You are on page 1of 39

SIMULASI PENDIDIKAN KESEHATAN DIABETES MELLITUS TIPE II

DIAJUKAN SEBAGAI TUGAS


KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Disusun Oleh: Kelompok 3


1. Feri Yuliansi (04021181419001)
2. Msy. Hartina Ulfa (04021181419010)
3. Dina Aprimilda (04021181419011)
4. Wulandari (04021181419018)
5. Atika Putri Rahmadhani (04021181419022)
6. Marta Sari (04021281419024)
7. Anissa Napreyani Utami (04021281419026)
8. Winni Gianita Eldi (04021281419027)
9. Lidya Oktarina Graesesha (04021281419028)
10. Syanindita Nur Rahmadhani (04021281419036)
11. Intan Yuliasman Pratiwi (04021281419037)
12. Dewi Lestari (04021281419038)
13. Euis Fiza Fauziah (04021181419042)

Fasilitator: Fuji Rahmawati S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menurut International Diabetes Federation (IDF) 2015 jumlah penderita
diabetes mellitus tipe dua meningkat di beberapa negara. Menurut estimasi IDF tahun
2015, sekitar 415 juta orang dewasa menderita diabetes. Pada tahun 2040 ini akan
meningkat menjadi 642 juta. Satu dalam dua (46%) orang penderita diabetes tidak
terdiagnosa. Diabetes menyebabkan 5 juta kematian pada tahun 2015 dan setiap enam
detik seseorang meninggal karena diabetes. Selain itu, diabetes menyebabkan
pengeluaran kesehatan sebesar USD 673 miliar pada tahun 2015 dan 12% dari total
pengeluaran digunakan untuk orang dewasa. Data IDF tahun 2015 menunjukkan bahwa
jumlah pasien diabetes melitus di Indonesia sekitar 10 juta orang, sedangkan pada tahun
2040 diperkirakan jumlahnya meningkat menjadi 16 juta orang.
Prevalensi diabetes militus menurut Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa
proporsi diabetes di Indonesia pada tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat
dibandingkan tahun 2007. Proporsi diabetes melitus di Indonesia sebesar 6,9 %,
toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 29,9% dan glukosa darah puasa (GDP)
terganggu sebesar 36,6%. Proporsi penduduk di pedesaan yang menderita diabetes
melitus hampir sama dengan penduduk di perkotaan. Prevalensi diabetes melitus
meningkat dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013) (Lind, Odén, Fahlén, &
Eliasson, 2009 and Fauci et al, 2008)
Penyakit diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
mengakibatkan terjadinya berbagai penyulit menahun, seperti penyakit serebrovaskular,
penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, gangguan pada mata,
ginjal dan syaraf. Penyandang diabetes mellitus mempunyai risiko 2 kali lebih besar
untuk mengalami penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak, 5 kali
lebih mudah menderita ulkus/gangren, 7 kali lebih mudah mengidap gagal ginjal
terminal, dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina daripada
pasien non diabetes. Usaha untuk menyembuhkan kembali menjadi normal sangat sulit
jika sudah terjadi penyulit, karena kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap.
Usaha pengelolaan pencegahan diperlukan lebih dini untuk mengatasi penyulit tersebut
dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang
tidak menguntungkan (Riskesdas, 2013).
Pengelolaan penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan
tenaga kesehatan lain. Pasien dan keluarga juga mempunyai peran yang penting,
sehingga perlu mendapatkan edukasi untuk memberikan pemahaman mengenai
perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan DM. Pemahaman yang
baik akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam upaya
penatalaksanaan DM guna mencapai hasil yang lebih baik (Perkeni, 2015).
Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal sebagai empat pilar penting dalam
mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah terapi
nutrisi, aktifitas fisik, farmakologi, dan edukasi (Lind, Odén, Fahlén, & Eliasson, 2009).

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Diabetes Melitus (DM) tipe 2


Hari/tanggal : Minggu/17 September 2017
Waktu : 10.00-11.00 WIB
Penyaji : Mahasiswa PSIK
Sasaran : Klien penderita DM tipe 2 dan keluarganya
Tempat : Aula Posyandu, Jalan Anggrek No. 3 Timbangan, Indralaya

A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah penyuluhan 1 x 60 menit, klien dan keluarga diharapkan dapat
mengetahui 4 pilar penatalaksanaan DM tipe 2 (edukasi, pola makan,
olahraga dan farmakologi).

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan dan demontrasi selama 1 x 60
menit, klien dan keluarga dapat memahami apa yang telah di sampaikan
dengan kriteria hasil:
a. Klien dan keluarga dapat menjelaskan pengertian DM tipe 2 dengan
benar
b. Klien dan keluarga menyebutkan penyebab terjadinya DM tipe 2 dengan
benar
c. Klien dan keluarga dapat menjelaskan tanda dan gejala DM tipe 2
dengan benar
d. Klien dan keluarga menjelaskan cara menjaga pola makan bagi penderita
DM tipe 2 dengan benar
e. Klien dan keluarga dapat menjelaskan olahraga apa saja yang dapat
dilakukan oleh penderita DM tipe 2 dengan benar
f. Klien dan keluarga dapat menjelaskan obat-obat apa saja untuk penderita
DM tipe 2 dengan benar

B. SASARAN
Klien penderita DM tipe 2 dan keluarganya sebanyak 20 orang.

C. GARIS-GARIS MATERI
1. Pengertian DM tipe 2
2. Penyebab DM tipe 2
3. Tanda dan gejala DM tipe 2
4. Pola makan DM tipe 2
5. Olahraga DM tipe 2
6. Farmakologi DM tipe 2

D. METODE PENYULUHAN
Memaparkan topik mengenai DM tipe 2 melalui ceramah kepada masyarakat
dengan menampilkan power point presentation (ppt), membagikan booklet berisi
informasi DM tipe 2 dan tanya jawab dengan masyarakat mengenai diabetes
melitus.

