You are on page 1of 30

Referat

PERBEDAAN POLA KUMAN DI KOMUNITAS

DAN RUMAH SAKIT

Oleh :

Jarmisa Putri (1210070100081)

Andreas Virta Krisma W (1010070100092)

Cindy Claudia (1110070100082)

Meridatul Ulfa (1210070100135)

M. Alghifari Elfian (1210070100145)

Desma Sari Widiyanti (10100701000

Preseptor :

dr. Gustin Sukmarini, Sp.A (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT ANAK – RSUD SOLOK

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi adalah istilah yang digunakan untuk menamakan keberadaan kuman


yang masuk ke dalam tubuh sehingga dapat bereplikasi dan menimbulkan
kerusakan pada jaringan tubuh1. Infeksi merupakan salah satu penyebab kematian
utama di dunia. Berdasarkan data WHO 2008, infeksi termasuk kedalam 10
penyebab kematian tertinggi didunia. Menurut WHO 2002, penyakit infeksi
menyebabkan sekitar 10.9 juta penduduk dari 57 juta penduduk di dunia
mengalami kematian2.
Infeksi komunitas adalah infeksi yang didapat dari semua fasilitas umum
selain fasilitas kesehatan karena adanya kontak dengan agen infeksi3. Infeksi
rumah sakit adalah infeksi yang terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit
atau pusat pelayanan kesehatan yang muncul setelah 72 jam atau lebih
pascaperawatan .
Berdasarkan kriteria CDC (2005) bahwa infeksi rumah sakit (70,5%) lebih
tinggi dari komunitas (29,5%). Studi WHO menunjukkan prevalensi infeksi rumah
sakit tertinggi terjadi di Pediatric intensive care unit (PICU) sekitar 20-25% pada
pasien kritis yang dirawat di PICU Peningkatan infeksi yang terjadi di PICU
menjadikan PICU sebagai pengguna terapi antibiotik terbanyak. Prevalensi
penggunaan antibiotik sebagai terapi empirik di PICU sekitar 71%4. Pemberian
terapi empirik antibiotik harus diberikan secara rasional dan bijaksana karena
pemberian yang tidak tepat dan inadekuat dapat menimbulkan masalah resistensi.
Hasil penelitian pola kuman dan uji kepekaannya terhadap antibiotik pada
pasien unit perawatan intensif anak RSMH Palembang menunjukkan bahwa
imepenem dan amikasin memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap seluruh bakteri
yang ditemukan serta vankomisin yang efektif dan sensitif untuk semua
sampel yang diuji . Ceftriaxon, ampisilin dan gentamicin menunjukkan resistensi
yang cukup tinggi4.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bakteri dari hasil kultur
darah, urin dan sekret bronkus pada pasien PICU RSMH telah resisten terhadap
beberapa golongan antibiotik sehingga sulit menentukan pilihan terapi antibiotik
yang tepat sebagai terapi empirik pada pasien PICU, resistensi antibiotik dapat
mempengaruhi meningkatan morbiditas dan mortalitas pasien PICU sehingga
penelitian pola kuman terhadap antibiotik di PICU perlu dilakukan secara berkala
agar pemberiaan terapi antibiotik di PICU lebih efektif untuk menurunkan risiko
resistensi antibiotik, menurunkan morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan
kualitas kesehatan pasien PICU.

1.2 Tujuan

Tujuan dari referat ini adalah :

1. Mendapatkan pengetahuan tentang pola kuman di komunitas dan rumah


sakit

2. Mendapatkan pengetahuan tentang perbedaan pola kuman di komunitas


dan rumah sakit

3. Mendapatkan pengetahuan resistensi kuman terhadap antibiotik


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Kuman di Komunitas dan Rumah Sakit

2.1.1 Definisi

Infeksi komunitas adalah infeksi yang didapat dari semua fasilitas umum
selain fasilitas kesehatan karena adanya kontak dengan agen infeksi3.
Infeksi rumah sakit adalah infeksi yang terjadi pada pasien yang dirawat di
rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan yang muncul setelah 72 jam atau
lebih pascaperawatan .
Berdasarkan kriteria Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
(2005) bahwa infeksi rumah sakit (70,5%) lebih tinggi dari komunitas (29,5%)
Penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7%
dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang bersal dari Eropa, Timur tengah, Asia
tenggara, dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi rumah sakit dan untuk asia
tenggara sebanyak 10,0%.

2.1.2 Klasifikasi Infeksi di Komunitas dan Rumah Sakit

Dari 219 spesimen pasien PICU di RS Dr. M. Hoesin Palembang yang


dilakukan kultur darah, urin dan sekret ETT didapatkan 71 spesimen hasil
kultur darah, urin, sekret ETT pasien yang positif dengan persentase infeksi
komunitas (CAI) sekitar 4.2% dan infeksi rumah sakit (HAI) 95.8% yang
disajikan pada gambar 1.
Gambar 1. Klasifikasi infeksi pada pasien dengan kultur positif

