You are on page 1of 12

Kali ini admin ingin membahas mengenai Laporan Pendahuluan Stroke , baiklah untuk permulaan

kita akan membahas mengenai pengertian stroke itu.

1. DEFINISI PENYAKIT

Stroke adalah salah satu gangguan yang bisa terjadi pada sistem persarafan. Stroke atau cedera
cerebrovaskuler (CVA) merupakan kehilangan fungsi otak yang disebabkan berhentinya darah ke
otak (Brunner, 2002: 2131). ada juga yang menyebutkan bahwa stroke merupakan suatu kelainan
otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh suatu keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh pembuluh darah otak (Marilynn E. Doenges, 2000:290).
2. Tanda dan gejala Stroke

Berikut ini adalah tanda dan gejala yang terjadi pada penderita stroke :

a. tiba – tiba sering mengalami sakit kepala

b. Sering merasakan pusing, bingung.

c. Penglihatan Sedikit berkabur.

d. Mengalami kehilangan keseimbangan.

e. Mengalami kelemahan / kelumpuhan tangan dan atau kaki sebagian anggota tubuh.

f. Berbicara tidak jelas atau pelo.

g. Mengalami penurunan dalam berkonsentrasi.

h. Mengalami kesulitan dalam menelan.

i. Tidak mampu mengontrol keinginanya untuk buang air kecil bahkan hingga buang air besar.

j. Terjadi penurunan sampai dengan kehilangan kesadaran.


3. Klasifikasi Stroke

a. Berdasarkan Etiologi atau penyebanya

1) Infark Otak

Dimana adanya gangguan dalam suplai darah yang dialirkan ke otak hanya melalui jalur arteri
serebral yang sehat atau berdilatasi sehingga menyebabkan hanya jaringan otak yang sehat saja
yang mempunyai aliran darah dan daerah edema tidak kebagian.

2) Perdarahan Intraserebral

Suatu keadaan dimana karena pecahnya pembuluh darah menuju ke otak, perdarahan yang terjadi
karena disebabkan oleh arterosklerosis dan hipertensi yang pada umumnya terjadi biasanya diatas
umur 30 tahun, akibat pecahnya pembuluh arteri di otak sehingga terjadi pembesaran atau terjadi
aliran darah yang masuk kedalam parenkim, sehingga mengalami perubahan atau pergeseran dan
memisahkan jaringan otak yang awalnya berdekatan sehingga menyebabkan otak akan
membengkak, jaringan otak internal akan tertekan sehingga dapat menimbulkan terjadinya edema
dan bahkan dapat menyebabkan kemungkinan herniasi otak.

3) Perdarahan subarachnoid

ialah suatu gangguan alirah darah pada satu atau lebih pembuluh darah serebral yang terjadi karena
adanya oklusi atau pecahnya pembuluh darah serebral secara spontan atau mendadak.

b. Berdasarkan Lokasi Lesi

1) Sistem Karotis

Adalah kelainan yang biasanya terjadi pada arteri karotis baik disebelah kiri maupun kanan serta
percabanyannya.

2) Sistem Vertebrabasiler

Suatu kelainan yang terjadi pada arteri vertebrabasailer dan percabangannya.


4. PATOFISIOLOGI

Dimana Otak harus dapat menerima alirah darah yang konstan untuk mempertahankan fungsi
normalnya karena otak tidak mampu untuk menyimpan oksigen dan glukosa sendiri. Aliran darah
juga berfungsi sebagai tempat untuk membuang hasil dari sampah metabolik, karbondioksida serta
asam laktat. Jika aliran darah ke otak berkurang atau menurun maka hal tersebut akan
menyebabkan suatu keadaan yaitu kerusakan otak secara cepat dalam waktu yang singkat.

Melalui dalam tahap proses autoregulasi serebral, alirah darah ke otak tetap diupayakan dapat
konstan berjumlah 750 ml/menitnya. Untuk dapat merespon terhadap perubahan tekanan darah
atau karbondioksida, maka akan terjadi vasokontriksi atau vasodilatasi yang terjadi dari arteri otak.

