You are on page 1of 22

MAKALAH KEPERAWATAN KELUARGA

FAMILY THERAPY MODEL VIRGINA SATIR

INTERACTIONAL MODEL

Di susun oleh :

A D I WA R D A N A (1502089)
ANI LAILA W (1502091)
A N N I S A N AWA N G (
E R LY PA R YA N T I (1502102)
FEBRIANA ENDAR (1502103)
I N TA N AY U A (1502105)
NOVI YULIANTI (150211 6)
S I T I J U WA R I YA H (
T YA S R A H M AWAT I (

S T I K E S M U H A M M A D I YA H K L AT E N
P R O D I D I I I K E P E R AWATA N
TA H U N A J A R A N 2 0 1 8
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga dalam kesempatan imi kami dapat

menyelesaikan penyusunan makalah keperawatan keluarga yang berjudul: Family Therapy

Model Virgina Satir Interaction Model

Maksud dan tujuan saya menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kep

erawatan Keluarga. Kami menyadrai bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna

dan tidak lepas dari kekurangan , karena kurangnya pengetahuan dan referensi yang kami

dapatkan , sehingga kami memerlukan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan

penyusunan makalah berikutnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat

pengetahuan bagi para pembaca umumnya dan penyusunan khususnya.

Klaten 16 Januari 2018

Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini berarti bahwa untuk mempertahankan
keberadaan harus disokong oleh usaha manusia lain disekitarnya. Hal ini juga berarti
bahwa untuk mempertahankan keberadaannya maka manusia harus hidup dalam
kelompok-kelompok yang terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Keluarga
merupakan faktor yang menentukan nasib dari pada anggotanya. Bila menghadapi
masalah, maka lembaga – lembaga akan berusaha meyelesaikan dengan upaya dan sarana
yang teresedia di keluarga tersebut, tetapi bila kemampuannya tidak memadai maka akan
mencari bantuan dari seorang ahli (Friedman, 1998).
Terapi Keluarga adalah istilah yang luas yang diberikan kepada berbagai metode
untuk bekerja dengan keluarga dengan berbagai masalah biopsikososial. Tetapi keluarga
merupakan intervensi psychotherapeutic yang berfokus pada sistem keluarga sebagai
suatu unit. Tetapi keluarga cenderung untuk melihat masalah individu dalam konteks
lingkungan, khususnya keluarga dan menitik beratkan pada proses interpersonal. Teori
terapi keluarga berdasarkan kenyataan bahwa manusia bukan mahluk yang terisolir, dia
adalah anggota dari kelompok sosial yang terlibat aksi dan reaksi. Masalah yang terjadi
pada individu berkaitan dengan interaksi yang terjadi antara individu dan keluaraganya.
Pada prinsipnya terapi keluarga akan mengekslpoitasi interaksi pasien dalam konteks
kehidupannya yang bermakna yaitu dengan mengamati hubungan pasien dengan
keluarganya (Carr, 2006).
Komunikasi ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, komunikasi adalah alat
vital manusia, yang tanpanya manusia akan kehilangan fungsinya sebagai makhluk
sosial. Namun, di sisi lain, komunikasi juga sering menjadi sumber pertentangan,
konflik dan tragedi kemanusiaan. Oleh karena itu, dibutuhkan pola komunikasi
yang tepat, sehingga komunikasi tidak menjadi bumerang bagi umat manusia. Dalam
konteks ini, pikiran Virginia Satir, seorang terapis untuk masalah keluarga, layak untuk
dicermati. Satir mengelompokkan komunikator menjadi lima kategori, yaitu Placater,
suka menyalahkan, Komputer (Super-Wajar), distraktor, dan menyamaratakan
(kommunikator interpersonal). Empat kelompok pertama adalah komunikator yang
mengarah pada komunikasi yang tidak kongruen. Keempat kelompok ini hanya
akan menimbulkan konflik dalam keluarga saat mereka berkomunikasi. Kelompok yang
terakhir adalah komunikator kongruen: menyamaratakan berkomunikasi dalam suasana
kesetaraan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep terapi keluarga ?
2. Bagaimana model konseptual virgina satir pada terapi keluarga ?
C. TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui konsep terapi keluarga dan model konseptual virgina satir
dalam terapi keluarga
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian terapi keluarga


Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi
keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman,
Kniskern & Pinsof, 1986).
Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada
terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social. Contohnya, klien
yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu
lagi setelah kembali pada keluarganya.
Menurut teori awal dari psikopatologi, lingkungan keluarga dan interksi
orang tua- anak adalah penyebab dari perilaku maladaptive (Bateson et al,1956;
Lidz&Lidz, 1949 ;Sullivan, 1953).
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh
seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola
komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California. Penelitian
ini menghasilkan 2 konsep mengenai terapi dan patologi keluarga, yaitu :
1. the double bind (ikatan ganda)
Dalam terapi keluarga, munculnya gangguan terjadi saat salah satu
anggota membaik tetapi anggota keluarga lain menghalang-halangi agar
keadaan tetap stabil.
2. family homeostasis (kestabikan keluarga)
Bagaimana keluarga menjaga kestabilannya ketika terancam.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan fungsi anggota keluarga maka sistem
dalam keluarga musti dipengaruhi dengan melibatkan seluruh anggota
keluarga bukan individual/perorangan. Adanya gangguan dalam pola komunikasi
keluarga adalah inti dari double bind. Ini terjadi bila „korban‟ menerima pesan
yang berlawanan/bertentangan yang membuat sulit bertindak konsisten dan
memuaskan. Anak diberitahukan bahwa ia harus asertif dan membela haknya
namun diwaktu yang sama dia diharuskan menghormati orangtuanya, tidak
menentang kehendaknya, dan tidakpernah menanyakan/menuntut kebutuhan
mereka. Apa yang dikatakan berbeda dengan yang dilakukan. Keadaan ini selalu
ditutupi dan disembunyikan, sehingga si „korban‟ tidak pernah menemukan
sumber dari kebingungannya. Jika komunikasi ini (double bind communication)
terjadi berulang kali, akan mendorong perilaku skizoprenik. Kemudian timbul
kontrovesi mengenai teori double bind ini, khususnya dengan faktor gentik dan
sosiologi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia. Hal ini kemudian melahirkan
penelitian untuk pengembangan terapi keluarga.Teori keluarga memiliki pandangan
bahwa keluarga adalah fokus unit utama. Keluarga inti secara tradisional
dipandang sebagai sekelompok orang yang dihubungkan oleh ikatan darah dan ikatan
hukum. Fungsi keluarga adalah sebagai tempat saling bertukar antara anggota
keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional setiap individu. Untuk
menjaga struktur mereka, sistem keluarga memiliki aturan, prinsip-prinsip yang
memungkinkan mereka untuk melakukan tugas-tugas hidup sehari-hari. Beberapa
peraturan yang dinegosiasikan secara terbuka dan terang-terangan, sedangkan yang
lain terucap dan rahasia. Keluarga sehat memiliki aturan yang konsisten, jelas,
danditegakkan dari waktu ke waktu tetapi dapat disesuaikan dengan perubahan
perkembangan kebutuhan keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki peranan yang
jelas terkait dengan posisi sosial mereka.Terapi keluarga sering dimulai dengan fokus
pada satu anggota keluarga yang mempunyai masalah. Khususnya, klien yang
diidentifikasi adalah remaja laki-laki yang sulit diatur oleh orang tuanya atau gadis
remaja yang mempunyai masalah makan. Sesegara mungkin, terapis akan berusaha
untuk mengidentifikasi masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk
mendorong semua anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang
muncul. Tujuan umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena
keluarga bermasalah sering percaya pada pemahaman tentang arti penting dari
komunikasi (Patterson, 1982). Terapi keluarga mengajarkan penyelesaian tanpa
paksaan, mengajarkan orang tua untuk menetapkan kedisiplinan pada anak-anak
mereka, mendorong tiap anggota keluarga untuk berkomunikasi secara jelas satu
sama lain, mendidik anggota keluarga dalam prinsip perubahan perilaku, tidak
menekankan kesalahan pada satu anggota akan tetapi membantu anggota
keluarga apakah hyarapan terhadap anggota yang lain masuk akal. Pendekatan
berpengaruh yang lain disebut strategi atau terapi keluarga terstruktur
(Minuchin, 1974; Satir, 1967). Disini, terapis berusaha menemukan problem
utama dari masalah klien dalam konteks keluarga, bukan sebagai masalah
individual. Tujuannya adalah untuk mengurangi sikap menyalahkan yang mengarah
