You are on page 1of 5

HASIL PENELITIAN

Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk


Diagnosis Rinosinusitis Kronik
Vimala Acala, Kartono Sudarman, Anton Christanto, Slamet Widodo
Bagian Telinga Hidung dan Tenggorok
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS DR. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia

LATAR BELAKANG Simpulan: Foto polos SPN 3 posisi dasar sinus dengan gerakan menyeru-
Rinosinusitis adalah peradangan valid untuk mendiagnosis rinosinusitis pai bintang, sepanjang dinding de-
mukosa nasal dan sinus paranasal, kronis. pan, medial, posterior dan lateral, ser-
dikatakan kronis apabila berlangsung ta atap sinus bertemu di ostium (3,4,5).
paling sedikit 12 minggu. Penegakan Kata kunci: rinosinusitis kronik, foto
diagnosis rinosinusitis merupakan ma- polos sinus paranasal 3 posisi, CT- PATOFISIOLOGI
salah di fasilitas pelayanan kesehatan Scan, diagnosis Penyakit sinus terkait 3 faktor: pa-
yang tidak memiliki CT-Scan, atau bi- tensi ostium, fungsi silia dan kualitas
aya CT-Scan yang mahal; sehingga ma- PENDAHULUAN sekret. Gangguan salah satu faktor
sih menggunakan foto polos. Masalah Rinosinusitis (RSK) merupakan istilah atau kombinasi faktor-faktor tersebut
saat ini adalah validitas foto polos di yang lebih tepat karena sinusitis ja- mengubah fisiologi dan menimbulkan
RS Sardjito, bahkan di Indonesia be- rang tanpa didahului rinitis dan tanpa rinosinusitis. Obstruksi ostium menim-
lum pernah diteliti. melibatkan inflamasi mukosa hidung. bulkan drainase tidak adekuat, beraki-
Rinosinusitis menjadi penyakit ber- bat penumpukan cairan dalam sinus;
Tujuan: Menentukan validitas foto po- spektrum inflamasi dan infeksi mukosa pada sinus maksilaris menjadi penting
los sinus paranasal 3 posisi untuk men- hidung dan sinus paranasal(1). Rino- karena mukus dibersihkan melawan
egakkan diagnosis rinosinusitis kronik. sinusitis didefinisikan sebagai gang- pengaruh gravitasi (3). Obstruksi me-
guan akibat inflamasi mukosa hidung nyebabkan hipoksi lokal dalam sinus,
Desain dan metode: Penelitian ini dan sinus paranasal; dikatakan kronik menimbulkan perubahan pH, keru-
menggunakan desain uji diagnostik. apabila telah berlangsung sekurang- sakan epitel dan fungsi silia. Cairan
Sampel diambil mulai bulan Januari nya 12 minggu(1). dalam sinus menjadi media yang baik
sampai Maret 2007 di poliklinik RSUP bagi pertumbuhan bakteri, menimbul-
DR.Sardjito secara consecutive sam- Sinus paranasalis seperti bagian alat kan inflamasi jaringan dan penebalan
pling. Kritera inklusi adalah penderita pernafasan lain, dilapisi oleh epitel mukosa sehingga menambah obstruk-
tersangka rinosinusitis kronik (kriteria pseudostratified kolumner berlapis si ostium.
task force), memiliki foto polos sinus semu bersilia(2). Mukosa sinus parana-
paranasal 3 posisi, memiliki CT scan sal merupakan kelanjutan mukosa ka- KLASIFIKASI
potongan koronal. Kriteria eksklusi vum nasi meskipun lebih tipis(3). Mem- RSK ditandai penebalan mukosa, hi-
adalah pernah menjalani operasi sinus bran basal tampak lebih tipis, jaringan perplasi sel goblet, fibrosis subepitel
sebelumnya, terdiagnosis tumor sino- subepitel memiliki jaringan ikat tipis dan inflamasi permanen. Remodelling
nasal, catatan medis tidak lengkap. yang melekat kuat pada periosteum, mukosa sinus mengarah pada gang-
Analisis statistik menggunakan diag- dan kelenjar seromusin relatif lebih guan keseimbangan antara deposit
nostic test. sedikit. Sinus paranasalis mempunyai dan degradasi kolagen dan matriks
sistem mukosilia, terdiri dari gabung- protein lain. Peningkatan sintesis fi-
Hasil: Sensitivitas = 85,7% Spesifisi- an epitel bersilia dan lapisan mukus, broblas merupakan respon adanya
tas = 33,3% Nilai duga positif = 75% berfungsi proteksi dan melembapkan aktivasi eosinofil beserta produknya,
Nilai duga negatif = 50% Rasio kecen- udara inspirasi. Lapisan mukus dido- termasuk profibrotic transforming
derungan positif = 1,28 Rasio kecen- rong oleh silia menuju ke ostium sinus. growth factor-β (TGF-β). Sel inflamasi
derungan negatif = 0,42 Transportasi mukus sinus diawali dari yang banyak terdapat di sinus an-