Hasil Kultur

Dari 219 spesimen pasien PICU yang telah di kultur didapatkan hasil
kultur darah sekitar 15 (14%) spesimen dari 107 spesimen, kultur urin 23
(29.9%) spesimen, kultur sekret ETT 33 (94.3%) spesimen dengan biakan
positif seperti yang disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Hasil kultur darah, urin dan sekret ETT

a. Bakteri Hasil Kultur Darah

Dari 15 spesimen (14%) kultur darah yang positif yang disajikan pada
gambar 2 didapatkan distribusi bakteri terbanyak adalah Staphylococcus aureus
(3.7%), Enterococcus aeroginosa (2.8%) dan Acinetobacter calcoaciticus (1.9%) .
Distribusi bakteri hasil kultur darah selengkapnya disajikan pada Tabel 4

Bakteri yang ditemukan Jumlah Persen


didarah Isolat (%)
Gram Positif Positif (n)
Staphylococcus aureus 4 3.7
Staphylococcus 1 0.9
epidermidis
Streptococcus bovis 1 0.9
Streptococcus viridians 1 0.9
Gram Negatif
Acinetobacter 2 1.9
calcoaceticus
Klebsiella pneumonia 2 1.9
Enterobacter aeroginosa 3 2.8
Enterobacter agglomerans 1 0.9
Total 15 14.0

b. Bakteri Hasil Kultur Urin

Dari 23 spesimen (29.9%) kultur urin yang positif yang disajikan pada
gambar 2 didapatkan distribusi bakteri terbanyak adalah Klebsiella Pneumonia
(9.1%), Escherichia coli (7.8%) dan Enterococcus faecalis (3.9%). Distribusi
bakteri hasil kultur urin selengkapnya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Bakteri Hasil Kultur Urin

c. Bakteri Hasil Kultur Sekret ETT

Dari 33 spesimen (94.3%) dari kultur sekret ETT positif yang disajikan
pada grafik 1 didapatkan distribusi bakteri terbanyak adalah Acinetobacter
calcoaciticus (34.3%) dan Pseudomonas aeruginosa (20%). Distribusi bakteri
berdasarkan hasil kultur sekret ETT selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi bakteri hasil kultur sekret ETT

Bakteri yang Jumlah Isolat Persen


ditemukan disekret Positif (n) (%)
ETT
Gram Positif
Staphylococcus aureus 3 8.6
Streptococcus bovis 1 2.9
Streptococcus viridans 3 8.6
Cirrodiversus 1 2.9
Gram Negatif
Acinetobacter 12 34.3
calcoaceticus
Pseudomonas 7 20.0
aeroginosa
Klebsiella pneumonia 3 8.6
Enterobacter 2 5.7
aeroginosa
Enterobacter cloaceae 1 2.9
Total 33 94.3
2.1.3 Presentase bakteri di komunitas dan rumah sakit
Dari 219 spesimen pasien PICU yang dilakukan kultur darah, urine dan
sekret ETT didapatkan infeksi komunitas (CAI) sekitar 4,2% dan infeksi rumah
sakit (HAI) 95,8% dengan bakteri terbanyak pada hasil kultur adalah
Acinetobacter calcoaceticus (22,5%), Klebsiella pneumonia (16,9%) dan
Pseudomonas Aeroginosa (12,7%). Distribusi bakteri selengkapnya disajikan
dalam tabel 3.

Tabel 3. Distribusi bakteri berdasarkan klasifikasi infeksi

Bakteri Isolat dari Hasil Jumlah Jumlah


Kultur Isolat Isolat
Positif Positif
Infeksi Infeksi
Komunitas Rumah
(CAI) Sakit
(HAI)

Gram Positif
Staphylococcus aureus 0 7 (9.9%)
Staphylococcus 0 2 (2.8%)
epidermidis
Streptococcus bovis 0 3 (4.2%)
Streptococcus viridians 0 4 (5.6%)
Enterococcus faecalis 0 3 (4.2%)
Cirrodiversus 0 1 (1.4%)
Gram Negatif
Acinetobacter 1 (1.4%) 15 (21.1%)
calcoaceticus
Pseudomonas 0 9 (12.7%)
aeroginosa
Pseudomonas Rettgeri 0 1 (1.4%)
Klebsiella pneumonia 0 12 (16.9%)
Escherichia coli 2 (2.8%) 4 (5.7%)
Enterobacter aeroginosa 0 5 (7.0%)
Enterobacter 0 1 (1.4%)
agglomerans
Enterobacter cloaceae 0 1 (1.4%)
2.1.4 Bakteri Gram positif dan Gram negatif

a. Gambaran umum

Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dapat dibedakan menjadi dua


golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram
negatif zat lipidnya akan larut selama pencucian dengan alkohol, pori-pori pada
dinding sel akan membesar, permeabilitas dinding sel menjadi besar, sehingga zat
warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan kuman menjadi tidak berwarna.
Sedangkan pada bakteri Gram positif akan mengalami denaturasi protein pada
dinding selnya oleh pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan kaku,
pori- pori mengecil, permeabilitas kurang sehingga kompleks ungu kristal jodium
dipertahankan dan sel kuman tetap berwarna ungu. ( Staf Pengajar FKUI, 1993 )

