Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 1
WHO menyatakan aspek-aspek determinan kesehatan adalah lingkungan sosial
dan ekonomi, fisik dan karakter serta perilaku individu itu sendiri. Berdasarkan
Permenkes nomor 64 tahun 2015 menyatakan aspek-aspek analisis determinan
kesehatan terdiri dari analisis perilaku, kesehatan inteligensia dan lingkungan
strategis, termasuk di dalamnya analisis politik kesehatan, sosial serta ekonomi.
Akses terhadap pelayanan yang masih rendah tidak hanya disebabkan masalah
jarak, tetapi terdapat dua faktor penentu (determinan) yaitu determinan pelayanan
dan determinan permintaan. Determinan penyediaan terdiri atas organisasi
pelayanan dan infrastruktur fisik, tempat pelayanan, ketersediaan, pemanfaatan
dan distribusi petugas, biaya pelayanan serta mutu pelayanan. Sedangkan
determinan permintaan yang merupakan faktor pengguna meliputi rendahnya
pendidikan dan kondisi sosial budaya masyarakat serta tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah atau miskin.
Status dokter PNS dan PTT menjadi masalah terkait dengan reward Dokter PNS
sebagai kepala puskesmas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab yang lebih
besar tetapi memperoleh reward yang lebih sedikit dibanding dengan dokter PTT
dengan tanggung jawab serta pengalaman yang lebih sedikit. Keberlangsungan
dokter PTT yang sering berganti akan memengaruhi manajemen puskesmas.
Jumlah perawat dan bidan cukup bila dilihat dari kebutuhan wilayah terutama untuk
pelayanan pengobatan di dalam gedung, tetapi sifatnya hanya menunggu
kedatangan pasien Rendahnya kunjungan pasien ke puskesmas membuktikan
bahwa puskesmas induk sulit dijangkau oleh masyarakat hal ini terkait dengan letak
geografis.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 2
C. Tujuan Penyusunan Rencana Aksi Kegiatan
Umum
Sebagai tindak lanjut penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) guna
mendukung pencapaian tujuan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2019 sekaligus
Visi dan Misi Presiden RI.
Khusus
1. Tersusunnya indikator kinerja hingga tahapan pelaksanaan kegiatan Pusat
Analisis Determinan Kesehatan untuk tahun 2016-2019.
2. Menjadi dasar acuan bagi jajaran Pusat Analisis Determinan Kesehatan dalam
menentukan kebijakan dan rencana kerja operasional yang akan selaras
dengan perencanaan anggaran dan kegiatan kerja masing-masing Bidang dan
Bagian.
D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2014 tentang Sistem Kesehatan
Nasional;
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 3
374/MENKES/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 375/MENKES/SK/V/2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
2. Tugas :
Pusat Analisis Determinan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang analisis determinan kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Fungsi :
Selama melaksanakan tugas, Pusat Analisis Determinan Kesehatan mempunyai fungsi
sebagai berikut :
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 4
Susunan Organisasi Pusat Analisis Determinan Kesehatan terdiri dari a.
Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan, terdiri atas:
c. Bidang Analisis Lingkungan Strategis, terdiri atas: 1) Subbidang Analisis Politik Kesehatan;
dan 2) Subbidang Analisis Sosial Ekonomi.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 5
STRUKTUR ORGANISASI
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 6
PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN BAB II
SUBBAGIAN SUBBAGIAN
PROGRAMDAN KEPEGAWAIAN,
EVALUASI KEUANGAN DAN
UMUM
SUBBIDANG SUBBIDANG
ANALISIS POLITIK KESEHATAN ANALISIS PERILAKU
SUBBIDANG SUBBIDANG
ANALISIS SOSIAL DAN EKONOMI ANALISIS KESEHATAN INTELIGENSIA
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
(KJF)
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 7
Rencana Strategis (Renstra), sekaligus Visi dan Misi Presiden RI, serta
mensinergikan pembangunan kesehatan bagi institusi pemerintah, organisasi
non pemerintah, institusi swasta, masyarakat dan pelaku lain, baik pada tataran
nasional, provinsi maupun kabupaten dan kota. Dengan adanya panduan ini,
semua pelaku yang bergerak dalam pembangunan Kesehatan :
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 8
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat
e. Manajemen pelayanan kesehatan ( terutama SDM dan sistem informasi kesehatan )
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 9
Standar Profesi sebagai acuan oleh tenaga kesehatan merupakan persyaratan
yang mutlak harus dimiliki. Mengukur kemampuan tenaga kesehatan dapat
diketahui dari standar profesi yang harus dipatuhi.
1. Profesi Bidan
2. Sanitarian
4. Rekam Medis
5. Keperawatan
6. Tekniker Gigi
7. Gizi
8. Radiologi
9. Elektro medik
10. Fisioteraspis
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 10
TPP merupakan kerangka kerja sama ekonomi komprehensif lintas Pasifik yang
saat ini telah mencakup 12 negara. Keberadaan AS di dalam keanggotaan TPP
membuat skema kerja sama ini menjadi sangat strategis dan begitu diperhitungkan,
mengingat besarnya peran negara adidaya tersebut dalam perdagangan dunia dan
potensi pasar yang dimilikinya.