pada satu orang. Contohnya, terapis menyampaikan bahwa perilaku menentang
dan agresif dari remaja mungkin adalah tanda dari ketidakamanan remaja atau
alasan untuk mendapatkan perhatian yang lebih dari ayahnya. Pada banyak
keluarga yang mengalami stress, pesan emosional begitu tersembunyi sehingga
anggota keluarga lebih sering berbicara tanpa berbuat. Mereka sering
mengasumsikan bahwa mereka dapat “saling membaca pikiran masing-masing”. Saat
ini, terapi keluarga terstruktur telah disesuaikan untuk membawa faktor budaya
yang mungkin berpengaruh pada terapi keluarga dari kelompok etnis tertentu.
Untuk membawa keluarga ke terapi, membuat mereka tetap kembali, harus ada
perjanjian keluarga yang disusun untuk menghindari hal-hal berikut :
1. penolakan anak untuk mengikuti terapi,
2. sikap ambivalen ibu dalam memasukkan keluarganya ke dalam terapi,
3. penolakan keberadaan seorang ayah dalam keluarga, dan anggota keluarga
tetap berusaha menjaga rahasia keluarga dari orang asing.
Terapi keluarga biasanya diberikan saat pasien sudah dewasa sebagai hasil dari
keluarga yang patologis. Terapi individual mungkin tidak berguna karena kondisi
keluarga yang tidak mendukung.Kondisi keluarga itu bisa mengganggu kepribadian
dan tingkah laku pasien. Namun jika memungkinkan, tritmen bagi penderita
skizofrenia atau borderine yang masih awal dengan memanfaatkan seluruh
anggota yang ada mungkin bisa berguna. Terapi dimulai dengan fokus pada masalah
yang dialami pasien dalam keluarga dan kemudian anggota keluarga
menyampaikan/memberikan kontribusi masing-masing.
Terapis bertugas untuk mendorong seluruh anggota keluarga untuk mau terasa
terlibat dalam masalah yang ada bersama-sama.Terapis keluarga biasa dibutuhkan
ketika :
1. Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga
2. ketidak harmonisan seksual atau perkawinan
3. konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan
B. Sejarah terapi keluarga
Terapi keluarga pertama kali didirikan di awal 1900-an dengan munculnya
gerakan bimbingan anak (1909) dan konseling perkawinan (1920). Pengobatan
psikoanalitik diterapkan dalam sesi rahasia sejajar dengan pasangan dan menyediakan
landasan teoritis yang kuat untuk keluarga dan perkawinan di awal penyelidikan.
Pengembangan secara formal di akhir 1940-an atau awal tahun 1950. Perintis awal
terapi keluarga adalah Ackerman, Murray Bowen, Wynne, Bell, Bateson, Jackson,
Haley, dan Satir; Lidz dan Flick dan semi independen akar terapi keluarga yang
muncul di Milan, Italia. Sejumlah tokoh penting lainnya, Carl Whitaker, Salvador
Mnuchin, dan Ivan Boszormenyi-Nagy, telah mengembangan terapi keluarga.
Kepentingan dalam hubungan ibu dan anak diperluas melalui karya David Levy
(1943) mengenai “overprotection” dan juga Fromm-Reichmann Frieda’s (1948)
konseptualisasi dari gangguan dalam hubungan ibu-anak dalam asal-usul skizofrenia
(Carr, 2006).
Munculnya teori belajar dan terapi perilaku menekankan interkoneksi antara
gejala perilaku dan kemungkinan lingkungan keluarga. Ketidakpuasan dengan
praktek-praktek tradisional psikoterapi anak diilhami sejumlah kontributor awal terapi
keluarga, terutama John Bell (1975) dan Nathan Ackerman (1954 ). Murray Bowen
(1961, 1966, 1978) adalah seorang tokoh awal utama dan tetap independen di bidang
terapi keluarga, ia merintis penyelidikan dan pengamatan anggota keluarga dirawat di
rumah sakit bersama-sama dengan pasien skizofrenia. Penyelidikannya
mengakibatkan pengakuan atas “undifferentiation” fenomena dan hubungannya
dengan transmisi “kecemasan” di dalam sistem keluarga (Carr, 2006).
Tipe keluarga yang skismatik (ditandai dengan permusuhan perkawinan terang-
terangan) dapat mengakibatkan gangguan skizofrenia akut, dan “proses” jenis
skizofrenia adalah produk dari keluarga dihindari (dicirikan oleh akomodasi rahasia
kepada pasangan disfungsional). Grup Palo Alto memulai penyelidikan pada tahun
1950 melalui upaya Bateson, Jackson, Haley, Weakland. Mereka menggambarkan
pola komunikasi, sibernetika, teori sistem, dan fenomena ganda mengikat pada awal
dan situasi kehidupan saat ini pasien skizofrenia. Studi mengenai karya Milton
Erickson oleh Haley dan Weakland mengakibatkan berbagai pengamatan terkait
dijelaskan dalam Strategi Psikoterapi (Haley 1963). Mental Research Institute (MRI),
didirikan oleh Jackson pada tahun 1959 dan diperkaya dengan penambahan Virginia
Satir dan Jay Haley pada tahun 1962. Mendirikan sekolah strategis brief therapy
berdasarkan “intervensi paradoks” (Carr, 2006).

