You are on page 1of 18

BAB II

DASAR TEORI
Pada bab II ini akan dibahas dasar teori mengenai sistem referensi koordinat, sistem
koordinat dan proyeksi peta, yang terkait dengan masalah penentuan posisi geodetik.
Selain itu akan dibahas juga mengenai algoritma penentuan posisi geodetik di sistem
koordinat proyeksi dan sistem koordinat toposentrik.

II.1 Sistem referensi koordinat


Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan
geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat
dari suatu atau beberapa titik dalam ruang. Sistem referensi digunakan sebagai acuan
untuk menyatakan nilai suatu titik [Abidin, 2001]. Realisasi praktis dari sistem referensi
adalah kerangka referensi. Kerangka referensi digunakan untuk pendeskripsian secara
kuantitatif posisi dan pergerakan titik titik. Kerangka referensi biasanya direalisasikan
dengan melakukan pengamatan-pengamatan geodetik, dan umumnya direpresentasikan
dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun objek [Abidin,
2001]. Berikut merupakan jenis-jenis sistem referensi yang biasa dipakai dalam
pendeskripsian posisi :
1. CIS (Conventional Inertial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa
digunakan untuk pendeskripsian posisi dan pergerakan satelit. Sifatnya geosentrik
dan terikat langit.
2. CTS (Conventional Terestrial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa
digunakan untuk menyatakan posisi di permukaan bumi. Sifatnya geosentrik dan
terikat bumi.
Salah satu realisasi dari CTS adalah WGS 84 (World Geodetic System 84). WGS 84
adalah sistem yang saat ini digunakan oleh sistem navigasi GPS. WGS 84 pada
prinsipnya adalah sistem koordinat CTS yang didefinisikan, direalisasikan dan dipantau
oleh NIMA (National Imaery and Mapping) Amerika Serikat. Berikut merupakan
parameter WGS 84 :
b = 6356752,3142;
f = 1/298,257223563;

5
e 2 = 0,00669437999013.
Dengan memanfaatkan teknologi GPS dalam melakukan penentuan posisi, maka secara
tidak langsung posisi titik-titik yang ditentukan nilainya tersebut akan berada pada satu
sistem referensi WGS 84.

II.2 Sistem koordinat


Sistem koordinat merupakan suatu sistem yang digunakan untuk merepresentasikan nilai
suatu titik. Sistem koordinat didefinisikan dengan menspesifikasikan tiga parameter
berikut [Abidin, 2001].:
1. Lokasi titik nol dari sistem koordinat (Geosentrik atau Toposentrik)
2. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat (Terikat ke bumi atau ke langit)
3. Besaran yang digunakan untuk menyatakan posisi suatu titik dalam sistem
koordinat tersebut (Jarak atau sudut jarak)
Berikutnya akan dijelaskan mengenai beberapa jenis sistem koordinat :

II.2.1 Sistem Koordinat Geodetik


Sistem koordinat geodetik mengacu pada ellipsoid referensi tertentu yang dipakai untuk
mendekati model permukaan bumi dimana nilainya bergantung pada ukuran, bentuk dan
orientasi ellipsoid. Lokasi titik nol dari sistem koordinat geodetik berada pada pusat
ellipsoid. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat geodetik terikat ke bumi. Posisi suatu
titik dalam sistem koordinat geodetik dinyatakan dalam basaran sudut dan jarak, seperti
yang di jelaskan sebagai berikut :
(Lintang ) = sudut yang dibentuk oleh normal ellipsoid yang melalui titik
tersebut dengan bidang ekuator, yang nilainya berkisar 90 o 90 o .

(Bujur) = sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik, pusat ellipsoid dan
meridian referensi (yaitu meridian yang melalui Greenwich), yang nilainya
berkisar 0 o 180 o E dan 180 o W 0 o .
h (Tinggi) = tinggi suatu titik di atas ellipsoid(h) dihitung sepanjang normal
ellipsoid yang melalui titik tersebut.

