Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Masalah klasik yang sering dialami oleh guru adalah ketuntasan belajar. Ketuntasan
belajar ini ditentukan oleh kemampuan setiap siswa untuk menguasai sejumlah
kompetensi yang dipelajari. Semakin tinggi kemampuan siswa menguasai kompetensi
yang diharapkan akan semakin tinggi daya serap yang diperoleh. Dalam kenyataannya
(berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru yang peneliti temui) tidak sedikit siswa
yang memiliki kompetensi di bawah standar yang telah ditetapkan. Standar yang
dimaksud di sini adalah Standar Ketuntasan Minimal (KKM).
KKM ini telah ditetapkan oleh guru sejak awal tahun pelajaran. Dalam menetapkan
KKM guru tidak sekadar asal menetapkan. Ada beberapa acuan yang dipergunakan guru
dalam menetapkan KKM, di antaranya input siswa, kompleksitas materi pelajaran, dan
daya dukung. Daya dukung di sini meliputi sarana/prasarana yang ada maupun
kemampuan guru itu sendiri. Dengan ditetapkannya KKM tersebut akan digunakan oleh
guru dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kemampuan siswa. Guru akan
berusaha semaksimal mungkin agar semua siswa memiliki kompetensi minimal sama
dengan KKM yang telah ditentukan.
Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang
bertujuan untuk memotivasi peserta didik untuk mencapai penguasaan (mastery level)
terhadap kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery
learning) sebagai salah satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum
berbasis kompetensi, berarti pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus
dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah khusunya
pendidikan dan tenaga kependidikan lainnya. Untuk itu, perlu adanya panduan yang
memberikan arah serta petunjuk bagi pendidikan dan tenaga kependidikan di sekolah
tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan. Untuk mencapai dan
memenuhi ketuntasan belajar tersebut langkah berikutnya adalah melalui proses
pembelajaran perbaikan (remedial teaching).
Page | 1
Bahasa Indonesia / laporan penelitian
berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang
memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan
dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang
harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur
menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai
standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.
Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi
yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan
oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program
pembelajaran perbaikan (remedial teaching). Dengan dilakukannya pembelajaran
perbaikan (remedial teaching) bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat
ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada
mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh
penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran perbaikan (remedial
teaching).
1. Mengurangi jatah waktu belajar efektif yang telah diprogram untuk memenuhi
target kurikulum sesuai kalender pendidikan yang telah disusun,
2. Masih banyak mengalami kesulitan dalam mengelola kelas dengan dua macam
kegiatan pembelajaran sekaligus pada waktu yang bersamaan yaitu perbaikan dan
pengayaan.
3. Masih rendahnya kemampuan guru dalam memilih metode dan strategi yang
tepat untuk melaknasakan program pembelajaran perbaikan,
4. Jumlah peserta didik yang menjadi tanggung jawab untuk dilayani guru sesuai
jumlah jam mengajarnya cukup banyak, mengingat untuk program perbaikan
lebih merupakan bimbingan individual.
5. Sebagian besar guru dalam melaksanakan program perbaikan orientasinya
semata-mata hanya untuk memperbaiki angka/nilai, bukan untuk penguasaan
kompetensi sehingga pelaksanaan perbaikan umumnya berupa tes ulang dan
berulang sampai nilainya berubah dan mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Hal ini terjadi sejak diberlakukannya kurikulum 1994 dan sistem
kenaikan pangkat jabatan guru dengan penetapan angka kredit (PAK), dimana
tupoksi guru yang kelima adalah melaksanakan program perbaikan dan
pengayaan.
2. Rumusan Masalah
1. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kemampuan rata-rata guru SD Negeri Kedungpucang,
Purworejo dalam melaksanakan pembelajaran perbaikan (remedial
teaching) mata pelajaran bahasa Indonesia Indonesia untuk mencapai
ketuntasan belajar sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah
ditetapkan?
Page | 2
Bahasa Indonesia / laporan penelitian
2. Apakah dengan peer coaching dapat meningkatkan kemampuan guru
dalam pembelajaran perbaikan (remedial teaching)?
3. Model pembelajaran perbaikan (remedial teaching) bagaimanakah yang
sesuai bagi siswa SD Negeri Kedungpucang, Purworejo dalam mencapai
ketuntasan belajar?
