You are on page 1of 8

300 Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya

Bukan hanya 3, tapi ternyata ada 300+ amal sholeh yang pahalanya terus mengalir. Ini benar-benar
jendela baru buat kita.

Sedekah Pagi untuk Kesuksesan Kita


Karena saya anggap sangat penting, tema ini saya bawakan saat ceramah / khutbah di beberapat.
Kadang saya beri judul “Rahasia Revolusi Finansial Hakiki”

Kejamnya Waktu Subuh


Ini termasuk salah satu artikel yang “nyleneh” karena orang lain biasanya membahas tentang
keutamaan waktu Subuh. Karena judulnya yang unik, artikel ini bisa masuk nominasi yang terbaik.
Saya sering melihat di Group WA dan FB orang yang copas artikel ini, tapi di sana tercantum nama

penulisnya bukan saya Kok bisa, yah?

17 Pengetahuan Wajib Tentang Ramadhan


Artikel ini bukan berarti hanya dibaca saat memasuki bulan Ramadhan saja, tapi perlu dibaca
sekarang agar puasa Ramadhan mendatang lebih baik.

Dosis Ingat Mati, Berapa Minimal Menurut Islam?


Pembahasan yang membuka jendela baru buat kita semua

Gerak Lisan : Rahasia Menggapai Shalat Khusyu


Rahasia shalat khusyu yang satu ini belum pernah saya lihat di blog lain. Mungkin karena kelangkaan
ini membuat rating artikel ini meroket.

10 Ucapan Ramadhan yang Lebih Menggigit


Ucapan Ramadhan yang disuguhkan dalam artikel pilihan ini berbeda dengan kebanyakan ucapan
memasuki bulan puasa yang sering anda jumpai. Silakan temukan bedanya…

Pentingnya Memahami Bacaan Shalat


Memahami bacaan shalat adalah perintah Allah dalam QS An Nisa, “Janganlah engkau shalat sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sampai engkau mengerti apa yang engkau ucapkan”.

Menyiasati Kekeliruan Persepsi “Minal Aidin”


Mungkin anda sering menjumpai kekeliruan ini. Minal aidin wal faizin sering dipahami dalam konteks
yang tidak pas. Bagaimana cara mengatasinya? Artikel ini adalah jawabannya

Bacaan Shalat Vs Gerakan Shalat


Artikel tentang shalat yang satu ini membahas kedudukan bacaan shalat dibanding gerakan shalat.
Mana yang lebih penting menurut anda: bacaan shalat atau gerakan shalat
Umat Islam adalah umat yang suci dalam bidang apapun. Dalam bidang ibadah, aqidah, maupun
muamalah. Rasulullah SAW memberi contoh kita, umat akhir zaman, untuk menjaga kesucian.

Kesucian yang harus dijaga, baik diri maupun hati karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
Sering terdengar kalimat itu muncul dalam kehidupan sehari-hari. Kalimat tersebut dominan dengan
kebersihan pada tempat maupun pakaian yang kita kenakan. Tetapi sebenarnya kalimat itu
mengandung arti lain. Kebersihan di sini bukan berarti hanya kebersihan tempat maupun kebersihan
pakaian yang di kenakan ataupun kondisi tubuh. Kalimat “kebersihan sebagian dari iman” pada kata
‘kebersihan’ ternyata juga harus memperhatikan kebersihan pada hati.

Hati merupakan landasan dalam tingkah laku sehari-hari. Menjaga kebersihan hati agar tidak salah
dalam bersikap kepada siapa pun. Jika hati yang bersih terkena satu titik noda tapi noda itu tidak
cepat dibersihkan, maka noda akan semakin banyak dan akan susah untuk menghilangkannya. Hati
yang bersih merupakan suatu nikmat yang dianugerahkan Allah pada hamba-Nya yang tidak untuk di
sia-siakan. Kebersihan hati memberikan ketenangan jiwa di dunia dan ketentraman di akhirat kelak.

Untuk menjaga hati, diperlukan pembelajaran baik itu menjaga hati untuk taat kepada Allah maupun
bertindak kepada sesama manusia. Menjaga hati hubungannya yang vertikal, yaitu manusia dengan
Tuhan, sebenarnya sangat mudah. Kita melaksanakan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi
larangan Allah yang dapat dilihat baik dalam Al Quran maupun dalam hadist. Tetapi yang
memerlukan cara yang agak sulit adalah menjaga hati yang hubungan secara horizontal yaitu antara
manusia dengan manusia.

Allah memberi amanat untuk menjaga hubungan antar manusia agar kehidupan di dunia ini berjalan
sebagaimana mestinya.