Yang perlu diwaspadai dan jauh lebih penting sebenarnya adalah fakta bahwa
TPP bukan semata-mata perjanjian dagang. Substansi yang diatur dalam TPP
memiliki cakupan yang sangat luas dengan tingkat intervensi terhadap peraturan
perundang-undangan dalam negara anggota yang sangat dalam, bahkan melebihi
aturan-aturan Liberalisasi dalam Masyarakat Ekonomi Asean. Selain perdagangan
barang, TPP juga mengatur perdagangan Jasa, Tenaga Kerja, Investasi,
Pelestarian Lingkungan, Perlindungan Hak Cipta, Persaingan Usaha, BUMN,
UMKM, dan anti korupsi. Artinya, besarnya potensi manfaat dari perdagangan
barang saja belum cukup untuk dijadikan dasar bagi Indonesia untuk bergabung ke
TPP, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain yang di timbulkan seperti :
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 11
harga murah. Hal ini tentunya akan berdampak pada peningkatan biaya
pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya penyediaan obat-obatan bagi
masyarakat menengah ke bawah. Padahal, Indonesia masih sangat
bergantung pada obat generik untuk dapat pelayanan kesehatan yang
terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 12
generiknya, dalam hal ini akan berpengaruh kepada pelayanan dan biaya
kesehatan di Indonesia.
7. Dari segi undang undang berapa milyard biaya yang dipakai untuk membuat
sebuah undang-undang, dan berapa banyak undang undang yang akan di
sesuaikan dengan TPP.
Hal ini dirasakan perlu untuk dibentuk Pusat Analisis Determinan Kesehatan
(PADK) yang secara komprehensif menjembatani kebutuhan Unit Unit utama,
penguatan sektor dan harmonisasi, membantu mensinergikan Kebijakan
perencanaan dan pelaksana dalam mengintegrasikan tema-tema strategis
(pengarusutamaan) dalam bentuk rekomendasi Analisis politik kesehatan, Sosial
Ekonomi, Perilaku Kesehatan dan Kesehatan Inteligensia, baik dalam RPJMN,
RENSTRA, dan RKP. Tantangan dalam pengembangan bidang Analisis
Determinan Kesehatan akan semakin kompleks sejalan dengan kuatnya pengaruh
eksternal maupun internal akibat globalisasi, SDGs, TPP (Trans Pasifik Patner),
MEA(Masyarakat Ekonomi Asean),GHSA, (Global Health Securrity Assessment ),
HTA (Health Tecnology Assessment), Desentralisasi, perubahan iklim, perubahan
lingkungan dan lain sebagainya.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 13
Dalam perkembangannya, masing-masing Program/Direktorat berupaya
menterjemahkan dalam berbagai program pembangunan yang diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang
dihadapinya, tanpa melihat program program di sekelilingnya sehinga seolah-olah
mereka bekerja sendiri sendiri tanpa perlu dukungan program lain. Faktor faktor
diatas, akan menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dalam rangka
pembangunan kesehatan berkesinambungan menuju Indonesia Sehat. Penekanan
terhadap kesehatan sebagai elemen kunci pembangunan berkelanjutan dengan
Rentang geografis yang luas, dan sebaran penduduk yang tidak merata baik
sosial, ekonomi, geografi dan pendikannya, dalam membuat Kebijakan
Pembangunan Kesehatan diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif
dengan kerjasama yang harmonis antar sektor dan antar program, sekaligus juga
melibatkan partisipasi dan peran masyarakat.
Angka kesakitan dan kematian penyakit merupakan indikator dalam menilai derajat
kesehatan suatu masyarakat.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis.
Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur dengan Case Notification Rate
(CNR), prevalensi (didefinisikan sebagai jumlah kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu),
dan mortalitas/kematian (didefinisikan sebagai jumlah kematian akibat tuberkulosis dalam jangka
waktu tertentu).
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 14
KASUS BARU BTA POSITIF (BTA+), Pada tahun 2014 ditemukan jumlah
kasus baru BTA+ sebanyak 176.677 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru
BTA+ yang ditemukan tahun 2013 yang sebesar 196.310 kasus. Jumlah kasus
tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar
yaitu Jawa Barat, Jawa Timur , dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi
tersebut sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Menurut jenis
kelamin, kasus BTA+ pada laki - laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,5 kali
dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing provinsi
diseluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Kep.
Bangka Belitung, kasus pada laki - laki hampir dua kali lipat dari kasus pada
perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru paling banyak ditemukan pada
kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 20,76% diikuti kelompok umur 45-54
tahun sebesar 19,57% dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,24%.