3. Tujuan Penelitian.
4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah
2. Bagi Guru
3. Bagi Peneliti
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran
Menurut Hasibuan (1998), pola pembelajaran yang efektif adalah pola pembelajaran
yang di dalamnya terjadi interaksi dua arah antara guru dan siswa, artinya guru tidak
harus selalu menjadi pihak yang lebih dominan. Pada pola pembelajaran ini guru tidak
boleh hanya berperan sebagai pemberi informasi, tetapi juga bertugas dan bertanggung
Page | 3
Bahasa Indonesia / laporan penelitian
jawab sebagai pelaksana yang yang harus menciptakan situasi memimpin, merangsang,
dan menggerakkan secara aktif. Selain itu, guru harus dapat menimbulkan keberanian
siswa baik untuk mengeluarkan idenya maupun hanya sekadar untuk bertanya. Hal itu
disebabkan karena mengajar bukannya hanya suatu aktivitas yang sekadar
menyampaikan informasi kepada siswa, melainkan suatu proses yang menuntut
perubahan peran seorang guru dari informator menjadi pengelola belajar yang bertujuan
untuk membelajarkan siswa agar terlibat secara aktif sehingga terjadi perubahan-
perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Salah satu tujuan pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan berpikir siswa dengan
mengembangkan proses berpikir tingkat tinggi siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut
guru harus menyediakan peluang di dalam kelas yang mempertimbangkan prakarsa dan
keterlibatan siswa lebih besar. Salah satu metode untuk merangsang siswa
berkomunikasi dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran adalah dengan pertanyaan.
Menurut pendapat Hasibuan (1988), dalam konteks pembelajaran dan sudut pandang
teori belajar, pertanyaan merupakan suatu stimulus yang mendorong anak untuk berpikir
dan belajar sehingga ank lebih mudah menguasai materi atau konsep yang diberikan dan
kemampuan berpikir siswa akan lebih berkembang. Sejalan dengan itu, sudut pandang
lain juga mengatakan bahwa pertanyaan merupakan suatu tindakan pedagogik guru
dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan secara bersama.
Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK)
dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD
setiap peserta didik diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang
peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai
ketuntasan.
Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi
yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan
oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program
pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi
peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas
latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik.
Page | 4
Bahasa Indonesia / laporan penelitian
3. Prinsip-Prinsip Perbaikan Pembelajaran (remedial teaching)
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan
sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain :
1. Adaptif
Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program
perbaikan (remedial) hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai
dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan kata lain,
pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik.
2. Interaktif
Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda,
maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan
metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai
kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat
korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik
dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami peserta didik.
1. Penjelasan kembali oleh guru (re-teaching), yaitu kegiatan perbaikan yang dilakukan
oleh guru dengan menerangkan kembali materi yang sama (belum kompeten) dengan
contoh yang lebih riil, metode lebih variatif, dan strategi yang lebih sesuai dengan
kemampuan siswa.
Page | 5
Bahasa Indonesia / laporan penelitian
2. Penggunaan media dan alat peraga dalam mendukung metode pembelajaran yang
sesuai. Dalam remedial ini diharapkan guru mampu memberikan pelayanan
pembelajaran yang lebih baik kepada siswa. Oleh sebab itu, penggunaan media
pembelajaran maupun alat peraga sangat diutamakan.
3. Studi kelompok (study group), dengan memanfaatkan siswa yang telah kompeten
(lebih pandai) berperan sebagai tutor sebaya sementara guru memantau kegiatan dan
memberi bimbingan bila diperlukan.
4. Tugas-tugas perseorangan dengan cara diberi tugas untuk belajar mandiri dengan
buku, atau media belajar lain seperti internet.
5. Bimbingan lain, artinya proses perbaikan dilakukan secara kolaboratif antara guru
dengan wali kelas, guru bimbingan dan konseling, tutor, serta orang tua siswa
terutama dalam mengatasi kesulitan belajar.