6
II.2.2 Sistem Koordinat Geosentrik
Serupa dengan sistem koordinat geodetik, posisi suatu titik dalam sistem koordinat
geosentrik orientasi sumbu-sumbu koordinatnya terikat ke bumi. Lokasi titik nol dari
sistem koordinat geosentrik berada pada pusat ellipsoid. Sistem koordinat geosentrik
ditetapkan relatif terhadap tiga sumbu koordinat X,Y,Z dengan ketentuan sebagai berikut :
Sumbu Z adalah garis dalam arah kutub menengah (Conventional International
Origin).
Sumbu X adalah arah perpotongan meridian Greenwich atau meridian nol CZM
(Conventional Zero Meridian) yang ditetapkan oleh BIH (Berau International de
lHeureu) dan bidang ekuator.
Sumbu Y adalah garis pada bidang ekuator yang tegak lurus terhadap sumbu X
dan Z yang sesuai dengan sistem tangan kanan.
Besaran yang digunakan untuk menyatakan posisi suatu titik dalam sistem koordinat
geosentrik adalah jarak (meter). Gambar.II.1 berikut ini menjelaskan hubungan antara
sistem koordinat geosentrik dan geodetik :

Gambar.II.1 Sistem koordinat geodetik dan geosentrik .


[Kosasih Prijatna, 2005].

Seperti yang ditunjukan pada gambar di atas, bahwa titik Q yang berada di permukaan
bumi dapat direpresentasikan dalam sistem koordinat geodetik dan sistem koordinat
geosentrik. Kedua sistem koordinat terebut, titik pusat sistem koordinatnya terletak pada
pusat ellipsoid referensi, sehingga sistem koordinat geodetik dan geosentrik dapat
dihubungkan antara satu dengan yang lain. Konversi koordinat geodetik ke koordinat
geosentrik dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini [Seeber,1993]:

7
X ( N + h ) cos cos

Y = ( N + h ) cos sin
Z ((1 e 2 ) N + h ) sin

a
N =
1 e sin 2
2 (2.1)
a2 b2
e =
2

a2
Dimana : N = Jari jari irisan normal
a dan b = setengah sumbu panjang dan pendek ellipsoid
e 2 = eksentrisitas pertama
Sedangkan konversi koordinat geosentrik ke geodetik, dapat dilakukan menggunakan
berbagai macam cara, diantaranya metode Bowring sebagai berikut [Bowring,1976] :
p= X +Y2
2

Za
= arctan
pb
Z + e ' 2 b sin 3
= arctan
p e 2 a cos 3
(2.2)
Y
= arctan
X
p
h = N
cos

Dimana :
, , h = Lintang, bujur dan tinggi geodetik
X,Y,Z = Nilai koordinat geosentrik

II.2.3 Sistem Koordinat Toposentrik


Selain sistem koordinat geodetik dan geosentrik terdapat pula sistem koordinat
toposentrik. Sistem koordinat toposentrik merupakan sistem koordinat yang bersifat
lokal, dengan n (northing) mengacu ke utara geodetik, e (east), u (up) tegak lurus n dan
titik nolnya mengacu pada garis gaya berat bumi. Seperti yang terlihat pada gambar.II.2,
dengan memanfaatkan data sudut jurusan ( ) , sudut miring (m), dan jarak ruang (d),

maka dapat dihitung nilai koordinat toposentrik menggunakan persamaan (2.3).

8
oid
ips
Ell
al
Pemukaan bumi

rm
No
d
North m
z

East

Pemukaan bumi
h

y
K Ellipsoid meridian
K

Gambar.II.2. Sistem koordinat toposentrik

Persamaan untuk menghitung koordinat toposentrik :


n = d cos(m ) cos( )
e = d cos(m ) sin( ) (2.3)
u = d sin(m )
Konversi koordinat toposentrik ke koordinat geodetik dapat dilakukan menggunakan
minimal dua koordinat toposentrik (misalnya: titik 1 dan titik 2). Konversi koordinat ini
dilakukan dengan cara mengasumsikan salah satu kordinat toposentrik bernilai nol relatif
terhadap salah satu koordinat geodetik yang diketahui nilainya. Dibawah ini akan
dijelaskan mengenai tahapan konversi koordinat toposentrik ke koordinat geodetik :
1. Mencari delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2
x12 n2
1
y 12 = R ( 1 , 1 ) e 2 (2.4)
z u
12 2

sin 1 cos sin 1 sin 1 cos 1



Dimana : R (1 , 1 ) = sin 1 cos 1 0 (2.5)
cos cos cos 1 sin 1 sin 1
1 1

x12

Delta y12 , digunakan untuk mencari nilai koordinat geosentrik titik 2.
z
12
2. Konversi koordinat geodetik titik 1 ke koordinat geosentrik menggunakan persamaan
(2.1)