Dalam keadaan stroke, iskemik terjadi dalam jaringan otak yang aliran arterinya terganggu akibat
adanya trombus atau emboli sehingga menimbulkan atau menyebabkan adanya gangguan fungsi
otak. Iskemik menyebabkan hipoksia atau anoksia dan hipoglikemik yang terjadi pada jaringan otak.
Pada tahap proses ini dapat meyebabkan kematian yang terjadi pada neuron, sel ganglia dan
struktur otak disekitar area infark. Edema yang ada atau terjadi dapat memperberat serta
memperburuk infarknya itu sendiri. Edema dapat berlangsung dalam beberapa jam atau bahkan
dalam waktu beberapa hari.

Setelah terjadi kerusakan infark dan edema maka secara otomatis atau garis besar terjadi penurunan
kemampuan otak dalam menjalankan fungsi neurologisnya sehigga terjadi defisit neurologis pada
area kontralateral dari area lesi yang sesuai dengan karakteristik di otak.

Untuk mempermudah pemahaman dapat dilihat pada skema yang ada dibawah ini:
Pathhway Stroke , Laporan Pendahuluan

5. DATA FOCUS PENGKAJIAN

1. Pengkajian

a. Pengumpulan Data

1) Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis dan alamat.

2) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi dari nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, hubungan dengan klien/pasien
serta alamat.

3) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Saat ini

(1) Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit

Biasanya klien dengan diagnosa stroke datang ke rumah sakit dengan alasan atau keluhan nyeri atau
sakit kepala, gangguan motorik, gangguan sensoris serta mengalami gangguan penurunan
kesadaran.Keluhan utama dikembangkan dengan menggunakan metode PQRST mulai dari adanya
keluhan sampai tiba di rumah sakit.

(2) Keluhan Utama Saat Dilakukan Pengkajian

Berisi tentang keluhan klien saat dilakukan pengkajian yang dikembangkan dengan menggunakan
metode teknik PQRST.

Pada stroke perdarahan biasanya akan ditemukan adanya penurunan kesadaran


dan bahkan kemungkinan terjadi sampai koma, sehingga pada saat itu klien tidak dapat untuk
ditanyakan apa yang dirasakannya, sedangkan pada stroke ysng terjadi karena infark biasanya
terjadi kelumpuhan sebelah anggota tubuh (hemiplegi), kepala pusing atau nyeri, bicara tidak jelas
atau pelo dan klien mengeluh tubuhnya terasa lemah

b) Riwayat Kesehatan Dahulu/Masa Lalu

Pada umumnya klien stroke akan mempunyai riwayat penyakit seperti diabetes melitus(DM),
jantung serta biasanya darah tinggi dan adanya faktor-faktor resiko yang menjadi pemicu juga
seperti: kadar kolesterol yang tinggi, keadaan viskositas darah yang tinggi (menderita polisetemia),
diabetes, kebiasaan mengkonsumsi minum-minuman yang mengandung kadar alkohol, riwayat
dalam penggunaan pil kontrasepsi, sering stress dan kurang beraktivitas serta memiliki kebiasaan
dalam merokok.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga


Pada keluarga biasanya akan ditemukan adanya riwayat penyakit keturunan yaitu sepert hipertensi
(darah tinggi), diabetes militus (DM) atau riwayat penyakit yang sama dengan klien yaitu penyakit
stroke.

d) Pola Aktivitas Sehari-hari

Perlu dikaji dalam pola aktivitas klien selama tinggal di rumah sakit dan pola aktivitas klien selama
berada di rumah, terdiri dari:

1) Pola nutrisi (makan dan minum), dimana jika terjadi perubahan dan masalah dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi baik karena disebabkan kurangnya nafsu makan, kehilangan
sensasi kecap, menelan, serta merasakan mual dan muntah.

