You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS PARU

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ
tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran
pencernaan serta luka terbuka pada kulit, tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet
yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut (Price, 2006).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan
oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam
tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman-kuman
tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, melalui saluran pernafasan (bronchus) atau penyebaran
langsung ke organ-organ tubuh lainnya.

B. ETIOLOGI
Penyebab Tuberkulosis paru adalah Mycobacterium Tuberkulosis, yaitu sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 u dan tebal 0,3-6,6u. Sebagian
besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid ini yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik
Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam keadaan sifat dormant (istirahat) yang sewaktu-
waktu kuman dapat bangkit kembali dan menjadi Tuberkulosis aktif lagi.
Sifat lain dari kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Paru-paru merupakan
tempat yang paling disukai karena mempunyai tekanan oksigen yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jaringan tubuh lainnya.

C. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN


1. Anatomi paru
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus.
Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-
saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga
hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan
bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang
mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
Faring (tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka
letaknya di belakang laring (laring-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring
merupakan gabungan system respirasi dan pencernaan.
Laring (tenggorok)
Laring terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit,
glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan didepan laringofaring dan bagian
atas esopagus.
Trakea atau batang tenggorok
Trakea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar
2,5 cm. Trakea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher
dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut
manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronckus (bronchi).
Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap yang berupan cincin tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
disebelah belakang trakea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke
samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan
lebih vertikal dari pada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus
bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang
yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya
semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Paru-paru
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar
toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding
yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan
dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari
gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan
menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada
meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena
penurunan tekanan di dalam dan mengembangkan paru. Ketika
dinding dada dan diagfrahma kembali ke ukurannya semula
(ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan
mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase
inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi: fase
ekspirasi normalnya positif. Inspirasi menempati sepertiga dari
siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.
Pleura. Bagian terluar dari paru-paru, dikelilingi oleh
membran halus, licin yaitu pleura, yang juga meluas untuk
membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior
diagfrahma. Pleura parietalis melapisi tiraks dan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang
disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan
yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduannya
bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Mediastinum. Mediastinum adalah dinding yang membagi
rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari
dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru
terletak antara kedua lapisan pleura.
Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobu-lobus. Paru kiri atas
lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus
atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi
menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang
merupakan perluasan pleura
Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang
tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu
banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk
membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi
(seukuran lapang tenis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-
sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara
metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel
alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis
yang besar yang memakan benda asing (misal : lendir, bakteri)
dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
(Brunner & Suddarth, EGC : 2002)
2. Fisiologi
 Transpor Oksigen.
Oksigen dipasok ke sel dan karbon dioksida dibuang dari sel
melalui sirkulasi darah. Sel-sel berhubungan dekat dengan
kapiler, yang berdinding tipis sehingga memungkinkan
terjadinya pertukaran atau lewatnya oksigen dan karbon
dioksida dengan mudah. Oksigen berdifusi dari kapiler,
menembus dinding kapiler ke cairan interstisial dan kemudian
melalui membran sel-sel ke jaringan, tempat dimana oksigen
dapat digunakan oleh mitokondria untuk pernafasan selular.
Gerakan karbon dioksida juga terjadi melalui difusi dan
berlanjut dengan arah yang berlawanan dari sel ke dalam
darah.
 Pertukaran Gas.
Setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena
sistemik (dimana disebut darah vena) dan mengalir ke sirkulasi
pulmonal. Konsentrasi oksigen dalam darah di dalam kapiler
paru-paru lebih rendah dibanding dengan konsentrasi dalam
kantung udara paru, yang disebut alveoli. Sebagai akibat
gradien konsentrasi ini, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam
darah. Karbon dioksida yang mempunyai konsentrasi dalam
darah lebih tinggi dari dalam alveoli, berdifusi dari dalam
alveoli. Gerakan udara ke dan keluar jalan nafas (ventilasi)
secara kontinue memurnikan oksigen dan membuang karbon
dioksida dari jalan dalam paru. Keseluruhan proses pertukaran
gas antara udara atmosfir dan darah dan antara darah dengan
sel-sel tubuh ini disebut respirasi.

