Professional Documents
Culture Documents
DASAR TEORI
Pada bab II ini akan dibahas dasar teori mengenai sistem referensi koordinat, sistem
koordinat dan proyeksi peta, yang terkait dengan masalah penentuan posisi geodetik.
Selain itu akan dibahas juga mengenai algoritma penentuan posisi geodetik di sistem
koordinat proyeksi dan sistem koordinat toposentrik.
5
e 2 = 0,00669437999013.
Dengan memanfaatkan teknologi GPS dalam melakukan penentuan posisi, maka secara
tidak langsung posisi titik-titik yang ditentukan nilainya tersebut akan berada pada satu
sistem referensi WGS 84.
(Bujur) = sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik, pusat ellipsoid dan
meridian referensi (yaitu meridian yang melalui Greenwich), yang nilainya
berkisar 0 o 180 o E dan 180 o W 0 o .
h (Tinggi) = tinggi suatu titik di atas ellipsoid(h) dihitung sepanjang normal
ellipsoid yang melalui titik tersebut.
6
II.2.2 Sistem Koordinat Geosentrik
Serupa dengan sistem koordinat geodetik, posisi suatu titik dalam sistem koordinat
geosentrik orientasi sumbu-sumbu koordinatnya terikat ke bumi. Lokasi titik nol dari
sistem koordinat geosentrik berada pada pusat ellipsoid. Sistem koordinat geosentrik
ditetapkan relatif terhadap tiga sumbu koordinat X,Y,Z dengan ketentuan sebagai berikut :
Sumbu Z adalah garis dalam arah kutub menengah (Conventional International
Origin).
Sumbu X adalah arah perpotongan meridian Greenwich atau meridian nol CZM
(Conventional Zero Meridian) yang ditetapkan oleh BIH (Berau International de
lHeureu) dan bidang ekuator.
Sumbu Y adalah garis pada bidang ekuator yang tegak lurus terhadap sumbu X
dan Z yang sesuai dengan sistem tangan kanan.
Besaran yang digunakan untuk menyatakan posisi suatu titik dalam sistem koordinat
geosentrik adalah jarak (meter). Gambar.II.1 berikut ini menjelaskan hubungan antara
sistem koordinat geosentrik dan geodetik :
Seperti yang ditunjukan pada gambar di atas, bahwa titik Q yang berada di permukaan
bumi dapat direpresentasikan dalam sistem koordinat geodetik dan sistem koordinat
geosentrik. Kedua sistem koordinat terebut, titik pusat sistem koordinatnya terletak pada
pusat ellipsoid referensi, sehingga sistem koordinat geodetik dan geosentrik dapat
dihubungkan antara satu dengan yang lain. Konversi koordinat geodetik ke koordinat
geosentrik dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini [Seeber,1993]:
7
X ( N + h ) cos cos
Y = ( N + h ) cos sin
Z ((1 e 2 ) N + h ) sin
a
N =
1 e sin 2
2 (2.1)
a2 b2
e =
2
a2
Dimana : N = Jari jari irisan normal
a dan b = setengah sumbu panjang dan pendek ellipsoid
e 2 = eksentrisitas pertama
Sedangkan konversi koordinat geosentrik ke geodetik, dapat dilakukan menggunakan
berbagai macam cara, diantaranya metode Bowring sebagai berikut [Bowring,1976] :
p= X +Y2
2
Za
= arctan
pb
Z + e ' 2 b sin 3
= arctan
p e 2 a cos 3
(2.2)
Y
= arctan
X
p
h = N
cos
Dimana :
, , h = Lintang, bujur dan tinggi geodetik
X,Y,Z = Nilai koordinat geosentrik
8
oid
ips
Ell
al
Pemukaan bumi
rm
No
d
North m
z
East
Pemukaan bumi
h
y
K Ellipsoid meridian
K
x12
Delta y12 , digunakan untuk mencari nilai koordinat geosentrik titik 2.
z
12
2. Konversi koordinat geodetik titik 1 ke koordinat geosentrik menggunakan persamaan
(2.1)
9
3. Jumlahkan delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 dengan koordinat geosentrik
titik 1.