9
3. Jumlahkan delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 dengan koordinat geosentrik
titik 1.
x 2 x12 x1

y 2 = y 12 + y1 (2.6)
z z z
2 12 1
3. Konversikan koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geodetik
menggunakan metode bowring pada persamaan (2.2)
Konversi koordinat geodetik ke koordinat toposentrik juga dapat dilakukan dengan cara
mengasumsikan salah satu koordinat geodetik berada relatif terhadap nol sistem
koordinat toposentrik (misalnya : titik 1 bernilai (0,0,0))
1. Konversi koordinat geodetik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geosentrik menggunakan
persamaan (2.1)
2. Hitung delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 :
x12 x 2 x1

y 12 = y 2 - y 1 (2.7)
z z z
12 2 1
3. Hitung koordinat toposentrik titik 2 :
n2 x12

e 2 = R ( 1 , 1 ) y 12 (2.8)
u z
2 12
Dari penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa sistem koordinat geodetik dan
toposentrik memiliki keterkaitan erat. Selain dapat dilakukan konversi koordinat satu
sama lain, keterkaitan lainnya adalah n(north) pada sistem toposentrik mengacu pada
utara geodetik dan u(up) yang tegak lurus n(north) titik nolnya mengacu pada garis gaya
berat bumi, maka penentuan posisi geodetik yang dilakukan di sistem koordinat
toposentrik pun dapat dilakukan dengan sederhana.

II.3 Proyeksi peta


Proyeksi peta merupakan model matematik untuk mengkonversi posisi tiga-dimensi suatu
titik di permukaan bumi ke representasi posisi dua-dimensi di bidang peta (bidang datar)
[Kosasih Prijatna,2005].Gambar berikut ini merupakan ilustrasinya :

10
, , h konversi
x, y

Gambar.II.3. Konversi ke bidang datar


[Kosasih Prijatna,2005].

Dalam melakukan konversi posisi geodetik di permukaan bumi ke bidang proyeksi akan
menghasilkan distorsi. Setiap model proyeksi peta mempunyai kelemahan dan kelebihan.
Apabila satu atau dua jenis distorsi diminimalkan, maka distorsi lainnya akan membesar.
Sehingga pemilihan model proyeksi peta disesuaikan dengan kebutuhan. Pemilihan
model proyeksi peta biasanya didasarkan pada :
Posisi daerah, bentuk dan ukuran daerah yang akan dipetakan.
Kegunaan peta bersangkutan.
Pekerjaan pemetaan untuk keperluan pembuatan peta dasar Indonesia saat ini
menggunakan Transverse Mercator (TM). Proyeksi Transverse Mercator adalah proyeksi
silinder transversal yang bersifat konform. Pada proyeksi ini secara geometris silindernya
menyinggung bola bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral (meridian
tengah).

Gambar.II.4 Proyeksi Transverse Mercator [Kosasih Prijatna, 2005].

Pada meridian sentral, faktor skala = 1 (tidak ada distorsi), perbesaran sepanjang
meridian akan menjadi lebih besar bila meridian-meridian tersebut makin jauh ke Barat
atau ke Timur dari meridian tengah. Perbesaran sepanjang paralel akan menjadi lebih
besar jika lingkaran-lingkaran paralel tersebut mendekati ekuator. Dengan adanya distorsi
yang makin membesar menjauhi meridian sentral, maka pada proyeksi TM diusahakan
suatu cara untuk memperkecil distorsi tersebut, yaitu dengan cara membagi daerah-