Penyakit Kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit Hansen
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae . Bakteri ini mengalami proses
pembelahan cukup lama antara 2–3 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta
mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa inkubasi 2 – 5
tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 15
Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif,
menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan
mata.Angka prevalensi dan angka penemuan kasus baru Sejak tercapainya status
eliminasi kusta pada tahun 2000, situasi kusta di Indonesia menunjukkan kondisi
yang relatif statis. Hal tersebut dapat terlihat dari angka penemuan kasus baru
kusta selama lebih dari dua belas tahun yang menunjukkan kisaran angka antara
enam hingga delapanper 100.000 penduduk dan angka prevalensi yang berkisar
antara delapan hingga sepuluh per 100.000 penduduk per tahunnya. Namun, sejak
tahun 2012 hingga tahun 2014 angka tersebut menunjukkan penurunan. Target
prevalensi kusta sebesar <1 per 10.000 penduduk (<10 per 100.000 penduduk)
berdasarkan bebannya, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban kusta tinggi
(high burden) dan beban kusta rendah (low burden). Provinsi disebut high burden
jika NCDR(new case detection rate : angka penemuan kasus baru) > 10 per
100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low
burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru kurang
dari 1.000 kasus.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 16
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet
(ludah) orang yang telah terinfeksi. Sebagian besar kasus campak menyerang
anak-anak usia pra sekolah dan usia SD. Jika seseorang pernah menderita
campak, maka dia akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut
seumur hidupnya. Pada tahun 2014, dilaporkan terdapat 12.943 kasus campak,
lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 11.521 kasus. Jumlah kasus
meninggal sebanyak 8 kasus, yang dilaporkan dari 5 provinsi yaitu Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur, Incidencerate (IR)
campak pada tahun 2014 sebesar 5,13 per 100.000 penduduk, meningkat
dibandingkan tahun 2013yang sebesar 4,64 per 100.000 Barat, dan Jawa Tengah
merupakan provinsi dengan IR campak terendah. Sedangkan Aceh, DI Yogyakarta,
dan Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan IR campak tertinggi. Campak
dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4
minggu berturut-turut yang terjadi secara mengelompok dan dibuktikan adanya
hubungan epidemiologis. Pada tahun 2014, jumlah KLB campak yang terjadi
sebanyak 173 KLB dengan jumlah kasus sebanyak 2.104 kasus. Frekuensi KLB
campak tertinggi terjadi di Jawa Timur sebanyak 41 kejadian dengan 187 kasus.
Diikuti Banten sebanyak 18 KLB dan Jambi serta Sumatera Selatan masing-masing
14 KLB. Namun jumlah kasus terbanyak terjadi diMaluku yaitu sebesar 326 kasus.
Jumlah kasus yang meninggal pada KLB campak tersebut sebanyak 21 kasus yang
dilaporkan dari Jawa Timur dan Sumatera Selatan, jauh meningkat dibandingkan
tahun 2013 dengan kematian hanya 1 kasus.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 17
POLIO DAN AFP disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf
sehingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya
menyerang anak berusia 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah,
sakit kepala, mual, kaku di leher, serta sakit di tungkai dan lengan. AFP merupakan
kelumpuhan yang sifatnya flaccid yang bersifat lunglai, lemas atau layuh, atau
terjadi penurunan kekuatan otot, dan terjadi secara akut (mendadak).
Sedangkan non polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus polio
sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus polio.
Kementerian Kesehatan menetapkan non polio AFP rate minimal 2/100.000
populasi anak usia <15 tahun. Pada tahun 2014, secara nasional non polio AFP
rate sebesar 2,38/100.000 populasi anak <15 tahun yang berarti telah mencapai
standar minimal penemuan.
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Incidence Rate dan Case Fatality Rate
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang isebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod - Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang
tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan
kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Pada tahun 2014 jumlah penderita
DBD yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak
907 orang (IR/Angka kesakitan= 39,8per 100.000 penduduk dan CFR/angka
kematian= 0,9%). Dibandingkan tahun 2013 dengan kasus sebanyak 112.511 serta
IR 45,85 terjadi penurunan kasus pada tahun 2014. Target Renstra kementerian
Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun 2014 sebesar ≤ 51per 100.000
penduduk, dengan demikian Indonesia telah mencapai target Renstra 2014.
Demam Chikungunya (demam chik) adalah suatu penyakit menular dengan gejala
utama demam mendadak, nyeri pada persendian, terutama pada sendi lutut,
pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang, serta ruam pada kulit.
Demam chik ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictusdan Aedes aegyptyyang juga
merupakan nyamuk penular penyakit DBD. Demam chik dijumpai terutama di
daerah tropis/subtropis dan sering menimbulkan epidemi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi munculnya demam chik yaitu rendahnya status kekebalan
kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 18
tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan. Selama
tahun 2014 terdapat 8 kabupaten/kota dari 4 provinsi yang melaporkan terjadinya
KLB Chikungunya yaitu: Kabupaten Tulungagung, Kab. Pamekasan, Kab Ngawi
(Provinsi Jawa Timur), Kabupaten Tapanuli Selatan (Provinsi Sumatera Utara),
Kabupaten Banggai (Provinsi Sulawesi Tengah), Kabupaten Bolaang Mongondow,
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kotamobagu (Provinsi Sulawesi Utara).
Pada tahun 2014 kejadian KLB lebih banyak dan terjadi di 3 pulau di Indonesia
dibandingkan tahun 2013 dengan kejadian KLB hanya terjadi di 2 kabupaten/kota
dari 1 provinsi.
Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi
dan Brugia timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis
menular melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya.
Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan
menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki, tungkai,
payudara, lengan dan organ genital. WHO menetapkan kesepakatan global untuk
mengeliminasi filariasis pada tahun 2020 (The Global Goal of Elimination of
Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Di dunia
terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih dari
83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara. Di Indonesia, pada tahun 2014
terdapat 14.932 kasus filariasis.
Rabies merupakan penyakit mematikan baik pada manusia maupun hewan yang
disebabkan oleh infeksi virus (golongan Rabdovirus) yang ditularkan melalui gigitan
hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan serigala yang di dalam
tubuhnya mengandung virus. Terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam
memantau upaya pengendalian rabies, yaitu: GHPR (kasus Gigitan Hewan Penular
Rabies), PET/Post Exposure Treatment (penatalaksanaan kasus gigitan), dan
kasus yang positif rabies dan mati berdasarkan uji Lyssa. Tahun 2014 terdapat 25
provinsi tertular rabies dari 34 provinsi di Indonesia (Kementerian Pertanian).
