Professional Documents
Culture Documents
PLN (Persero)
I. Pendahuluan
PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) merupakan penyedia listrik utama di
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berkepentingan menjaga kelayakan usaha PLN agar
kemampuan PLN untuk menyediakan listrik tidak terganggu. Dengan demikian, pemerintah
I
R
juga berkepentingan agar kondisi PLN sehat secara finansial.
PR
D
Kondisi keuangan PT. PLN dalam enam tahun terakhir yang cenderung merugi setidaknya
EN
dapat dijadikan sinyal lemahnya struktur keuangan instansi tersebut. Solusi yang telah
diberikan oleh pemerintah dengan kesepakatan DPR adalah: Pertama, meningkatkan
TJ
kapasitas pendanaan eksternal PT PLN dengan menaikkan tambahan margin subsidi listrik
SE
dari 5 persen menjadi 8 persen pada tahun 2011 dan kembali menjadi 3 persen pada tahun
2012.; Kedua, pemerintah memberikan pinjaman lunak kepada PT PLN sebesar Rp 7,5
–
BN
triliun dalam APBN-P 2010 dengan jangka waktu pengembalian 10-15 tahun dan masa
tenggang 5 tahun (Pasal 22A ayat (1) UU tentang APBN-P 2010)1; Ketiga, pemerintah
AP
memberikan jaminan penuh atas kewajiban pembayaran pinjaman PT PLN kepada bank
N
pemberi kredit. Tujuannya adalah untuk menjamin risiko kegagalan PT PLN dalam
AA
memenuhi pembayaran kewajibannya kepada kreditur.
AN
Penyediaan tenaga listrik memang sangat mendesak, namun diharapkan apapun fasilitas
KS
yang diberikan pemerintah untuk memperbaiki dan memperkuat struktur keuangan PT.
LA
PLN tidak menjadikan instansi tersebut sumber inefisiensi dalam hal pengendalian
keuangan.
PE
AN
Beban usaha
usaha dan
AN
lain
2004¹ 62,273,061.8 60,828,374.0 3,184,503 (2,021,366.6)
G
¹ terdapat pos luar biasa bersih setelah pajak sebesar Rp281,551 yang mengurangi rugi bersih sehingga menjadi hanya
Rp2,021,366.6
² terdapat pos luar biasa bersih setelah pajak sebesar Rp2.129.987, yang mengurangi rugi bersih sehingga menjadi hanya
O
R
Rp1,927,856.0
BI
1 Telah disetujui dalam rapat Panitia Kerja PLN Badan Anggaran DPR RI pada tanggal 29 Juli 2010.
1
finansial itu tercermin didalam laporan keuangan. Untuk dapat menghitungnya maka
diperlukan akun-akun dalam laporan keuangan PT. PLN sebagaimana ditampilkan pada
tabel 2. Angka-angka dalam tabel inilah yang digunakan untuk menghitung rasio keuangan.
Tabel 2. Data Pos Neraca PT. PLN, tahun 2004-2009 (Rp juta)
TAHUN
POS NERACA
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Hutang 69,444,753.9 81,089,056.0 108,079,872.0 137,067,195.0 163,732,376.0 192,516,991.0
I
R
Ekuitas 142,348,842.9 139,753,678.0 139,837,946.0 136,412,740.0 126,986,567.0 141,196,085.0
PR
Total aktiva 211,793,596.8 220,842,734.0 247,917,818.0 273,479,935.0 290,718,943.0 333,713,076.0
D
Aktiva lancar 12,679,406.5 17,665,187.0 28,821,273.0 43,212,986.0 31,075,630.0 36,999,493.0
EN
Hutang lancar 17,191,623.0 25,956,191.0 27,698,405.0 40,276,254.0 40,653,690.0 37,707,827.0
Persediaan N.A 3,765,979.0 4,188,361.0 6,774,205.0 9,091,138.0 9,721,258.0
TJ
Kas 6,073,057.0 5,361,748.0 12,968,420.0 16,290,782.0 6,387,627.0 13,043,196.0
SE
Sumber : Laporan Keuangan PT. PLN Tahun 2004-2009
–
BN
Tabel 3. Indikator Keuangan PT. PLN Tahun 2005-2009
Tahun
AP
Indikator keuangan
2005 2006 2007 2008 2009
Analisis Pertumbuhan N
AA
Pertumbuhan aset 4.27% 12.26% 10.31% 6.30% 14.79%
AN
Tabel 3 menunjukkan analisis keuangan PT. PLN dalam jangka waktu lima tahun terakhir.