C. Unsur-unsur terapi keluarga


Terapi keluarga didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968) yang
terdiri dari 3 prinsip. Pertama adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa
berhubungan dan saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek
perhubungan. Jadi, tidak ada anggota keluarga yang menjadi penyebab masalah
lain; perilaku tiap anggota tergantung pada perbedaan tingkat antara satu dengan yang
lainnya. Prinsip kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya dapat
dimengerti sebagai pola integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen.
Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota akan
mempengaruhi yang lain. Prinsip ketiga adalah subjektivitas yang artinya tidak
ada pandangan yang objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga
mempunyai persepsi sendiri dari masalah keluarga.Terapi keluarga tidak bisa
digunakan bila tidak mungkin untuk mempertahankan atau memperbaiki hubungan
kerja antar anggota kunci keluarga. Tanpa adanya ksadaran akan pentingnya
menyelesaikan masalah pada setiap anggota inti keluarga, maka terapi keluarga sulit
dilaksanakan. Bahkan meskipun seluruh anggota keluarga datang atau mau terlibat,
namun beberapa system dalam keluarga akan sangat rentan untuk terlibat dalam
terapi keluarga.
D. Tujuan terapi keluarga
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan
dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga
tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa yang
sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi ini,
juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau keluarga
dekat yang berpengaruh. Ada cara tercepat dalam terapi dimana terapis keluarga
membuat usaha untuk mempengaruhi seluruh anggota keluarga dengan menunjukan
cara dimana mereka berinteraksi dalam sesi keluarga itu. Kemudian, setiap anggota
keluarga diminta menyampaikan harapan untuk perkembangan diri mereka sebaik
mungkin, umumnya untuk menyampaikan komitmen pada terapis.Tujuan jangka
panjang bergantung pada bagian terapis keluarga, apakah sebagian besar yang
dilakukan untuk mengembangkan status mengenali pasien, klarifikasi pola
komunikasi dlm keluarga, dll. Dalam survey, responden diminta menyebut tujuan
primer dan sekunder mereka, untuk seluruh keluarga, kedalam 8 kemungkinan
tujuan. Tujuan yang disebut sebagai tujuan primer „mengembangkan
komunikasi‟ untuk seluruh keluarga, ternyata lebih dipilih , mengembangkan
otonomi dan individuasi‟. Sebagian memilih „pengembangan symptom individu‟
dan „mengembangkan kinerja individu‟. Memfasilitasi fungsi individu adalah tujuan
utama dari terapi individual, tetapi para terapis keluarga melihat sebagai bukan
yang utama dalam proses perubahan keluarga yang luas, khususnya sistem
komunikasi dan sikap anggota keluarga yang menghormati anggota lainnya.
Dalam survei, bagaimanapun, menjadi jelas bahwa para therapists keluarga
dengan susah bersatu di dalam metoda dan konsep perawatan keluarga. Hampir
semua, Di tahun 1970, ketika itu tritmen keluarga banyak yang utama adalah
patient-centered. Anggota keluarga yang lain, memberi informasi menyangkut
pasien. Contoh ekstrim yang lain adalah itu merasa terikat dengan suatu
pendekatan sistem, sebagai contoh, Satir dan halay. Mereka melihat proses dari
permulaan hingga akhir dengan memusatkan pada keluarga dengan harapan
perubahan dalam keluarga dan membawa ke arah hidup lebih sehat untuk semua
anggota nya. Mereka menekankan proses keluarga dengan individual
psychodinamics, dengan perhatian mereka, memusat pada pasien yang dikenali