E. MEDIA PENYULUHAN
Menggunakan booklet dan power point presentation (ppt)
F. PELAKSANAAN KEGIATAN

No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu


1. Memberikan salam 1. Peserta menjawab
salam

2. Memperkenalkan diri 2. Peserta


mendengarkan
10.00-
1. Pembukaan 10.05
3. Menyampaikan tujuan 3. Peserta
WIB
dan membagi booklet mendengarkan dan
menerima booklet

4. Menyepakati kontrak 4. Peserta menjawab


waktu menyepakati kontrak
1. Menanyakan persepsi 1. Peserta menjawab
peserta tentang DM tipe
2

2. Peserta
2. Menjelaskan isi materi
mendengarkan dan
a. Memberikan
memperhatikan
penjelaskan
secara seksama
pengertian DM tipe
2
b. Memberikan
penjelasan
mengenai penyebab
terjadinya DM tipe
2
c. Memberikan
penjelasan tanda
dan gejala DM tipe
2 10.05-
2. Isi d. Memberikan 10.45
penjelasan tentang WIB
bagaimana cara
mengatur pola
makan pada
penderita DM tipe 2
e. Memberikan
penjelasan tentang
bagaimana cara
olahraga yang baik
pada penderita DM
tipe 2
f. Memberikan
penjelasan tentang
obat-obat apa saja
untuk penderita DM
tipe 2

3. Memberikan
3. Peserta bertanya
kesempatan peserta
kepada penyuluh
untuk bertanya

4. Mengevaluasi secara
4. Peserta menjawab
verbal pada peserta
pertanyaan yang
penkes
dilontarkan
1. Menyampaikan hasil 1. Peserta
10.45-
kegiatan memperhatikan
3. Penutup 11.00
WIB
2. Mengakhiri kegiatan 2. Peserta menjawab
dengan salam salam

3. Berfoto bersama 3. Berfoto bersama


dengan peserta yang penyuluh
menghadiri penyuluhan
tentang DM tipe 2

G. SETTING TEMPAT

Layar

MEJA

Ket :
: Peserta
: Penyuluh
: Moderator
: Observer dan notulen
: Fasilitator

H. URAIAN TUGAS
1. Penyaji : Winni Gianita Eldi
a. Memberikan penyuluhan kepada peserta tentang DM tipe 2
2. Moderator : Msy Hartina Ulfa
a. Membuka acara
b. Menyampaikan susunan acara
c. Menyampaikan tujuan pertemuan
d. Mengatur ketepatan waktu
e. Menutup acara
3. Observer dan notulen: Marta Sari
a. Mengobservasi jalannya acara
b. Mengingatkan moderator dan fasilitator jika ada penyimpangan
c. Memberikan masukkan atau laporan dari hasil kegiatan
d. Membuat catatan penting yang terjadi selama acara
e. Bertanggungjawab mendokumentasikan seluruh kegiatan dan
membacakan hasil.
4. Fasilitator : Dina Aprimilda dan Wulandari
a. Membagikan booklet kepada peserta
b. Mengingatkan partisipasi dan keaktifan peserta pertemuan

I. EVALUASI
1. Evaluasi stuktur
a. SAP sudah siap satu hari sebelum dilaksanakan kegiatan
b. Alat dan tempat siap
c. Perencanaan pendidikan kesehatan yang sesuai dan tepat
d. Peserta yang hadir 80% dari yang diundang
e. Mahasiswa yang hadir 100% dan anggota kelompok menjalankan tugas
sesuai dengan job description

2. Evaluasi Proses
a. Peserta aktif dan antusias selama kegiatan penyuluhan
b. Alat atau media berfungsi dengan baik
c. Waktu sesuai dengan alokasi
d. Mahasiswa terlibat aktif sesuai dengan perannya
3. Evaluasi Hasil
a. Pengetahuan peserta tentang DM tipe 2 meningkat
b. 80% peserta mampu menjawab pertanyaan dari penyuluh dengan benar
Lampiran Materi

1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya (Perkeni, 2015). Menurut American Diabetes Association (ADA)
2015, DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin
yang progresif. DM merupakan sekelompok gangguan metabolik dengan gejala umum
hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe diabetes yang merupakan akibat dari interaksi
kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan (Fauci et al, 2008).
DM merupakan sebuah penyakit, di mana kondisi kadar glukosa di dalam darah
melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara adekuat. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh
pankreas dan merupakan zat utama yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
kadar gula darah dalam tubuh agar tetap dalam kondisi seimbang. Insulin berfungsi
sebagai alat yang membantu gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan
energi atau disimpan sebagai cadangan energi (Mahdiana, 2010).
Penyakit DM merupakan penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan
terus menerus dari tahun ke tahun. Diabetes adalah penyakit metabolik yang ditandai
dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh gangguan
sekresi insulin, dan resistensi insulin atau keduanya. Hiperglikemia yang berlangsung
lama (kronik) pada Diabetes Melitus akan menyebabkan kerusakan gangguan fungsi,
kegagalan berbagai organ, terutama mata, organ, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
darah lainnya (Suastika et al., 2011).
DM ditandai oleh hiperglikemia kronis. Penderita DM akan ditemukan dengan
berbagai gejala, seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), dan
polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat badan. Hiperglikemia dapat tidak
terdeteksi karena penyakit DM tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) dan sering
disebut sebagai pembunuh
manusia secara diam-diam (silent killer) dan menyebabkan kerusakan vaskular sebelum
penyakit ini terdeteksi. DM dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan
metabolik yang menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular
(Gibney, Margetts, Kearney, & Arab, 2008).

2. Etiologi
Ada dua kategori etiopatologik DM, yaitu DM Tipe 1 dan Tipe 2.
A. Diabetes Mellitus Tipe 1 (DMT1)
DMT1 disebabkan oleh defisiensi insulin. Gambaran sentral adalah
insulinopenia. Reseptor insulin pada umumnya normal, bahkan mungkin kualitas dan
efektivitasnya lebih baik (up-regulated), tetapi tanpa insulin, maka glukosa tidak dapat
masuk ke intraseluler. Kausa DMT1 meliputi yang berikut
1. Destruksi otoimun. Adanya tipe HLA tertentu dan koinsidensi dengan penyakit
otoimun mendukung mekanisme patofisiologik DMT1.
2. Mediasi-virus. Diduga mekanismenya terjadi secara tidak langsung. Antibodi yang
ditujukan menyerang virus (biasanya paramyxovirus), bereaksi dengan dan
menyebabkan kerusakan sel B-pankreas.
3. Pankreatitis berulang. Pankreatitis rekuren akan menyebabkan kerusakan pada
eksokrin dan endokrin pankreas.

B. Diabetes Mellitus Tipe 2


DMT2, berbeda dengan DMT1, tidak bermasalah dengan insulin, akan tetapi
dengan reseptor insulin. Diperkirakan karena defisien jumlah reseptor atau
efektivitas reseptor, pada atau pasca-reseptor. Gambaran sentral resistensi insulin
terlihat pada obesitas. Pada obesitas terjadi penurunan jumlah atau kualitas reseptor
insulin.
Faktor Risiko DM. Faktor risiko yang diyakini terkait dengan DMT2 adalah
usia >45 tahun; berat badan (BB) berlebih >110% dari BB-idaman atau indek masa
tubuh (IMT) >23 kg/m2. Hipertensi (>140/90 mmHg), riwayat DM pada garis
keturunan, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi >4000
gram; kadar HDL-kolesterol <25 mg/dL dan atau kadar trigliserida >250 mg/dL

3.Gejala diabetes melitus


Gejala akut diabetes melitus yaitu : Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak
minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan
bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu),
mudah lelah.
Gejala kronik diabetes melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari
4kg (Fatimah, 2015).