11
daerah dalam zone-zone (daerah pada permukaan bumi yang dibatasi oleh dua buah
meridian) yang sempit dan lebar zone yang lebih kecil. Untuk memperkecil distorsi pada
bidang proyeksi TM maka digunakanlah sistem proyeksi UTM. Sistem proyeksi UTM
sebenarnya merupakan bidang proyeksi TM yang dibagi tiap zonanya sebesar 6 derajat,
dengan ketentuan yang sifatnya universal. Sistem grid dan proyeksi ini dapat digunakan
baik untuk pekerjaan pemetaan topografi, referensi untuk citra satelit dan aplikasi lainnya
yang memerlukan ketelitian untuk penentuan posisi. Di Indonesia sistem proyeksi UTM
digunakan oleh instansi Bakosurtanal, biasanya untuk keperluan pemetaan skala sedang.
Selain sistem proyeksi UTM digunakan pula sistem proyeksi TM3. Serupa halnya dengan
sistem proyeksi UTM, sistem proyeksi TM3 pun merupakan sistem proyeksi UTM yang
dibagi tiap zonanya menjadi lebih kecil dari 6 derajat menjadi 3 derajat setiap zonanya,
sehingga distorsi yang dihasilkan akan semakin kecil. Di Indonesia sistem proyeksi TM3
digunakan oleh instansi BPN, biasanya untuk keperluan peta skala besar dalam
pendaftaran tanah (penjelasan lebih lengkap mengenai sistem proyeksi terdapat pada Bab
Lampiran).

II.3.1 Penghitungan koordinat bidang proyeksi


Penghitungan koordinat di bidang proyeksi, baik untuk proyeksi UTM ataupun TM3
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus trigonometri di bidang datar sebagai
berikut :
x = x + d sin
(2.9)
y = y + d cos
Dimana :
d = Jarak proyeksi
= Sudut jurusan di bidang proyeksi

II.4 Model hitungan penentuan posisi geodetik di sistem koordinat proyeksi


Penentuan posisi geodetik dua dimensi dapat dihitung dengan memanfaatkan sistem
koordinat proyeksi sebagai bidang perantara hitungan. Berikut ini adalah algoritma
hitungan koordinat geodetik di sistem koordinat proyeksi :

12
Koordinat geodetik Data sudut
min 2 titik hasil horizontal dan
pengamatan GPS jarak ruang

Konversi Reduksi ke
koordinat bidang Proyeksi

Koordinat Data di bidang


proyeksi (2D) Proyeksi

Proses
hitungan

Koordinat Konversi
Proyeksi (2D) koordinat

Koordinat
Geodetik

Gambar.II.5 Penghitungan koordinat keodetik


di sistem koordinat proyeksi
Dalam penelitian tugas akhir ini, digunakan sistem proyeksi UTM dan TM3 sebagai
bidang perantara hitungan.Untuk melakukan penghitungan koordinat geodetik di sistem
koordinat proyeksi, langkah pertama yang dilakukan adalah terlebih dahulu melakukan
reduksi data sudut horizontal dan jarak ruang hasil pengukuran terestris menggunakan
Total Station di permukaan bumi ke bidang ellipsoid , kemudian data sudut horizontal
dan jarak di bidang ellipsoid tersebut direduksi lagi ke bidang proyeksi. Lebih jauh
mengenai proses reduksi, akan dijelaskan sebagai berikut :

II.4.1 Reduksi data ukuran di permukaan bumi


Proses reduksi data sudut horizontal dan jarak di permukaan bumi ke bidang proyeksi
atau bidang datar dilakukan agar data tersebut dapat digunakan untuk melakukan
penentuan posisi geodetik yang dihitung di sistem koordinat Proyeksi (sistem koordinat
bidang datar).Adapun prosedur reduksi data ukuran tersebut adalah sebagai berikut :

Data, sudut Reduksi ke Reduksi ke


horizontal dan jarak Bidang Ellipsoid Bidang Proyeksi
di permukaan bumi

Gambar.II.6 Proses reduksi data sudut horizontal dan jarak

13
II.4.1.a Reduksi sudut horizontal dan jarak di prmukaan bumi ke bidang Ellipsoid.
Dalam melakukan reduksi sudut horizontal dan jarak dipermukaan bumi ke bidang
ellipsoid, perlu dipertimbangkan efek geometrik dan gravimetrik. Adapun dua efek
geometrik tersebut adalah skew normal correction dan irisan normal geodesik, sedangkan
efek gravimetrik tersebut adalah koreksi efek defleksi vertikal. Berikut akan dibahas
mengenai efek geometrik dan gravimetrik yang di perhitungkan dalam proses reduksi
sudut horizontal dan jarak :