Berikut secara rinci:
2
1. Analisis pertumbuhan.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui prosentase perubahan aset, kewajiban dan
ekuitas yang dimiliki PT. PLN. Pertumbuhan posisi aset secara umum menunjukkan
penurunan. Pada tahun 2006 sempat mengalami peningkatan yang cukup signifikan,
namun terus menurun hingga hanya tumbuh sebesar 14,79% pada tahun 2009.
Dibandingkan dengan pertumbuhan kewajiban yang menunjukkan kecenderungan
sama, pertumbuhan aset jauh lebih kecil. Sementara pertumbuhan ekuitas secara
umum menunjukkan kekayaan bersih PT. PLN tidak terlalu besar, bahkan sempat
I
R
mengalami minus pada tahun 2005, 2006 dan 2007.
PR
2. Analisis modal kerja
D
Analisis ini digunakan untuk menilai kecukupan keuangan PT. PLN dalam memenuhi
EN
kebutuhan pelaksanaan operasi rutin harian. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
TJ
pada tahun 2005, 2008 dan 2009 kondisi keuangan PT. PLN tidak mampu memenuhi
SE
kebutuhan pelaksanaan operasi rutin harian perusahaan tersebut. Dengan demikian
dalam memenuhi kebutuhan rutin, PT. PLN harus mencairkan investasi jangka pendek
–
dan jangka panjang, menggunakan dana cadangan atau penggunaan pos pembiayaan
BN
lainnya. Hal ini setidaknya dapat terlihat dari besarnya hutang obligasi dalam laporan
AP
laba rugi PT.PLN.
kewajiban-kewajiban lancar tepat pada waktunya. Likuiditas PT. PLN dilihat dalam lima
KS
tahun terakhir cenderung menurun meskipun pada tahun 2009 mulai menampakkan
sedikit kenaikan. Namun dengan nilai dibawah 1 menunjukkan bahwa kondisi
LA
keuangan PT. PLN dalam lima tahun terakhir kurang likuid. Terutama pada tahun 2005,
PE
2008 dan 2009 PT. PLN tidak mampu membayar hutang jangka pendeknya dengan
menggunakan aset lancar yang dimiliki. Hal ini tidak berarti bahwa kemudian PT. PLN
AN
akan mengalami pailit, namun secara kondisi keuangan ini menunjukkan pertanda yang
D
tidak baik.
AN
AR
jangka panjang dan jangka pendek tepat pada waktunya. Rasio utang terhadap
G
AN
ekuitas cenderung meningkat, berarti PT. PLN semakin agresif dalam membiayai
pertumbuhannya dengan menggunakan utang. Hal ini sangat berisiko, apalagi ketika
A
suku bunga pinjaman meningkat. Kemampuan PT. PLN untuk membiayai mayoritas aset
IS
dengan kemampuan sendiri juga semakin menurun. Namun nilai debt service
AL
coverage ratio yang lebih besar dari 1 mengindikasikan bahwa cash flow PT. PLN
AN
masih positif dan pendapatan operasi PT. PLN mampu menutupi utangnya.
O
R
5. Analisis operasi
BI
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan PT. PLN dalam mengelola aset-
asetnya sehingga memberikan aliran kas masuk bagi instansi tersebut. Nilai
perputaran aktiva tetap yang tidak besar menunjukkan bahwa PT. PLN kurang efektif
dalam menggunakan aset tetapnya untuk menghasilkan pendapatan. Hal ini semakin
diperkuat dengan rata-rata perputaran piutang dan material yang tidak terlalu tinggi.
3
6. Analisis proporsi.
Analisis ini bertujuan untuk melihat kondisi aset PT. PLN secara lebih komprehensif,
dengan membandingkan nilai tiap pos aset dengan nilai keseluruhan aset yang dimiliki.
Dari tabel berikut terlihat bahwa aset tidak lancar lebih besar dari pada aset lancar, dan
aset tetap merupakan aset terbesar yang dimiliki PLN.