Hal itu disebabkan karena bakteri gram positif dan gram negatif mempunyai
dinding sel yang berbeda susunan kimianya. Dinding sel bakteri gram negatif
lebih rumit susunanya dari pada bakteri gram positif. Dinding sel bakteri gram
positif hanya tersusun dari satu lapisan saja, yaitu lapisan peptidoglikan yang
relatif tebal. Sedangkan dinding sel bakteri gram negatif mempunyai dua lapisan
dinding sel, yaitu : lapisan luar yang tersusun dari lipopolisakarida dan protein,
dan lapisan dalam yang tersusun dari peptidoglikan tetapi lebih tipis dari pada
lapisan peptidoglikan pada bakteri gram positif. ( Timotius, KH, 1982 )

b. Identifikasi Bakteri

Terdapat beberapa cara untuk identifikasi bakteri antara lain :7

a. Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan langsung digunakan untuk mengamati pergerakan, dan


pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang alami, yang
pada saat mengalami fiksasi panas serta selama proses pewarnaan mengakibatkan
beberapa perubahan.
b. Pembiakan bakteri

Pembenihan atau media yaitu campuran bahan-bahan tertentu yang dapat


menumbuhkan bakteri, jamur ataupun parasit, pada derajat keasaman dan inkubasi
tertentu. Pembiakan diperlukan untuk mempelajari sifat bakteri untuk dapat
mengadakan identifikasi, determinasi, atau differensiasi jenis-jenis yang
ditemukan. Medium pembiakan terdiri dari:

1) Medium pembiakan dasar

Pembiakan dasar adalah medium sederhana yang mengandung bahan yang


diperlukan oleh sebagian besar mikroorganisme dan dipakai juga sebagai
komponen dasar untuk membuat medium pembiakan lain. Medium ini dibuat
dari 3 g ekstrak daging, 5 g pepton1000 ml air, dan 15 agar-agar dinamakan
juga bulion nutrisi atau agar nutrisi.

2) Medium pembiakan penyubur (Euriched Medium)

Medium pembiakan penyubur dibuat dari medium pembiakan dasar


dengan penambahan bahan lain untuk mempersubur pertumbuhan bakteri
tertentu yang pada medium pembiakan dasar tidak dapat tumbuh dengan
baik. Untuk keperluan ini ke dalam medium pembiakan dasar sering
ditambahkan darah, serum, cairan tubuh, ekstrak hati dan otak.

3) Medium pembiakan selektif

Medium pembiakan selektif digunakan untuk menyeleksi bakteri yang


diperlukan dari campuran dengan bakteri-bakteri lain yang terdapat dalam
bahan pemeriksaan. Dengan penambahan bahan tertentu bakteri yang dicari
dapat dipisahkan dengan mudah. Medium pembiakan ini berdasarkan pada
sifat kerjanya dapat dibedakan dalam :

a. Selektivitas karena perbedaan tumbuh

b. Selektivitas karena penghambatan.


Medium pembiakan selektif dalam pemakaiannya diberi bermacam - macam
bentuk yang sesuai dengan tujuannya,yaitu sebagai berikut;

a. Bentuk medium cair

b. Bentuk medium padat dengan penambahan agar-agar atau gelatin.Yang


termasuk ke dalam media selektif dan differensial diantaranya:

a) Agar garam mannitol

Mengandung konsentrasi garam tinggi (7,5% NaCl), yang dapat


menghambat pertumbuhan kebanyakan bakteri, kecuali Stafilokokus. Media
ini juga mengadakan fungsi differensial karena mengandung karbohidrat
mannitol, dimana beberapa Stafilokokus dapat melakukan fermentasi,
“phenol red” (pH indikator)untuk mendeteksi adanya asam hasil fermentasi
manitol. Stafilokokus memperlihatkan suatu zona berwarna kuning di
sekeliling pertumbuhannya, dan yang tidak melakukan fermentasi tidak akan
menghasilkan perubahan warna.

b) Agar darah

Darah dimasukkan ke dalam medium untuk memperkaya unsur dalam


pembiakan mikroorganisme terpilih seperti Streptococcus sp. Darah juga
akan memperlihatkan sifat hemolisis yang dimiliki Streptokokus.

1) Gama hemolisis: tidak terjadi lisis sel darah merah, tidak adanya
perubahan medium di sekitar koloni.

2) Alfa hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dengan reduksi hemoglobin
menjadi methemoglobin menghasilkan lingkaran kehijauan sekitar
pertumbuhan bakteri.

3) Beta hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dilengkapi kerusakan dan
penggunaan hemoglobin oleh mikroorganisme yang menghasilkan zona
bening sekeliling koloni.

c) Agar McConkey
Menghambat pengaruh kristal ungu terhadap pertumbuhan bakteri gram
positif, selanjutnya bakteri gram-negatif yang dapat diisolasi. Medium
dilengkapi dengan karbohidrat (laktosa), garam empedu, dan “neutral red”
sebagai pH indikator yang mampu membedakan bakteri enterik sebagai dasar
kemampuannya untuk memfermentasi laktosa.