1. Komponen reduksi di bidang ellipsoid


Efek Geometrik
h = Skew-Normal Correction
Untuk posisi target bidik di atas ellipsoid, titik target dan proyeksinya di atas permukaan
ellipsoid tidak terletak pada bidang normal yang sama apabila dilihat dari alat theodolit
maka perlu dipertimbangkan skew normal correction. Berikut ini merupakan persamaan
untuk mencari skew normal correction [Krakiwsky, 1973] :
h2 2
h = e sin 12 cos 12 cos 2 2
Mm
(2.10)
M1 + M 2
Mm =
2

Dimana : n si
e re
ref
h2 = tinggi geodetik titik P2 so i d
e lli p P2
aan
m uk Pemukaan bumi
P1 Per 12
'
12 = asimut sisi P1-P2
Sumbu putar ellipsoid referensi

12
P2
Pemukaan bumi
= 180/pi*3600 h s P2
Gar

P1
2 = lintang geodetik titik P2
is n

P1 Ga
r is
orm

no
rm
al
al d

di
P1
i P
2

n1

n2

Gambar.II.7 Skew-Normal correction

14
M1 dan M2 masing-masing adalah radius lengkung meridian pada titik P1 dan P2
Efek skew normal correction akan terlihat signifikan saat 2 = 45 dan h2 = 200atau1000
0

,efek skew normal correction ( h" ) akan bernilai = 0,008dan 0,05.

g = Koreksi Irisan Normal-Geodesik


Saat melakukan pengukuran arah ke titik target seharusnya adalah arah garis geodesik,
bukannya arah irisan normal, maka untuk melakukan reduksi ukuran yang berhubungan
dengan sudut perlu dilakukan koreksi irisan normal geodesik. Berikut ini merupakan
persamaan untuk mencari koreksi irisan normal geodesik [Krakiwsky, 1973]:
e 2 s 2 cos 2 m sin 2 12
g =

12 N m2
1 + 2 (2.11)
m =
2
N1 + N 2
Nm =
2

Dimana :
12 = asimut sisi P1-P2
S = jarak di bidang ellipsoid
m = lintang rata-rata titik 1 dan 2

P2

id
so
llip
e
to n
al io
m ct
or k se
N si al
de m
eo or
G N


P1

Gambar.II.8 Normal geodesik

N1 dan N2 masing-masing adalah radius lengkung vertikal utama pada titik P1 dan P2
Normal section akan terlihat signifikan saat h" = 0, 12 = 45 dan s = 200 km, 100 km
dan 50 km, yaitu akan bernilai g 0,12 0,02 dan 0,006.

15
Efek Gravimetrik
= Koreksi Efek Defleksi Vertikal
Ketika mengukur sudut
Terrain horizontal, sumbu vertikal Total
ia n
r id P2
12' Station harus berimpit dengan
e
h
ang M

12 P2
arah vektor gaya berat. Agar
B id

P1 P2 sudut horizontal mengacu pada


Plumbline

ellipsoid referensi, maka sudut
Terrain
N or m a
l to e horizontal tersebut harus
llipso id
dikoreksi dengan efek defleksi
vertikal.
Gambar.II.9 Koreksi efek defleksi vertikal

Berikut merupakan persamaan untuk mencari efek defleksi vertikal [Krakiwsky, 1973]: :
= (1 sin 12 1 cos 12 ) cot z (2.12)
1,1 = komponen defleksi vertikal di P1
z = sudut zenit dari titik P1 ke P2
Defleksi vertikal akan terlihat signifikan saat = 20 0 , Z = 80 0 , defleksi vertikal akan
bernilai 2-3.