Sebanyak sembilan provinsi lainnya bebas rabies, lima diantaranya provinsi bebas
historis (Papua, Papua Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan NTB), dan
enpat provinsi dibebaskan (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan DKI
Jakarta). Kasus kematian karena rabies (Lyssa) di tahun 2014 secara signifikan
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 19
mengalami penurunan dari 195 pada tahun 2009 menjadi 81 kasus Lyssa pada
tahun 2014. Demikian juga dengan jumlah kasus GHPR pada tahun 2014
mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir.
2005, jumlah kasus terus menurun pada periode tahun 2006-2014 dari 55 kasus pada tahun 2006
menjadi dua kasus pada tahun 2014. Namun, keseluruhan kasus konfirmasi flu burung pada tahun
2014 tersebut meninggal (CFR=100%).
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 20
1. Stop buang air besar sembarangan(BABS),
2. Cuci tangan pakai sabun,
3. Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga,
4. Pengamanan sampah rumah tangga, dan
5. Pengamanan limbah cair rumah tangga Desa STBM adalah desa yang sudah stop
BABS minimal 1 dusun, mempunyai tim kerja STBM atau natural leader, dan telah
mempunyai rencana kerja STBM atau rencana tindak lanjut.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 21
Malaysia, Thailand dan India, mempunyai dampak yang signifikan dalam
menurunkan angka akibat inspeksi (wabah) .
Faktor Diterminan diatas, akan menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan
dalam rangka pembangunan kesehatan berkesinambungan menuju Indonesia
Sehat. Penekanan terhadap kesehatan sebagai elemen kunci pembangunan
berkelanjutan dengan Rentang geografis yang luas, dan sebaran penduduk yang
tidak merata baik sosial, ekonomi, geografi dan pendikannya, dalam membuat
perencanaan pembangunan kesehatan diperlukan tatalaksana terintegrasi dan
komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sektor dan antar program.
sekaligus juga melibatkan partisipasi dan peran masyarakat. Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Dan SDM Kesehatan :
Salah satu fokus prioritas pembangunan pemerintah adalah upaya percepatan dan/atau
perlakuan khusus antara lain untuk pembangunan kesehatan Daerah Terpencil
Perbatasan (DTP), terutama diarahkan pada wilayah Indonesia bagian timur.Arah tujuan
pembangunan kesehatan antara lain untuk meningkatkan jangkauan dan pemerataan
pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat di daerah terpencil perbatasan dan
kepulauan khususnya di puskesmas prioritas nasional DTP. Terdapat 6 (enam) strategi
yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI., 2010 yaitu:
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 22
6) Meningkatkan manajemen Puskesmas di DTPK, termasuk sistem surveilans, monitoring dan
evaluasi, serta Sistem Informasi Kesehatan.
1) Promosi kesehatan
2) Kesehatan lingkungan
3) Kesehatan Ibu dan Anak serta KB
4) Perbaikan gizi masyarakat
5) Pencegahan penyakit
6) Pengobatan, kesiapsiagaan dan kegawatdaruratan.
Terdapat tiga kelompok sasaran yaitu bayi, balita dan ibu hamil/ nifas/menyusui.
Masalah atau isu publik yang timbul adalah daerah perbatasan merupakan etalase
negara, di samping itu daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK)
memiliki topografi yang ekstrem. Oleh karena itu peran infrastruktur menjadi salah
satu komponen fisik yang penting bagi wilayah perbatasan karena pengembangan
infrastruktur yang sistematis.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 23
Akses terhadap pelayanan yang masih rendah tidak hanya disebabkan masalah
jarak, tetapi terdapat dua faktor penentu (determinan) yaitu determinan pelayanan
dan determinan permintaan. Determinan penyediaan terdiri atas organisasi
pelayanan dan infrastruktur fisik, tempat pelayanan, ketersediaan, pemanfaatan
dan distribusi petugas, biaya pelayanan serta mutu pelayanan. Sedangkan
determinan permintaan yang merupakan faktor pengguna meliputi rendahnya
pendidikan dan kondisi sosial budaya masyarakat serta tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah atau miskin.
Mengingat reward berupa insentif finansial untuk daerah terpencil sudah tidak ada
lagi maka akan menyulitkan dalam merekrut Pegawai Negeri Sipil (PNS) agar mau
menetap di daerah terpencil. Sumber daya puskesmas khususnya di daerah
terpencil perbatasan masih perlu dibenahi terutama tentang keseimbangan masa
kerja, beban kerja dan reward bagi tenaga kesehatan PNS dan PTT.
dengan Banyaknya kasus kegawatdaruratan membutuhkan peralatan dan
keterampilan khusus, tetapi dalam kenyataannya masih kurang. Mengingat
puskesmas dan jaringannya (pustu, polindes) adalah sasaran pertama untuk
menangani kasus darurat maka penyediaan peralatan gawat darurat perlu tersedia
di semua jaringan puskesmas dan perlu pemberian keterampilan kepada tenaga
kesehatan yang bertanggung jawab di fasilitas kesehatan tersebut.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 24
Pengaruh Kebijakan Nasional UU Nomor 23 thn 2014: Desentralisasi, Organisasi
Perangkat Daerah:
Peningkatan kapasitas dan kualitas suatu bangsa melalui pembangunan SDM yang
unggul merupakan tugas bersama dalam menciptakan bangsa yang kuat dan
Negara yang makmur. Melalui SDM yang unggul, tangguh dan berkualitas baik
secara fisik dan mental akan berdampak positif tidak hanya terhadap peningkatan
daya saing dan kemandirian bangsa, namun juga dalam mendukung
pembangunan nasional.Dalam kaitan ini, terdapat beberapa hal yang harus
menjadi prioritasutama dalam pembangunan kualitas SDM antara lain;
Pertama adalah sistem pendidikan yang baik dan bermutu. Untuk mencapai hal
tersebut, maka diperlukan penataan terhadap sistem pendidikan secara
menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya
dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja, berorientasikan pada penguasaan
iptek, serta merata di seluruh pelosok tanah air.