“Dan kami lenyapkan rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa
bersudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan” (Qs. Al- Hijr (15): 47)

Banyak sikap yang dapat dilakukan, agar dapat menjaga hubungan baik antar manusia. Sikap yang
sederhana tersebut dapat hendaknya dilaksanakan untuk keharmonisan hidup bermasyarakat.

Menebar salam. Salam bagi umat Islam adalah doa. Dalam salam, kita saling mendoakan satu sama
lain (Muhammad bin Ismail Al ‘Umrani, 2008:1).

“Penghormatan mereka (orang yang mukmin) ketika mereka menemui- Nya ialah salam, dan Dia
menyediakan pahala yang mulia bagi mereka”. (Al Ahzab (33):44)

Setiap orang yang ditemui setelah kita salami berilah senyum, jika disambut dengan senyum pasti
akan dibalas dengan senyuman pula. Senyum adalah kunci yang efektif untuk menjalin hubungan
sillaturrahim (Muhammad bin Ismail Al ‘Umrani, 2008:1).

Langkah selanjutnya adalah memanggil nama yang disukai dan berjabat tangan. Memanggil nama
yang disukai membuat orang yang kita panggil menjadi lebih nyaman berada di dekat kita. Berjabat
tangan dapat menghapus dosa yang pernah kita lakukan.

Sikap- sikap yang baik seperti menghargai orang lain, tawadhu’ (rendah hati), berkata baik, menjadi
pendengar yang baik, bersikap tenang, lemah lembut, menghindari perdebatan, toleransi, lapang
dada, dan menutupi aib orang lain dapat menjaga hubungan, menjaga hati untuk saling
berhubungan baik secara horizontal (Muhammad bin Ismail Al ‘Umrani, 2008:1).

Dalam berhubungan, tidak harus kaku. Dapat pula kita bersenda gurau. Rasullullah juga mengajarkan
kita untuk tidak terlalu harus baku untuk menjalani hidup ini. Rasullullah juga bisa bersenda gurau
dengan sahabat- sahabatnya. Diam tidak selalu baik. “Diam itu emas”, begitu kata pepatah usang
lalu. Banyak yang memiliki penafsiran keliru dari sabda Rasullullah SAW berikut:

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah”.
(Muhammad Muhyidin, 2008: 53)

Dalam sabda tersebut bukan berarti harus selalu diam, tetapi ada waktu tertentu dapat bersenda
gurau ataupun ada waktu untuk berdiam. Diam diperlukan jika tidak dapat berkata yang baik. Jika
berbicara hanya menyakiti hati, lebih baik diam. Maka diam saat akan berbicara yang tidak baik itu
adalah emas.

Sikap yang dapat menjaga hubungan baik antar sesama manusia adalah minta maaf dan memaafkan.
Jika sudah berlaku tidak baik ataupun menyakiti hati orang lain, wajib untuk meminta maaf pada
orang tersebut agar orang tidak menyimpan dendam. Orang yang memaafkan adalah orang yang
sebaik- baik manusia yang suci hatinya. (Majdi Muhammad Asy Syahawy, 2004:8).

Mensucikan hati bukan hanya mensucikan dari perbuatan yang melanggar perintah Allah, tapi
mensucikan hati juga mensucikan dari sikap antar sesama manusia yang dapat mendekatkan diri kita
kepada Sang Ilahi.

A. Latar Belakang

Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata
amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah
bermakna.Amanah merupakan salah satu mandat atau tanggung jawab yang dititipkan kepada
seseorang untuk menjalaninya dengan rasa tanggung jawab. amanah tidak melulu menyangkut
urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah
adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Apapun yang diberikan
Allah Swt adalah amanah yang akan menjadi beban diakhirat nanti.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Amanah

2. Amanah dan Iman

3. Macam-Macam Amanah

4. Makna Amanah

5. Dalil-Dalil Syariat

6. Hubungan Amanah Dengan Keimanan

7. Jenis-Jenis Amanah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Amanah

Rasulullah saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama
pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata
amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna:
menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman
Allah swt.: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada
pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan
hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58)

Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan hal-hal yang
bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan
sesama insan secara baik adalah amanah. Ini di perkuat dengan perintah-Nya: “Dan apabila kalian
menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan
keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu amanah besar.

Itu juga di perjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya
akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia
akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah
suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya.

Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Dan Allah SWT. berfirman: “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah
itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab 72)

Dari nash-nash Al-Qur’an dan sunnah di atas nyatalah bahwa amanah tidak hanya terkait dengan
harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah urusan besar yang seluruh semesta menolaknya dan
hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk menerima dan memikulnya. Jika demikian, pastilah
amanah adalah urusan yang terkait dengan jiwa dan akal. Amanah besar yang dapat kita rasakan
dari ayat di atas adalah melaksanakan berbagai kewajiban dan menunaikannya sebagaimana
mestinya.