| AGUSTUS 2010 409

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 409 7/23/2010 10:32:59 PM


HASIL PENELITIAN

tara lain : sel T, eosinofil, basofil, dan nyeri daerah sela mata. Untuk sinus- diagnosis yang akurat sebagai kunci
neutrofil memiliki jumlah menonjol di itis frontalis nyeri terasa di daerah manajemen terapi termasuk untuk
mukosa sinus. dahi, sedangkan sinusitis sphenoidalis menetapkan etiologi dan faktor pre-
menimbulkan nyeri di daerah puncak disposisi. Para ahli menyepakati bah-
Pinheiro et al. (1998) membagi rinosi- kepala atau di oksipital (5). wa rinosinusitis disebabkan oleh ob-
nusitis ditinjau dari lima aksis : 1) struksi clearance mukosilia dari sinus
gambaran klinis (akut, subakut, dan Tanda obyektif ditentukan melalui pe- paranasal, khususnya daerah KOM.
kronik), 2) lokasi sinus yang terkena meriksaan rinoskopi anterior, rinosko- Pemeriksaan radiologi diharapkan
(maksilaris, frontalis, ethmoidalis, dan pi posterior dan pemeriksaan faring. dapat menggambarkan secara akurat
sphenoidalis), 3) organisme yang ter- Pemeriksaan rinoskopi anterior dapat morfologi regional dan menunjukkan
libat (virus, bakteri, atau jamur), 4) ket- menemukan tanda inflamasi yaitu mu- obstruksi osteomeatal.
erlibatan ekstrasinus (komplikasi atau kosa hiperemis, edema, discharge mu-
tanpa komplikasi), dan 5) modifikasi kopurulen yang terlihat di meatus me- Foto polos atau radiografi standar
penyebab spesifik (atopi, obstruksi dia. Pemeriksaan rinoskopi posterior Foto polos sinus paranasal merupakan
komplek osteomeatal). Klasifikasi lain menemukan kumpulan pus di permu- metode mudah dan cepat untuk eva-
didasarkan ditemukan tidaknya alergi, kaan palatum, dapat berasal dari tiap luasi struktur maksilofasial. Ada empat
membagi rinosinusitis menjadi alergi sinus tetapi paling sering dari sinus posisi yang sering adalah posisi Wa-
dan nonalergi atau berdasarkan ada maksilaris. Pus dapat tampak menetes ters’, Towne’s, lateral, dan submento-
tidaknya infeksi dibagi dalam rinosi- melalui ujung posterior konka inferior verteks. Paparan radiasi berkisar 40-60
nusitis infeksi dan noninfeksi. Sedang- dari meatus media. Pada pemeriksaan mSv. Pemeriksaan tersebut memua-
kan untuk derajat sinusitis digunakan farings dapat terlihat pus mengalir skan untuk sepertiga bawah kavum
gambaran radiologis untuk menunjuk- sampai ke bawah melalui sela dinding nasi dan sinus maksila. Gambaran si-
kan berat ringannya penyakit. lateral faring dan umumnya berasal nus ethmoid anterior et posterior, sinus
dari sinus maksilaris, frontalis atau frontal, dan sphenoid sering kurang
Pembagian secara radiologis telah ethmoidalis(5,8). Pada pemeriksaan en- baik akibat penumpukan bayangan (7).
banyak dilakukan di antaranya menu- doskopi dapat dilihat edema dan hi-
rut Lund MacKay. Pembagian menu- peremi di meatus media atau bulla Penebalan mukosa lebih dari 4 mm,