Pusat Analisis
Determinan Kesehatan 25
tuntutan/kebutuhan pasar merupakan faktor keunggulan suatu bangsa dalam
menghadapi persaingan global. Pemerintah memegang peranan penting dalam
menyiapkan program-program strategis guna menghasilkan SDM berkualitas dan
siap memasuki pasar kerja. Terakhir, adalah pembinaan dan pengembangan
masyarakat terutama generasi muda. Sebagai penopang utama dalam roda
pembangunan, pemberdayaan generasi muda diharapkan dapat menciptakan
generasi yang kreatif, inovatif dan berdaya saing tinggi. Karakteristik generasi
muda seperti inilah yang diharapkan mampu berkonstribusi dan memenangkan
persaingan global.
Pembangunan perkotaan yang sangat pesat dalam saat ini telah memberikan satu
dampak yang signifikan terhadap perubahan kualitas ekosistem. Perubahan
kualitas ekosistem sendiri akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia, salah
satunya terhadap derajat kesehatan di perkotaan. Kesehatan kota merupakan satu
isu mutakhir yang sedang berkembang saat ini, khususnya berkaitan dengan
penyakit menular. Permasalahan terkait penyakit menular semakin menjadi
kompleks manakala dikaitkan dengan pola hidup, pola mobilitas dan interaksi dan
kepedulian masyarakat untuk mencegahnya serta kualitas lingkungan perkotaan
itu sendiri.
Melalui analisis dan policy breef yang dihasilkan oleh Pusat Analisis Determinan
sebagai unsur pendukung pelaksanaan tugas kementerian kesehatan di bidang
Analisis dan secara administrasi melalui Sekretaris Jenderal, diharapkan dapat
mampu memberi jalan keluar sekaligus menjawab tantangan tersebut diatas.
Dijelaskan tujuan dari GHSA terdiri dari 3 kelompok besar, yaitu pencegahan
outbreak/epidemi yang bersifat pencegahan, deteksi dini ancaman kesehatan dan
keamanan, dan respon secara cepat dan efektif. Dalam mencapai tujuan besar
itu, forum GHSA melakukan identifikasi terhadap 11 paket kegiatan untuk
dilaksanakan negara anggota GHSA. Disebutkan 11 Action Package itu adalah
pencegahan pada Anti Microbial Resistance (AMR), penyakit zoonosis, biosafety
dan biosecurity, serta Imunisasi.Selain itu ada sistem laboratorium nasional,
realtime surveilleance, pelaporan dan workforce development.
Kegiatan dalam GHSA itu tidak mungkin hanya dilakukan Kementerian Kesehatan,
tetapi juga harus melibatkan seluruh sektor dan unsur masyarakat. Untuk itu,
Pusat Analisis Determinan Kesehatan bersinergi Melalui Forum Koordinasi
dengan melibatkan para pakar, akademisi, stakeholders mencari jalan keluar
tentang issue-issue Kesehatan baik Nasional maupun Global yang berkembang
sangat cepat, dan membutuhkan penanganan yang tepat dengan diidorong oleh
kekuatan globalisasi,issue kesehatan satu negara saat ini menjadi shared
responsibilities dari komunitas international sehingga dalam penanganannya
membutuhkan kerjasama antar negara. Sebagai contoh dari global health security,
adalah wabah virus flu burung yang sudah bermutasi dari hewan ke manusia yang
memerlukan penanganan serius dengan melibatkan stake holders lintas negara.
Demografi
Pertambahan penduduk disuatu daerah disatu pihak akan merupakan modal
pembangunan, karena terdapat angkatan kerja sesuai perkembangan penduduk
tersebut. Sedangkan dilain pihak akan menjadi beban pemerintah karena setiap
jiwa akan membutuhkan kebutuhan hidup, seperti pangan, sandang, penyediaan
prasarana dan sarana sekolah serta lapangan kerja. Namun demikian terhadap
angkatan kerja baik yang berada di kota, pinggiran kota, maupun di desa semakin
sulit memperoleh lapangan pekerjan, apalagi berupaya menciptakan lapangan
kerja baru atau wirausaha baru. Hal tersebut semakin tidak seimbang antara
jumlah pencari kerja aktif maupun adanya lowongan kerja.
Melihat kondisi seperti ini, ada beberapa hal yang menjadi faktor rendahnya daya
saing Indonesia yaitu: kinerja logistik, tarif pajak, suku bunga bank, serta
produktivitas tenaga kerja. Pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015 sudah berjalan, Indonesia harus mulai memperbaiki diri, jika
tidak ingin menjadi sasaran masuknya produk-produk negara anggota ASEAN.