2) Eliminasi (BAB dan BAK) terjadi perubahan dalam memenuhi pola pemenuhan karena terjadi
masalah incontinensia urine dan konstipasi.

3) Istirahat tidur, mengalami kesulitan dalam tidur dan istirahat karena adanya rasa nyeri dan
kejang otot.

4) Personal hygiene, biasanya klien memerlukan bantuan dari orang lain untuk
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya karena adanya kelemahan atau keterbatasan.

5) Aktivitas gerak, akan ditemukan adanya kehilangan rasa sensasi atau paralise (hemiplegi), dan
kesukaran dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya karena adanya kelemahan.

e) Pemeriksaan Fisik

6. Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe dan didokumentasikan secara per system,
meliputi:

(1) Sistem Pernafasan

Biasanya didapatkan pernafasan tidak teratur, pernafasan sulit dan frekuensi nafas meningkat, klien
akan didapatkan penurunan/kesulitan dalam batuk, bunyi nafas ngorok akibat adanya sekret yang
menumpuk pada auskultasi akan terdengar adanya ronchi, mungkin terjadi kelemahan/paralisi otot-
otot pernafasan sehingga pengembangan dada kadang ditemukan tidak simetris kiri kanan.

(2) Sistem Kardiosvaskuler

Pada stroke dengan faktor resiko penyakit jantung biasanya diperoleh adanya gejala payah jantung
seperti edema, dyspneu, terdapat bunyi jantung tambahan seperti murmur, gallop dan bunyi
jantung S III, hipertensi, denyut jantung mungkin irreguler dan nadi cepat.

(3) Sistem Pencernaan

Biasanya didapatkan data adanya mual, muntah, anoreksia, konstipasi, penurunan sensasi rasa,
kehilangan kemampuan menelan, ketidakmampuan mengunyah, kehilangan sensasi pada lidah,
wajah dan kerongkongan (disfagia), obesitas, adanya distensi abdomen. Bising usus melemah dan
menurun dan terjadi konstipasi.
(4) Sistem Persarafan

Gangguan pada sistem persarafan tergantung pada area otak yang terkena lesi (infark).

(a) Tes Fungsi Serebral

Status mental, kemungkinan adanya gangguan pada orientasi berupa dimensia, penurunan daya
ingat berupa amnesia, perhatian dan perhitungan dapat terganggu dengan adanya acalculia, pada
fungsi bahasa dapat ditemukan adanya afasia baik motorik maupun sensorik atau afasia visual (buta
kata) dan adanya distria.

Tingkat kesadaran menurun terutama pada stroke perdarahan bisa sampai terjadi koma. Nilai GCS
biasanya kurang dari 15.

Pengkajian Bicara, kadang terjadi kebingungan dalam pembicaraan. Obrolan/pembicaraan klien


datang tidak nyambung dan sulit dimengerti atau terdapat kesulitan dalam berbicara.

Tes Fungsi Kranial, pada stroke infark nervus kranial yang sering terkena biasanya yaitu: Nervus III, IV
dan VI terjadi penurunan lapang pandang, perubahan ukuran pupil, pupil tidak sama, pupil
berdilatasi, diplopia dan kabur, nervus V ditemukan gangguan dalam mengunyah, terjadi paralise
otot-otot wajah, anastesia daerah dahi, Nervus VII biasanya tidak adanya lipatan nasalobial,
melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa 2/3 bagian anterior lidah, Nervus IX
kemungkinan ditemukan adanya pola bicara yang sangat (pelo) susah menelan dan tidak dapat
bicara, Nervus X sering ditemukan adanya data kehilangan komunikasi bunyi suara parau (tidak jelas)
dan sulit untuk diajak bicara, Nervus XII biasanya terdapat kelumpuhan lidah dan jatuhnya lidah ke
satu sisi.