4. Empat Pilar Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


1. Edukasi Diabetes Mellitus Tipe II
A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin yang dapat menimbulkan beberapa komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

B. Faktor Risiko
a. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
- Obesitas (berat badan lebih)
- Kurangnya aktivitas fisik
- Hipertensi
- Dislipidemia (peningkatan kadar lemak darah)
- Diet tidak sehat dan tidak seimbang
- Merokok
- Konsumsi alkohol
b. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
- Ras dan etnik
- Umur (>65 tahun)
- Jenis kelamin
- Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB >4000 gram
- Riwayat lahir dengan BBLR <2500 gram

C. Tanda dan Gejala DM tipe 2


- Poliuria, polidipsi dan polifagia
- Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
- Lemah
- Kesemutan
- Gatal
- Mata kabur
- Disfungsi ereksi pada pria
- Pruritus vulva pada wanita

D. Perilaku sehat penyandang diabetes


- Pola makan sehat
- Meningkatkan kegiatan jasmani
- Menggunakan obat secara teratur
- Melakukan pemantauan glukosa darah
- Melakukan perawatan kaki

E. Perawatan kaki pasien DM


Seorang penderita Diabetes Mellitus (DM) harus selalu memperhatikan
dan menjaga kebersihan kaki, melatihnya secara baik walaupun belum terjadi
komplikasi. Jika tidak dirawat, dikhawatirkan suatu saat kaki penderita akan
mengalami gangguan peredaran darah dan kerusakan syaraf yang menyebabkan
berkurangnya sensitivitas terhadap rasa sakit, sehingga penderita mudah
mengalami cedera tanpa ia sadari.
Dengan kadar glukosa darah yang selalu tinggi dan rasa sakit yang hampir
tidak dirasakan, maka luka kecil yang tidak mendapat perhatian akan cepat
menjadi borok yang besar. Tanpa pengobatan cukup dan istirahat total, borok di
kaki bisa menjadi gangren (busuk). Kadangkala kerusakan di kaki yang makin
parah akan berakhir pada amputasi. Masalah yang sering timbul pada kaki,
antara lain kapalan, mata ikan, melepuh, cantengan (kuku masuk ke dalam),
kulit kaki retak, dan luka akibat kutu air, kutil pada telapak kaki, radang ibu jari
kaki (jari seperti martil).
Di bawah ini ada beberapa langkah dalam melakukan perawatan kaki, antara
lain sebagai berikut:
1. Area Pemeriksaan Kaki
a. Kuku jari: periksa adanya kuku tumbuh di bawah kulit (ingrown
nail), robekan atau retakan pada kuku
b. Kulit: periksa kulit di sela-sela jari (dari ujung hingga pangkal jari),
apakah ada kulit retak, melepuh, luka, atau perdarahan
c. Telapak kaki: Periksa kemungkinan adanya luka pada telapak kaki,
apakah terdapat kalus (kapalan), palantar warts, atau kulit telapak
kaki yang retak (fisura)
d. Kelembaban kulit: periksa kelembaban kulit dan cek kemungkinan
adanya kulit berkerak dan kekeringan kulit akibat luka
e. Bau: periksa kemungkinan adanya bau dari beberapa sumber pada
daerah kaki

2. Perawatan (mencuci dan membersihkan) kaki


a. Menyiapkan air hangat: uji air hangat dengan siku untuk mencegah
cedera
b. Cuci kaki dengan sabun yang lembut (sabun bayi atau sabun cair)
untuk menghindari cedera ketika menyabun.
c. Keringkan kaki dengan handuk bersih, lembut. Keringkan sela-sela
jari kaki, terutama sela jari kaki ke-3-4 dan ke-4-5.
d. Oleskan lotion pada semua permukaan kulit kaki untuk menghindari
kulit kering dan pecah pecah
e. Jangan gunakan lotion di sela-sela jari kaki. Karena akan
meningkatkan kelembapan dan akan menjadi media yang baik untuk
berkembangnya mikroorganisme (fungi).

3. Perawatan kuku kaki


a. Potong dan rawat kuku secara teratur. Bersihkan kuku setiap hari
pada waktu mandi dan berikan cream pelembab kuku.
b. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak
terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar
kuku tidak tajam. Jika ragu, Anda bisa meminta bantuan keluarga
atau dokter untuk memotong kuku Anda.
c. Hindarkan terjadinya luka pada jaringan sekitar kuku. Bila kuku
keras, sulit dipotong, rendam kaki dengan air hangat selama ± 5
menit.

Cara lain dalam melakukan perawatan kaki, antara lain sebagai berikut :
1. Jangan berjalan tanpa alas kaki, baik di dalam maupun di luar rumah.
2. Usahakan kaki selalu dalam keadaan hangat dan kering. Untuk itu gunakan kaos
kaki atau stocking dari bahan katun dan sepatu dengan bahan kulit. Jangan lupa
untuk mengganti kaos kaki atau stocking setiap hari.
3. Jangan memakai sepatu atau kaos kaki yang kekecilan (terlalu sempit) dan
periksa sepatu setiap hari sebelum dipakai, pastikan tidak ada kerikil atau benda
kecil lain di dalam sepatu yang dapat melukai kaki.
4. Saat kaki terasa dingin, gunakan kaos kaki. Jangan merendam atau mengompres
kaki dengan panas, dan jangan gunakan botol panas atau peralatan listrik karena
respon kaki terhadap rasa panas sudah berkurang sehingga tidak terasa bila kaki
sampai melepuh.
5. Jangan menggunakan pisau atau silet untuk mengurangi kapalan.
6. Jangan menggunakan obat-obat tanpa anjuran dokter untuk menghilangkan
mata ikan.
7. Jangan membiarkan luka sekecil apapun pada kaki, segera obati dan periksakan
kedokter.

F. Komplikasi
- Hipoglikemia
Adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah terjadi kalau kadar
glukosa turun di bawah 50-60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau
karena aktivitas fisik yang berat.
a. Hipoglikemia ringan : tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan, rasa
lapar
b. Hipoglikemia sedang : sakit kepala, vertigo, penurunan daya ingat,
perubahan emosional, penglihatan ganda, perilaku yang tidak rasional,
perasaan ingin pingsan.
c. Hipoglikemia berat : disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan
dari tidur, kehilangan kesadaran.