x 2 x12 x1
y 2 = y 12 + y1 (2.6)
z z z
2 12 1
3. Konversikan koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geodetik
menggunakan metode bowring pada persamaan (2.2)
Konversi koordinat geodetik ke koordinat toposentrik juga dapat dilakukan dengan cara
mengasumsikan salah satu koordinat geodetik berada relatif terhadap nol sistem
koordinat toposentrik (misalnya : titik 1 bernilai (0,0,0))
1. Konversi koordinat geodetik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geosentrik menggunakan
persamaan (2.1)
2. Hitung delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 :
x12 x 2 x1
y 12 = y 2 - y 1 (2.7)
z z z
12 2 1
3. Hitung koordinat toposentrik titik 2 :
n2 x12
e 2 = R ( 1 , 1 ) y 12 (2.8)
u z
2 12
Dari penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa sistem koordinat geodetik dan
toposentrik memiliki keterkaitan erat. Selain dapat dilakukan konversi koordinat satu
sama lain, keterkaitan lainnya adalah n(north) pada sistem toposentrik mengacu pada
utara geodetik dan u(up) yang tegak lurus n(north) titik nolnya mengacu pada garis gaya
berat bumi, maka penentuan posisi geodetik yang dilakukan di sistem koordinat
toposentrik pun dapat dilakukan dengan sederhana.
10
, , h konversi
x, y
Dalam melakukan konversi posisi geodetik di permukaan bumi ke bidang proyeksi akan
menghasilkan distorsi. Setiap model proyeksi peta mempunyai kelemahan dan kelebihan.
Apabila satu atau dua jenis distorsi diminimalkan, maka distorsi lainnya akan membesar.
Sehingga pemilihan model proyeksi peta disesuaikan dengan kebutuhan. Pemilihan
model proyeksi peta biasanya didasarkan pada :
Posisi daerah, bentuk dan ukuran daerah yang akan dipetakan.
Kegunaan peta bersangkutan.
Pekerjaan pemetaan untuk keperluan pembuatan peta dasar Indonesia saat ini
menggunakan Transverse Mercator (TM). Proyeksi Transverse Mercator adalah proyeksi
silinder transversal yang bersifat konform. Pada proyeksi ini secara geometris silindernya
menyinggung bola bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral (meridian
tengah).
Pada meridian sentral, faktor skala = 1 (tidak ada distorsi), perbesaran sepanjang
meridian akan menjadi lebih besar bila meridian-meridian tersebut makin jauh ke Barat
atau ke Timur dari meridian tengah. Perbesaran sepanjang paralel akan menjadi lebih
besar jika lingkaran-lingkaran paralel tersebut mendekati ekuator. Dengan adanya distorsi
yang makin membesar menjauhi meridian sentral, maka pada proyeksi TM diusahakan
suatu cara untuk memperkecil distorsi tersebut, yaitu dengan cara membagi daerah-
11
daerah dalam zone-zone (daerah pada permukaan bumi yang dibatasi oleh dua buah
meridian) yang sempit dan lebar zone yang lebih kecil. Untuk memperkecil distorsi pada
bidang proyeksi TM maka digunakanlah sistem proyeksi UTM. Sistem proyeksi UTM
sebenarnya merupakan bidang proyeksi TM yang dibagi tiap zonanya sebesar 6 derajat,
dengan ketentuan yang sifatnya universal. Sistem grid dan proyeksi ini dapat digunakan
baik untuk pekerjaan pemetaan topografi, referensi untuk citra satelit dan aplikasi lainnya
yang memerlukan ketelitian untuk penentuan posisi. Di Indonesia sistem proyeksi UTM
digunakan oleh instansi Bakosurtanal, biasanya untuk keperluan pemetaan skala sedang.
Selain sistem proyeksi UTM digunakan pula sistem proyeksi TM3. Serupa halnya dengan
sistem proyeksi UTM, sistem proyeksi TM3 pun merupakan sistem proyeksi UTM yang
dibagi tiap zonanya menjadi lebih kecil dari 6 derajat menjadi 3 derajat setiap zonanya,
sehingga distorsi yang dihasilkan akan semakin kecil. Di Indonesia sistem proyeksi TM3
digunakan oleh instansi BPN, biasanya untuk keperluan peta skala besar dalam
pendaftaran tanah (penjelasan lebih lengkap mengenai sistem proyeksi terdapat pada Bab
Lampiran).