D. TANDA DAN GEJALA


Gejala Utama
 Batuk terus menerus dan berdahak selam 3 minggu atau lebih.
Gejala tambahan yang sering dijumpai
a. Dahak bercampur darah
b. Demam 40-410 C
c. Batuk darah
d. Sesak nafas dan rasa nyeri dada
e. Suara khas pada perkusi dada
f. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise) berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan ( Depkes RI, 2005).

E. KLASIFIKASI
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik
dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah
satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai
berikut:
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria :
- Dengan atau tanpa gejala klinik
- BTA positif : mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
- Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria :
- Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
- BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria :
- Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
- Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
- Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
- Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
Klasifikasi tuberkulosis dari sistem lama :
1. Pembagian secara patologis
- Patologis primer (childhood tuberculosis)
- Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis, tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang menyembuh)
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
- Tuberkulosis minimal
- Moderately advanced tuberculosis
- Far advanced tuberculosis
Klasifikasi menurut American Thoracic Society :
1. Kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif,
tes tuberkulin negatif.
2. Kategori 1 : terpajan tuberkulosis, tetapi tidak terbukti adanya infeksi, riwayat
kontak positif, tes tuberkulin negatif.
3. Kategori 2 : terinfeksi tuberkulosis tetapi tidak sakit, tes tuberkulin positif,
radiologis dan sputum negatif
4. Kategori 3 : terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
F. PATOFISIOLOGI
Penderita Tuberkulosis Paru dengan Bakteri Tahan Asam mengeluarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet
yang mengandung kuman ini dapat terhisap oleh orang lain. Jika kuman masuk dan
menetap ke dalam jaringan paru-paru dan berkembang biak dan terjadilah infeksi.
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang primer. Dari sarang
primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hiius dan diikuti
pembesaran kelenjar getah bening yang disebut kompleks primer. Selanjutnya
kompleks primer menjadi :
a. Sembuh tanpa meninggalkan cacat.
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi
di hilus.
c. Berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum yang menyebar ke
sekitarnya.
d. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun disebelahnya
e. Secara limfogen dan hematogen ke organ tubuh lainnya.
Sebagian besar yang telah terinfeksi (80 - 90 %) belum tentu menjadi sakit karena
kuman dormant untuk sementara waktu dan sakit sekitar 3-6 bulan setelah terinfeksi.
Sedangkan yang tidak sakit mempunyai resiko untuk menderita TB sepanjang sisa
hidupnya.
Daya penularan dari seorang penderita Tuberkulosis ditentukan oleh banyaknya
kuman yang terdapat dalam paru penderita, persebaran dari kuman-kuman tersebut
dalam udara serta yang dikeluarkan bersama sputum berupa droplet dan berada di
udara di sekitar penderita Tuberkulosis.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan dan tidak menyebabkan penyakit
(Dannenberg, 1981 dikutip dari Price, 1995). Setelah berada dalam ruang alveolus
(biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil
tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari-hari pertama maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan
paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung
selama 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk
jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Gohn yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair
lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat
terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga
tengah atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada
dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah
(limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran
darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem
vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Tes Diagnostik Tuberkulosis

Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil


Sputum :
- Kultur Mycobacterium tuberculosis positif pada tahap
aktif, penting untuk menetapkan diagnosa pasti
dan melakukan uji kepekaan terhadap obat.

BTA positif
- Ziehl-Neelsen
Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih)
Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak berarti untuk menunjukkan
keaktivan penyakit.

Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada


Foto thorax area paru, simpanan kalsium lesi sembuh
primer, efusi cairan, akumulasi udara, area
cavitas, area fibrosa dan penyimpangan
struktur mediastinal.

Hasil positif dapat menunjukkan serangan


Histologi atau kultur jaringan ekstrapulmonal
(termasuk bilasan lambung, urine,
cairan serebrospinal, biopsi kulit)
Positif untuk gralunoma TB, adanya giant cell
Biopsi jarum pada jaringan paru menunjukkan nekrosis.

Darah : Indikator stabilitas biologik penderita, respon


- LED terhadap pengobatan dan predeksi tingkat
penyembuhan. Sering meningkat pada proses
aktif.

Menggambarakan status imunitas penderita


- Limfosit (normal atau supresi)

Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi cairan


- Elektrolit pada TB paru kronis luas.