E. MODEL TERAPI KELUARGA MENURUT VIRGINIA SATIR


Virginia Satir lahir di Neillsville, Wisconsin, pada tanggal 26 Juni 1916. Sejak
kecil dia terkenal memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Dia terbiasa
melihat dan memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Dari situlah, Satir kecil
memahami bahwa sesungguhnya banyak orang yang tidak sebagaimana tampak
luarnya. banyak orang yang menyembunyikan perasaannya dan mengalah demi untuk
kebahagiaan orang lain.Keluarga Satir berpindah ke Milwaukee dan dia masuk ke
Milwaukee State Teachers College, sebuah perguruan tinggi ilmu pendidikan dan
keguruan, sembari bekerja di Gimbel’s Department Store. Tidak lama setelah lulus
kuliah, Satir mulai praktek menjadi psikiater, dan tidak butuh waktu lama baginya
untuk dipercaya memegang satu jabatanpenting di Illinois Psychiatric Institute.
Saat di lembaga tersebut, Satir mengkampanyekan perlunya menangani masalah
keluarga secara keseluruhan, dan bukan hanya masalah orang secara individual.
Baginya, masalah satu orang akan berpengaruh terhadap semua orang di dalam
keluarganya, dan sebaliknya, masalah keluarga seringkali menjadi sumber masalah
bagi orang secara individual.
Setelah beberapa tahun di lembaga tersebut, Satir meninggalkan Illinois dan
kemudian menetap di California. Dia terus fokus pada terapi keluarga dan
bersama beberapa rekannya, Satir mendirikan Mental Research Institute. Melalui
lembaga tersebut, Satir mengembangkan serangkaian pelatihan yang didesain
khusus untuk mengajarkan teknik terapi keluarga. Dia menjadi Direktur
Pelatihan dan sema bertahun-tahun mengkoordinasikan dan menyampaikan
program tersebut kepada para praktisi di seluruh negeri. Di samping kesibukannya
sebagai seorang terapis keluarga, Satir juga menuangkan gagasan-gagasannya
dalam tulisan beberapa buku yang dihasilkannya membuktikan hal itu. Beberapa
buku yang dihasilkan oleh Satir adalah Peoplemaking(1972/1990), Making
Contact(1976), Changing with Families: A Book about further Education for
Being Human(bersama dengan with R. Bandler & J. Grinder, 1976), Your Many
Faces(1978), Conjoint Family Therapy(1983), Satir Step by Step: A Guide to
Creating Change in Families(bersama dengan M. Baldwin, 1983), The New
Peoplemaking(1988), The Satir Model: Family Therapy and Beyond(bersama dengan
M. Gomori, J. Banmen, & J. Gerber, 1991), dan Helping Families to Change(bersama
dengan J. Stachowiak & H. Taschman, 1994).
Dalam pandangan Virginia Satir, komunikasi merupakan sesuatu yang vital
dalam menjaga keharmonisan hubungan seluruh anggota keluarga. Baginya,
kemampuan umat manusia, termasuk juga keluarga tentunya, untuk survive
bergantung pada bagaimana mereka berkomunikasi. Satir menggambarkan proses
komunikasi sebagai “a huge umbrella that covers and affects all that goes on between
human beings”Sebuah payung raksasa yang memayungi dan mempengaruhi semua
yang terjadi antar manusia. Semua orang terlibat di dalam komunikasi, baik
verbal maupun non verbal, di setiap langkah kehidupannya.
Komunikasi yang baik bukan sekadar pertukaran kata-kata antar orang, tetapi
lebih dari itu. Komunikasi yang baik adalah tentang apa yang kita katakan,
bagaimana kita mengatakannya dan kapan atau dalam konteks apa kita
mengatakannya. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang disampaikan
secara jelas, terbuka dan jujur. Komunikasi semacam ini merupakan komunikasi
yang congruent(nyambung).Komunikasi yang congruentmemiliki empat elemen,
yaitu diri sendiri (komunikator), orang lain (komunikan), konteks dan topik,
sebagaimana terlihat dalam gambar 1. Pengabaian terhadap salah satu dari empat
elemen tersebut akan mengakibatkan apa yang disebut oleh Satir sebagai komunikasi
yang incongruent.
Gambar 1 : empat element komunikasi yang congruent
(Sumber: Interpersonal Conflict,
http://www.csus.edu/indiv/o/owenb/pdf%20files/ConflictStyles2008.pdf)