rut sistem Lund MacKay didasarkan ethmoid dan dan jaringan granulasi (9). opasitas komplit sinus maksilaris, dan
pada pengukuran obyektif kelainan gambaran air fluid level merupakan
masing-masing sinus, dengan skor 0 DIAGNOSIS gambaran radiologis utama yang di-
bila tidak ditemukan kelainan, skor 1 Diagnosis RSK dapat ditegakkan mela- gunakan untuk diagnosis sinusitis
bila ditemukan opasitas parsial, skor lui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pada foto polos. Gambaran opasitas
2 bila ditemukan opasitas total sinus, penunjang. Anamnesis didasarkan sinus maksilaris tersebut dapat akibat
dan penilaian patensi osteomeatal pada gejala seperti obstruksi hidung, penebalan dinding anterior sinus atau
komplek. Sistem ini banyak dipakai kongesti, rasa nyeri di wajah, nyeri jaringan lunak yang tebal. Polip sinus
karena mampu mengukur kelainan kepala, gangguan discharge hidung, juga dapat memberi gambaran seper-
masing-masing sinus secara obyektif, post nasal drip, nafas bau, batuk, ti air fluid level(7).
dapat dipakai untuk kasus individual, gangguan penghidu dengan atau tan-
dan mempertimbangkan kondisi kom- pa telinga terasa penuh, faringitis, fa- Beberapa peneliti membandingkan
plek osteomeatal (7). tigue, malaise atau demam yang telah roentgen polos dan CT scan koronal
berlangsung selama 12 minggu (1). pada bayi dan anak dengan sinusitis
GEJALA DAN TANDA rekuren. Hasilnya dari 70 pasien terda-
Gejala RSK berbeda-beda, dari sangat Pemeriksaan fisik harus menemukan pat 80% mempunyai CT scan abnor-
ringan hingga berat. Gejala bisa dikel- salah satu tanda inflamasi yaitu 1) mal dan 75% roentgen tidak berko-
ompokkan menjadi gejala subyektif discharge berwarna di saluran nafas, relasi terhadap CT scan. Berdasarkan
dan obyektif. Gejala subyektif meliputi polip atau pembengkakan konka po- evaluasi pada 21 pasien didapatkan
gejala nasal dan nasofaringeal, faring lipoid menggunakan rinoskopi ante- kesesuaian korelasi roentgen polos
dan nyeri wajah. Gejala nasal menca- rior atau endoskopi setelah aplikasi dengan CT scan pada penderita sinus-
kup obstruksi hidung, sekresi hidung dekongestan; 2) edema dan hiperemi itis akut sebesar 87%.
dan post nasal drip. Sering disertai di meatus media atau bulla ethmoid
epistaksis dan gangguan olfaktorius. yang diidentifikasi menggunakan en- CT scan
Gejala faring berupa rasa ke-ring di doskopi nasal; 3) eritema lokal atau CT scan menyediakan gambaran hi-
tenggorokan dan gejala nyeri wajah keseluruhan, edema dan jaringan dung dan sinus paranasal yang lebih
akibat keadaan vakum di sinus. Nye- granulasi (1). detail dibandingkan roentgen. Ahli
ri pada sinusitis maksilaris timbul di THT sangat membutuhkan gambaran
daerah pipi atau zigomatik, sedang- RADIOLOGI SINUS PARANASAL KOM dan kelainan yang mungkin ter-
kan sinusitis etmoidalis menimbulkan Penyakit inflamasi sinus membutuhkan dapat di sinus paranasal untuk menda-