Peer coaching merupakan bagian dari model coaching. Coaching adalah sarana
pengembangan profesional yang berfungsi sebagai satu katalisator untuk mendorong
pembelajaran dan meningkatkan kinerja yang didasarkan pada kesadaran dan tanggung
jawab pribadi. Coaching adalah proses dimana seseorang (pelatih) membantu yang lain
(pebelajar) meningkatkan kinerjanya melalui belajar dengan melakukan proses: analisis
situasi yang sedang dialami, menyusun tujuan atau target, mempertimbangkan tindakan,
memilih dan melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana, mengecek kemajuan, dan
mengevaluasi pembelajaran dan kinerja. Melalui gagasan ini, pebelajar akan
menunjukkan kinerja yang lebih baik karena dia belajar.
Konsep ini telah digunakan dan dikembangkan secara meluas di beberapa perusahaan
yang dipopulerkan oleh John Whitmore. Peer coaching adalah metode pengembangan
profesional untuk meningkatkan kemitraan dan memperbaiki pembelajaran. Peer
coaching telah terbukti menjadi kendaraan untuk meningkatkan pemahaman dan
penggunaan praktek pengajaran yang inovatif. Kinlaw seperti dikutip dalam Rush,
Shelden, & Hanft, 2003 menjelaskan bahwa peer coaching adalah proses yang
berkelanjutan dimana orang dewasa dengan kepentingan bersama berbagi ilmu dan
keahlian. Dalam peer coaching, para guru berbagi pengalaman mereka, saling
memberikan masukan, dorongan, bersama-sama memperbaiki keterampilan mengajar,
ataupun memecahkan masalah dalam kelas. Menurut Robbins seperti dikutip Achmad
Ridwan, peer coaching adalah suatu proses di mana dua atau lebih guru mitra
profesional yang saling percaya bekerja bersama untuk merefleksikan praktik
pembelajaran yang sedang dilakukan; memperluas, memperbaiki, dan membangun
keterampilan baru; berbagi ide; mengajar satu sama lain, melakukan observasi kelas;
atau memecahkan masalah di tempat kerja. Tampak bahwa peer coaching membutuhkan
minimal dua orang guru profesional yang bersedia bekerja sama dalam menghadapi
tantangan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini terjadi kolaborasi di antara kedua
orang guru profesional tersebut. Menurut Reizer, kolaborasi berfokus pada pengetahuan
dengan menyediakan alat bagi mereka untuk menghadapi dan berbagi apa yang mereka
ketahui.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Beavers. Menurut Beavers, peer coaching
adalah suatu proses di mana para guru bekerja sama untuk memperkaya kurikulum dan
pedagogi dalam mata pelajaran dan untuk membuat hubungan antarmata pelajaran.
Dengan demikian, peer coaching adalah suatu cara pengembangan profesional yang
ditujukan untuk meningkatkan hubungan antarguru mitra (collegiality) dan
mengembangkan proses pembelajaran.
Page | 6
Bahasa Indonesia / laporan penelitian
Dalam peer coaching, dua orang guru atau lebih bersama-sama, berbagi ide-ide baru,
melakukan observasi kelas, merefleksikan dan memperbaiki cara mereka mengajar.
Hubungan mereka dibangun atas dasar kepercayaaan dan kejujuran, serta menjamin
lingkungan di mana mereka belajar dan tumbuh bersama-sama. Oleh karena itu, peer
coaching tidak menghakimi (non judgmental) dan tidak bersifat evaluatif.
Dalam peer coaching, guru menerima dukungan, feedback, dan bantuan dari teman
sejawatnya. Hal itu akan membantu guru mengurangi rasa terisolasi antara guru,
meningkatkan kemampuan untuk mengimplementasikan strategi mengajar baru secara
efektif, dan iklim sekolah yang positif. Guru akan bekerja sama dengan koleganya untuk
saling membantu, berbagi, dan mendiskusikan permasalahan pembelajaran dengan
tujuan untuk meningkatkan profesionalisme dalam mengajar. Mereka akan berada dalam
hubungan saling mendampingi atau melatih dalam pembelajaran di kelas seperti:
demonstrasi mengajar, latihan, memberikan feedback, memberikan penguatan
(reinforcement) dan masukan-masukan untuk perbaikan. Umpan balik (feedback) tertulis
maupun lisan diberikan oleh guru yang berperan sebagai pendamping (coach) kepada
teman yang didampinginya untuk memotivasi dan memperbaiki perilaku dan kesalahan
pembelajaran. Dengan kata lain, peer coaching adalah metoda pengembangan
profesional untuk meningkatkan kemitraan dan memperbaiki pembelajaran. Para guru
berbagi pengalaman mereka, saling memberikan masukan, dorongan, bersama-sama
memperbaiki keterampilan mengajar, ataupun memecahkan masalah dalam kelas.