12
Koordinat geodetik Data sudut
min 2 titik hasil horizontal dan
pengamatan GPS jarak ruang
Konversi Reduksi ke
koordinat bidang Proyeksi
Proses
hitungan
Koordinat Konversi
Proyeksi (2D) koordinat
Koordinat
Geodetik
13
II.4.1.a Reduksi sudut horizontal dan jarak di prmukaan bumi ke bidang Ellipsoid.
Dalam melakukan reduksi sudut horizontal dan jarak dipermukaan bumi ke bidang
ellipsoid, perlu dipertimbangkan efek geometrik dan gravimetrik. Adapun dua efek
geometrik tersebut adalah skew normal correction dan irisan normal geodesik, sedangkan
efek gravimetrik tersebut adalah koreksi efek defleksi vertikal. Berikut akan dibahas
mengenai efek geometrik dan gravimetrik yang di perhitungkan dalam proses reduksi
sudut horizontal dan jarak :
Dimana : n si
e re
ref
h2 = tinggi geodetik titik P2 so i d
e lli p P2
aan
m uk Pemukaan bumi
P1 Per 12
'
12 = asimut sisi P1-P2
Sumbu putar ellipsoid referensi
12
P2
Pemukaan bumi
= 180/pi*3600 h s P2
Gar
P1
2 = lintang geodetik titik P2
is n
P1 Ga
r is
orm
no
rm
al
al d
di
P1
i P
2
n1
n2
14
M1 dan M2 masing-masing adalah radius lengkung meridian pada titik P1 dan P2
Efek skew normal correction akan terlihat signifikan saat 2 = 45 dan h2 = 200atau1000
0
Dimana :
12 = asimut sisi P1-P2
S = jarak di bidang ellipsoid
m = lintang rata-rata titik 1 dan 2
P2
id
so
llip
e
to n
al io
m ct
or k se
N si al
de m
eo or
G N
P1
N1 dan N2 masing-masing adalah radius lengkung vertikal utama pada titik P1 dan P2
Normal section akan terlihat signifikan saat h" = 0, 12 = 45 dan s = 200 km, 100 km
dan 50 km, yaitu akan bernilai g 0,12 0,02 dan 0,006.
15
Efek Gravimetrik
= Koreksi Efek Defleksi Vertikal
Ketika mengukur sudut
Terrain horizontal, sumbu vertikal Total
ia n
r id P2
12' Station harus berimpit dengan
e
h
ang M
12 P2
arah vektor gaya berat. Agar
B id
Berikut merupakan persamaan untuk mencari efek defleksi vertikal [Krakiwsky, 1973]: :
= (1 sin 12 1 cos 12 ) cot z (2.12)
1,1 = komponen defleksi vertikal di P1
z = sudut zenit dari titik P1 ke P2
Defleksi vertikal akan terlihat signifikan saat = 20 0 , Z = 80 0 , defleksi vertikal akan
bernilai 2-3.
16
Reduksi Jarak Ruang
Reduksi jarak ruang d ke jarak dipermukaan ellipsoid S dapat dilakukan sebagai berikut :
jika = S = S , maka jarak di bidang ellipsoid adalah :
R h+R R
S = (2.14)d
d R+h
Dimana :
S h
d = jarak di permukaan bumi
h = tinggi di permukaan ellipsoid
R S = jarak di bidang ellipsoid
R = radius Euler
= sudut yang dibentuk jarak ke pusat ellipsoid
II.4.1.b Reduksi sudut horizontal dan jarak di bidang Ellipsoid ke bidang Proyeksi
Reduksi sudut horizontal dan jarak ke bidang proyeksi dilakukan setelah data sudut
horizontal dan jarak telah direduksi ke bidang ellipsoid. Berikut ini merupakan proses
reduksi yang akan dilakukan :
Berikut ini merupakan persamaan matematis untuk mencari koreksi T minus t Proyeksi
TM ,UTM dan TM3 [Krakiwsky, 1973] :
17
Sudut antara proyeksi Geodesik dengan tali busur (TM) :
( y 2 y1 )(2 x1 + x 2 ) ( y 2 y1 )( x1 + 2 x 2 )
(T t )12 = (2.16a); (T t ) 21 = (2.16b)
6 Rm2 6 Rm2
Rm = MN
Sedangkan ntuk UTM dan TM3:
( y 2 y1 )(2 x1 + x 2 ) ( y 2 y1 )( x1 + 2 x 2 )
(T t )12 = (T t ) 21 =
6 Rm2 k 02 (2.16c); 6 Rm2 k 02 (2.16d)
UTM : k0= 0.9996 ; TM30: k0= 0.9999 ;
Dimana :
d12
S12 m = faktor skala garis;
d = jarak di proyeksi;
1 X S12 = jarak geodesik;
Gambar.II.12 Reduksi pada jarak
Dapat diartikan bahwa, faktor skala titik merupakan perbandingan perbedaan jarak di
peta dengan perbedaan jarak di elipsoid, sedangkan faktor skala garis adalah fungsi dari
tiga faktor skala titik, titik di awal, di tengah, dan di akhir garis. Dengan kata lain faktor
18
skala garis adalah rata-rata skala garis yang digunakan untuk melihat perbedaan atara
panjang garis geodesik dengan panjang garis proyeksi geodesik.