- Diabetes ketoasidosis
Hiperglikemia pada ketoasidosis akan menimbulkan poliuria dan
polidipsia (peningkatan rasa haus). Di samping itu, pasien dapat
mengalami penglihatan kabur, kelemahan dan sakit kepala, hipotensi
ortostatik, anoreksia, mual, muntah, dan nyeri abdomen.

- Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotic


Dehidrasi berat, kejang-kejang, perubahan sensori, hemiparesis.

G. Penanganan komplikasi
a. Hipoglikemia
Penanganan harus segera diberikan bila terjadi hipoglikemi. Rekomendasi
biasanya berupa pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral :
- 2-4 tablet glukosa yang dibeli di apotek
- 4-6 ons sari buah apel atau teh manis
- 6-10 butir permen khusus atau permen manis lainnya
- 2-3 sendok teh sirup atau madu
Untuk penanganan hipoglikemia berat bagi pasien yang tidak sadarkan diri,
tidak mampu menelan atau menolak terapi dapat diberikan suntikan preparat
glucagon 1 mg secara subkutan atau intramuscular.
b. Diabetes ketoasidosis
Terapi diarahkan kepada perbaikan tiga permasalahan utama : dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis. Untuk dehidrasi dapat diberikan larutan
saline 0,9% dengan keepatan sangat tinggi (0,5-1 L/jam) selama 2-3 jam.
Masalah elektrolit utama selama terapi adalah kalium yang menurun
sehingga perlu pemberian kalium lewat infuse meskipun konsentrasi kalium
dalam plasma normal. Asidosis yang terjadi pada diabetes ketoasidosis dapat
diatasi dengan pemberian insulin.
c. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotic
Terapi cairan dengan pemberian larutan NaCl 0,9 % atau 0,45%, kalium
ditambahkan ke dalam cairan infuse.

H. Patokan penyaring dan diagnosis DM


Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-198 ≥200
darah sewaktu Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-125 ≥126
darah puasa Darah kapiler <90 90-99 ≥100

2. Perencanaan Makan (Nutrisi Pada Pasien Diabetes Mellitus)


Salah satu pilar utama pengelolaan diabetes adalah perencanaan makan. Tujuan
perencanaan makan dan pengelolaan diabetes antara lain: mempertahankan kadar
glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal, menjamin nutrisi yang optimal untuk
pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil dan janinnya, mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal (Syahbudin, 2005). Pada dasarnya mengelola penyakit Diabetes
Mellitus sebenarnya mudah asal penderita bisa mendisiplinkan diri dan melakukan
olahraga secara teratur, menuruti saran dokter dan tidak mudah patah semangat.
Dalam merencanakan makan untuk pasien diabetes pertama-tama haruslah
dipikirkan secara matang apakah diet itu dipatuhi atau tidak. Jalan terbaik adalah
dengan membuat perencanaan makan yang cocok untuk setiap pasien, artinya harus
dilakukan individualisasi, sesuai dengan cara hidupnya, pola jam kerjanya latar
belakang kulturnya, tingkat pendidikannya, penghasilannya dan lain-lain.
Perencanaan makanan (meal planning) untuk memberikan kesan kepada pasien
agar tidak terlalu menakutkan, karena kata diet selalu dihubungkan dengan penderitaan
sehingga atau dengan segala macam larangan makan berbagai jenis makanan, hingga
kepatuhan pasien rendah. Diet biasannya diartikan pengaturan makan selamanya sesuai
kebutuhan gizi, kebiasaan dan kesukaan pasien (PERKENI, 1998). Dalam rekomendasi
diet menurut ADA (2004) karbohidrat sebesar 55-60% dan lemak 35%. Ternyata
karbohidrat 70-75% masih dapat ditoleransikan terutama pada pasien yang kurang
mampu dan bekerja kasar seperti tukang becak, kuli pelabuhan dan lain-lain.
Diet untuk seorang penderita Diabetes Mellitus terdiri dari 2 yaitu A dan B. Diet
B dengan komposisi 60-70% karbohidrat, 20-30% lemak, dan 10-20% protein, lebih
cocok untuk orang Indonesia dibanding dengan diet A yang terdiri atas 40-50%
karbohidrat, 30-35% lemak dan 20-25% protein (Maahs & Darcy, 2004). Menurut
Soegondo (2009) Anjuran konsumsi karbohidrat untuk pasien diabetes di Indonesia
adalah 60-70% energi. Karbohidrat dalam diet memiliki efek langsung pada tingkat
glukosa darah. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik.
Karbohidrat sebesar 60-70%, protein 10-15% lemak 20-25%. Jumlah energi disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai
dan mempertahankan berat badan ideal (Waspadji, 2005).
Karbohidrat dikonversikan ke glukosa darah dengan cepat dalam waktu jam
setelah makan akan secara langsung berkaitan dengan jumlah karbohidrat yang
dikonsumsi. Jumlah karbohidrat total yang diperlukan setiap harinya didasarkan pada
kebutuhan energi seseorang yang harus terdiri dari 60-70% karbohidrat per hari
(Blanchette, 1996). Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhn energi total yaitu
60-70%, sedangkan kebutuhan protein dan lemak masing-masing 10-15% dan 20-25%
dari kebutuhan energi total (Kristyawan, 2016)

KEBUTUHAN ZAT GIZI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS


1. Protein
ADA pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20% energi dari
protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein
untuk orang dengan diabetes adalah 10– 15% energi. Perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi dengan timbulnya nefropati
pada orang dewasa dan 65% hendaknya bernilai biologi tinggi.

2. Total Lemak
Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih 10%
energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60 – 70% total energi
dari lemak tidak jenuh tunggak dan karbohidrat. Anjuran persentase energi dari lemak
tergantung dari hasil pemeriksaan glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan.
Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat mempertahankan berat
badan yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak
dan remaja) dapat dianjurkan tidak lebih dari 30% asupan energi dari lemak total dan <
10% energy dari lemak jenuh. Dalam hal ini anjuran asupan lemak di Indonesia adalah
20 – 25% energi.
Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti anjuran diet
dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj jenuh, tidak lebih dari 30%
energi dari lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari. Apabila peningkatan
trigliserida dan VLDL merupakan masalah utama, pendekatan yang mungkin
menguntungkan selain menurunkan berat badan dan peningkatan aktivitas adalah
peningkatan sedang asupan