| AGUSTUS 2010 411

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 411 7/23/2010 10:33:00 PM


HASIL PENELITIAN

patkan diagnosis akurat dan rencana ke posterior (identifikasi sinus frontalis, sedangkan CT scan lebih dari 95%
terapi selanjutnya. Potongan koronal sinus ethmoidalis, bulla ethmoidalis, dan 61% (15).
CT scan memberikan gambaran aku- sinus maksilaris, sinus sphenoidalis,
rat sinus ethmoid anterior, 2/3 kavum kavum nasi, orbita, fossa kranii media, METODA PENELITIAN
nasi bagian atas, recessus frontalis. dan septum deviasi), 2) melihat lami-
Potongan lintang CT scan dapat me- na papiracea, processus uncinatus, A. Rancangan Penelitian
nilai kondisi soft tissue di kavum nasi, dan konka media, 3) melihat recessus Penelitian ini merupakan uji diagnos-
sinus paranasal, orbita, dan intrakra- frontalis, 4) perhatikan asimetri kanan- tik untuk menentukan validitas foto
nial. Perbedaan yang teridentifikasi kiri dengan melihat basis kranii, 5) in- polos sinus paranasal 3 posisi dan CT
antara komponen kavum nasi yaitu dentifikasi sinus sphenoidalis, melihat scan potongan koronal sebagai alat
udara - tulang, lemak - orbita, dan septum intersphenoidalis, 6) melihat diagnosis pada pasien dengan gejala
soft tissue – udara. Perbedaan den- perluasan penyakit (7). klinis/persangkaan rinosinusitis kronis
sitas juga mempermudah identifikasi menurut kriteria task force.
sinus frontal, recessus frontal, proces- Perbandingan CT scan koronal
sus uncinatus, infundibulum ethmoid, terbatas dan foto polos sinus B. Populasi Penelitian
bulla ethmoid, sinus maksila, ostia paranasal Populasi target pada penelitian ini
sinus maksilaris, meatus media, sinus CT scan potongan koronal terbatas adalah pasien yang memenuhi krite-
ethmoid, sinus sphenoid, dan reces- telah diteliti sensitivitas dan spesi- ria klinis task force untuk persangkaan
sus sphenoid. Gambaran yang jelas fisitasnya dibandingkan dengan foto rinosinusitis kronis (RSK). Populasi ter-
sangat mempermudah diagnosis dan polos sinus paranasal. CT scan 4 slice jangkau penelitian ini adalah pasien
rencana terapi (7). dibandingkan CT scan standar memi- yang memenuhi kriteria klinis task
liki sensitivitas 81,25%, spesifisitas force untuk persangkaan rinosinusitis
Potongan koronal merupakan poton- 89,47%, nilai duga positif 92,86, dan kronis di RS Dr. Sardjito.
gan terbaik karena mampu menunjuk- nilai duga negatif 73,91.13 Penelitian
kan hubungan antara otak dan sinus Goodman et al. (1995) mendapatkan C. Sampel Penelitian
ethmoid, orbita dan sinus paranasal, bahwa foto polos sinus paranasal Sampel adalah bagian dari populasi
juga KOM. Endoskopi hanya member- memiliki sensitivitas dan spesifisitas terjangkau yang dipilih dengan cara