Diri sendiri orang lain

Kontesk topic
Terkait dengan empat elemen tersebut, Satir mengkategorikan komunikator ke dalam
lima kategori, yaitu pertama, Placating Communicatoratau Placater.
Komunikator ini adalah jenis komunikator yang tidak mau mengecewakan, tidak
mau berdebat dan tidak ingin melahirkan konflik dengan lawan
bicara/komunikan Untuk itu, dia selalu ingin menyenangkan lawan bicaranya saat
berkomunikasi dengan cara menyetujui apapun yang dituntut atau diinginkan oleh
lawan bicaranya meskipun harus mengabaikan kepentingan dan keinginan dirinya
sendiri. Atau bahkan seringkali seorang placater menyampaikan permintaan maaf
atas kesalahan yang tidak dilakukannya. Ada banyak sebab mengapa orang
menjadi placater. Salah satu yang paling utama adalah rasa inferioritas. Seorang
istri yang seringkali ditinggal pergi keluyuranpada malam hari oleh suaminya
cenderung akan mendiamkan atau menerima saja alasan apapun yang dikatakan oleh
suaminya karena posisinya yang inferior di hadapan suaminya. Baginya, akan
lebih baik diam atau mengatakan sesuatu yang menunjukkan bahwa dia memaklumi
tindakan suaminya dari pada mempertanyakan alasan tindakan suaminya yang
pada akhirnya akan berujung pada pertengkaran dan konflik rumah tangga. Kedua,
Blaming Communicator atau Blamer. Seorang Blamer mengabaikan orang lain saat
berkomunikasi. Dia selalu menganggap dirinya benar. Masalah yang ada di
dalam keluarga merupakan kesalahan salah seorang anggota keluarga yang lain.
Komunikator jenis ini akan selalu berbicara dengan nada memerintah dan
menyalahkan. Apapun yang terjadi di dalam rumah tangga haruslah sesuai dengan
perintah atau aturan yang dibuatnya. Sikap ini dibentuk oleh perasaan superioritas
sang komunikator atas komunikan. Orang tua cenderung menjadi blamer karena
superioritasnya atas anak. Suami atau istri yang merasa lebih superior karena
latar belakang pendidikan, latar belakang keluarga asal ataupun karena status
pekerjaan, cenderung akan menjadi blamer kepada pasangannya. Ketiga, Computing
Communicator atau Computer. Jenis ini biasa juga disebut sebagai super reasonable
atau super rational communicator. Dia mengabaikan elemen diri sendiri, orang lain
dan juga konteks.Bagi komunikator jenis ini, semua hal harus ideal, sesuai
dengan“teori”pakemnya dan tidak boleh menyimpang sama sekali. Keempat,
distracting communicator atau distracter. Komunikator jenis ini mengabaikan
keempat elemen tersebut di atas. Komunikator jenis ini seringkali tidak fokus pada
topik yang sedang dibicarakan saat berada pada posisi panik, tertekan atau
merasa bersalah Dia suka mengganti topik pembicaraan untuk menghindar dari
masalah yang hendak dibicarakan. Dengan begitu, dia berharap topik pembicaraan
segera berganti dan masalah yang ada terlupakan. Keempat jenis komunikator
tersebut merupakan sumber masalah di dalam keluarga. Placater, meskipun
mampu menghindarkan munculnya konflik di dalam keluarga, namun menyimpan
potensi berbahaya di balik sikap tersebut. Sebuah keluarga yang beranggotakan
orang-orang dengan tipe placater akan kesulitan mencapai sebuah keputusan
dengan cepat, karena masing-masing saling menunggu keputusan orang lain.
Sebaliknya, bila salah satu bertipe placater dan yang lain bertipe blamer, maka sikap
selalu mengalah pada diri placater tersebut justru akan semakin memperkuat
kecenderungan berkuasa dan keinginan untuk selalu menang dan dipatuhi pada
diri blamer. Pola komunikasi ini berpotensi memunculkan konflik lebih besar
bila sang placater, pada akhirnya, tidak tahan untuk terus mengalah.Tipe blamer
selalu ingin menang dan dipenuhi keinginannya serta menimpakan kesalahan
dan tanggung-jawab kepada orang lain. Saat dua orang blamer saling
berkomunikasi, hampir mustahil untuk dapat mencapai sebuah kesepakatan yang
menyenangkan masing-masing pihak, karena masing-masing berkecenderungan
bertahan pada pendapat masing-masing dan tidak mau mengalah untuk mencapai
kesepakatan. Begitu juga, sebagaimana disebutkan di paragraf sebelumnya, bila
seorang blamer berhadapan dengan seorang placater, kecenderungan untuk semakin
berkuasa dan dipenuhi keinginannya pada diri sang blamer akan terus meningkat.
Sebaliknya, dibutuhkan pula tingkat kesabaran yang semakin tinggi pada diri sang
placater untuk menghadapi keinginan sang blamer yang semakin meningkat. Pola
semacam ini akan berujung pada konflik yang sangat besar saat batas kesabaran sang
placater sudah melampaui ambang tertingginya.Melihat potensi konflik tersebut,
maka dibutuhkan sebuah pola komunikasi yang moderat. Sebuah pola
komunikasi di mana masing-masing komunikator mampu mengungkapkan
keinginan dan harapannya terhadap komunikan tanpa harus menjadi blamer dan,
sebaliknya, komunikan juga mampu mendengar, memahami dan berusaha
memenuhi keinginan komunikator tanpa menjadi placater. Yang dibutuhkan