3) Uji biokimia

Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari


interaksimetabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia.
Selainitu dilihat kemampuannyamenggunakan senyawa tertentu sebagai
sumber karbon dan sumber energi. Adapun uji biokimia yang sering
dilakukan yaitu :6,7

1. SIM “Sulfat indol motility”

Hasil yang diperoleh pada uji ini adalah positif, hal ini terlihat adanya
penyebaranyang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi. Hal ini
menunjukan adanyapergerakan dari bakteri yang diinokulasikan, yang berarti
bahwa bakteri ini memilikiflagella. Dari uji juga terlihat adawarna hitam,
yang berarti bakteri ini menghasilkan hidrogen sulfat (H2S).

2. TSIA

Triple Sugar Iron Agar medium, biasanya digunakan untuk konfirmasi


pengujian E. coli dan dapat digunakan untuk identifikasi bakteri gram negatif
yang memfermentasi dekstrosa, laktosa, sukrosa dan produksi H2S. Dari
fungsi tersebut media ini dapat diusulkan untuk konfirmasi Salmonella dan
memilahkan dari Pseudomonas yang tumbuh pada media lain BSA dan BGA.
Terjadinya fermentasi dekstrosa oleh salmonella akan menurunkan pH
menjadi asam. Kondisi ini akan menyebabkan perubahan phenol red (media
merah) menjadi kuning. Sedangkan pseudomonas karena tidak mampu
memfermentasi dekstrosa, maka media akan tetap berwarna merah. Dengan
demikian media ini dapat dengan mudah memilah salmonella dari
pseudomonas.

3. Simmon sitrat

Simmon sitrat atau nama lainnya “Simmons Citrate”medium mengandung


amonium dihidrogen fosfat, natrium klorida, natrium sitrat. magnesium
sulfat, agar, bromtimol biru, aquades dan memiliki pH 6,9.

c. Ciri-ciri Bakteri Gram positif dan Gram negatif

Berdasarkan ciri-ciri susunan dinding sel pada bakteri Gram positif dan Gram
negatif maka akan tampak perbedaan-perbedaan relatif antara kedua bakteri
tersebut,yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Perbedaan ciri-ciri dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif
Ciri Gram Positif Gram Negatif
- Struktur - Tebal (15-80 nm) - Tipis (10-15 nm)
dinding sel - Berlapis tuggal (mono) - Berlapis tiga
(multi)
- Komposisi - Kandungan lipid rendah (1- - Kandungan
dinding sel 4%) lipid tinggi
- Peptidoglikan ada sebagai (11-22%)
lapisan tunggal, komponen - Peptidoglikan
utama merupakan lebih ada di dalam
dari 50% berat kering pada lapisan kaku
beberapa sel bakteri sebelah dalam,
jumlahnya
- Ada asam tekoat sedikit,
merupakan
sekitar 10%
berat kering
- Tidak ada asam
tekoat

- Kerentanan - Lebih rentan - Kurang rentan


terhadap
penisilin
- Pertumbuhan - Pertumbuhan dihambat - Pertumbuhan
dihambat oleh dengan nyata tidak begitu
zat-zat warna dihambat
dasar,
misalnya
ungu kristal
- Persyaratan - Relatif rumit pada banyak - Relatif sederhana
Nutris Spesies
i
- Resistensi - Lebih resisten - Kurang resisten
terhadap
gangguan
fisik

Sumber : Pelczar, JM, 198


Beberapa bakteri gram positif diantaranya adalah staphylococcus
aureus.Staphycoccus epidermidis, Streptococcus Bovis, Streptococcus viridians,
dan Enterococcu faecalis. Sedangkan bakteri gram negatif diantaranya adalah
Pseudomonas aeroginosa, Klebsiella Pneumonia,E. Coli, dan Enterobacter
Aeroginosa
A. Bakteri gram positif
a. Staphylococcus aureus
Morfologi : sel berbentuk bulat atau lonjong, tidak bergerak, tidak
bersimpai, tidak berspora dan gram positif. Tersusun dalam kelompok ( seperti
buah anggur ). Pembentukan dalam kelompok ini terjadi karena pembelahan sel
terjadi dalam tiga bidang dan sel- sel anaknya cenderung untuk tetap berada
didekat sel induknya.
Sifat-sifat biakan : Staphylococcus aureus bersifat aerob dan tumbuh baik
pada perbenihan sederhana pada temperatur optimum 37 oC dan pH 7,4.
Daya tahan : merupakan salah satu kuman yang cukup kebal diantara
organisme-organisme tak berspora . Tahan dipanaskan pada 60oC selama 30 menit
. Tahan terhadap 1% fenol selama 15 menit.

b. Staphylococcus Epidermidis
Merupakan suatu golongan bakteri yang menunjukkan sifat – sifat yang
mendekati fungi / bakteri. Memiliki beberapak karakteristik antara lain : bakteri
fakultatif, koagulase negatif, katalasr positif, gram positif, berbentuk kokus dan
berdiameter 0,5 – 1,5 µm. Infeksi Staphylococcus epidermidis dapat terjadi karena
bakteri ini membentuk biofilm pad aalat – alat medis di rumah sakit dan menulari
orang – orang di lingkungan rumah sakit.

Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : S. Epidermidis
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri Gram-positif, dan salah satu
dari lebih dari 40 spesies yang termasuk genus Staphylococcus. Ini adalah bagian
dari flora manusia normal, biasanya flora kulit, dan kurang umum flora
mukosa.Meskipun S . epidermidis biasanya tidak patogen, pasien dengan sistem
kekebalan tubuh berada pada risiko mengembangkan infeksi.