ikan gambaran anatomi yang terletak secara keseluruhan 54% dan 64%.14 tertentu. Teknik pengambilan sampel
di depan endoskopi, sedangkan CT Penelitian serupa oleh Garcia et al. dengan cara berurutan (consecutive
scan mampu mendefinisikan daerah (1994) mendapatkan kesesuaian foto sampling), yaitu setiap pasien RSK di
yang tidak tampak pada endoskopi. polos mendeteksi sinusitis adalah 20% RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan me-
Pasien diposisikan prone dengan hi- untuk sinus frontal, 0% sinus sphenoid, menuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
perekstensi di meja scanner. Kondisi dan 54% sinus ethmoid; sinus maksila Cara pemilihan sampel seperti ini ada-
KOM ideal diperoleh dengan CT scan 75%. Sensitivitas dan spesifisitas posisi lah satu cara yang terbaik dalam pene-
difokuskan pada kavum nasi dan si- Waters adalah 76% and 81%. Sinus CT litian klinik (16).
nus paranasal. Bila pasien tidak dapat scan mempunyai kesesuaian diband-
posisi prone maka dibuat potongan ingkan CT standar masing-masing D. Kriteria Inklusi
aksial dari palatum hingga melalui si- 100% untuk sinus frontal, 82% untuk Penderita dengan persangkaan RSK
nus frontalis(7). sinus sphenoid, 73% untuk sinus eth- (task force positif), memiliki foto polos
moid, dan 97% untuk sinus maksila. sinus paranasal 3 posisi, memiliki CT
Pelaksanaan CT scan sering kali terk- Kesesuaian secara keseluruhan bila scan potongan koronal
endala biaya, maka dikerjakan CT dibandingkan CT scan standar adalah
scan terbatas untuk mengatasi per- 88% (14). E. Kriteria Eksklusi
masalahan dan meningkatkan nilai Pernah menjalani operasi sinus, ter-
diagnosis foto polos sinus paranasal. Pemeriksaan radiologi dibutuhkan diagnosis tumor sinonasal, memiliki
Jika perkiraan jarak sinus sphenoid untuk konfirmasi klinis. Pada rontgen catatan medis tidak lengkap. tidak
hingga nares sekitar 7,5 cm maka CT sinus paranasalis didapatkan air fluid bersedia ikut dalam penelitian.
scan standar dengan jarak antara 3 level, pengkabutan atau penebalan
mm akan menghasilkan 25 gambar. CT mukosa pada satu atau lebih sinus F. Cara Pengukuran
(2,4)
scan terbatas dikerjakan dengan jarak . CT scan dapat menggambar- 1). Semua penderita tersangka RSK
antar potongan beragam mulai 3, 4, kan penebalan mukosa, perubahan memenuhi kriteria inklusi dan ek-
5 hingga 10 mm. sentrasi kavum nasi struktur tulang maupun kondisi os- sklusi dicatat identitasnya pada
dan sinus paranasal (7). teomeatal komplek (1). Sensitifitas formulir penelitian,
dan spesifisitas radiologi sinus para- 2). Dilakukan foto polos sinus parana-
Penilaian CT scan meliputi 6 tahap, yai- nasal 85% dan 80% untuk posisi Wa- sal 3 posisi dan CT Scan potongan
tu: 1) melihat gambaran dari anterior ters, untuk tiga posisi 90% dan 60% koronal.