I
R
Pos aset 2009 2008 2007 2006 2005
PR
ASET TIDAK LANCAR
Aset tetap - setelah dikurangi
D
akumulasi penyusutan 59.04% 71.43% 72.73% 80.83% 80.32%
EN
Pekerjaan dalam pelaksanaan 23.52% 18.27% 8.57% 4.55% 8.91%
TJ
Properti investasi 0.04% 0.05% 0.00% 0.00% 0.00%
SE
Investasi jangka panjang 0.25% 0.18% 0.25% 0.24% 0.16%
–
Aset pajak tangguhan 0.00% 0.00% 0.02% 0.03% 0.00%
BN
Aset tidak digunakan dalam operasi 0.31% 0.46% 0.32% 0.54% 1.06%
AP
Piutang pihak hubungan istimewa
setelah dikurangi penyisihan piutang
ragu-ragu 0.50% N
0.60% 0.49% 0.41% 0.41%
AA
Biaya dibayar dimuka dan uang muka 0.20% 0.27% 0.26% 0.27% 0.27%
Sumber : Laporan Keuangan PT. PLN Tahun 2004-2009, diolah
AN
O
7. Gambaran kondisi keuangan PT. PLN secara umum dalam lima tahun terakhir
R
Dalam lima tahun terakhir, PT. PLN lebih banyak menggunakan pinjaman untuk
BI
4
PT. PLN akan mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya (kewajiban jangka pendek
maupun jangka panjang) jika juga menggunakan keseluruhan aset tidak lancarnya
disamping aset lancarnya. Padahal seperti diketahui, aset tetap bersifat kurang likuid
dibanding aset lancar.
Analisis modal kerja juga menunjukkan bahwa pada dua tahun terakhir kondisi
keuangan PT. PLN tidak mampu memenuhi kebutuhan pelaksanaan operasi rutin
hariannya. PT. PLN harus mencairkan investasi jangka pendek dan jangka panjang,
I
R
menggunakan dana cadangan atau penggunaan pos pembiayaan lainnya dalam
PR
memenuhi kebutuhan rutinnya. Demikian pula kemampuan PT. PLN dalam mengelola
aset-asetnya masih belum cukup efektif sehingga pendapatan yang dihasilkan dari
D
investasi aset tetap yang dimiliki sepertinya belum optimal.
EN
TJ
8. Kemungkinan penambahan penyertaan modal negara
SE
Dari uraian sebelumnya, tampak bahwa masalah keuangan utama PT. PLN adalah
kesulitan likuiditas. Dengan kondisi tersebut, PT. PLN tidak mampu membiayai biaya
–
operasi rutinnya dan tergantung pada pinjaman2. Dengan demikian, secara umum,
BN
dibutuhkan dana segar guna memperbaiki struktur keuangan PT. PLN. Berdasarkan
AP
laporan keuangan PT. PLN dalam enam tahun terakhir (2004-2009), perhitungan
menunjukkan bahwa tambahan dana segar yang dibutuhkan PT. PLN untuk
N
memperbaiki struktur keuangannya, terutama likuiditas, rata-rata sebesar 39% dari
AA
aktiva lancarnya (setelah dikurangi piutang subsidi) atau kurang lebih Rp4 – 14 triliun3.
AN
KS
III. Kesimpulan
LA
PE
1. Mengingat struktur keuangan PT. PLN yang kurang baik, terutama dalam hal likuiditas,
maka dimungkinkan bagi pemerintah untuk menambah penyertaan modalnya ataupun
AN
memberikan fasilitas keuangan dalam bentuk lain (bukan dalam bentuk pinjaman
D
2. Perhitungan menunjukkan bahwa tambahan dana segar yang dibutuhkan PT. PLN untuk
memperbaiki struktur keuangannya, terutama likuiditas, rata-rata sebesar 39% dari
G
aktiva lancarnya (setelah dikurangi piutang subsidi) atau kurang lebih Rp4 – 14 triliun.
G
AN
Disamping itu, tetap perlu diperhatikan efisiensi penggunaan setiap rupiah anggaran
IS
2 Pinjaman tidak lancar yang terbesar adalah pinjaman obligasi sementara pinjaman lancar yang terbesar
3 Hasil perhitungan dimungkinkan akan lebih baik jika tersedia data-data yang lebih mendetail.