C.Sterptococcus Bovis
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : S. bovis

S. bovis adalah catalase- dan oksidase negatif, non-motil, non-


bersporulasi, Gram-positif bakteri asam laktat yang tumbuh sebagai pasangan atau
rantai kokus. Ini adalah anggota dari D streptococci grup Lancefield. Kebanyakan
strain non atau gamma-hemolitik, tetapi beberapa juga menampilkan aktivitas
alpha-hemolytic pada ovin piring agar darah.

d. Streptococcus Viridans
Streptococcus viridans mencakup S.mitis, S.mutans, S.salivarius,
S.sanguis: Streptococcus golongan ini merupakan anggota flora normal yang
paling umum pada saluran pernapasan bagian atas dan berperan penting untuk
menjaga keadaan normal selaput mukosa disitu. Bakteri ini dapat mencapai aliran
darah akibat suatu trauma dan menyebabkan endokarditis pada katub jantung yang
abnormal. Beberapa S.viridans (misalnya S.mutans) mensintesis polisakarida
besar seperti dekstran atau levan dari sukrosa dan menjadi faktor penting pada
pembentukan karies gigi, halitosis dan berbagai penyakit periodontal. S.mutans
dapat membentuk koloni yang melekat dengan erat pada permukaan gigi dan lebih
esidurik daripada dengan streptococcus yang lain.
e. Enterococcus Faecalis
Diklasifikasikan dalam kingdom Bacteria, Filum Firmicutes, Famili
Enterococcaceae, Genus Enterococcus, Spesies Enterococcus Faecalis. Habitat
bakteri ini adalah di saluran pencernaan, salurna kemih dan juga dapat bekoloni di
rongga mulut manusia. Enterobacter faecalis merupakan bakteri yang tidak
membentuk spora, fakultatif anaerob, kokus gram positif dan tidak menghasilkan
reaksi katalase dengan hidrogen peroksida. Bakteri ini membentuk ovoid dengan
diameter 0,5 - 1 µm dan terdiri dari rantai pendek, berpasangan atau bahkan
tunggal.

B.Bakteri Gram negatif


a. Pseudomonas Aeroginosa
Berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6x2 µm.bakteri ini terlihat
sebagau bakteri tunggal, berpasangan dan terkadang membentuk rantai yang
pendek. Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu
memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat, tidak berspora,
tidak mempunyai selubung dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada
kutub) sehingga selalu bergerak.

Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Order : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas Aeroginosa
b. Klebsiella Pneumonia

Merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang (basil),


opportunistik, bakteri yang nonmotil (tidak bergerak), K.Pneumonia daopat
memfermentasikan laktosa .
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Klebsiella
Spesies : Klebsiella Pneumonia

Penyakit utama yang ditimbulkan oleh bakteri ini adalah pneumonia.


K.pneumonie dapat menyebabkan pneumonia bakterial. K. Pneumonia dapat
menyebabkan konsolidasi luas disertai nekrosis hemoragic pada paru-paru. Kleb
siella kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran kemih dan bakteremia dengan
lesi pada pasien yang lemah. kleb siella juga merupakan suatu opportunistik
patogen untuk pasien dengan penyakit paru-paru kronis dan rhinoscleroma.

c. Eschericia coli
Morfologi : kuman ini berbentuk batang pendek gemuk berukuran 2,4m x 0,4.
sampai 0,7m, gram negatif tak bersimpai bergerak aktif. Dan tidak berspora. Sifat-
sifat biakan : bersifat aerob atau fakultatif anaerob dan tumbuh pada perbenihan
biasa. Suhu optimum pertumbuhan adalah 37o C. Daya tahan : kuman ini dapat
tahan berbulan-bulan pada tanah dan dalam air. Kuman ini juga peka terhadap
tetrasiklin. ( Satish, G, 1990 )

d. Enterobacter Aeroginosa
Merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk basil, memiliki flagel
yang membantu pergerakan bakteri. Dapat memfermentasikan glukosa,
laktosa, maltosa dan manosa.
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Enterobacter
Spesies : Enterobacter Aerogenes

e. Enterobacter Agglomerans
Merupakan bakteri gram negatif yang bersifat motil, bakteri ini
tergolong opportunistik dan komersial pada manusia dan hewan.
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Enterobacter
Spesies : Enterobacter Agglomerans

f. Enterobacter Cloacae
Merupakan kuman geram negatif berbentuk batang dari golongan
Enterobacteriaceae. Bakteri ini hidup dengan suhu lingkyungan mesofilik
pada suhu 370 C.infeksi yang sering ditimbulkan oleh bakteri ini antara lain,
infeksi kulit, bakteremia, dan jaringan kulit, infeksi sistem pernapasan bagian
bawah, infeksi saluran kemih, infeksi intraabdominal, osteomyelitis, infeksi
mata, endokarditis, dan septik arthritis.
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Enterobacter
Spesies : Enterobacter Cloacae