B. Amanah dan Iman

Amanah adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda Rasulullah saw.
sebagaimana disebutkan di atas menegaskan hal itu, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan
amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)

Barang siapa yang hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang yang mudah
berdusta dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta dan khianat, dia berada dalam barisan
orang-orang munafik. Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah saw. sebagai salah satu ciri
datangnya kiamat. Sebagaimana disampaikan Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya–, Rasulullah
saw. bersabda, “Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah
amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika suatu urusan
diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (Al-Bukhari)

C. Macam-macam Amanah

Pertama, amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa
cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah selaras betul dengan aturan
Allah yang berlaku di alam semesta. Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul,
(Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan).” (Al-A’raf: 172).

Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada dalam
kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan penyakit-
penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah
tersebut tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran.

Kedua, amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah SWT. telah menjad©ikan
ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw.
bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah
kalian mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian
melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena
lupa.” (hadits shahih)

Ketiga, amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah untuk
menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa
yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang
rang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih)

Keempat, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah
untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah orang yang
merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri.

Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini
tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat 0yang baik.” (An-
Nahl: 125)

Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan usaha Anda,
maka hal itu pahalanya bagi Anda lebih dibandingkan deng0an dunia dan segala isinya.” (al-hadits)

Kelima, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar manusia tunduk
hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya. Tentang amanah yang satu ini, Allah swt.
menegaskan: “Allah telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wahyukan
kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah
tentangnya.” (Asy-Syura: 13)

Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang
muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122)

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-
amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa
yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

D. MAKNA AMANAH

1. Secara Bahasa: Bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan)

2. Secara Definisi: Seorang muslim memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan
pada firman ALLAH SWT: “Sesungguhnya ALLAH memerintahkan kalian untuk mengembalikan
titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi
dengan adil…” (QS 4/58)

Maka yang termasuk amanah bukan hanya dalam hal materi atau hal yang berkaitan dengan
kebendaan saja, melainkan berkaitan dengan segala hal, seperti memenuhi tuntutan ALLAH adalah
amanah, bergaul dengan manusia dengan cara yang terbaik adalah amanah, demikian seterusnya.

E. DALIL-DALIL SYARIAT

1. Al-Qur’an: Kedua firman ALLAH SWT di atas (QS 4/58; 33/72) dan QS 2/283; 8/27; 23/8; 70/32

2. As-Sunnah:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban kelak di
hari Kiamat, seorang pemimpin pemerintahan adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban tentang rakyatnya, suami adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban tentang anggota keluarganya, istri adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban tentang rumah tangga suaminya serta anak-anaknya, dan seorang pembantu
adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang harta benda majikannya, ingatlah
bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban kelak di hari Kiamat.”
(HR Muttafaq ‘alaih, dalam Lu’lu wal Marjan hadits no. 1199)

“Ada 4 perkara yang jika semuanya ada pada dirimu maka tidak berbahaya bagimu apa yang terlepas
darimu dalam dunia: Benar ketika berbicara, menjaga amanah, sempurna dalam akhlaq, menjaga
diri dari meminta.” (HR Ahmad dalam musnadnya 2/177; Hakim dalam al-Mustadrak 4/314 dari Ibnu
Umar ra; berkata Imam al-Mundziri ttg hadits ini: Telah meriwayatkan Ahmad, Ibnu Abi Dunya,
Thabrani, Baihaqi dengan sanad yang hasan, lih. At-Targhib wa Tarhib 3/589)

F. HUBUNGAN AMANAH DENGAN KEIMANAN

1. Amanah Merupakan Tuntutan Iman, dan khianat merupakan tanda hilangnya keimanan dan
mulai merasuknya kekafiran dalam diri seseorang. Sabda nabi SAW: “Tidak ada iman pada orang-
orang yang tidak ada amanah dalam dirinya, dan tidak ada agama pada orang yang tidak bisa
dipegang janjinya.” (HR Ahmad 3/135, Ibnu Hibban dalam shahihnya Mawarid azh-Zham’an-47, al-
Bazzar dalam musnadnya Kasyful Astar-100, lih. Juga dalam Albani Shahih Jami’ Shaghir-7056.