2. Reduksi pada sudut horizontal dan jarak ke bidang elllipsoid


Efek geometrik dan gravimetrik seperti yang dijelaskan diatas merupakan komponen
yang perlu diperhitungkan dalam melakukan reduksi jarak dan sudut horizontal hasil
ukuran di permukaan bumi. Berikut ini akan dibahas mengenai komponen-komponen
reduksi yang diterapkan dalam upaya melakukan reduksi ukuran jarak dan sudut
horizontal di permukaan bumi ke bidang ellipsoid :

Reduksi Sudut Horizontal


Pada ukuran sudut horizontal dilakukan koreksi defleksi vertikal, skew normal corection
dan koreksi normal geodesik. Adapun proses koreksi tersebut dilakukan sebagai berikut :
123
u
= 13u 12u
123 = 123u
+ (h13 h12 ) + (g13 g12 ) + (13 12 ) (2.13)
123
u
= sudut horisontal ukuran

16
Reduksi Jarak Ruang
Reduksi jarak ruang d ke jarak dipermukaan ellipsoid S dapat dilakukan sebagai berikut :
jika = S = S , maka jarak di bidang ellipsoid adalah :
R h+R R
S = (2.14)d
d R+h

Dimana :
S h
d = jarak di permukaan bumi
h = tinggi di permukaan ellipsoid
R S = jarak di bidang ellipsoid
R = radius Euler
= sudut yang dibentuk jarak ke pusat ellipsoid

Gambar.II.10 Reduksi jarak ruang

II.4.1.b Reduksi sudut horizontal dan jarak di bidang Ellipsoid ke bidang Proyeksi
Reduksi sudut horizontal dan jarak ke bidang proyeksi dilakukan setelah data sudut
horizontal dan jarak telah direduksi ke bidang ellipsoid. Berikut ini merupakan proses
reduksi yang akan dilakukan :

1. Reduksi Sudut horizontal di Bidang Ellipsoid ke Bidang Proyeksi



Y Jika a213 merupakan sudut horizontal ukuran,

2 sementara (T t )12 merupakan perbedaan antara grid


T12 azimuth proyeksi jarak geodesik T12 dan grid azimuth
(T-t)12
t12
garis singgung jarak geodesik t12 , lalu serupa halnya
a*213 dengan (T t )13 , maka dapat dirumuskan :
a213
1 X
a 213 = a 213 + (T t )12 + (T t )13 (2.15)
(T-t)13
Yang merupakan persamaan untuk melakukan reduksi
3
sudut horizontal ellipsoid ke bidang proyeksi.
Gambar.II.11 Reduksi pada sudut horizontal

Berikut ini merupakan persamaan matematis untuk mencari koreksi T minus t Proyeksi
TM ,UTM dan TM3 [Krakiwsky, 1973] :

17
Sudut antara proyeksi Geodesik dengan tali busur (TM) :
( y 2 y1 )(2 x1 + x 2 ) ( y 2 y1 )( x1 + 2 x 2 )
(T t )12 = (2.16a); (T t ) 21 = (2.16b)
6 Rm2 6 Rm2
Rm = MN
Sedangkan ntuk UTM dan TM3:
( y 2 y1 )(2 x1 + x 2 ) ( y 2 y1 )( x1 + 2 x 2 )
(T t )12 = (T t ) 21 =
6 Rm2 k 02 (2.16c); 6 Rm2 k 02 (2.16d)
UTM : k0= 0.9996 ; TM30: k0= 0.9999 ;

2. Reduksi Jarak Bidang Ellipsoid ke Bidang Proyeksi


Karena bidang ellipsoid berbeda dengan bidang proyeksi maka jarak di bidang ellipsoid
(jarak geodesik) juga memiliki panjang yang berbeda dengan jarak proyeksi. Berikut ini
merupakan persamaan yang digunakan untuk mereduksi jarak geodesik ke jarak proyeksi
. [Krakiwsky, 1973] :
Y
2 (2.17)
d12 = m S12