lemak tidak jenuh tunggal 20% energi dengan < 10% masing energi masing-masing dari
lemak jenuh dan tidak jenuh ganda sedangkan asupan karbohidrat lebih rendah.
3. Lemak Jenuh dan Kolesterol
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolestrol adalah untuk
menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu < 10% asupan energi
sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan makanan kolesterol makanan hendaknya
dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari.
4. Karbohidrat dan Pemanis
Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total karbohidrat dari
pada jenisnya. Buah dan susu sudah terbukti mempunyai respon glikemik menyerupai
roti, nasi dan kentang. Walaupun berbagai tepung-tepungan mempunyai respon
glikemik yang berbeda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat yang
dikonsumsi dari pada sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang
dengan diabetes di Indonesia adalah 60 – 70% energi.
5. Sukrosa
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari
perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu dengan
diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa harus
diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak hanya dengan
menambahkannya pada perencanaan makan.
6. Pemanis
a. Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa dan
kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat
memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. Namun
demikian, karena pengaruh penggunaan dalam jumlah besar (20% energi) yang
potensial merugikan pada kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya
menguntungkan sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes.
b. Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols) yang menghasilkan
respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa dan karbohidrat lain. Penggunaan
pemanis tersebut secra berlebihan dapat mempunyai pengaruh laxatif.
b. Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima
sebagai pemanis pada semua penderita DM.

7. Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk
orang yang tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 – 35 gr serat makanan dari
berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 g/hari
dengan mengutamakan serat larut.

8. Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu
tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan sampai
sedang, dianjurkan 2400 mg natrium perhari.
Prinsip Perencanaan Makan Orang Dengan Diabetes Di Indonesia

a. Kebutuhan Kalori.
Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mepertahankan berat badan ideal
komposisi energi adalah 60 – 70% dari karbohidrat, 10 - 15% dari protein dan
20 – 25% dari lemak. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan orang dengan diabetes. Diantaranya adalah dengan
memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kalori/kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor
yaitu jenis kelamin, umur, aktifikasi, kehamilan/laktasi, adanya komplikasi dan
berat badan. Cara lain adalah seperti tabel 1. Sedangkan cara yang lebih
gampang lagi adalah dengan pegangan kasar, yaitu untuk pasien kurus 2300 –
2500 kalori, normal 1700 – 2100 kalori dan gemuk 1300 - 1500 kalori.

Tabel 1. Kebutuhan Kalori Orang Dengan Diabetes.

Kalori/kg BB ideal

Dewasa Kerja santai sedang berat

Gemuk 25 30 35

Normal 30 35 40

Kurus 35 40 40-50

Perhitungan Berat Badan Idaman


Dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut :

Berat badan idaman = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
atau bagi mereka yang berumur lebih dari 40 tahun, rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg.

Sedangkan menurut Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT)
yaitu berat badan (kg) TB2 sebagai berikut :
Berat ideal : BMI 21 untuk wanita
BMI 22,5 untuk pria
b. Gula
Gula dan produk-produk lain dari gula dikurangi, kecuali pada keadaan tertentu,
misalnya pasien dengan diet rendah protein dan yang mendapat makanan cair,
gula boleh diberikan untuk mencukupi kebutuhan kalori, dalam jumlah terbatas.
Penggunaaan gula sedikit dalam bumbu diperbolehkan sehingga memungkinkan
pasien dapat makan makanan keluarga. Penggunaaan gula untuk minuman dapat
diberikan sesuai petunjuk bila diperlukan.
c. Standard Diet Diabetes Mellitus
Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berapa kebutuhan
bahan makanan setiap kali makan dalam sehari dalam bentuk Penukar (P).
Berdasarkan pola makan pasien dan daftar bahan makanan penukar, dapat
disusun menu makanan sehari-hari.
d. Daftar Makanan Penukar
Daftar bahan makanan penukar adalah suatu daftar nama bahan makanan dengan
ukuran tertentu dan dikelompokkan berdasarkan kandungan kalori, protein,
lemak dan hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan dianggap mempunyai
nilai gizi yang kurang lebih sama .

Dikelompokkan menjadi 7 kelompok bahan makanan yaitu :

 Golongan 1 : bahan makanan sumber karbohidrat.


 Golongan 2 : bahan makanan sumber protein hewani.
 Golongan 3 : bahan makanan sumber protein nabati.
 Golongan 4 : sayuran.
 Golongan 5 : buah-buahan.
 Golongan 6 : Susu.
 Golongan 7 : Minyak
 Golongan 8 : makanan tanpa kalori.
Nutrisi Untuk DM Tipe 2 (NIDDM)

Tujuan utama diet pada DM tipe 2 adalah menurunkan dan/atau mengendalikan


berat badan di samping mengendalikan kadar gula dan kolesterol yang mencakup:

1. Makan 3 kali makanan utama dan 2-3 kali camilan per hari dengan interval
waktu sekitar 3 jam.
2. Makan camilan yang rendah kalori dengan indeks glikemik yang rendah dan
indeks kekenyangan yang tinggi, seperti kolang-kaling, cincau, agar-agar,
rumput laut, pisang rebus, kacang hijau serta kacang-kacangan lainnya, sayuran
rendah kalori dan buah-buahan yang tidak manis (apel, belimbing, jambu) serta
alpukat.
3. Hindari kebiasaan minum sari buah secara berlebihan, khususnya pada pagi hari
dan gantikan dengan minuman yang berserat dari kelompok sayuran yang
rendah kalori seperti blender tomat, ketimun, dan labu siam yang sudah direbus.
4. Sertakan rebusan buncis dan sayuran lain yang dapat membantu mengendalikan
glukosa darah dalam menu sayuran sedikitnya dua kali sehari. Buncis, bawang
dan beberapa sayuran lunak lain (pare, terong, gambas, labu siam) dianggap
dapat membantu mengendalikan kadar glukosa darah karena kandungan
seratnya.
5. Biasakan sarapan dengan sereal tinggi serat, seperti havermout kacang hijau,
jagung rebus, atau roti bekatul (whole wheat bread) setiap hari.
6. Makanan pokok bisa bervariasi antara nasi (sebaiknya nasi beras merah/beras
tumbuk), kentang, roti (sebaiknya roti bekatul/whole wheat bread) dan jagung.
Jangan menggabungkan dua atau lebih makanan pokok seperti nasi dengan lauk
mi goring dan perkedel kentang ( karena ketiganya memiliki indeks glisemik
yang tinggi).
7. Hindari penambahan gula pasir pada minuman (kopi, teh) dan makanan sereal.
8. Makanan camilan dan minuman bebas gula yang tersedia di pasaran.
Penyandang diabetes yang gemar memasak dapat membuat kue-kue basah
seperti wafel yang terdiri atas tepung gandum utuh, havermout, putih telur, susu
skim dan sedikit buah-buahan dengan aroma yang mengundang selera misalnya
pisang, stroberi, nanas.
9. Biasakan membuang lemak/gaji dari daging sebelum memasaknya. Kurangi
konsumsi daging merah yang dapat diganti dengan daging putih seperti daging
ayam atau ikan.
10. Gunakan minyak goreng dalam jumloah terbatas (kurang lebih setengah sendok
makan untuk sekali makan). Biasakan memasak dengan cara menumis, merebus,
memepes, memanggang serta menanak, dan hindari kebiasaan menggoreng
makanan dengan banyak minyak.
11. Biasakan makan makanan vegetarian pada waktu santap malam.
12. Dalam membuat menu yang menggunakan telur, setiap merah telur dapat diganti
dengan dua buah putih telur, santan dapat diganti dengan susu skim, dan minyak
diganti dengan saus apel. Untuk menu yang memmerlukan kecap, gunakan
kecap diet dalam jumlah terbatas.
13. Nasihat diet lainnya dapt dimintakan dari ahli gizi/diet.
14. Biasakan berjalan sedikitnya 3 kali seminggu selama >30 menit.