g. Pseudomonas
Morfologi : batang Gram negatif, ukuran 0,5-1,0 x 3,0-4,0m. Umunya
mempunyai flagel polar tetapi kadang-kadang kurang atau sama dengan 2 – 3
flagel. Bila tumbuh pada perbenihan tanpa sukrosa terdapat lapisan lendir
polisakarida ekstraseluler.
Sifat-sifat biakan : merupakan organisme aerob, tetapi bakteri ini dapat
mempergunakan nitrat dan arginin sebagai aseptor elektron dan tumbuh secara
anaerob. Menghasilkan pigmen piosianin dan fluoresen.
Daya tahan : Pseudomonas lebih resisten terhadap desinfektan dari pada
bakteri lain. Bakteri ini senang berada dalam suasana lembab. Kebanyakan
antibiotika atau antimikroba tidak efektif terhadap bakteri ini. ( Staf Pengajar
FKUI, 1993 )
2.1.5 Infeksi terbanyak di RS Dr.M.Hoesin

Dari 219 pasien didapatkan distribusi diagnosis tertinggi adalah


bronkopneumonia (33.3%), meningitis (15.5%), ensefalitis (15.1%) dan ICH
(11.9%). Diagnosis pasien PICU selengkapnya disajikan dalam Tabel 1.

Penggunaan Antibiotik Empirik Saat Pengambilan Spesimen Kultur


Terapi antibiotik empirik tertinggi yang digunakan pada pasien PICU
dengan kultur positif pada saat pengambilan spesimen adalah ampicillin (53.4%),
ceftriaxone (31.1%) dan meropenem (7.3%).
Tabel 2. Distribusi antibiotik empirik pada pasien dengan kultur

Terapi Antibiotik Frekuensi Persen


Empirik di PICU (n) (%)
Ampicillin 117 53.4
Ceftriaxone 68 31.1
Meropenem 16 7.3
Cefipime 5 2.3
Vancomycin 4 1.8
Chloramphenicol 2 0.9
Cefotaxime 2 0.9
Ceftazidim 2 0.9
Non Antibiotik 3 1.4
Total 219 100

2.1.6 Antibiotik dan Hasil Uji Sensitivitas


a. Definisi Antibiotik

Antibiotik berasal dari bahasa yunani yaitu -anti (melawan) dan -biotikos
(cocok untuk kehidupan). Istilah ini diciptakan oleh Selman tahun 1942 yang
menggambarkan senyawa yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Istilah ini berganti setelah
ditemukannya antibiotik. Penggunaan kata antimikroba cenderung mengarah
ke semua jenis mikroba seperti anti jamur, anti parasit, anti protozoa, anti
virus, dll.3

Antibiotik berbeda dengan istilah desinfectant, desinfectant adalah bahan


pembunuh kuman dengan cara membuat lingkungan yang tidak wajar bagi
kuman, sedangkan kerja antibiotik cenderung bersifat toksisitas selektif yaitu
dapat membunuh kuman tanpa merugikan inang.4

Makalah ini membahas perihal antibiotik dalam menghambat kerja


bakteri.

1
b. Klasifikasi Antibiotik

Antibiotik diklasifikasikan berdasarkan cara kerja dan aktivitas dalam


membunuh mikroba. Berdasarkan cara kerja antibiotik dibagi menjadi
antibiotik spektrum luas dan spektum sempit. Pengertian luas bahwa antibiotik
ini dapat membunuh beberapa jenis bakteri yang sulit diidentifikasi namun
kerugiannya dapat menghambat bakteri flora normal dalam tubuh. dan
pengertian sempit antibiotik hanya dapat membunuh bakteri spesifik.4

Berdasarkan aktivitas dalam membunuh, antibiotik dibagai menjadi


Bactericidal dan Bacteriostatic. Bakterisidal yaitu antibiotik dapat membunuh
bakteri target dan cenderung lebih efektif serta tidak perlu bergantung kepada
sistem imun manusia. Antibiotik jenis ini digunakan pada pasien yang
mengalami gangguan sistem imun. Jenis antibiotik bakterisidal adalah β-
lactam, aminoglycoside, dan quinolone. Bakteriostatik justru bekerja
menghambat pertumbuhan bakteri dan dapat memanfaatkan sistem imun host.
Jenis bakteriostatik adalah tetracycline, sulfonamide, tetracycline, dan
clindamycin4

Bedasarkan mekanisme kerja, antibiotik dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :4

a. Menghambat sintesis dinding bakteri

b. Menghambat membran sel

c. Menghambat sintesis protein di ribosom

d. Menghambat sintesis asam nukleat kuman

e. Menghambat metabolisme (antagonis folat)

2
Dari masing-masing golongan terdapat mekanisme kerja, farmakokintetik,
farmakodinamik, serta aktivitas antimikroba yang berbeda-beda. Perbedaan ini
menyebabkan perbedaan kegunaan dalam klinik dan perbedaan mekanisme
terjadinya resistensi masing-masing golongan obat.4

Gambar Tempat kerja golongan antibiotik

2.1.3 Resistensi Obat Antibiotik

Resistensi antibiotik oleh mikroba dapat dibagai menjadi:4,5

a. Mikroba penghasil enzim yang merusak aktivitas obat.