Hasil bervariasi tergantung lokasi dan beratnya


- Analisa Gas Darah kerusakan paru

Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang


Tes faal paru mati, peningkatan rasio udara residu dan
kapasitas paru total, penurunan saturasi oksigen
sebagai akibat dari infiltrasi parenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyaki pleural

Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum atau dahak adalah penting dalam menegakkan diagnosis
Tuberkulosis. Adanya Bakteri Tahan Asam pada sputum merupakan tanda pasti
Tuberkulosis sehingga semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala
sama harus diperiksa sputumnya. Selain itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap kemajuan pengobatan dan menentukan tingkat
penularan.
Pemeriksaan sputum secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling
sederhana, mudah, murah dan dapat dilaksanakan di puskesmas dengan hasil
pemeriksaan sangat spesifik dan cukup sensitif. Tetapi kadang tidak mudah
mendapatkan sputum terutama penderita yang tidak batuk produktif.
Mycobacterium Tuberkulosis. berbentuk batang mempunyai sifat istimewa yaitu
tahan terhadap penghilangan warna dengan asam dan alkohol oleh karena itu disebut
Basil Tahan Asam ( BTA ). Kuman baru terlihat dibawah mikroskop bila jumlah
kuman paling sedikit 5000 batang dalam 1 ml sputum. Untuk mengurangi kesulitan
menemukan BTA, maka kualitas dan kuantitas sputum harus baik.
Sputum yang baik harus berjumlah 3-5 ml, kental, berwarna kuning kehijau-
hijauan dan bukan ludah. Sputum dikumpulkan dalam 2 hari berurutan yaitu sputum
sewaktu, pagi, sewaktu. Pada hari pertama waktu penderita datang dengan keluhan
suspek Tuberkulosis, penderita mengumpulkan sputum sebagai spesimen pertama
berupa sputum sewaktu. Kemudian penderita diberi pot sputum yang disi pada besok
harinya setelah bangun tidur sebagai spesimen kedua berupa dahak pagi. Kemudian
hari kedua saat menyerahkan sputum pagi, penderita mengumpulkan sputum sebagai
spesimen ketiga berupa sputum sewaktu. Berikut ini prosedur tetap untuk diagnosis
Tuberkulosis.
Tabel 1.2 Prosedur Untuk Diagnosis Tuberkulosis dengan BTA
Kemungkinan Hasil
Tindak lanjut
Pemeriksaan Dahak
2 spesimen BTA positif Harus diobati sebagai Tuberkulosis
Hanya 1 spesimen BTA Periksa 3 spesimen Jika 1 atau lebih diobati secara
positif dan 2 spesimen BTA Tuberkulosis
Jika semua negatif periksa di
negatif
Rontgen
3 Spesimen BTA negative Obati secara simptomatik, ulangi pemeriksaan BTA
bila keadaan penderita makin memburuk, rontgen
1 spesimen BTA positif dan Lacak dan periksa 2 spesimen
penderita tidak kambuh
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2001

H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi pengobatan
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
 Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
- Rifampisin
Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3 x/minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg, BB 40-60 mg : 450 mg, BB < 40 mg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg/kali
- INH
Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 x seminggu, 15 mg/kg
BB 2 x seminggu atau 300 mg/hari
Untuk dewasa intermiten 600 mg/kali
- Pirazinamid
Dosis fase intensif 25 mg/kg BB 3 x seminggu, 35 mg/kg BB 3 x seminggu,
50 mg/kg BB 2 klai seminggu atau
BB > 60 kg : 1.500 mg, BB 40-60 kg : 1.000 mg, BB < 40 kg : 750 mg
- Streptomisin
Dosis 15 mg/kg BB atau
BB > 60 kg : 1.000 mg, BB 40-60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB
- Etambutol
Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg BB 3
x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau
BB > 60 kg : 1.500 mg, BB 40-60 kg : 1.000 mg, BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali
 Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination), kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari :
- Empat obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg, dan etambutol 275 mg
- Tiga obat anti tuberkulosis satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75
mg dan pirazinamid 400 mg.
- Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap,
penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan
fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi 2 dosis obat anti tuberkulosis
seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.
 Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Kanamisisn
- Kuinolon
- Obat lain yang masih dalam penelitian : karolid, amoksilin + asam klavulanat
- Derivat rifampisin dan INH

