Professional Documents
Culture Documents
TEKNOLOGI KEPERAWATAN
Disusun Oleh:
Siti Ropiah
NIM: 151071105
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, taufik, dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Teknologi Keperawatan dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Otitis Media” ini dengan baik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ns. Duma Lumban T., S.Kep, M.Kep, Sp.Kep. J.
selaku dosen Teknologi Keperawatan atas bimbingan yang telah berikan sehingga makalah ini dapat
selesai. Terima kasih juga kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih
kurang sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat.
Penulis
(Siti Ropiah)
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007). OMA
biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi dan anak-anak.
Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan belum matangnya
system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya
OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA karena anatomi saluran eustachi yang masih
relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun)
dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan,
sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun
gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun
menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor resiko berulangnya
episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi dalam rentan
waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA (rhinitis,
bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan tingginya insiden
ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya. (Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada telinga
tengah yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas. (WHO, 2010). Adapun
bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus
influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus
vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa. Meskipun sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak
umumnya dapat membaik dengan perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan
antibiotic tertentu, kecuali terdapat adanya indikasi lain. (Byland, dkk, 2007).
Dari uraian di atas, penulis berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kejadian
OMA yang terjadi pada anak.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan otitis media akut
1
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi Otits Media Akut
2. Mahasiswa dapat mengetahui prevalensi Otits Media Akut
3. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dan factor resiko Otits Media Akut
4. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi Otits Media Akut
5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis Otits Media Akut
6. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi Otits Media Akut
7. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang Otits Media Akut
8. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis Otits Media Akut
9. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan Otits Media
Akut
2
BAB II
KAJIAN TEORI
2. Telinga Tengah
2.1 Membran timpani membentang Terdiri dari jaringan fibrosa elastic berbentuk
bundar dan cekung. Untuk mengubah bunyi menjadi getaran
2.2 Tulang pendengaran (osikel: malleus, incus, stapes) : untuk menghantarkan
getaran yang diterima dari membran tympani ke jendela oval.
2.3 Tuba eustachii: untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan
di dalam telinga tengah
3. Telinga Dalam
3.1 Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena mengandung reseptor untuk
mengubah suara yang masuk menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar.
3.2 Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari
tiga buah canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan utriculus
3
2.2 Definisi
Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (Otitis
Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam (Otitis Interna).
(Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang
biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M. Schwartz., 2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, S. 2001).
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007).
2.3 Prevalensi
OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi
dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan belum
matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko
terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA Karena anatomi saluran eustachi
yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun)
dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan,
sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun
gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun
menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor resiko berulangnya
episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi dalam rentan
waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA (rhinitis,
bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan tingginya insiden
ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya. (Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada telinga
tengah yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas. (WHO, 2010). Adapun
bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus
influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus
vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.
2.4 Etiologi
1. Bakteri
Contoh bakteri penyebab Otitis Media adalah Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
4
anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa.
2. Virus
Beberapa virus juga dapat menyebabkan Otitis Media Akut. Contoh: Virus Influenza.
*Proses penjalaran virus dan bakteri lebih lanjut dibahas pada patofisiologi.
2.6 Klasifikasi
Otitis Media
Otitis Media Spesifik
Otitis Media Serosa
Akut
1. Berdasarkan Gejala
1.1 Otitis Media Supuratif :
1.1.1 Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan
singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala
lokal dan sistemik.(Munilson, Jacky. Et al.)
5
1.1.2 Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan
keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani dengan tepat akan membuat
progresivitas penyakit semakin bertambah.
1.2 Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah
sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama
1.3 Otitis Media Non Supuratif / Serosa
1.3.1 Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
1.3.2 Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala – gejala pada telinga yang berlangsung lama. Terjad sebagai
gejala sisa dari otitis media akut yang tidak sembuh sempurna.
6
2.4 Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga tengah ke
liang telinga.
7
2.8 Patofisiologi
8
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau
agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
2.9.2 Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani pasien
terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan bergerak apabila
diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat disebabkan oleh
akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau timpanosklerosis.
Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya
diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
2.9.3 Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran
timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi
penting terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga dapat mengukur
tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi
dengan mengukur peningkatan volume liang telinga luar.Timpanometri punya
sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi
tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan menempelkan
sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan alat akan secara otomatis
mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.
2.9.4 Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada
imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani,
dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan
untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi
patogen yang spesifik.
2.9.5 Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
telinga pasien.
9
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran
tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke depan
telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak
terdengar disebut Rinne negatif (-)
2.9.6 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks,
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi penala
terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga
tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih
keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
2.9.7 Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan
pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa
kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan
pemeriksa.
10
1.2 Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran timpani sudah
hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk terapi awal, diberikan
penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam darah.
1.2.1 Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
1.2.2 Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.2.3 Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.3 Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan agar nyeri
dapat berkurang.
1.4 Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
1.5 Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini dapat
dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga
telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di follow up selama 1 sampai 3
bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
2. Tindakan
2.1 Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini
adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran,
dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani.
Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan
berpotensi menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.
2.2 Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga
tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-
inferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang
terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran
kecil dan steril. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi
supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis,
neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.
2.11 Komplikasi
1. Intra-Temporal
1.1 Abses subperiosteal
1.2 Labirintitis
11
1.3 Paresis fasial
1.4 Petrositis
2. Intra-Kranial
2.1 Abses ekstradura
2.2 Abses perisinus
2.3 Tromboflebitis sinus lateral
2.4 Abses otak
2.5 Meningitis otikus
12
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
An.. N (12 tahun) datang ke RS diantar ibunya. An.N mengeluh nyeri telinga dan
ketajaman pendengarannya menurun pada telinga sebelah kiri disertai dengan keluarnya
kotoran telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu. Setelah dilakukan pengkajian,
didapatkan hasil sebagai berikut: Dalam satu tahun terakhir, klien sudah 2x mengalami ISPA.
Akhir-akhir ini klien sering mengalami batuk, pilek, demam. Hasil TTV TD: 110/80mmHg,
HR: 100x/m, RR: 20x/m, S: 39 derajat celcius. Klien mengatakan sering mengorek kuping
dengan bagian bawah/ujung peniti bahkan pernah sampai berdarah. Hasil pemeriksaan
otoskopis diperoleh membrane timpani tampak merah, menggelembung, dan mengalami
perforasi. Klien diberikan terapi antibiotic sprectum luas dan obat tetes telinga. Klien bertanya
bagaimana bisa terkena penyakit ini. Diagnose medis klien otitis media.
13
5. Klien mengatakan nyeri seperti
diusuk-tusuk dibagian telinganya Data Tambahan :
6. Klien mengatakan nyeri 6. Klien terlihat meringis kesakitan
berlangsung lama
14
berbau sejak 2 minggu
yang lalu
2. Klien mengatakan
sering mengorek-
ngorek kuping dengan
bagian bawah/ujung
peniti sampai dngan
berdarah
3. Klien mengeluh akhir-
akhir ini klien sering
mengalami batuk,
pilek, dan demam
Data Objektif :
1. T : 39°C
2. Hasil pemeriksaan
otoskopis diperoleh
membran timpani
tampak merah, sering
menggelembung dan
mengalami perforasi
3. Klien diberikan terapi
antibiotic spectrum
luas, dan obat tetes
telinga
4. Diagnosa medis klien
otitis media
15
berbau sejak 2 minggu
yang lalu
2. Klien mengatakan
sering mengorek-
ngorek kuping dengan
bagian bawah/ujung
peniti sampai
berdarah
3. Klien mengeluh akhir-
akhir ini klien sering
mengalami batuk,
pilek, dan demam
Data Objektif :
1. Klien bertanya
bagaimana bisa
terkena penyakit ini
3.3 Diagnosa
1. Nyeri akut b.d agens cidera fisik
2. Risiko infeksi d.d kurang pengetahuan terhadap pajanan pathogen
3. Defisiensi pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan
3.4 Intervensi
Hari/ Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tgl Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan MANDIRI
agens cidera fisik keperawatan selama 1x24 Manajemen Nyeri :
jam, masalah nyeri dapat 1. Gali bersama pasien
teratasi. faktor-faktor yang
Kriteria hasil : dapat menurunkan
1. Klien tidak atau memperberat
meringis kesakitan nyeri
16
2. Klien tidak 2. Kendalikan faktor
mengeluh nyeri lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan
3. Dukung istirahat yang
adekuat untuk
menurunkan nyeri
KOLABORASI:
Kolaborasi dengan dokter
untuk memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri (obat
analgesik)
17
7. Instruksikan klien
untuk tidak
menggunakan objek-
objek asing, misalnya
ujung cotton bud,
jepitan rambut, dan
benda lainnya) untuk
pengorekan kotoran
telinga
KOLABORASI
3 Pemberian obat tetes
telinga, jika diperlukan
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang disebabkan karena masuknya
bakteri patogenik ke dalam telinga tengah. Bakteri penyebab otitis media antara lain
Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa. Terdapat 5 stadium dalam OMA yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium
supurasi, stadium perforasi, dan stadium resolusi. OMA biasa terjadi terutama pada bayi atau
anak karena anatomi saluran eustachi yang masih relatif pendek, lebar, dan letaknya lebih
horizontal.
4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas penulis dapat sedikit memberi saran kepada beberapa pihak
agar kualitas pelayanan kesehatan Indonesia semakin meningkat, diantaranya sebagai berikut:
5 Keluarga klien
Keluarga klien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari anggota keluarga dengan masalah Otitis Media Akut serta mampu menjaga
kebersihan lingkungan sehingga anggota keluarga lain terhindar dari penyakit Otitis Media
Akut.
6 Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dan memberikan Asuhan Keperawatan
pasien dengan Otitis Media Akut
19
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba
Medika
Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory
Tract Infection. Journal of The American Academy Pediatrics
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI
20