu

pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan

dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari,

atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek yang jelas.

4. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang

membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki orang.

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif,

kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek

tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Natoatmodjo, 2003).

Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan :

1. Menerima (Receiving )

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulasi yang diberikan (objek).


24

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang tinggi.

c. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :

1. Persepsi (Perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek

tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (Guided Response), yaitu dapat melakukan sesuatu

sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (Mecanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis.

4. Adopsi (Adoption), yaitu tahap melakukan tindakan aau suatu praktek atau

tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

You might also like