Dimana :
d12
S12 m = faktor skala garis;
d = jarak di proyeksi;
1 X S12 = jarak geodesik;
Gambar.II.12 Reduksi pada jarak

dalam hal ini m adalah faktor skala garis, berikut persamaannya :


d 1 1 4 1
m =( ( + + )) 1
S 6 k1 k 2 k 3 (2.18)
k1 , k 2 , k 3 = masing masing adalah faktor skala titik, yang dihitung menggunakan
persamaan berikut :
cos 2
k i = k 0 (1 + 2
.....) (2.19)
2
Dimana :
= 0

Dapat diartikan bahwa, faktor skala titik merupakan perbandingan perbedaan jarak di
peta dengan perbedaan jarak di elipsoid, sedangkan faktor skala garis adalah fungsi dari
tiga faktor skala titik, titik di awal, di tengah, dan di akhir garis. Dengan kata lain faktor

18
skala garis adalah rata-rata skala garis yang digunakan untuk melihat perbedaan atara
panjang garis geodesik dengan panjang garis proyeksi geodesik.

II.4.2 Penghitungan koordinat geodetik


Setelah proses reduksi dilakukan pada sudut horizontal dan jarak, maka sudut horizontal
dan jarak tersebut kini telah berada pada bidang proyeksi/datar , sehingga penghitungan
koordinat di bidang proyeksi/datar dapat dilakukan. Sebelum dilakukan penghitungan
koordinat, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan konversi koordinat
geodetik minimal dua titik hasil pengamatan GPS ke dalam sistem koordinat proyeksi
UTM dan TM3. Sistem proyeksi UTM dan sebenarnya merupakan sistem proyeksi TM
yang dibagi menjadi zona-zona kecil. Proses konversi koordinat ini dapat dilakukan
dengan cara mengkonversikan koordinat geodetik ke sistem koordinat TM terlebih
dahulu, kemudian selanjutnya dapat diketahui dalam sistem koordinat UTM dan TM3
dengan mendefinisikan meridian sentral, faktor perbesaran dan koordinat semu masing-
masing sistem proyeksi. Konversi koordinat ini dapat dilakukan menggunakan persamaan
berikut [Krakiwsky, 1973]:
Konversi Koordinat Geodetik ke Koordinat Proyeksi TM
3 cos 3
x = N ( cos + (1 t 2 + 2 ) +
6
5 cos 5
(5 18t + t 4 14 2 58t 2 2 + 13 4 + 4 6 64 4 t 2 24 6 t 2 ) +
2

120
7 cos 7
(61 479t 2 + 179t 4 t 6 )
5040
f (q) 2 4
y = N ( + sin cos + sin cos 3 (5 t 2 + 9 2 + 4 4 ) +
N 2 24
6
sin cos (61 58t + t + 270 2 330t 2 2 + 445 4 + 324 6 680 4 t 2 + 88 8
5 2 4

720
8 (2.20)
600 6 t 2 192 8 t 2 ) + sin cos 7 (1385 311t 2 + 543t 4 t 6 ))
40320
dimana :

f ( q ) = M d t = tan
0

Setelah dilakukan konversi koordinat geodetik ke koordinat proyeksi UTM dan TM3 ,
selanjutnya dapat ditentukan sudut jurusan masing-masing dari minimal dua titik hasil
pengamatan GPS menggunakan persamaan berikut :

19
x
= tan 1 ( ) (2.21)
y
Untuk mendapatkan sudut jurusan titik-titik lainnya, dapat dilakukan penghitungan cara
geometris menggunakan sudut horizontal yang telah direduksi ke bidang proyeksi.
Setelah didapat sudut jurusan di semua titik yang akan ditentukan nilai koordinatnya,
selanjutnya dilakukan penghitungan koordinat proyeksi UTM dan TM3 menggunakan
rumus-rumus trigonometri di bidang datar seperti pada persamaan (2.9).