Indonesia harus banyak belajar dari pengalaman pelaksanaan free trade
agreement (FTA) dengan China, akibatnya China menguasai pasar komoditi
Indonesia. Tidak ada pilihan lain selain menghadapi dengan percaya diri bahwa
Sosial Ekonomi
Lebih dari 110 juta orang Indonesia hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2
per hari. Jumlah ini sama dengan jumlah penduduk Malaysia, Vietnam dan
Kamboja digabungkan. Sebagian besar penduduk miskin di Asia Tenggara tinggal
di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga tidak mampu meningkatkan berbagai
indikator utama pembangunan kesehatan dibandingkan dengan negaranegara
Asia Timur lainnya. Tingkat kematian ibu hamil di Indonesia, misalnya, dua kali
lebih tinggi dari tingkat kematian di Filipina dan lima kali lebih tinggi dari Vietnam.
Hampir setengah dari penduduk Indonesia tidak mempunyai akses yang cukup
terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi. Indonesia memang telah mencapai hasil
yang memuaskan dalam menurunkan tingkat kemiskinan sejak tahun 1960-an dan
juga telah berhasil mengurangi efek dari krisis. Tetapi Indonesia masih harus
menghadapi tiga masalah mendasar dalam upaya mengangkat sebagian besar
penduduk yang masih terhimpit kemiskinan dan kepapaan, yaitu:
Kesenjangan pendapatan tercermin dalam indikator angka kematian anak dan ibu,
yang sampai tingkat tertentu dapat dijelaskan dengan kesenjangan cakupan
pelayanan kesehatan antara kelompok miskin dan kaya.
2. Pada sisi penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harus diperbaiki. Aspek
terpenting adalah membiayai investasi di bidang sanitasi yang akan terus
meningkat. Dua pilihan yang dapat dilakukan adalah: (i) mengadakan
kesepakatan nasional untuk membahas masalah pembiayaan fasilitas sanitasi
dan (ii) mendorong pemerintah lokal untuk membangun fasilitas sanitasi pada
tingkat daerah dan kota; misalnya dengan menyediakan DAK untuk
pembiayaan sanitasi ataupun dengan menyusun standar pelayanan minimum.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat
tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu,
ketersediaan fasilitas dan sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Angka Kematian Ibu sudah mengalami penurunan, namun masih jauh dari target
MDGs tahun 2015, meskipun jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan mengalami peningkatan. Kondisi ini kemungkinan disebabkan antara
lain oleh kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil
yang tidak sehat dan faktor determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu
adalah hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post partum. Penyebab ini
dapat diminimalkan apabila kualitas antenatal care dilaksanakan dengan baik.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara
lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes,
hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda 35 tahun, terlalu dekat jaraknya
2 tahun, dan terlalu banyak anaknya >3 orang).
Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni 19/1000
kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Paska Neonatal (AKPN) terjadi
penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian
anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/ 1000 kelahiran hidup. Penyebab
kematian pada kelompok perinatal adalah Intra Uterine Fetal Death (IUFD), yakni
sebanyak 29,5% dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%. Hal ini
berarti faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi
bayinya. Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun, penyebab utama kematian
adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan perilaku
hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.
Meski begitu, secara keseluruhan banyak pihak sepakat bahwa terdapat beberapa
fokus SDGs yang dapat menjadi panduan pembangunan serta sesuai dengan
sembilan agenda prioritas Presiden (Nawacita) di antaranya:
1. Goal 3. Kesehatan untuk semua lapisan usia, dengan usulan indikator antara
lain (i) tingkat kematian penduduk akibat penyakit dan kecelakaan per 100 ribu
penduduk; (ii) tingkat polusi.
2. Goal 6. Ketersediaan air dan sanitasi, dengan indikator (i) proporsi rumah
tangga dengan akses air minum (bukan air bersih); (ii) pengolahan limbah
rumah tangga yang diolah sesuai dengan standar nasional
1. Pengurangan Kemiskinan,
.
Hasil penelitian menunjukan adanya asosiasi negatif dari konsumsi pronografi pada
bebarapa titik bagian otak (pre frontal cortex, gyrus insula, nucleus accumbens
putamen, cingulated dan cerebellum) yang mengakibatkan adanya gangguan
kognitif seseorang. Kajian neuroscience, membuktikan sebuah image yang
menggetarkan emosi, serupa gambar porno, memicu sebuah reaksi biokimia yang
kuat pada otak. Reaksi ini bersifat instan, kata Reismen, “namun meninggalkan
jejak ingatan permanen pada memori.'' Sekali saja cairan zat kimia saraf tercipta,
maka ia akan sulit bahkan tidak mungkin dihapus. ketika sebuah image tertangkap
mata meski image itu hanya melintas 3/10 detik dan tersambung ke otak, maka
secara alami otak akan mengalami perubahan struktural, lantas merekamnya
Dan kerusakan otak akibat kecanduan pornografi adalah yang paling berat, lebih
berat dari kecanduan kokain, 6 fatamorgana tentang pornografi yang terlanjur
tercipta secara tidak sengaja oleh otak kita sebagai berikut :
6. Kerusakan bagian otak ini akan membuat prestasi akademik atau prestasi
kerja menurun, orang tidak bisa membuat perencanaan, mengendalikan hawa
nafsu dan emosi, mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak
sebagai pengendali impuls-impuls. Bagian inilah yang membedakan manusia
dengan binatang.
Pada pecandu pornografi, otak akan merangsang produksi dopamin dan endorfin,
yaitu suatu bahan kimia otak yang membuat rasa senang dan merasa lebih baik.