b. Panduan Obat Anti Tuberkulosis


Pengobatan Tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dimana
obat diminum setiap hari dan tahap lanjutan dimana obat diminum tiga kali
dalam seminggu. Pengobatan Tuberkulosis terdiri dari 3 kategori yaitu :
a. Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)
dan Etambutol (E) diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE) dan
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan
Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Kategori 1 diberikan untuk :
1) Penderita baru TB Paru BTA positif
2) Penderita TB Paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat dan
3) Penderita TB Ekstra Paru berat.
Tabel 1.3 Paduan OAT Kategori 1
Tahap Lamanya
Dosis per hari / kali
Pengobatan Pengobatan
Tablet Tablet
Kaplet Tablet
Isoniasid Etabutol Jumlah hari/kali
Rifampisin Pirasinamid
@ 300 @ 250 menelan obat
@ 450 mg @ 500 mg
mg mg
Tahap intensif
2 Bulan 1 1 3 3 60
(dosis harian)
Tahap lanjutan
(dosis 4 bulan 2 1 - - 54
3 x seminggu)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkolosis, Depkes RI, 2001

b. Kategori 2 ( 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 )


Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
HRZE dan suntikan Streptomisin setiap hari (2HRZES). Dilanjutkan 1 bulan
dengan HRZE setiap hari dan diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5
bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu (5H3R3E3).
Obat kategori 2 ini diberikan untuk :
1) Penderita kambuh (relaps) yaitu penderita BTA positif yang sudah
dinyatakan sembuh tetapi kini datang lagi dan pada pemeriksaan sputum
memberikan hasil BTA positif.
2) Penderita gagal (failure)
3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
Tabel 1.4 Paduan OAT Kategori 2
Lamanya Tablet Tablet Tablet Etambutol Streptomi
Jumlah
Tahap Pengobata Isoniasid Rifampisin Pirasinami s in
Tablet Tablet harian/kali
n @ 300mg @ 450 mg d @500mg Injeksi
@ 250 @ Menelan
mg 500mg obat
Tahap
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 60
0.75 gr
(dosis 1 Bulan 1 1 3 3 30
harian)
Tahap
lanjutan(dosi
5 bulan 2 1 - 1 2 - 66
s3x
seminggu)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes R.I, 2001.
c. Kategori 3 (2HRZ / 4H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ) dan diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).
Obat kategori 3 ini diberikan untuk :
 Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan.
 Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe (limfedenitis),
pleuritis eksudaliva unilateral, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
Tabel 1.5 Paduan OAT Kategori 3
Tablet Kaplet Tablet Jumlah hari/
Tahapan Lamanya
Isoniasid Rifampisin Pirasinamid kali menelan
Pengobatan Pengobatan
@ 300 mg @ 450 mg &, 500 mg obat
Tahap intensif
2 Bulan 1 1 3 60
(dosis harian)
Tahap lanjutan
(dosis 3 x 4 bulan 2 1 - 54
scminggu)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2001

d. OAT Sisipan ( HRZE)


Bila pada akhir tahap fase intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 2, hasil pemeriksaan sputum masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Tabel 1.6 Paduan OAT Sisipan
Jumlah
Tablet Tablet Tablet Tablet
Tahap Lamanya hari/kali
Isoniasid Rifampisin Pirasinamd Etambutol
pengobatan Pengobatan menelan
@ 300 mg @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg
ob
Tahap
Insentif
1 bulan 1 1 3 3 30
(dosis obat
harian)
Sumber: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2001

c. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan yang dilakukan dengan cara menjelaskan kepada penderita
tanda-tanda efek samping dan men10anyakan adanya gejala efek samping pada
waktu penderita mengambil OAT. Hasil penelitian Agonwardi tahun 2002
menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara efek samping obat
dengan keteraturan berobat10. Efek samping OAT terbagi dua yaitu :
1) Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius.
Dalam kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus
segera dirujuk ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) spesialistik.
2) Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak
enak. Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obat
simptomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk
beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini, pemberian OAT dapat
diteruskan. Tabel berikut ini menjelaskan efek samping dengan pendekatan
gejala.
Tabel 1.7 Efek Samping Ringan dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan


Tidak ada nafsu makan, mual, sakit Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur.
perut.
Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar di INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100 mg
kaki perhari
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu
(urine) penjelasan kepada penderita.

Sumber: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes R.I, 2001.