Di sekolah, peer coaching dapat berupa suatu proses di mana dua atau lebih guru
mengunjungi kelas satu sama lain dan kemudian keduanya bertemu untuk mendiskusikan
pengamatan mereka dan membuat umpan balik dari apa yang mereka lihat. Mereka
saling menghadiri pertemuan mereka satu dan lainnya, kemudian mendiskusikan apa
yang mereka dapat dan saling menolong memecahkan permasalahan yang ada. Mereka
bekerja keras untuk berfokus pada solusi dan reaksi positif untuk permasalahan yang ada.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Fullan, bahwa there is a strong body
of evidence that indicates that teachers are often the preferred source of ideas for other
teacher.
Peer coaching adalah strategi yang efektif untuk (1) mendorong melakukan refleksi dan
analisis praktik pembelajaran, (2) mengembangkan umpan balik yang spesifik dari waktu
ke waktu, (3) membantu pengembangan kerja sama antarguru di seluruh sekolah yang
termasuk dalam jejaring kerja samanya. Ketiga hal tersebut dapat mendorong para guru
untuk bekerja sama secara profesional sehingga menghapuskan keterisolasian. Sebagai
hasilnya, para guru akan mengalami perubahan yang positif dalam praktek pembelajaran
mereka.
Page | 7
Bahasa Indonesia / laporan penelitian
coaching merupakan suatu proses siklis yang dirancang sebagai suatu perluasan hasil
pelatihan sebelumnya. Artinya, dalam peer coaching, diupayakan ada proses awal yang
harus dilalui berupa pelatihan dan atau sosialisasi yang didapatkan dari narasumber ahli
sesuai dengan kebutuhan. Dalam proses awal ini, mereka mendapatkan informasi
lengkap tentang peer coaching dan tahapan-tahapannya, serta mendapatkan materi sesuai
dengan apa yang mereka perlukan. Misalnya: pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendidikan, dan pengetahuan teknis tentang
cara mengimplementasikannya. Para guru yang mengikuti proses awal ini diharapkan
dapat menjadi orang yang mampu memahami dan mengimplementasikannya. Kemudian,
ketika di lapangan, mereka melakukan proses peer coaching dengan sesama peserta yang
mengikuti proses awal tersebut. Akhirnya, diharapkan mereka dapat mendesiminasi
proses tersebut kepada rekan-rekannya yang tidak mengikuti proses awal tersebut.
Secara lebih khusus tujuan peer coaching adalah untuk melatih para guru pelatih peer
coaching untuk membantu guru lain dalam hal (1) merencanakan dan menerapkan
program peer coaching yang merupakan bagian dari rencana peningkatan sekolahnya; (2)
menggunakan keterampilan berkomunikasi untuk mengembangkan diskusi tentang
pembelajaran; (3) bekerja sama dengan kepala sekolah dan rekan sekerja untuk
meyakinkan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari rencana pengembangan
profesional sekolahnya.
Didasarkan pada dukungan timbal balik (mutual support) dalam proses peer coahing,
model ini bertujuan memberikan kesempatan kepada guru untuk membantu satu sama lain
serta berbagi kelebihan dan memperkecil kekurangan dalam mengajar. Dalam peer
coaching, guru berhubungan dengan rekan kerjanya, untuk: 1)Membangun komunitas
secara berkelanjutan dalam meningkatkan kompetensi mengajar; 2) Latihan
mengembangkan kemampuan dan keahlian, misalnya; dalam pengembangan KTSP dan
menyusun dan mereview silabus, RPP serta pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan
Standar Proses; 3) berbagi pengalaman dalam merencanakan strategi mengajar yang
efektif; 4) menghadiri dan mengamati kelas sejawat untuk melihat pencapaian tujuan
belajar di kelas; 5) berbagi dalam sebuah struktur komunikasi yang berkesinambungan
untuk memperoleh strategi dan keterampilan pembelajaran yang baru.