Dalam kondisi normal, zat-zat ini akan sangat bermanfaat untuk membuat orang
sehat dan menjalankan hidup dengan lebih baik. Tapi dengan pornografi, otak
akan mengalami hyper stimulating (rangsangan yang berlebihan), sehingga otak
akan bekerja dengan sangat ekstrem kemudian mengecil dan rusak.
BAB III
Namun, kondisi saat ini masih memperlihatkan kurangnya political will pemerintah
pusat maupun daerah dalam menjalankan kebijakan kesehatan sesuai yang
diamanahkan dalam UUD (hasil amendemen) Pasal 28H ayat (1).
Konstitusi menjamin hak warganya untuk sehat: ”Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Sedangkan
pada Pasal 34 (angka 3) UUD 1945 dikatakan: ”Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak”. Itu masih belum memenuhi harapan.
Kesehatan saat ini belum sepenuhnya dipandang sebagai unsur utama ketahanan
nasional. Kesehatan belum dianggap sebagai modal utama kelangsungan
pembangunan nasional. Cara pandang dan kepemimpinan yang masih memahami
kesehatan sebagai pengobatan saja (paradigma sakit) dan tanggung jawab sektor
kesehatan saja, bukan tanggung jawab semua sektor, tidak menempatkan
kesehatan sebagai mainstream pembangunan nasional.
Dengan kata lain, pada saat kita menyelesaikan masalah keamanan harus ikut
dipikirkan masalah kesejahteraan, demikian pula sebaliknya. Termasuk di sini
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam pembangunan sektor
kesehatan. Ketahanan sistem kesehatan sebuah negara secara tidak langsung
sangat dipengaruhi ketahanan sistem kesehatan di daerah. Indonesia sehat akan
tercapai bila terwujud provinsi sehat, provinsi sehat akan tercapai bila kabupaten/
kota sehat terwujud.
Persoalan kesehatan sendiri saat ini sebagai suatu faktor utama dan investasi
berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang
biasa dikenal dengan paradigma sehat yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan
rehabilitatif.
Identifikasi
Isu Formulasi Pelaksanaan Kelanggengan
Kebijakan Kebijakan Kebijakan Kebijakan
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan di
bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan
masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat secara memadai. Berhasilnya pembangunan kesehatan ditandai
dengan lingkungan yang kondusif, perilaku masyarakat yang proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit,
pelayanan kesehatan yang berhasil dan berdaya guna tersebar merata di seluruh
wilayah Indonesia. Akan tetapi pada kenyataanya, pembangunan kesehatan di
Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Permasalahan-permasalahan
kesehatan masih banyak terjadi. Beberapa diantaranya adalah: penyakit seperti
DBD, flu burung, dan sebagainya yang semakin menyebar luas, kasus gizi buruk
yang semakin marak khususnya di wilayah Indonesia Timur, prioritas kesehatan
rendah, serta tingkat pencemaran lingkungan yang semakin tinggi.
Agar amanah dalam UUD 1945 dapat diwujudkan, kebijakan kesehatan yang
unggul mutlak dibutuhkan. Proses penyusunan kebijakan sendiri merupakan
rangkaian proses yang berkesinambungan, mulai dari identifikasi dan analisis
masalah, melakukan riset/penelitian, penyusunan draft, konsultasi, kemudian
dilakukan sosialiasi dan implementasi, serta dikendalikan melaluiproses review dan
evaluasi.
Sebagai gambaran konkret tahun 2016, melalui Rapat kerja Kesehatan Nasional,
PADK beserta dengan seluruh unit utama dan pemerintah daerah telah menyusun
Resolusi Rakerkesnas tahun 2016 dalam rangka mendorong percepatan
pelaksanaan desentralisasi pembangunan kesehatan tahun 2016 sebagai dasar
penyusunan kegiatan pembangunan kesehatan tahun 2017 sekaligus sebagai
perangkat monitoring dan evaluasi guna menilai proses implementasi
desentralisasi kesehatan yang telah disesuaikan dengan pembagian kewenangan
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten / kota. PADK bersama unit utama juga
melibatkan Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan telah
mengembangkan resolusi Rakerkesnas sebagai sebuah instrumen evaluasi dan
pengendalian pembangunan kesehatan sehingga dapat dipetakan besaran
kekuatan dan kelemahan sistem kesehatan di setiap daerah
provinsi/kabupaten/kota sebagai dasar bagi intervensi implementasi desentralisasi
kesehatan. Dengan demikian dapat dihindari penerapan kebijakan yang bersifat
blanked policy. Dengan adanya identifikasi kekuatan dan kelemahan tersebut,
maka diharapkan kebijakan kesehatan ke depan dapat lebih memperhatikan
keberagaman karakteristik geografi, demografi, kapasitas fiskal, sumber daya, dan
kebutuhan dari masing – masing daerah. Untuk mencapai hal tersebut, makapada
tahun 2016 Pusat Analisis Determinan Kesehatan melaksanakan output kegiatan
yang terdiri dari:
E. Visi Misi
Rencana Aksi Kegiatan Pusat Analisis Determinan Kesehatan mendukung visi dan
misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”, dengan 7 misi
pembangunan yaitu:
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri
sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional.
2. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak,
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen
masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi
profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan
masyarakat akar rumput.
3. Responsif
Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi
4. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target
yang telah ditetapkan dan bersifat efisien.
5. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
A. KEBIJAKAN
Kebijakan Pusat Analisis Determinan Kesehatan didasarkan pada Kebijakan
Kementerian Kesehatan yang tercantum dalam Renstra Kementerian Kesehatan
RI Tahun 2015-2019 yaitu :
1. Peningkatan Analisis Determinan Kesehatan
2. sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya Analisis Determinan Kesehatan
3. Indikator pencapaian Kegiatan tersebut adalah jumlah dokumen analisis
kebijakan pembangunan kesehatan yang ditindak lanjuti
B. STRATEGI
Untuk mencapai tujuan PADK melakukan analisis determinan dan analisis
kebijakan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu meningkatkan metode
dan proses analisis yang terstruktur berdasarkan data yang tersedia dan akurat,
masukan dari pakar/akademisi, lintas program dan lintas sektor. Perlu
meningkatkan kapasitas PADK untuk melakukan analisis detrminan dan analisis
kebijakan kesehatan serta menyediakan pengetahuan (tacid & eksplisit) guna
mendukung strategi 1 & 2
1. Policy Analysis
Kebijakan kesehatan, terdiri dari 3 kata yang mengandung arti dan dimensi yang
luas, yaitu : analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan. Analisa atau analisis,
adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan,
kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab
musabab atau duduk perkaranya (KBBI, 1991). Kebijakan adalah rangkaian dan
asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksaan suatu
pekerjaan kepemimpinan, pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud
sebagai garis pedoman untuk manajemen/administrasi dalam usaha mencapai
sasaran tertentu. Kebijakan berbeda makna dengan kebijaksanaan.
Kebijaksanaan (KBBI, 1991), adalah kepandaian seseorang menggunakan akal
budinya (berdasar pengalaman dan pengetahuannya); atau kecakapan bertindak
2. Polycy Draft
Penetapan kebijakan kesehatan memang rumit dan dinamis. Karena penetapan
kebijakan kesehatan meliputi serangkaian komponen, proses, alokasi sumber
daya, elit dan kekuasaan yang kesemuanya memiliki, peran masing masing.
Intervensi kekuasaan dan tarik menarik kepentingan politik sering terjadi dalam
proses Black Box of Policy Making Process sistem kebijakan. Dengan berbagai
karakteristik khasnya, politisasi kesehatan lazim terjadi sehingga kebijakan
kesehatan seringkali ditetapkan lebih berdasarkan aspek politis dibanding aspek
rasionalitas. Kesehatan seolah menjadi sebuah komoditas yang diperjualbelikan.
Tak hanya konteks politik, ekonomi, sosial budaya juga turut memengaruhi.
Menjadi penting karenanya untuk mengetahui bagaimana proses pengembangan
kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem dan siklus kebijakan mulai dari
formulasi hingga evaluasi.
Dalam rangka pencapaian tujuan visi, misi, dan sasaran perlu dirumuskan
kebijakan operasional, dan kegiatan untuk pencapaiannya.Adapun kebijakan
operasional, dan kegiatan, sebagai berikut :
A. KEBIJAKAN OPERASIONAL :
Tahapan interpretasi. Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah
kebijakan yang bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau
tindakan yang lebih bersifat manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak
biasanya tertuang dalam bentuk peraturan perundangan, bisa bebentuk perda atau
undang undang. Sedang kebijakan operasional berupa keputusan pejabat berupa
peraturan menteri atau kepala dinas terkait.
B. STRATEGI KEGIATAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran Pusat Analisis Determinan Kesehatan pada
tahun 2015-2019, ditempuh strategi sebagai berikut :
1. Membentuk jejaring
2. Knowledge Management
C. KEGIATAN POKOK
Upaya pencapaian tujuan dan sasaran sesuai strategi Pusat Analisis
Determinan Kesehatan, pada tahun 2016 ini dilaksanakan kegiatan sebagai
berikut :
1. Melaksanakan kajian
2. Menyusun policy brief
3. Melakukan review
4. Menyusun pedoman
5. Capacity Building;
6. Membangun Knowledge Management System
D. INDIKATOR KEBERHASILAN
Evaluasi kebijakan dalam perspektif alur proses/siklus kebijakan publik,
menempati posisi terakhir setelah implementasi kebijakan, sehingga sudah
sewajarnya jika kebijakan publik yang telah dibuat dan dilaksanakan lalu di
evaluasi. Dari evaluasi akan diketahui keberhasilan atau kegagalan sebuah
kebijakan, sehingga secara normatif akan diperoleh rekondasi apakan kebijakan
dapat dilanjutkan; atau perlu perbaikan sebelum dilanjutkan, atau bahkan harus
dihentikan. Evaluasi juga menilai keterkaitan teori (kebijakan) dengan prakteknya
(implementasi) dalam bentuk dampak kebijakan, apakah dampak tersebut sesuai
dengan yang diperkirakan atau tidak. Dari hasil evaluasi pula, kita dapat menilai
apakah sebuah kebijakan/program memberikan manfaat atau tidak bagi
masyarakat yang dituju. Secara normatif fungsi evaluasi sangat dibutuhkan
sebagai bentuk pertanggung-jawaban publik, terlebih di masa masyarakat yang
makin kritis menilai kinerja pemerintah.
Rencana Aksi dan Kegiatan Pusat Pusat Analisis Determinan Kesehatan dapat
terlaksana dan mencapai tujuan organisasi apabila dilakukan dengan dedikasi
yang tinggi dan kerjasama segenap aparatur kesehatan baik di lingkungan Pusat
Pusat Analisis Determinan Kesehatan maupun di lintas program dan lintas sektor.