Syarat diet:

1. Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk


metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan untuk
aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau lakatasi dan adanya
komplikasi.
2. Kebutuhan protein 10-15% dari kebutuhan energi total.
3. Kebutuhan lemak 20-25% dari kebutuhan energi total ( <10% dari lemak jenuh,
10% dari lemak tidak jenuh ganda, sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal).
Kolesterol makanan dibatasi maksimal 300 mg/hari.
4. Kebutuhan Karbohidrat 60 -70% dari kebutuhan energi total.
5. Penggunaan gula murni tidak diperbolehkan, bila kadar gula darah sudah
terkendali diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai 5 % dari kebutuhan
energi total.
6. Serat dianjurkan 25 gr / hari.
TABEL DAFTAR MAKANAN UNTUK PENDERITA DM TIPE 2

3. Aktifitas
a. Manfaat olahraga bagi penyandang diabetes melitus:
1) Menurunkan kadar gula darah
2) Mencegah kegemukan
3) Menurunkan lemak darah (kolesterol)
4) Mencegah tekanan darah tinggi
5) Mengurangi resiko penyakit jantung koroner
6) Meningkatkan kualitas hidup dan kemampuan kerja. (Nabyl, 2009)

b. Prinsip
Prinsip olah raga pada DM sama saja dengan prinsip olahraga secara umum,
yaitu memenuhi hal berikut ini (F.I.T.T) :
Frekuensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan secara teratur
Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60 % - 70% MHR
Time (durasi) : 30 – 60 menit
Tipe (jenis) : olahraga endurance (aerobic) unuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda.
(Ilyas(2009), dalam Soegondo, hal 76)

c. Jenis
Jenis olah raga yang baik untuk pengidap DM adalah olah raga yang
memperbaiki kesegaran jasmani. Oleh karena itu harus dipilih jenis olah raga
yang memperbaiki semua komponen kesegaran jasmani yaitu yang memenuhi
ketahanan, kekuatan, kelenturan tubuh, keseimbangan, ketangkasan, tenaga dan
kecepatan.
Contoh jenis-jenis olah raga yang di anjurkan utuk penderita DM, adalah :
1) Jogging
2) Senam aerobic
3) Bersepeda
4) Berenang
5) Jalan santai
6) Senam kesehatan jasmani (SKJ)

Jenis olah raga yang tersebut di atas adalah olah raga yang bersifat :
1) Continuous
Latihan yang diberikan harus berkesinambungan, dilakukan terus menerus
tanpa berhenti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit
pengidap melakukan jogging tanpa istirahat.
2) Rhythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi
dan relaksasi secara teratur. Contoh : latihan ritmis adalah jalan kaki,
jogging, berenang, bersepeda, mendayung.
3) Intensity
Latihan olah raga yang dilakukan selang seling antara gerak cepat dan
lambat. Misalnya, jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan.
Dengan kegiatan yang bergantian pengidap dapat bernafas dengan lega tanpa
menghentikan latihan sama sekali.
4) Progressive
Latihan yang dilakukan harus berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang
lebih berat, secara bertahap. Jadi beban latihan olah raga dinaikan sedikit
demi sedikit sesuai dengan pencapaian latihan sebelumnya.
5) Endurance
Latihan daya tahan tubuh memperbaiki system kardiovaskuler. Oleh karena
itu sebelum ikut program latihan olah raga, terhadap pengidap harus
dilakukan pemeriksaan kardiovaskuler (Ilyas(2009), dalam Soegondo)

d. Tahap-tahap yang dilakukan setiap latihan menurut Ilyas (2009), dalam


Soegondo :
1) Pemanasan (warming up)
Mengurangi kemungkinan terjadinya akibat berolahraga. Lama pemanasan
cukup 5 – 10 menit.
2) Latihan inti (conditioning)
Pada tahap ini denyut nadi di usahakan mencapai target tekanan darah
normal agar latihan benar-benar bermanfaat. Bila target normal tidak
tercapai maka latihan tidak bermanfaat, bila melebihi normal akan
menimbulkan resiko yang tidak diinginkan.

3) Pendinginan (cooling-down)
Pendinginan dilakukan untuk mencegah terjadinya penimbunan asam laktat
yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot, pusing, sesudah berolah raga.
Lama pendinginan kurang lebih 5-10 menit hingga denyut nadi mendekati
denyut nadi istirahat.
4) Peregangan (stretching)
Untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih teregang.

e. Risiko dari olahraga bagi penyandang diabetes yang harus diperhatikan


1) Memperburuk kadar gula darah. Maka hindarilah olahraga berat, latihan
beban, dan olahraga kontak (tinju,yudo). Usahakan asupan cairan yang
cukup.
2) Hipoglikemia akibat olahraga. Monitor kadar gula darah dan siapkan
makanan kecil. Maka hindarilah pemberian insulin dibagian tubuh yang
aktif (berikan insulin di abdomen atau perut), juga kurangi dosis insulin
sebelum berolahraga.
3) Gangguan pada kaki. Maka pakailah sepatu yang sesuai dan usahakan agar
kaki selalu bersih serta kering.
4) Komplikasi jantung. Maka periksalah kesehatan sebelum melakukan
program olahraga. Lakukanlah program olahraga individu secara
berkelompok.
5) Cedera otot dan tulang. Selalu lakukan pemanasan dan pendinginan,
intensitas latihan ditingkatkan bertahap, serta hindari latihan yang
berlebihan. (Nabyl, 2009)

f. Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan saat merencanakan


program latihan atau olahraga bagi penderita diabetes
1) Ketahui kontraindikasi dan keterbatasan diabetisi
2) Harus realistik sebab diabetisi akan melakukan olahraga secara teratur
apabila diabetisi merasakan manfaat dan menyenanginya
3) Peningkatan intensitas dan durasi dilakukan secara bertahap
4) Ingatkan resiko terjadinya hipoglikemia
5) Ingatkan bahwa olahraga atau beraktifitas fisik apa saja lebih baik daripada
tidak melakukan sam sekali. (Ilyas(2009), dalam Soegondo, hal 81)

g. Pengawasan selama latihan menurut Nabyl (2009) :