adalah winwin communication Pola komunikasi semacam itu bisa dilakukan oleh
jenis komunikator kelima dalam kategorisasi Satir, yaitu interpersonal
communicator atau leveler komunikator jenis ini adalah komunikator yang
memperhatikan keempat elemen di atas. Dalam berkomunikasi, dia berupaya
menempatkan dirinya dan lawan bicaranya dalam posisi yang setara atau satu level:
tidak merasa superior ataupun inferior dibandingkan komunikan. Sehingga
kedua orang yang terlibat di dalam komunikasi tersebut tidak selalu bersikap
mengalah layaknya seorang placater dan tidak juga selalu merasa benar sebagaimana
seorang blamer. Dengan demikian, kesepakatan dan keputusan tentang sesuatu akan
lebih mudah dicapai. Selain itu, seorang leveler juga selalu memperhatikan
konteks komunikasi tersebut dilakukan dengan memilih waktu dan tempat yang
tepat untuk membicarakan masalah yang hendak dikomunikasikan dan juga fokus
pada topik komunikasi. Menurut Satir jenis komunikator semacam inilah yang akan
mampu membawa kedamaian dan keharmonisan yang sesungguhnya di dalam sebuah
keluarga.
Menurut Virginia Satir (1972) kesehatan interaksi keluarga bergantung pada
kemampuan untuk saling berbagi perasaan, kebutuhan, dan pola perilaku antar
anggota keluarga. Komunikasi sehari-hari akan membantu anggota keluarga untuk
mengenali diri mereka sendiri, ini bisa ditemui pada keluarga yang sehat dan saling
menyayangi. Percaya diri dan nilai diri setiap anggota keluarga dapat ditingkatkan
dengan komunikasi. Keluarga yang sehat merupakn keluarga yang aktif dalam
mencari tau hal-hal yang diberikan masyarakat, saling percaya diri, dan penuh
harapan. Keluarga berorientasi pada realitas dan berfungsi dalam pertumbuhan
anggotanya. Semua anggota keluarga mematuhi semua aturan yang ada dikeluarga
dan semua anggota membina ikatan dengan masyarakat melalui berbagai kelompok.
Keluarga yang sehat menurut Model Satir terdiri dari 4 konsep yaitu nilai diri, aturan,
komunikasi, dan masyarakat. Penunjukkan tingginya penghargaan dan nilai diri
anggota keluarga dan unit keluarga melalui perilaku kejujuran, memperlihatkan
integritas, tanggungjawab, cinta, dan persahabatan. Perilaku diatas berasal dari setiap
individu dan terdapat rasa percaya pada semua anggota keluarga. Keluarga yang sehat
setiap anggotanya menerima kelemahan dan kekuatan yang mereka miliki dan
kekuatan serta kelemahan yang dimiliki anggota keluarga yang lain. anggota keluarga
yang memiliki nilai diri rendah akan membangun dinding ketidakpercayaan,
kesendirian dan isolasi. Anggota keluarga yang memiliki nilai diri rendah takut jika
orang lain akan membohongi, melangkahi atau memperdayai dirinya. Ketakutan yang
dimilki anggota keluarga dengan nilai diri rendah akan mengakibatkan terbentuknya
interaksi keluarga yang tidak sehat.
Hubungan antara anggota keluarga dipengaruhi oleh komunikasi secara langsung.
Komunikasi langsung dapat dilakukan dengan berbagai pola yaitu gerakan tubuh,
intonasi suara, postur, dan kata-kata yang diucapkan. Keluarga yang sehat memiliki
komunikasi yang jelas, jujur, dan terbuka. Anggota keluarga menghargai ucapan
anggota keluarga yang lain dan mendukung kegiatan yang dilakukan anggota
keluarga yang lain secara fisik ataupun verbal. Anggota keluarga juga menerima dan
mendorong semua kebutuhan dan perasaan anggota keluarga lain secara terbuka dan
jujur. Keluarga yang tidak sehat akan memberikan pesan ambigu atau tidak
memperhatikan komunikasi dari anggota keluarga yang lain yang mengakibatkan
adanya ketidakpercayaan serta nilai diri yang rendah sesama anggota keluarga.
Setiap keluarga pasti memiliki aturan yang telah dibuat dan dipatuhi bersama
serta bisa secara eksplisit atau implisit. Ada asumsi yang tidak selalu benar dari setiap
keluarga bahwa setiap orang akan mengetahui adan memahami aturan yang ada
dikeluarga. Ada banyak aturan yang dalam keluarga. Aturan-aturan yang ada bisa
menentuakn tindakan yang sesuai, memadu cara pengungkapan perasaan, dan
membentu mencapai serta menghambat tujuan. Aturan yang ada tidak semuanya
modern tapi ada beberapa hal yang tidak jelas, tidak sesuai dan ketinggalan zaman.
Keluarga yang sehat semua anggota mengetahui semua aturan yang ada sehingga
mendorong adanya diskusi antar anggota keluarga. Keluarga yang tidak sehat
mempunyai aturan implisit yang membatasi keinginan anggota keluarga dan tidak
fleksibel sehingga pertumbuhan anggota keluarga terhambat.
Ikatan anggota dan unit keluarga dengan masyarakat dilakukan melalui
pertemanan dan organisasi. Sekolah, kelompok politik, klub-klub, lembaga
keagamaan dan kelompok rekreasi merupakan cakupan dari ikatan keorganisasian.
Ikatan antara teman bisa terbentuk karena adanya minat yang sama. Ikatan ini akan
membuat anggota keluarga dan keluarga terlibat akif dalam komunitas dan menjalin
hubungan sosial dengan dunia luar. Keluarga yang sehat berkeyakinan masyarakat