(b) Pemeriksaan Motorik

Gangguan fungsi motorik biasanya kontralateral sehingga menimbulkan fungsi koordinasi dan
pergerakan terbatas, menurunnya tonus otot, kelemahan tubuh secara umum menyebabkan
koordinasi terganggu terutama berdiri dan berjalan, adanya rasa sakit dan terbatas Range Of Motion
(ROM).

(c) Uji Refleks

Terdapat refleks patologis berupa refleks babinksi positif sedangkan pada pemeriksaan refleks
biasanya normal atau mengalami penurunan.

(d) Fungsi Sensorik

Kemungkinan adanya defisit sensori pada ektrimitas yang paralise.

(e) Fungsi Serebrum

Kemungkinan adanya gerakan yang tidak bermakna seperti ataksia.

(f) Iritasi meningen


Biasanya tidak terdapat kelainan kecuali pemeriksaan babinksi terkadang ditemukan positif (untuk
stroke infark).

(5) Sistem Endokrin

Kemungkinan ditemukan peningkatan kadar glukosa serta adanya peningkatan hormon tiroid, atau
terjadi penurunan beberapa kadar hormon yang berkaitan dengan produksi hipotalamus dan
hipofise.

(6) Sistem Genitourinaria

Biasanya terjadi perubahan pola kemih yaitu incontinensia urine.

(7) Sistem Muskuloskeletal

Biasanya ditemukan kelemahan kontralateral lesi otak pada ekstremitas baik atas maupun bawah,
hipertropi otot, kehilangan tonus atau adanya penurunan tonus otot. Terjadi kesulitan dalam
aktivitas karena lemah kehilangan sensasi, ROM terbatas.

(8) Sistem Integumen

Tanda-tanda kemerahan pada area yang tertekan, dekubitus, kulit kotor dan lengket.

(9) Sistem Penglihatan, Pendengaran dan Wicara

Ketajaman penglihatan berkurang pergerakan mata terganggu, penurunan lapang pandang, pupil
dilatasi, kehilangan setengah lapang pandang.

Pada pendengaran biasanya disertai tinitus, dan pada fungsi wicara sering ditemui kelumpuhan pada
lidah sehingga sulit berbicara dan kehilangan kemampuan berkomunikasi verbal.

f) Data Psikologis

1) Status Emosi

Klien menjadi irritable atau emosi yang labil terjadi secara tiba-tiba, klien menjadi mudah
tersinggung, mengingkari dan sukar untuk didekati.

2) Kecemasan

Klien biasanya merasa cemas dengan adanya perubahan (kelumpuhan) yang terjadi pada dirinya.

3) Pola koping

Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau menjadi tertutup (supresi).

4) Gaya Komunkasi

Klien mengalami gangguan komunikasi verbal seperti berbicara rero atau sulit dimengerti.

5) Konsep Diri
(a) Body Image: klien memiliki persepsi dan merasa bahwa bentuk, fungsi tubuh dan
penampilannya yang sekarang mengalami penurunan, berbeda dengan keadaan sebelumnya.

(b) Ideal Diri: klien merasa tidak dapat mewujudkan cita-cita yang diinginkannya. Klien merasa tidak
mampu lagi untuk berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan dimana ia berada.

(c) Harga Diri: klien merasa tidak berharga lagi dengan kondisinya yang sekarang, klien merasa
tidak mampu dan tidak berguna serta cemas dirinya akan selalu memerlukan bantuan dari orang
lain.

(d) Peran: klien merasa dengan kondisinya yang sekarang ia tidak dapat melakukan peran yang
dimilikinya baik sebagai orang tua, suami/istri ataupun seorang pekerja.