120
7 cos 7
(61 479t 2 + 179t 4 t 6 )
5040
f (q) 2 4
y = N ( + sin cos + sin cos 3 (5 t 2 + 9 2 + 4 4 ) +
N 2 24
6
sin cos (61 58t + t + 270 2 330t 2 2 + 445 4 + 324 6 680 4 t 2 + 88 8
5 2 4
720
8 (2.20)
600 6 t 2 192 8 t 2 ) + sin cos 7 (1385 311t 2 + 543t 4 t 6 ))
40320
dimana :
f ( q ) = M d t = tan
0
Setelah dilakukan konversi koordinat geodetik ke koordinat proyeksi UTM dan TM3 ,
selanjutnya dapat ditentukan sudut jurusan masing-masing dari minimal dua titik hasil
pengamatan GPS menggunakan persamaan berikut :
19
x
= tan 1 ( ) (2.21)
y
Untuk mendapatkan sudut jurusan titik-titik lainnya, dapat dilakukan penghitungan cara
geometris menggunakan sudut horizontal yang telah direduksi ke bidang proyeksi.
Setelah didapat sudut jurusan di semua titik yang akan ditentukan nilai koordinatnya,
selanjutnya dilakukan penghitungan koordinat proyeksi UTM dan TM3 menggunakan
rumus-rumus trigonometri di bidang datar seperti pada persamaan (2.9).
20
II.5 Model hitungan penentuan posisi di sistem koordinat toposentrik
Selain di sistem koordinat proyeksi, penentuan koordinat geodetik dengan memanfaatkan
data kombinasi metode GPS dn Total Station juga dapat dilakukan di sistem koordinat
toposentrik..Gambar.III.10 di berikut merupakan algoritma penghitungan koordinat
geodetik di sistem koordinat toposentrik :
Koordinat geodetik
min 2 titik hasil
pengamatan GPS
Konversi
koordinat
Data sudut
miring, sudut
Koordinat horizontal dan
toposentrik jarak ruang
Proses
hitungan
Koordinat
Toposentrik
Konversi
koordinat
Koordinat
Geodetik
21
satu koordinat geodetik berada relatif terhadap nol sistem koordinat toposentrik (misalnya
: titik 1 bernilai (0,0,0) dan titik 2 (n,e,u)). Berikut ini tahapan konversi koordinat
geodetik ke koordinat toposentrik :
1. Konversi koordinat geodetik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geosentrik menggunakan
persamaan (2.1)
2. Hitung delta geosentrik titik 1 dan titik 2 menggunakan persamaan (2.7) :
3. Menghitung koordinat toposentrik titik dua menggunakan persamaan (2.8) :
Setelah dilakukan konversi koordinat, selanjutnya koordinat toposentrik tersebut dapat
digunakan untuk mencari sudut jurusan sebagai berikut :
e
= tan 1 ( ) (2.23)
n
Untuk mendapatkan sudut jurusan titik-titik lainnya, dapat dilakukan penghitungan cara
geometris menggunakan sudut horizontal hasil pengukuran Total Station. Lalu
penghitungan koordinat toposentrik dapat dilakukan dengan mengkombinasikan data
sudut jurusan ( ) dengan data sudut horizontal, sudut miring dan jarak hasil pengukuran
terestris menggunakan instrumen Total Station, adapun penghitungannya dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan (2.3).
22