Tabel 1.8 Efek Samping Berat dari OAT


Efek samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dan kemerahan kulit Semuajenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan
dibawah*)
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
Etambutol.
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomosin dihentikan, ganti
Etambutol.
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai
ikterus menghilang.
Bingung dan muntah- Hampir semua obat Hentikan semua OAT, segera
muntah (permulaan ikterus lakukan tes fungsi hati.
karena obat)
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan Rifampisin
(syok)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes R.I, 2001.
*) Penatalaksanaan penderita dengan efek samping " gatal dan kemerahan kulit":
Jika seorang penderita dalam pengobatan dengan OAT mulai mengeluh gatal-gatal, singkirkan
dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan anti-histamin sambil meneruskan OAT dengan
pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian penderita hilang, namun pada sebagian
penderita malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT.
Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat,
kepada penderita tersebut perlu diberikan kortikosteroid dan / atau tindakan suportif lainnya
(infus) di UPK perawatan.
2. Pengobatan suportif/simptomatik
Pada penderita rawat jalan diberikan makanan yang bergizi, bila demam beri obat
penurun panas, bila perlu beri obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas, dll.
Pada penderita rawat inap, jika tB paru disertai komplikasi seperti batuk darah,
keadaan umum yang buruk, efusi pleura dll, perlu diperi pengobatan tambahan atau
suportif.
3. Terapi pembedahan
4. Tindakan invasif
Bronkoskopi, pungsi pleura, pemasangan WSD
5. Kriteria sembuh
a. BTA mikroskopik negative dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
b. Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/perbaikan
c. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

I. Pencegahan Penularan TB Paru


Untuk mencegah agar penyakit TB paru tidak menular/menyebar kepada orang
lain, hendaknya keluarga dan penderita senantiasa untuk selalu mengingatkan yaitu :
 jika batuk, mulut ditutup dengan sapu tangan
 dahak ditampung pada tempat kemudian diberi lysol atau pembunuh kuman
 anggota keluarga dan orang yang sering bergaul dengan penderita sebaiknya
memeriksakan diri ke laboratorium pada bayi jangan lupa diimunisasi BCG
 secara dini dilakukan pengobatan dan memeriksakan kesehatannya bila
batuk lebih dari 2 minggu
 ventilasi rumah harus ada dan memenuhi syarat kesehatan dan sinar
matahari dapat masuk ke ruangan, terutama pada pagi hari sehingga dapat
membunuh kuman TB paru
 meningkatkan daya tahan tubuh antara lain dengan memakan makanan
bergizi

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien
Silahkan masukkan identitas klien mulai dari nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,
tempat tiinggal, dan lain-lain. Identitas klien disini dapat menjadi penunjang
informasi dalam memberikan asuhan keperawatan.
2. Keluhan Utama
Pasien dengan TB paru biasanya sering mengeluhkan gejala seperti batu-batuk
yang berbulan-bulan dan dapat disertai darah, serta terjadi penurunan berat badan
yang drastic dalam beberapa bulan terakhir. Jika kondisi penyakit sudah parah
biasanya dapat timbul gejala sesak napas.
3. Riwayat penyakit masa lalu
Riwayat adanya penyakit pernapasan seperti pneumonia dan lain-lain ada atau
tidak.
4. Data Fokus Pengkajian Askep Tb Paru Menggunakan 13 Domain Nanda
a. Promosi kesehatan
Data Subjektif:
Klien biasanya tidak tahu apa penyakitnya dan bagaimana cara mencegahnya.
Data Objektif:
KU klien tergantung dari derajat berat atau ringannya penyakit TB paru tersebut,
ada yang KUnya baik da nada juga KUnya sudah memburuk.
TD bisa naik atau normal
Nadi juga bisa naik atau nirmal
RR biasanya jika sudah kronis akan meningkat atau sesak
Suhu tubuh biasanya tinggi atau juga dapat normal
b. Nutrisi
DS:
BB biasanya mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir.
Perubahan selera makan biasanya menjadi anoreksia
DO:
BB biasanya turun dari sebelumnya
Intake atau output setiap hari biasanya kurang jika sudah parah
c. Eliminasi
Sistem Urinarius
DS:
BAK berapa jumlahnya, frekuensi, konsistensinya biasanya normal.
DO:
Biasanya tidak ada masalah
Sistem Gastrointestinal
DS:
BAB biasanya normal
DO:
Pengkajian abdomen
Inspeksi perut datar
Palpasi perut lembek
Perkusi tidak ada distensi
Auskultasi bising usus biasanya normal
Sistem Integuman
DS:
Kelainan kulit, lesi atau sariawan ada atau tidak
DO:
Turgor kulit biasanya elastis atau kadang buruk
d. Aktivitas Dan Istirahat
Tidur dan istirahat
DS:
Klien biasanya susah tidur karena sesak atau sering batuk dan demam di malam
hari
DO:
Klien biasanya tampak susah tidur
Aktivitas
DS:
Klien biasanya sering kelelahan dan sesak
ADLsnya biasanya ada yang perlu bantuan
Makan, minum, berpakaian, mandi dan toileting bagaimana
DO:
Respon terhadap aktifitas biasanya takikardi, takipneau, kelelahan dan sesak.
Kardiovaskular
DS:
BB menurun
DO:
Nadi cepat atau lambat
TD biasanya naik atau turun
Auskultasi jantung, bunyi jantung normal atau tidak
Respirasi
DS:
Sering batuk-batuk dan kadang juga hingga sesak
Karakteristik sputum biasanya kental dan jumlahnya banyak
Klien biasanya mengeluh sesak jika kondisi berat
DO:
RR biasanya meningkat
Kualitas pernapasan biasanya cepat dan dangkal
Pola napas biasanya terkadang tidak teratur
Pemeriksaan dada:
Inspeksi dada biasanya normal
Perkusi dada biasanya ada bagian yang suara redup
Auskultasi dada biasanya juga timbul wheezing jika kronis
Sputum biasanya keluar terus
e. Persepsi atau kognisi
Perhatian dan orientasi
DS:
Tingkat pendidikan sampai dimana
Kesiapan untuk mendapatkan informasi kesehatan bagaimana
Kurang pengetahuan tentang penyakit biasanya
DO:
Memori jangka panjang atau pendek bagaimana?
Kesiapan belajar?
Persepsi atau sensasi
DS:
Sakit kepala ada atau tidak, lokasi dan frekuensi?
DO:
Penjagaan fisik saat aktvitas tertentu ada atau tidak
Kelemahan fisik