412 | AGUSTUS 2010

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 412 7/23/2010 10:33:02 PM


HASIL PENELITIAN

G. Kerangka Penelitian H. Analisis Statistik


Analisis data dalam penelitian ini
adalah sensitivitas, spesifisitas, nilai
Penderita rinosinusitis kronis
duga positif, nilai duga negatif, rasio
kecenderungan positif, dan rasio ke-
Informed consent Kriteria inklusi dan eksklusi cenderungan negatif dari CT Scan dan
foto polos SPN 3 posisi.

Sampel Penelitian HASIL PENELITIAN


Karakteristik subyek penelitian
Jumlah sampel penelitian seluruhnya
Foto polos SPN 3 posisi CT scan SPN potongan coronal 20 pasien, wanita 11 orang (55%) dan
laki-laki 9 orang (45%), paling banyak
pada umur dekade ke 3 (30%). (tabel
Uji Diagnostik 2).

Keluhan utama pasien dengan per-


sangkaan RSK terdistribusi dalam ta-
1. Sensitivitas bel 3.
2. Spesifisitas
3. Nilai duga positif
4. Nilai duga negatif Uji Diagnostik/Validasi Foto polos SPN
5. Rasio kecenderungan positif 3 posisi (Tabel 4)
6. Rasio kecenderungan negatif
Sensitivitas = 12/14 x 100 % = 85,7%
Gambar 1. Bagan alur penelitian dan analisis pada penelitian Spesifisitas = 2/6 x 100 % = 33,3%
Nilai duga positif = 12/16 x 100 % =
Tabel 2. Distribusi umur sampel penelitian 75%
Umur (dalam tahun) Jumlah (%) Nilai duga negatif = 2/4 x 100 % =
50%
<9 0 (0)
Rasio kecenderungan positif = 85,7%/
10-19 4 (20)
(4/(4 + 2)) = 1,28
20-29 6 (30) Rasio kecenderungan negatif = (2/(12
30-39 4 (20) + 2))/33,3% = 0,14/0,33 = 0,42
40-49 2 (10)
50-59 4 (20) PEMBAHASAN
Jumlah sampel penelitian seluruhnya
>60 0 (0)
ada 20 pasien, wanita 11 orang (55%)
Tabel 3. Distribusi gejala sampel penelitian dan laki-laki 9 orang (45%). Umur teru-
No. Gejala rinosinusitis Jumlah (%) tama pada dekade ke 3 (30%) (tabel 2).
1 Discharge purulen 8 (40)
Keluhan utama pada sampel penelitian
2 Hidung tersumbat 6 (30)
(kriteria task force) adalah discharge
3 Gangguan penghidu 4 (20) purulen (40%), hidung tersumbat (30%)
4 Rasa tertekan atau nyeri di sinus 1 (5) dan gangguan penghidu (20%) (tabel
5 Nyeri kepala 1 (5) 3). Hasil penelitian ini berbeda dengan
6 Fatigue 0 (0) penelitian Evans (1994) yang menda-
patkan gejala subyektif meliputi gejala
7 Gangguan tidur 0 (0)
nasal dan nasofaringeal, faring dan
Tabel 4. Tabel penghitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, akurasi, rasio nyeri wajah. Gejala nasal mencakup
kecenderungan positif, dan rasio kecenderungan negatif foto polos SPN 3 posisi (17)
obstruksi hidung, sekresi hidung dan
Foto polos SPN 3 posisi post nasal drip. Sering gejala terse-
+ - Total but disertai epistaksis dan gangguan
+ 12 4 16 olfaktorius. Gejala faring berupa rasa
-
kering di tenggorokan dan gejala nye-
ri wajah disebabkan oleh keadaan va-
kum pada sinus. Proyeksi nyeri pada