memberikan kontribusi yang banyak pada anggota keluarga dan kelompok yang
anggota pilih memilki interaksi yang positif. Keluarga yang sehat yakin kalau
masyarakat memberikan pilihan dan perubahan pada anggota keluarga serta
memberikan pertumbuhan dan perkembangan. Keluarga yang tidak tidak percaya
kepada orang lain dan takut terkena nilai-nilai orang lain. Keluarga tidak sehat
menghindari untuk terlibat berorganisasi dan memilih tetap terisolasi serta tidak
menerima pengalaman di luar rumah.
Model Keluarga Interaksi Satir terbatas karena hanya meengedepankan 4 konsep
psikologis utama dan tidak mencakup struktur keluarga, tingkat perkembangan
keluarga, dan fungsi keluarga. Model Keluarga Interaksi Satir bisa diimplikasikan
pada setiap tipe keluarga, tetapi diperlukan adanya model tambahan untuk melakukan
pendekatan komprehensif dalam pelaksanaan proses keperawatan.
Contoh dari model virgina satir untuk memperjelas :
Suatu contoh dari suatu awal sesi suatu keluarga bersama dengan Virginia Satir
dapat memperjelas. Keluarga terdiri dari seorang laki-laki dan Mary dan anak-
anak mereka, Johnny (16) dan Patty (7). Orang tua telah mencari bantuan
untuk kelakuan buruk sang pemuda di sekolah. Dalam posisi ini di dalam
wawancara itu Satir telah menemukan Johnny itu berpikir bahwa keluarga sedang
mengadakan suatu perjalanan, sedang Patty berpikir mereka akan menemui
seseorang untuk memperbicangkan tentang keluarga. Satir bertanya pada anak
anak di mana mereka mendapat gagasan mereka itu :
Patty : ibu mengatakan kami akan memperbicangkan tentang permasalahan keluarga
Therapist: Bagaimana dengan Bapak? Apa ia menceritakan kepada kamu hal yang
sama?
P : Tidak ada
T : Apa yang telah Bapak katakan?
P : Ia berkata kita akan mengadakan suatu perjalanan
T : ok. jadi kamu mendapat beberapa informasi dari ibu dan beberapa informasi
lagi dari
Bapak. Bagaimana dengan kamu, Johnny: Di mana kamu mendapatkan informasi
mu?
Johnny : Aku tidak ingat
T : Kamu tidak ingat siapa yang menceritakan kepada kamu?
Mother : Aku tidak berpikir aku berkata apapun kepadanya. Ia tidak di
sekitar saat itu, aku mengira
T : Bagaimana denganmu Bapak? Ada yang Anda katakan ke Johnny?
Father : Tidak ada, aku pikir Mary yang telah menceritakan kepada dia
T : ( ke Johnny) baik, kemudian, bagaimana kamu bisa ingat jika tidak
ada apapun dikatakan
J : Patty mengatakan kita akan menemui seorang nyonya untuk
membicarakan tentang keluarga.
T : ok. jadi Kamu Dapat informasi mu dari saudari mu, sedangkan Patty
mendapat info dari Ibu dan Bapak.
( Therapist melanjutkan, menanyakan pada anak-anak bagaimana mereka
menangani perbedaan
pesan dari kedsua orang tuanya. Dia kemudian bertanya pada orang tua
perkataan apa yang
mereka ingat.
T : Bagaimana dengan itu, Ibu? Adalah kamu dan Bapak sama -sama
bekerja ke luar apa yang kamu akan ceritakan kepada anak-anak?
M : beginilah, aku berpikir ini adalah satu masalah kami. Ia mengerjakan
hal -hal dengan mereka dan aku lakukan hal yang lain
F : Aku berpikir ini adalah suatu hal yang tak penting untuk dicemaskan
T : Tentu saja ini penting. Akan tetapi kita justru dapat mengguna kan itu,
untuk lihat bagaimana pesan berseberangan dalam keluarga. Salah satu hal
penting dalam keluarga adalah bagaimana anggota keluarga berkomunikasi
dengan jelas sehingga pesan mereka tersampaikan. Kita harus lihat bagaimana
Ibu dan Bapak dapat bersama sedemikian sehingga Johnny dan Patty dapat
mendapat pesan jelas.( segera, dia menambahkan;)
T : kemudian, Aku akan menceritakan kepada kamu mengapa Ibu dan Bapak
sudah kemari. Mereka kemari sebab mereka tak bahagia dalam keluarga dan
mereka ingin membuat rencana sedemikian rupa sehingga semua anggota
keluarga dapat mendapat lebih kesenangan dari kehidupan berkeluarga.
Dalam peristiwa ini secara ringkas kita lihat Satir memperkenalkan
keluarga ke konsep komunikasi, selagi menyelidiki pemahaman therapy mereka.
Dalam tekniknya, masing-masing anggota didukung untuk berbicara atas
nama dirinya dan untuk membuat posisi nya dikenal; therapist boleh
menyela jika seseorang usaha untuk menghadirkan pandangan yang lain. Begitu,
dia membantu perkembangan suatu perasaan berharga dan kejelasan pada setiap
orang.
BAB III

KESIMPULAN

Virginia Satir adalah salah satu pemimpim dalam perkembangan terapi keluarga. Dalam
teorinya Satir menyadari dalam mengembangkan pola hubungan di keluarga dibutuhkan
kongruensi komunikasi.
Satir menggaris bawahi pentingnya kongruensi dalam semua komunikasi yang secara langsung
melibatkan emosi.
Satir percaya bahwa setiap hubungan didasari oleh kepercayaan, dan jika kepercayaan itu tidak
ada atau terancam, maka akan menimbulkan stress. Ketika stress individu akan mengembangkan
pola pertahanan diri yang akan menjadi dasar dari pola komunikasinya.
DAFTAR PUSTAKA

You might also like