(e) Identitas Diri: klien memandang dirinya berbeda dengan orang lain karena kondisi badannya
yang disebabkan oleh penyakitnya.

g) Data Sosial

Pada data objektif akan didapatkan ketidakmampuan berbicara, kehilangan kemampuan


berkomunikasi secara verbal, ketergantungan kepada orang lain dan sosialisasi dengan lingkungan,
pembicaraan tidak dapat dimengerti, sedangkan pada data subjektif ditemukan klien berbicara
dengan menggunakan bahasa isyarat. Selain itu bisa ditemukan sikap klien yang sering menarik diri
dari orang lain dan lingkungan karena merasa hanya akan membebani orang lain.

h) Data Spiritual

Terkadang klien merasa tidak yakin dengan kesembuhannya. Klien merasa hidupnya lebih buruk
daripada sebelumnya. Klien tidak dapat membayangkan bagaimana kehidupannya di kemudian hari
atau klien cenderung mempunyai pandangan negatif terhadap kehidupannya dikemudian hari.

i) Data Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik khusus untuk pasien stroke.

Kemungkinan ditemukannya peningkatan hematokrit dan penurunan hemoglobin serta adanya


peningkatan dari leukosit. Biasanya dilakukan pemeriksaan protombin time (PT) dan partial
tromboplastin (PTT) sebagai informasi untuk pemberian obat antikoagulan.

Pemeriksaan CSF juga dapat dilakukan untuk melihat apakah ada sel darah merah dalam CSF yang
mungkin mengindikasikan adanya perdarahan subaracnoid.

b. Pemeriksaan diagnostik

(a) CT-Scan, akan memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.

(b) Angiografi serebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau ostruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
(c) EEG, mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak yang mungkin memperlihatkan
adanya lesi yang spesifik.

(d) MRI, menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragi atau malformasi arteriovena
(MAV).

(e) Ultrasonografi Doppler, mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis,
aliran darah atau muncul plak, arteriosklerotik).

(f) Sinar X tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit serebral,
klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaracnoid.

(g) Pungsi lumbal, menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya pada trombosis, emboli
serebral dan TIA.

7. ANALISA DATA

Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan masalahnya kemudian


dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang nantinya akan
menjadi diagnosa keperawatan.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke menurut Marilynn E
Doenges, Mary Frances Moorhouse dan Alice C Geissler adalah:

1) Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan
oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia ;flaksid / paralisis


hipotonik ( awal ); paralisis spastis.

3) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus / kontrol otot fasial/oral, kelemahan /
kelelahan umum.

9. PERENCANAAN

a. Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan
oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.

Tujuan:

Perfusi jaringan serebral kembali baik.

Kriteria Evaluasi:

– Tingkat kesadaran komposmentis.


– Tidak terdapat tanda peningkatan TIK seperti dilatasi pupil, cegukan, penglihatan ganda,
muntah yang proyektif.

– Tanda-tanda vital dalam batas normal.

· Tekanan darah < 160/95 mmHg

· Nadi 70-80x /menit

· Respirasi 16-29 x/menit

· Suhu 360C-37,50 C

1. Pantau/catat keadaan 1. Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial


status neurologis sesering peningkatan TIK, mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi
mungkin dan bandingkan kerusakan SSP.
dengan keadaan normal.

2. Pantau tanda-tanda
2. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus.
vital.
Hipertensi dapat terjadi karena syok. Disritmia atau murmur
3. Letakkan kepala dalam mencerminkan adanya gangguan jantung yang menjadi pencetus CVA.
posisi agak ditinggikan dan Ketidakteraturan pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi
dalam keadaan anatomis kerusakan serebral/peningkatan TIK.
(netral) 15-30 derajat.
3. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
4. Cegah terjadinya meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.
mengedan dan batuk.
4. Manuver valsava dan batuk dapat meningkatkan TIK dan
5. Berikan obat sesuai memperbesar resiko terjadi perdarahan.
indikasi, berupa:
5. Dapat digunakan untuk memperbaiki/meningkatkan aliran darah
– Anti koagulasi serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat
embolus/trombus merupakan faktor masalahnya.
– Antifibrotik
– Untuk mencegah lisis atau pembekuan yang terbentuk dan
– Anthipertensi perdarahan yang berulang yang serupa.
– Vasodilator perifer – Hipertensi lama / kronik, memerlukan penanganan yang berlebihan
– Steroid dapat memperluas kerusakan jaringan.

– Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi kolateral atau menurunkan


vasospasme.

– Penggunaan kontroversial dalam mengendalikan edema serebral.

Intervensi
b. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan kekuatan otot, penurunan
kesadaran, atropi otot.
Tujuan: Klien dapat meningkatkan mobilisasi fisiknya Kriteria Evaluasi: · Tidak terjadi kontaktur ·
Tidak terjadi atropi otot · Dapat melakukan ROM aktif dan pasif · Kekuatan otot penuh (5) pada
ekstremitas atas dan bawah

Intervensi Rasional

1. Ubah posisi setiap minimal 2 jam (terlentang 1. Menurunkan resiko terjadinya trauma atau
dan miring kanan kiri) ischemik jaringan.

2. Lakukan latihan rentang gerak (ROM) aktif 2. Meminimalkan atropi otot, meningkatkan
dan pasif pada semua ektremitas. sirkulasi, membantu mencegah kontaktur.

3. Sokong ekstrimitas dalam posisi 3. Mencegah kontraktur/foot droop dan


fungsionalnya, gunakan papan kaki, memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi
pertahankan posisi neteral. kembali

4. Libatkan keluarga untuk berpartisipasi dalam 4. Meningkatkan harapan bagi perkembangan /


latihan bagi klien peningkatan kontrol kemandirian

5. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi untuk 5. Program khusus dapat dikembangkan untuk
latihan resisitif dan ambulasi klien menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga
kekurangan dalam hal keseimbangan, koordinasi
dan kekuatan.

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk berbicara,


kehilangan kontrol/tonus otot fasia. Tujuan: Komunikasi verbal dapat tetap terjalin. Kriteria evaluasi:
· Klien dapat memahami tentang masalah komunikasi · Klien dapat membuat metode komunikasi
dimana kebutuhan dapat diekspresikan · Klien dapat menggunakkan sumber-sumber yang tepat
(isyarat, tulisan).

Intervensi Rasional

1. Kaji derajat disfungsi komunikasi verbal klien . 1. Menentuka daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi serta derajat kesulitan
proses komunikasi
2. Bedakan antara afasia dan disartria.

2. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan


3. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah dan menginterpretasikan simbol-simbol bahasa.
sederhana seperti buka mata dan tunjuk pintu. Disartria adalah dapat memahami, membaca,
menulis tetapi kesulitan membentuk /
4. Tunjukkan objek dan mintalah pasien mengucapkan kata-kata karena kelemahan dan
menyebutkannya. paralise dari otot-otot.

5. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara 3. Melakukan penelitian terhadap adanya


sederhana seperti “ah” dan “pas”. kerusakan sensoris (afasia sensoris).

6. Berikan metode komunikasi alternatif seperti 4. Melakukan penilaian terhadap adanya


menulis dan menggambar. kerusakan afasia motorik, bisa mengenali tidak
dapat menyebutkan
7. Antisipasi dan penuhi kebutuhannya.
5. Mengidentifikasikan disartria sesuai
8. Anjurkan pengunjung mempertahankan komponen motorik dan bicara seperti lidah,
usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien. gerakan bibir dan kontrol nafas
9. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara 6. Memberikan komunikasi tentang kebutuhan
berdasarkan keadaan / defisit yang mendasari

7. Bermanfaat dalam menurunkan frustasi bila


tergantung pada orang lain dan tidak dapat
berkomunikasi secara berarti

8. Mengurangi isolasi sosial pasien dan


meningkatkan penciptaan komunikasi yang
efektif

9. Pengkajian secara individual kemampuan


bicara dan sensori, motorik dan kognitif
berfungsi untuk mengidentifikasikan kekurangan
/ kebutuhan terapi

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (1988). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3. EGC
Kedokteran. Jakarta Carpenito.Lynda Jual. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 2. EGC Kedokteran. Jakarta Dongoes.E Marylin. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
EGC Kedokteran. Jakarta

You might also like