Untuk mendapatkan koordinat geodetik sebagai hasil akhir, selanjutnya dilakukan


konversi koordinat proyeksi UTM dan TM3 hasil hitungan diatas ke dalam sistem
koordinat geodetik. Konversi koordinat proyeksi UTM dan TM3 ke koordinat geodetik
juga dilakukan dengan menggunakan sistem proyeksi TM sebagai bidang perantara.
Berikut ini merupakan persaamaan matematis yang dapat digunakan untuk melakukan
konversi koordinat proyeksi TM ke koordinat geodetik [Krakiwsky, 1973]:
Konversi Koordinat Proyeksi TM ke Koordinat Geodetik
x 1 x 3
= sec 1 ( ( ) (1 + 2t12 + 12 ) +
N1 6 N1
1 x 5
( ) (5 + 612 + 28t12 314 + 8t1212 + 24t14 416 + 4t1214 + 24t1216 )
120 N 1
1 x
( ) 7 (61 + 662t12 + 1320t14 + 720t16 )
5040 N 1
t1 x 2 t1 x 4
= 1 + 3
(5 + 3t12 + 12 414 912 t12 )
2M 1 N 1 24M 1 N 1
t1 x 6
5
(61 90t12 + 4612 + 45t14 252t1212 314 + 10016 66t1214 90t1412 +
720M 1 N 1
t1 x 8
8818 + 225t1412 + 84t1218 192t1218 ) + 7
(1385 + 3633t12 + 4095t14 + 1575t16 )
40320M 1 N 1
(2.22)
dimana :
1 = lintang kaki (foot point), yang dihitung secara iteratif menggunkan Metode Newton-
Rapshon. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat di Krakiwsky(1973).

20
II.5 Model hitungan penentuan posisi di sistem koordinat toposentrik
Selain di sistem koordinat proyeksi, penentuan koordinat geodetik dengan memanfaatkan
data kombinasi metode GPS dn Total Station juga dapat dilakukan di sistem koordinat
toposentrik..Gambar.III.10 di berikut merupakan algoritma penghitungan koordinat
geodetik di sistem koordinat toposentrik :

Koordinat geodetik
min 2 titik hasil
pengamatan GPS

Konversi
koordinat

Data sudut
miring, sudut
Koordinat horizontal dan
toposentrik jarak ruang

Proses
hitungan

Koordinat
Toposentrik

Konversi
koordinat

Koordinat
Geodetik

Gambar.II.13 Penghitungan koordinat geodetik


di sistem koordinat toposentrik

Penentuan koordinat geodetik di sistem koordinat toposentrik dapat dilakukan dengan


mengkombinasikan data hasil pengamatan GPS untuk mendapatkan minimal dua
koordinat awal sebagai acuan dan data hasil pengukuran terestris menggunakan
instrument Total Station untuk mendapatkan data jarak, sudut horizontal dan sudut
vertikal. Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan konversi koordinat geodetik
hasil pengukuran menggunakan GPS ke dalam sistem koordinat toposentrik. Konversi
koordinat geodetik ke koordinat toposentrik dilakukan dengan cara mengasumsikan salah

21
satu koordinat geodetik berada relatif terhadap nol sistem koordinat toposentrik (misalnya
: titik 1 bernilai (0,0,0) dan titik 2 (n,e,u)). Berikut ini tahapan konversi koordinat
geodetik ke koordinat toposentrik :
1. Konversi koordinat geodetik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geosentrik menggunakan
persamaan (2.1)
2. Hitung delta geosentrik titik 1 dan titik 2 menggunakan persamaan (2.7) :
3. Menghitung koordinat toposentrik titik dua menggunakan persamaan (2.8) :
Setelah dilakukan konversi koordinat, selanjutnya koordinat toposentrik tersebut dapat
digunakan untuk mencari sudut jurusan sebagai berikut :
e
= tan 1 ( ) (2.23)
n

Untuk mendapatkan sudut jurusan titik-titik lainnya, dapat dilakukan penghitungan cara
geometris menggunakan sudut horizontal hasil pengukuran Total Station. Lalu
penghitungan koordinat toposentrik dapat dilakukan dengan mengkombinasikan data
sudut jurusan ( ) dengan data sudut horizontal, sudut miring dan jarak hasil pengukuran
terestris menggunakan instrumen Total Station, adapun penghitungannya dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan (2.3).

Setelah dilakukan penghitungan, selanjutnya koordinat toposentrik tersebut dikonversi ke


dalam sistem koordinat geodetik. Konversi koordinat toposentrik ke sistem koordinat
geodetik dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah
menggunakan metode Bowring seperti pada persamaan (2.2).

22

You might also like