2. Hilangnya Amanah Merupakan Tanda Kiamat, yang salah satu cirinya adalah dipegangnya
amanah oleh yang orang-orang bukan ahlinya dalam masalah tersebut. Sabda nabi SAW: “Ketika
amanah telah disia-siakan maka tunggulah tibanya Kiamat.” Kata para sahabat ra: Bagaimanakah
disia-siakannya wahai rasuluLLAH? Jawab nabi SAW: “Ketika suatu urusan dipegang oleh yang bukan
ahlinya maka tunggulah tibanya Kiamat.’” (HR Bukhari dalam Fathul Bari’ hadits no. 59 dan 6496)

3. Hilangnya Amanah Terjadi Bertahap, sebagaimana sabda nabi SAW: “Seorang tertidur maka
hilanglah amanah dari hatinya bagaikan titik hitam, lalu ketika ia tertidur lagi maka hilanglah amanah
tersebut bagaikan bekas/jejak, demikianlah seterusnya sampai tidak ada lagi amanah dihatinya, dan
tidak ada lagi di hati manusia, sehingga mereka tidak menemukan lagi orang yang amanah. Maka
berkatalah sebagian mereka: Di tempat anu masih ada seorang yang bisa dipercaya. Sampai
dikatakan kepada seseorang: Ia tidak bisa dipegang, tidak berakal, tidak ada dihati mereka sebesar
biji sawi dari keimanan.” (HR Muslim dalam Mukhtashar Shahih Muslim hadits no. 2035)

G. JENIS-JENIS AMANAH

Islam adalah agama yang sempurna, ia adalah sistem yang mencakup IPOLEKSOSBUDHANKAM
(Idiologi, POLitik, Ekonomi, SOSial BUDaya serta pertaHANan dan KeAManan). Islam tidak hanya
bicara aqidah atau ibadah saja melainkan ia adalah sebuah sistem yang paripurna mencakup aqidah
dan ibadah, agama dan negara, peradaban dan pedang.

Oleh karenanya maka amanah yang dibebankan ALLAH SWT atas seorang muslim adalah
mengarahkan semua sistem di atas agar sesuai dengan aturan ALLAH SWT, dan membebaskan
manusia dari penyembahan manusia atas manusia dalam seluruh aspek kehidupan menuju
penyembahan kepada ALLAH SWT saja, tiada sekutu bagi-NYA, untuk-NYA kita beramal dan kepada-
NYA kita akan kembali.

Oleh karena itu maka amanah yang diberikan kepada manusia adalah sebagai berikut:

1. Amanah Fithrah: Yaitu amanah yang diberikan oleh Sang Pencipta SWT sejak manusia dalam
rahim ibunya, bahkan jauh sejak dimasa alam azali, yaitu mengakui bahwa ALLAH SWT
sebagai RABB/Pencipta, Pemelihara dan Pembimbing (QS 7/172).

2. Amanah Syari’ah/Din: Yaitu untuk tunduk patuh pada aturan ALLAH SWT dan memenuhi
perintah-NYA dan menjauhi larangan-NYA, barangsiapa yang tidak mematuhi amanah ini
maka ia zhalim pada dirinya sendiri, dan bodoh terhadap dirinya, maka jika ia bodoh
terhadap dirinya maka ia akan bodoh terhadap RABB-nya (QS 33/72).

3. Amanah Hukum/Keadilan: Amanah ini merupakan amanah untuk menegakkan


hukum ALLAH SWT secara adil baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun
bernegara (QS 4/58). Makna adil adalah jauh dari sifat ifrath (ekstrem/berlebihan) maupun
tafrith (longgar/berkurangan).

4. Amanah Ekonomi: Yaitu bermu’amalah dan menegakkan sistem ekonomi yang sesuai
dengan aturan syariat Islam, dan menggantikan ekonomi yang bertentangan dengan syariat
serta memperbaiki kurang sesuai dengan syariat (QS 2/283).

5. Amanah Sosial: Yaitu bergaul dengan menegakkan sistem kemasyarakatan yang Islami, jauh
dari tradisi yang bertentangan dengan nilai Islam, menegakkan amar ma’ruf dan nahi
munkar, menepati janji serta saling menasihati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih-
sayang (QS 23/8).

6. Amanah Pertahanan dan Kemanan: Yaitu membina fisik dan mental, dan mempersiapkan
kekuatan yang dimiliki agar bangsa, negara dan ummat tidak dijajah oleh imperialisme
kapitalis maupun komunis dan berbagai musuh Islam lainnya (QS 8/27).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata
amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna:
menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan.

Macam-macam amanah : amanah fitrah amanah Syariah.

Amanah Merupakan Tuntutan Iman, dan khianat merupakan tanda hilangnya keimanan dan mulai
merasuknya kekafiran dalam diri seseorang. Sabda nabi SAW: “Tidak ada iman pada orang-orang
yang tidak ada amanah dalam dirinya, dan tidak ada agama pada orang yang tidak bisa dipegang
janjinya.

Hilangnya Amanah Merupakan Tanda Kiamat, yang salah satu cirinya adalah dipegangnya amanah
oleh yang orang-orang bukan ahlinya dalam masalah tersebut. Sabda nabi SAW: “Ketika amanah
telah disia-siakan maka tunggulah tibanya Kiamat

You might also like