1) Monitor denyut nadi (diperiksa setiap selesai tahap pemanasan, latihan inti
dan pendinginan.
2) Monitor keluhan seperti : pusing, lemas, sesak, dll (periksa kembali kadar
gula darah).
4. Pengobatan
Dasar – dasar terapi farmakologis menurut Persatuan Endokrionologi Indonesia
(PERKENI) 2015 yaitu, terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan.
1. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan
ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah hipoglikemia.
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
a. Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus diabetes
mellitus tipe 2 (DMT2). Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak
boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73m2,
adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK,
gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa
gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
b. Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara
lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.
Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan
faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat
yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
3) Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
a. Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan: GFR ≤
30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam
usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping
pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah
Acarbose.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glucagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).
Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin,
Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat approvable letter dari Badan
POM RI pada bulan Mei 2015.

2. Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.
1) Insulin
A. Insulin diperlukan pada keadaan :
a. HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
b. Penurunan berat badan yang cepat
c. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
d. Krisis Hiperglikemia
e. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
f. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
g. Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
j. Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
B. Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis, yakni :
a. Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
b. Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
c. Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
d. Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
e. Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
f. Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)
C. Efek samping terapi insulin
a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
b. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi
akut DM
c. Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin

D. Dasar Pemikiran Terapi Insulin


a. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu menyerupai pola sekresi insulin yang
fisiologis
b. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin
prandial atau keduanya.
c. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan
d. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
e. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa
darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi
oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran
glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau
panjang)
f. Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum
tercapai.
g. Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan
HbA1c belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa
darah prandial (meal related). Insulin yang dipergunakan untuk
mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat
(rapid acting) yang disuntikan 5-10 menit sebelum makan atau insulin
kerja pendek (short acting) yang disuntikkan 30 menit sebelum makan.
h. Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan obat antihiperglikemia
oral untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat
peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau
penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose), atau
metformin (golongan biguanid)
i. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah harian.
E. Cara penyuntikan insulin:
a. Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit
b. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau drip
c. Insulin campuran (mixed insulin) merupakan kombinasi antara insulin
kerja pendek dan insulin kerja menengah, dengan perbandingan dosis
yang tertentu, namun bila tidak terdapat sediaan insulin campuran
tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan
pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.
d. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus
dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
e. Penyuntikan insulin dengan menggunakan semprit insulin dan jarumnya
sebaiknya hanya dipergunakan sekali, meskipun dapat dipakai 2-3 kali
oleh penyandang diabetes yang sama, sejauh sterilitas penyimpanan
terjamin. Penyuntikan insulin dengan menggunakan pen, perlu
penggantian jarum suntik setiap kali dipakai, meskipun dapat dipakai 2-3
kali oleh penyandang diabetes yang sama asal sterilitas dapat dijaga.
f. Kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan
semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit) harus diperhatikan,
dan dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia
hanya U100 (artinya 100 unit/ml).
g. Penyuntikan dilakukan pada daerah: perut sekitar pusat sampai
kesamping, kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua
paha bagian luar.
2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan
baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga
terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan,
menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek
penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi
menurunkan berat badan pada pasien DM dengan obesitas. Pada percobaan
binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek
samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide,
dan Lixisenatide.
Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di
Indonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6
mg perhari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu minggu untuk
mendapatkan efek glikemik yang diharapkan. Dosis bisa dinaikkan sampai
dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg tidak direkomendasikan. Masa
kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali sehari secara subkutan.