Contoh: stapilokokus resisten terhadap penicillin karena menghasilkan


β-lactamase yang merusak obat-obat β-lactam.

b. Mikroba pengubah permeabilitas obat.

c. Mikroba yang merubah struktur sasaran. Contoh: Berubahnya strukur


protein reseptor pada ribosom 30S menyebabkan mikroba resisten
terhadap golongan aminoglikosida.

d. Mikroba yang merubah jalur metabolisme yang dihambat.

Contoh: Bakteri yang resisten terhadap sulfonamide tidak memerlukan


PABA (asam amino benzoate) ekstraseluler yang pada awalnya sangat
dibutuhkan

3
e. Mikroba yang mengubah enzim tetapi masih dapat melakukan fungsi
metaboliknya dan hanya sedikit dipengaruhi obat.

Penyebab terjadinya resistensi antibiotik tersebut di atas dapat bersifat non


genetik maupun genetik. Non genetik dapat berasal dari berubahnya bentuk suatu
mikroba menjadi inaktif sehingga resisten terhadap obat yang kerjanya pada
proses replikasi bakteri, sedangkan genetik dapat diturunkan dari mikroba satu ke
keturunannya melalui mutasi kromosom atau dari satu mikroba ke mikroba lain
melalui plasmid.5

Resistensi silang terjadi dari satu jenis antibiotik ke jenis yang lain. Misalnya
suatu mikroba resisten terhadap suatu jenis antibiotik menyebabkan mikroba
tersebut dapat resisten juga terhadap jenis antibiotik lain. Reaksi silang ini dapat
terjadi pada jenis-jenis yang berhubungan sacara kimia maupun tidak.5

Dari 15 antibiotik yang telah diujikan terhadap bakteri gram positif dan
gram negatif didapatkan hasil bahwa Enterobacter faecalis hanya sensitif terhadap
ampicillin (66.7%), Pseudomonas rettgeri sensitif terhadap cefotaxime (100%) dan
ceftriaxone (100%).
Bakteri gram positif (100%)dan negatif (77.8%-100%) kecuali Acinetobacter
calcoaceticus sensitif terhadap amikacin. Pseudomonas spp dan Enterobacter spp
sensitif terhadap gentamicin (100%), chloramphenicol (100%) dan ciprofloxacin
(77.8%-100%).
Bakteri gram positif sensitive terhadap vancomycin (75%-100%).
Escherichia coli sensitif terhadap fosfomycin (100%). Staphylococcus spp (75%),
Pseudomonas spp (66.7%-100%) dan Enterobacter spp (100%) sensitif terhadap
levofloxacin.
Bakteri gram negatif sensitif terhadap meropenem (66.7%-100%).
Pseudomonas spp dan Enterobacter spp sensitif terhadap cefipime (100%).
Pseudomonas spp, Escherichia coli dan Enterobacter sensitif terhadap sulbactam
(66.7%-100%).

4
5
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Dari 219 pasien PICU yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan distribusi
diagnosis tertinggi adalah bronkopneumonia (33.3%), meningitis (15.5%),
ensefalitis 33 (15.1%). Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan di PICU dengan infeksi terbanyak bronkopneumonia
(30.4%) dan meningitis (11.6%) serta hasil penelitian Khan di PICU Pakistan
yang menyatakan bahwa diagnosis tertinggi adalah bronkopneumonia dan
meningitis3.Pada periode Januari-Juni 2013 di PICU didapatkan pasien yang
mendapatkan infeksi rumah sakit (HAI) 95.8% dengan persentase bakteri
terbanyak Acinetobacter calcoaceticus (22.5%). Berdasarkan kriteria CDC bahwa
infeksi rumah sakit (70,5%) lebih tinggi dari komunitas (29,5%). Beberapa studi
lain melaporkan prevalensi infeksi rumah sakit antara 5-10% lebih tinggi dari
infeksi komunitas5.
Berdasarkan hasil kultur yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Klinik didapatkan hasil kultur darah (14%), kultur urin (29.9%), kultur sekret
ETT 94.3%) dengan bakteri bakteri terbanyak adalah Staphylococcus aureus
(3.7%), kultur urin adalah Klebsiella Pneumonia (9.1%), kultur sekret ETT
adalah Acinetobacter calcoaciticus (34.3%).
Terapi antibiotik empirik tertinggi yang digunakan di PICU saat
pengambilan spesimen kultur adalah ampicillin (53.4%), ceftriaxone (31.1%) dan
meropenem (7.3%). Dari 15 antibiotik yang telah diujikan menunjukkan bakteri
gram negatif sensitif terhadap vancoyicin (100%), gram positif sensitif terhadap
meropenem (66.7%-100%). Bakteri gram positif dan negatif di PICU sensitif
terhadap amikacin (100%). Hal ini sesuai dengan penelitian Afriyan (2009)
menunjukkan bahwa amikacin (42.8%-100%) cukup sensitif dan vancomicyn
(100%) memiliki sensitifitas tinggi sehingga vancomicin diletakkan sebagai
antibiotik lini terakhir pada pasien PICU.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadi, Usman. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: ”Resistensi