Komunikasi
DS:
Ungkapan pasien tentang masalahnya atau rasa takut dan kegelisahannya ada
atau tidak?
DO:
Bahasa yang digunakan apa
Kejelasan pengucapan bagaimana
Kesulitan dalam menyampaikan pemikiran atau kata-kata
f. Persepsi Diri
DS:
Rasa cemas biasanya muncul saat sesak
DO:
Biasanya tampak cemas
g. Koping Dan Toleransi Stress
DS:
Kemampuan untuk mengatasi rasa cemas bagaimana
DO:
Perilaku yang menampakkan rasa cemas seperti gelisah
h. Keamanan Dan Perlindungan
DS:
Kebutuhan akan selimut?
Panas atau dingin?
DO:
Suhu biasanya naik atau turun
Biasanya sering muncul keringat di malam hari
i. Kenyamanan
DS:
Klien biasanya sesak jika sudah kronis
DO:
Tampak sering batuk-batuk

5. Pemeriksaan Penunjang Yang Dapat di Lakukan Untuk Menunjang Diagnosa


Keperawatan TB Paru
Laboratorium : Biasanya diperiksa kuman BTA dari BTA I hingga III.
Radiologi : biasanya dilakukan foto thorak untuk melihat paru-paru klien apakah
masih bagus atau sudah infeksi
6. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Dapat Muncul
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas (eksudat dalam
alveoli, mucus berlebihan, sekresi yang tertahan, spasme jalan nafas), fisiologis
(infeksi)
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan
membrane alveolar-kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis,
ketidakmampuan makan, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi makanan, kurang asupan makanan
4. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi

7. RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI
NO KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN (NIC)
(NOC)
1. Ketidakefektifan NOC : NIC :
bersihan jalan napas Respiratory status :Airway suction
b.d obstruksi jalan Ventilation - Pastikan kebutuhan oral / tracheal
nafas (eksudat dalam Respiratory status : suctioning
alveoli, mucus Airway patency - Auskultasi suara nafas sebelum dan
berlebihan, sekresi Aspiration Control sesudah suctioning.
yang tertahan, spasme - Informasikan pada klien dan
jalan nafas), fisiologisKriteria Hasil : keluarga tentang suctioning
(infeksi) - Mendemonstrasikan batuk - Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan.
efektif dan suara nafas - Berikan O2 dengan menggunakan
yang bersih, tidak ada nasal untuk memfasilitasi suksion
sianosis dan dyspneu nasotrakeal
(mampu mengeluarkan - Gunakan alat yang steril sitiap
sputum, mampu bernafas melakukan tindakan
dengan mudah, tidak ada - Anjurkan pasien untuk istirahat dan
pursed lips) napas dalam setelah kateter
- Menunjukkan jalan nafas dikeluarkan dari nasotrakeal
yang paten (klien tidak - Monitor status oksigen pasien
merasa tercekik, irama - Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas, frekuensi melakukan suksion
pernafasan dalam rentang - Hentikan suksion dan berikan
normal, tidak ada suara oksigen apabila pasien
nafas abnormal) menunjukkan bradikardi,
- Mampu peningkatan saturasi O2, dll.
mengidentifikasikan dan
mencegah factor yangAirway Management
dapat menghambat jalan - Buka jalan nafas, guanakan teknik
nafas chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
- Lakukan suction pada mayo
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
- Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status O2
2 Gangguan pertukaranNOC : NIC :
gas b.d Respiratory Status : GasAirway Management
ketidakseimbangan exchange - Buka jalan nafas, guanakan teknik
ventilasi-perfusi,  Respiratory Status : chin lift atau jaw thrust bila perlu
perubahan membrane ventilation - Posisikan pasien untuk
alveolar-kapiler  Vital Sign Status memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya
Kriteria Hasil : pemasangan alat jalan nafas buatan
- Mendemonstrasikan - Pasang mayo bila perlu
peningkatan ventilasi dan - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
oksigenasi yang adekuat - Keluarkan sekret dengan batuk atau
- Memelihara kebersihan suction
paru paru dan bebas dari - Auskultasi suara nafas, catat adanya
tanda tanda distress suara tambahan
pernafasan - Lakukan suction pada mayo
- Mendemonstrasikan - Berikan bronkodilator bial perlu
batuk efektif dan suara - Berikan pelembab udara
nafas yang bersih, tidak - Atur intake untuk cairan
ada sianosis dan dyspneu mengoptimalkan keseimbangan
(mampu mengeluarkan - Monitor respirasi dan status O2
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak adaRespiratory Monitoring
pursed lips) - Monitor rata – rata, kedalaman,
- Tanda tanda vital dalam irama dan usaha respirasi
rentang normal - Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostals
- Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
- Catat lokasi trakea
- Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
- Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
- Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
- Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
3 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari Nutritional Status : foodNutrition Management
kebutuhan tubuh b.d and Fluid Intake - Kaji adanya alergi makanan
factor biologis,Kriteria Hasil : - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
ketidakmampuan - Adanya peningkatan menentukan jumlah kalori dan
makan, berat badan sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
ketidakmampuan tujuan - Anjurkan pasien untuk
mencerna makanan,- Berat badan ideal sesuai meningkatkan intake Fe
ketidakmampuan dengan tinggi badan - Anjurkan pasien untuk
mengabsorbsi - Mampu mengidentifikasi meningkatkan protein dan vitamin
makanan, kurang kebutuhan nutrisi C
asupan makanan - Tidak ada tanda tanda - Berikan substansi gula
malnutrisi - Yakinkan diet yang dimakan
- Tidak terjadi penurunan mengandung tinggi serat untuk
berat badan yang berarti mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih
( sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat
badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
4 Hipertemia NOC : NIC :
berhubungan dengan Thermoregulation Fever treatment
proses inflamasi Kriteria Hasil : - Monitor suhu sesering mungkin
- Suhu tubuh dalam - Monitor IWL
rentang normal - Monitor warna dan suhu kulit
- Nadi dan RR dalam - Monitor tekanan darah, nadi dan
rentang normal RR
- Tidak ada perubahan Monitor
- penurunan tingkat
warna kulit dan tidak ada kesadaran
pusing, merasa nyaman - Monitor WBC, Hb, dan Hct
- Monitor intake dan output
- Berikan anti piretik
- Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
- Selimuti pasien
- Lakukan tapid sponge
- Berikan cairan intravena
- Kompres pasien pada lipat paha
dan aksila
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation
- Monitor suhu minimal tiap 2 jam
- Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
- Monitor TD, nadi, dan RR
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
- Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
- Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
- Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
- Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
- Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
- Ajarkan indikasi dari hipotermi
dan penanganan yang diperlukan
- Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
- Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

You might also like