| AGUSTUS 2010 413

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 413 7/23/2010 10:33:02 PM


HASIL PENELITIAN

sinusitis maksilaris di daerah pipi atau Hal tersebut membuat kalangan klinisi Penelitian ini sesuai dengan penelitian
zigomatik, sedangkan sinusitis etmoi- ragu dan cenderung merujuk ke pusat Dolor(2001) yang mendapatkan sensitifi-
dalis menimbulkan nyeri di daerah pelayanan medis dengan fasilitas CT tas dan spesifisitas radiologi sinus para-
sela mata. Untuk sinusitis frontalis nye- Scan. Hal ini menjadi beban tersendiri, nasal untuk tiga posisi 90% dan 60%.
ri terasa di daerah dahi, sedangkan karena pengobatan bisa dilakukan di
sinusitis sphenoidalis menimbulkan daerah yang tidak memiliki fasilitas CT Dari 16 sampel pasien dengan CT Scan
nyeri di daerah puncak kepala atau di Scan. Masalah ini menjadi dasar bagi positif didapatkan 12 sampel foto po-
oksipital. peneliti untuk mencari validitas foto los SPN 3 posisi yang juga positif, ini
polos SPN 3 posisi dalam menegak- menandakan bahwa hasil foto polos
Hal tersebut di atas menandakan bah- kan diagnosis RSK. SPN 3 posisi mempunyai nilai duga
wa keluhan utama discharge purulen positif yang tinggi (75%), sehingga
hidung pada umur sekitar dekade 3 Penelitian dengan 20 sampel men- tidak diperlukan foto CT Scan untuk
harus dicurigai sebagai gejala RSK. dapatkan sensitivitas sebesar 85,7% mendiagnosis RSK. Foto polos SPN 3
Masalahnya adalah untuk membuk- dan spesifisitas sebesar 33,3%. Hal ini posisi layak untuk mendiagnosis RSK
tikan kecurigaan tersebut. Mahalnya berarti 85,7% kemungkinan seseorang di daerah yang tidak memiliki fasilitas
CT Scan dan tidak adanya fasilitas CT benar benar positif RSK jika ditemu- CT Scan.
Scan di beberapa daerah menyebab- kan foto polos SPN 3 posisi positif.
kan masih perlunya foto polos SPN 3 Dan 33.3% kemungkinan subyek bu- SIMPULAN
posisi untuk menegakkan diagnosis kan RSK apabila hasil foto polos SPN Foto polos SPN 3 posisi valid untuk
RSK, tetapi validitas foto polos di RS 3 posisi ditemukan negatif. Foto polos mendiagnosis rinosinusitis kronis den-
Sardjito belum pernah diteliti, bahkan SPN 3 posisi bisa dilakukan untuk me- gan sensitivitas 85,7% dan spesifisitas
di Indonesia. negakkan diagnosis RSK. 33,3%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Benninger MS, Poole M, Ponikau J. Adult chronic rhinosinusitis: definitions, diagnosis, epidemiology, and pathophysiology. Otolaryngol Head Neck Surg (suppl)
2003;129S: S1-S32.
2. Hilger PA. Penyakit sinus paranasalis. Dalam: Boies: Buku Ajar penyakit THT. Effendi H (terj.ed.) 6th ed. EGC, Jakarta. 1997.
3. Miller AJ, Amedee RG. Sinus anatomy and function. In: Bailey BJ. Head & Neck Surgery - Otolaryngology. 2nd ed. 1998.Lippincott-Raven, New York ; p: 413-
21.
4. Rohr AS. Sinusitis: pathophysiology, diagnosis, and management. J Immunol Allergy Clin North Am 1987;7:383-91
5. Evans KL. Fortnightly review: diagnosis and management of sinusitis. BMJ 1994;309:1415-22.
6. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Sinusitis: Current concepts and management. In Bailey BJ. Head & Neck Surgery - Otolaryngology. 2nd ed. Lippincott-Raven,
New York, 1998. p: 441-55.
7. Zeinreich SJ. Imaging for staging of rhinosinusitis. Ann Otol. Rhinol. Laryngol 2004.; 133: 19-23.
8. Sucipto D. Temuan sinuskopi pada pasien sinusitis maksilaris kronis. Kongres Nasional Perhati XI. Jogjakarta: 1995.. 179-189.
9. Khun FA. Role of endoscopy in the management of chronic rhinosinusitis. Ann Otol Rhinol Laryngol 2004.; 113: 10-14.
10. Kurt R, Lange S, Grumme T, Wolfgang K. Cerebral and spinal computerized tomography. Schering AG, West Germany. 1989.
11. Toshiba’s Medical Electronic. The statement of ROI. In Manual of Toshiba’s CT scan. Serial number 27345-Tosh-201. 1995.
12. Awaida JPS, Woods SE, Doerzbacher M, Gonzales Y, Miller TJ. Four cut sinus computed tomographic scanning in screening for sinus disease. Southern Medical
J 2004; 97: 18-20.
13. Goodman GM, Martin DS, Klein J. Comparison of a screening coronal CT versus a contagious coronal CT for evaluation of patients with presumptive sinusitis.
Am Allerg. Asthma Immunol 1995.; 74: 178-182.
14. Garcia GP, Corbett ML, Elbery SM, Joyce MR, Le HT, Karibo JM et al. Radiographic imaging studies in pediatric chronic sinusitis. J Allerg Clin Immunol 1994; 94:
1-11.
15. Dolor RJ, Williams JW. Management of Rhinosinusitis in Adults: Clinical Applications of Recent Evidence and Treatment Recommendations. JCOM 2001.; 9:
463-477.
16. Hulley SB, Cummings SR. Designing Clinical Research. Williams and Wilkins, Baltimore. 1998.
17. Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical Epidemiology : The Essential, 2nd ed. Williams & Wilkins, Baltimore, USA 1988:58-04.

414 | AGUSTUS 2010

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 414 7/23/2010 10:33:02 PM

You might also like