Antibiotik” (Edisi 5 Jilid III). Interna Publishing, Jakarta, Indonesia, hal
2901-2902
2. Harbinson, Heidi. 2008. Principles Pharmacology: “Principles of
Antimicrobials” (Edisi 2), Library in Congress Cataloging in Publicating
Data, Philadelphia.
3. Watson, NA. 2008. Antibiotic Prescribing In Critical Care Spesific
Indications. (Http://www.JICS.ac.id, diakses pada 20
Juni 2013).
4. Wahyudi, Afriyan dan Silvia Triratna.2009. Pola Kuman
dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Pasien Unit Perawatan Intensif
Anak RSMH Palembang. (Http://www.saripediatri.idai.or.id,
diakses pada 10 Juni 2013).
5. Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
:”Gagal Ginjal Kronik”(Edisi ke 6). Terjemahan oleh Brahm U.Pendit, EGC,
Jakarta, Indonesia hal 919.
6. Chaturvedi UC, Ragupathy R, Pacsa AS, Elbishbishi EA, Agarwal R,
Nagar R, et.al. Shift from a Th1-Type Response to Th2-Type in Dengue
Haemorrhagic Fever; Curr.Sci. 1999; 76: 63–69
Suharti C., van Gorp ECM , Dolmans WMV., Setiati TE., Hack CE,
Djokomoeljanto RJ., van der Meer JWM. Cytokine patterns during dengue
shock syndrome. Eur. Cytokine Netw. 2003;
14(3): 172–177
8. Kuno G, Bailey RE. Cytokine Responses to Dengue Infection among
Puerto Rican Patients. Mem Inst Oswaldo Cruz 1994;
89(2): 179-182.
9. Priyadarshini D, Gadia RR, Tripathy A, Gurukumar KR, Bhagat A,
Patwardhan S, Mokashi N, Vaidya D, Shah PS, Cecilia D. Clinical
Findings and Pro- Inflammatory Cytokines in Dengue Patients in Western
India: A Facility- Based Study. PLoS ONE 2010; 5 (1): e8709
7
10. Restrepo BN, Ramirez RE, Arborelda M, Alvarez G, Ospina M, Diaz FJ.
Serum Levels of Cytokines in Two Ethnic Groups with Dengue Virus
Infection. Am J Trop Med Hyg 2008; 79 (5): 673-77
11. Vejbaesya S, Luangtrakool P, Luangtrakool K, Kalayanarooj S,
Vaughn DW.,Endy T P., Mammen MP., Green S, Libraty DH., Ennis F A.,
Rothman AL., Stephens HAF.. TNF and LTA Gene, Allele, and Extended
HLA Haplotype Associations with Severe Dengue Virus Infection in
Ethnic Thais. JID
2009;199:1442-8
12. Oishi K, Mapua CA., Carlos CC.,Cinco- Abanes MTDD., Saito M, Inoue
S, Morita K et al.. Dengue and other Febrile Illnesses among
Children in the Philippines. Dengue Bull. 2006; 30:26-34
13. Witayathawornwong P. 2005. DHF in infants, late infat and older children:
a comparative study. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 36(4):
896-900.
14. Kalayanarooj S, Vaughn D. W, Nimmannitya S, Green S,
Suntayakorn S, Kunentrasai N, et. al. Early Clinical and Laboratory
Indicators of Acute Dengue
Illness. JID. 1997; 313-321
15. Pusat Data dan Surveilans Kementerian Kesahatan RI. Demam Berdarah
Dengue di Indonesia tahun 1968-2009. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010;
2: 1-14.
16. Koraka P., Suharti C., Setiati T. E., Mairuhu A. T. A., Van Gorp E.,
Hack C. E., et al. Kinetics of Dengue Virus- Specific Serum
Immunoglobulin Classes and Subclasses Correlate with Clinical Outcome of
Infection. J Clin Microbiol.
2001 December; 39(12): 4332–4338.
17. Phuong CXT, Nhan NT, Kneen R, Thuy PTT, Thien CV, Nga NTT, et al.
Clinical diagnosis and asssessment of severity of confirmed dengue
infections in Vietnamese children: is the World Health Organization
classification system helpful? Am. J. Trop. Med. Hyg. 2004;
70(2):172–179

8
18. Wang L, Chen RF, Liu JW, Yu HR, Kuo HC, and Yang KD.. Implications
of Dynamic Changes among Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Membrane
TNF Receptor, and Soluble TNF Receptor Levels in Regard to the
Severity of Dengue Infection. Am. J. Trop. Med. Hyg.
2007; 77(2): 297–302
19. Chakravarti A, Kumaria R. Circulating Levels of Tumour Necrosis Factor-α
& Interferon-γ in patients with Dengue & Dengue Haemorrhagic Fever
During an Outbreak. Indian J Med Res. 2006; 123:
25-30
20. Nguyen TH, Lei HY, Nguyen TL, Lin YS, Huang KJ, Le BL, Lin CF, Yeh
TM, Do QH, Vu TQ, Chen LC, Huang JH, Lam TM, Liu CC, Halstead SB.
Dengue Hemorrhagic Fever in Infants: A Study of Clinical and Cytokine
Profiles. J Infect Dis. 2004 Jan 15; 189(2): 221-32.

You might also like