PENGOBATAN DIABETES MELLITUS


Selain terapi, pasien DM juga harus melakukan kontrol rutin untuk mengetahui
kadar glukosa darah dan perkembangan penyakitnya. Dengan melakukan kontrol rutin,
dokter dan pasien dapat memperlambat progresivitas penyakit sehingga komplikasi
dapat dicegah. Umumnya, pasien DM tidak melakukan kontrol bila tidak ada gangguan.
Pasien tersebut baru akan memeriksakan kesehatan bila timbul keluhan. Semakin buruk
kontrol individu terhadap kadar glukosa darah maka akan semakin mudah terkena
komplikasi (Sugiarto, 2012).
Pemantauan terhadap kondisi penderita dapat dilakukan apoteker pada saat
pertemuan konsultasi rutin atau pada saat penderita menebus obat, atau dengan
melakukan hubungan telepon. Pemantauan kondisi penderita sangat diperlukan untuk
menyesuaikan jenis dan dosis terapi. Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada pasien
diabetes disebabkan karena komplikasi, antara lain komplikasi makrovaskular. Hasil
penelitian menunjukkan, penurunan kadar gula saja dapat tidak dapat menurunkan
komplikasi makrovaskular. Oleh karena itu ada area lain dari diabetes yang harus
diperhatikan untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas secara keseluruhan, antara
lain:
1. Tekanan darah (target < 130/80 mm Hg)
2. LDL kolesterol (target < 100 mg/dl)
3. Penggunaan aspirin untuk pasien DM dengan hipertensi dan resiko jantung
4. Pemeriksaan mata, kaki, gigi (1x/tahun)
5. Vaksinasi influenza dan pneumokokal
Penjelasan diberikan kepada pasien mengenai target dan diharapkan pasien mengerti
mengapa monitoring memegang peranan penting dalam terapi pencegahan (Depkes,
2005).
Standar pemeriksaan kadar gula darah di pelayanan kesehatan idealnya
dilakukan minimal tiga bulan sekali setelah kunjungan pertama, yang meliputi
pemeriksaan kadar gula darah puasa, kadar gula darah 2 jam setelah makan, dan
pemeriksaan HbA1C (Mahendra, 2008). Untuk pemeriksaan kadar gula darah sewaktu
idealnya dilakukan sebanyak empat kali sehari setiap sebelum makan dan sebelum tidur
dan dapat dilakukan di rumah (Tandra, 2013). Menurut Mahendra (2008) dan
Kemenkes RI (2008) menyebutkan bahwa kontrol kadar gula darah dikatakan teratur
apabila dilakukan berkala minimal 3 bulan sekali yang meliputi pemeriksaan kadar gula
puasa dan kadar gula darah 2 jam setelah makan atau hanya teratur melakukan
pemeriksaan HbA1c saja.
Asosiasi Diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali (mulai
dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan segera setelah
didiagnosis menderita diabetes tipe 2) dengan alasan sebagai berikut:
1. Seseorang yang mengidap retinopati DM tidak sadar, karena penyakit ini tidak
selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin parah.
2. Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan komplikasi
retinopati DM berkembang.
3. Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat mengetahui dan
mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya
setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit mata
lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya, mereka tidak mengetahui bahwa mereka
telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang signifikan. Para
ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat
dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes (ADA,
2015).
Menurut The American Diabetes Association (2010) terdapat beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini Retinopati Diabetika (RD). Pemeriksaan
funduskopi merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis RD.
Rekomendasi tersebut antara lain:
1. Pada pasien dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe 1
harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu
lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan.
2. Penderita DM tipe 2 harus menjalani pemeriksaan lengkap oleh dokter spesialis
mata segera setelah didiagnosis DM.
3. Pemeriksaan mata pada penderita DM tipe 1 dan 2 harus dilakukan rutin setiap
tahun oleh dokter spesialis mata.
4. Frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil
pemeriksaan normal dan ditingkatkan apabila ada tanda retinopati progresif.
5. Pada wanita hamil yang menderita DM, harus melakukan pemeriksaan rutin sejak
trisemester pertama sampai satu tahun pasca persalinan.
Kepatuhan melakukan kontrol kesehatan mata adalah salah satu poin terpenting
dalam penatalaksaan pasien DM dengan atau tanpa retinopati sehingga dapat
menurunkan angka kebutaan akibat retinopati DM (Garg & Davis, 2009). Kepatuhan
yang rendah untuk melakukan tatalaksana pencegahan kebutaan sering ditemukan di
beberapa negara berkembang. Kepatuhan untuk rutin melakukan kontrol gula darah dan
tekanan darah sangat
rendah di Indonesia. Sedikit yang menyadari pentingnya melakukan kontrol kesehatan
pada pasien penderita DM di Indonesia (Adriono et al., 2011). Beberapa peneliti
menyebutkan tidak tersedianya waktu dan tidak mampu membayar adalah salah satu
alas an penyandang DM tidak memeriksakan matanya apalagi rutin setiap tahun (Moss
et al., 1995).
Menurut National Diabetes Education Program (2008), penderita diabetes
mellitus harus mendapatkan perawatan secara rutin agar terhindar dari masalah.
Penderita harus mengunjungi tim perawatan kesehatan setidaknya dua kali setahun
untuk menemukan dan mengatasi masalah secara dini. Penderita bersama tenaga
kesehatan harus mendiskusikan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencapai
sasaran-sasaran. Pada setiap kunjungan, sebaiknya penderita melakukan pemeriksaan
tekanan darah, pemeriksaan kaki, pemeriksaan berat badan. Kemudian dua kali setahun,
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan A1C. Pemeriksaan boleh jadi dilakukan lebih
sering apabila angkanya berada di atas 7. Selanjutnya, sekali setahun lakukan
pemeriksaan kolesterol, pemeriksaan trigliserida (semacam lemak di dalam darah),
pemeriksaan kaki lengkap, pemeriksaan gigi untuk mengetahui kondisi gigi dan gusi,
dan penderita harus memberitahu dokter gigi bahwa sedang menderita diabetes,
pemeriksaan mata lebar untuk mengetahui adanya masalah pada mata, suntikan
terhadap flu, dan pemeriksaan air kencing dan darah untuk mengetahui apakah ada
masalah dengan ginjal. Terakhir, penderita setidaknya melakukan pemeriksaan
pneumonia sekali.
Daftar Pustaka

Adriono, G., Wang, D., Octavianus, C. & Congdon, N. (2011). Use of Eye Care Services
Among Diabetic Patients in Urban Indonesia. Arch Ophthalmol, 129, 930-5.
American Diabetes Association. (2010). Diabetic Retinopathy. Available at:
http://care.diabetesjournals.org/content/25/suppl_1/s90.full.pdf.
American Diabetes Association. (2015). Classification and Diagnosis of Diabetes.
Diabetes Care; Vol 38(Suppl. 1): S8-16
Azrimaidaliza. 2011. Studi Literatur: Asupan Gizi dan Penyakit Diabetes Mellitus.
Universitas Andalas
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen
Kesehatan RI. (2008). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit
Diabetes Mellitus. Jakarta.
Fauci, AS., et al., (2008). Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA:
The Mc Graw-Hill Companies, Inc. 2008; pp.338.
Fatimah, R. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Artikel Review. Vol 4 No.2. Tersedia dari
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/615/619
Garg, S. & Davis, R. M. (2009). Diabetic Retinopathy Screening Update. Clinical
Diabetes, 27, 140
Gibney, M.J., Margetts, B.M., Kearney, J.M., dan Arab, L. (2008). Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. h. 408.
Hidayat, Anas Rahmad & Nurhayati, Isnani. (2014). Perawatan Kaki Pada Penderita
Diabetes Militus Di Rumah. Jurnal Permata Indonesia. 5(2), 49-54
Hiswani. Studi Literatur: Peranan Gizi dalam Diabetes Mellitus. FK Universitas
Sumatra Utara
International Diabetes Federation. (2015). About Diabetes. [diakses tanggal 14
September 2017]. Tersedia dari https://www.idf.org/about-diabetes/what-is-
diabetes.
International Diabetes Federation. (2015). IDF Diabetes Atlas. 7th edition. [diakses
tanggal 14 September 2017]. Tersedia dari http://www.diabetesatlas.org/across-
the-globe.html
KEMENKES RI Direktorat Bina Gizi Subdit Bina Gizi Klinik. 2011. Diet Diabetes
Mellitus
Kristyawan, Firdaus. 2016. Jurnal: Nutrisi Diet Untuk Diabetes Mellitus. Malang:
Universitas Brawijaya.
Mahdiana, R. (2010). Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta : Tora Book.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2015). Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. hlm.4-10, 15-29.
Riyadi, Sujono. (2011). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Smeltzer, Suzzane C. & Bare, Brenda G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC
Suastika, K. (2011). Tanya Jawab Seputar Obesitas dan Diabetes. Denpasar: Udayana
University Press
Sugiarto, RB. (2012). Kepatuhan Kontrol Dengan Tingkat Kadar Gula Darah Pasien
Diabetes Melitus di Rumah Sakit Baptis Kediri. Stikes;5(2):213–22.

You might also like