Tahapan peer coaching disingkat dalam kata GROW ME: Goal, Reality, Option, What
Next, Monitoring, dan Evaluation yang dikembangkan oleh Ng Pak Tee. Goal, yaitu
menyusun tujuan atau target yang diharapkan; Reality, yaitu menganalisis kondisi saat ini;
Page | 8
Bahasa Indonesia / laporan penelitian
Option, yaitu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan tindakan untuk dapat
meraih tujuan; What's Next atau Will, yaitu menentukan tindakan-tindakan yang akan
dilaksanakan dan melakukan tindakan untuk meraih tujuan; Monitoring, yaitu mengecek
atau mengamati tindakan-tindakan yang dilakukan dan kemajuannya; Evaluation, yaitu
melakukan refleksi terhadap semua tindakan dan kinerja yang dihasilkan
1. Goal
Pada tahap penetapan tujuan, harus diketahui terlebih dahulu kemampuan awal
partisipan. Sehubungan dengan hal itu, untuk melihat sampai di mana kemampuan
awal para partisipan pada tahap ini dapat dilakukan dengan memberikan pretes.
Pretes yang diberikan didasarkan pada keperluan yang dibutuhkan PTK, misalnya;
berupa (1) pretes pengetahuan meliputi pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan
pemerintah terkait dengan standar-standar nasional pendidikan; (2) pretes pembuatan
produk berupa penyusunan silabus dan RPP dengan menggunakan format-format
tertentu; (3) pretes kinerja mengajar yang dilakukan di sekolah.
1. Reality
Hasil dari pretest tersebut kemudian dianalisis bersama. Setiap aspek: pengetahuan,
pembuatan produk, dan kinerja mengajar dianalisis dan ditemukan kelamahan
masing-masing. Setiap peserta diberi kesempatan untuk mengomentari kinerjanya
sendiri maupun kinerja rekannya, Semua keadaan awal tersebut dianalisis secara
mendalam. Setiap partisipan harus menyadari di mana kelemahannya, apa yang
menyebabkan kelemahan tersebut. Narasumber dapat membantu partisipan untuk
melihat penyebab dari kelemahannya yang kemudian diberi penguatan oleh
Narasumber
2. Option
Pada tahap ini, kelemahan yang ditemukan berdasarkan analisis hasil pretest,
dijadikan acuan oleh partisipan untuk mempelajari tindakan apa yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan, Setiap tindakan yang diusulkan harus
diperhitungkan untung ruginya. Partisipan dapat meminta narasumber untuk
memberikan materi penguatan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja partisipan .
1. What Next
Berdasarkan analisis atas hasil pretest, ditentukan tindakan yang akan diambil.
Berdasarkan pembekalan yang diberikan oleh Narasumber partisipan diminta untuk
membuat action plan yang akan dijadikan acuan dalam menyelesaikan masalah di
sekolah masing-masing.
1. Monitoring
1. Evaluation
Page | 9
Bahasa Indonesia / laporan penelitian
Tahap akhir dari GROW ME ialah evaluasi. Pada tahap evaluasi, partisipan harus
menilai apakah dia telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
memerhatikan kelemahannya sebelum pemberian tindakan
B. Kerangka Pikir
Upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya dalam pencapaian tingkat
ketuntasan belajar pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD Negeri Kedungpucang
Purworejo merupakan kebutuhan yang mendesak dan harus dilaksanakan. Banyak cara dan
strategi yang bisa dilakukan, salah satu diantaranya dengan meningkatkan kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran perbaikan (remedial teaching) mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi hasil belajar.
Program perbaikan dan pengayaan yang merupakan tindak lanjut setelah program analisis hasil
evaluasi belum dilaksanakan secara konseptual dan proporsional dengan berbagai alasan mulai
dari kendala waktu, manajemen, tenaga, pikiran, dan dana. Akibatnya nyaris proses
pembelajaran perbaikan (remedial teaching) belum memperoleh perhatian dan pengamatan
secara serius dari para pemangku kepentingan seperti Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Dinas
Pendidikan, dan lembaga lain yang terkait dengan tingkat kinerja pendidik dan tenaga
kependidikan, sehingga pencapaian ketuntasan belajar yang merupakan impementasi dari
penguasaan kompetensi dapat dicapai diragukan validitas dan akuntabilitasnya.
C. Hipotesis Tindakan.
Page | 10
Bahasa Indonesia / laporan penelitian