You are on page 1of 19

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

STATUS PASIEN

Dokter Muda

Nama Dokter muda Aryananda Haris Wardoyo Tanda tangan

NIM 406171027

Tanggal 6 Oktober 2017

Rumah Sakit RS Bhayangkara Semarang

Gelombang Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017

Nama Pasien Tn. B

Umur 32 tahun

Alamat Semarang

Jenis Kelamin Laki laki

Pekerjaan Pemadam kebakaran

Agama Islam

Pendidikan S1

Status Pernikahan Menikah

No. RM 1710148544

Diagnosis OS Central Serous Chorioretinopathy

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 1
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
ANAMNESIS (Autoanamnesa dari pasien pada jumat, 6 Oktober 2017, pukul 13.00 WIB di
Poli Mata RS Bhayangkara Semarang)
Keluhan Utama Mata kiri terasa seperti melihat “gerhana matahari”

Mata kiri terasa ada bayangan keluar warna hitam dan juga
Keluhan
dirasakan silau. Mata merah juga dirasakan hilang timbul di kedua
Tambahan
mata

Pasien datang ke poli mata RS Bhayangkara dengan keluhan utama


di mata kiri terasa seperti melihat gerhana matahari. Keluhan ini
sudah dirasakan dalam 2 minggu terakhir ini. Selain itu keluhan
tambahan dirasakan di mata kiri terasa ada bayangan yang keluar
Riwayat Penyakit
warna hitam yang dialami 2 minggu terakhir ini juga. Pasien juga
Sekarang
mengatakan di mata kiri terkadang silau bersamaan dengan
timbulnya “gerhana matahari”. Selama 1 tahun terakhir ini pasien
juga mengeluhkan mata merah yang kerap hilang timbul pada kedua
mata.

 Riwayat menggunakan kacamata disangkal.


 Riwayat trauma disangkal.
Riwayat Penyakit  Riwayat diabetes melitus disangkal.
Dahulu  Riwayat hipertensi disangkal.
 Riwayat alergi obat disangkal.
 Riwayat penggunaan obat-obatan tertentu secara rutin disangkal.

Riwayat Penyakit  Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa

Keluarga seperti pasien.


 Riwayat hipertensi pada ayah.
 Pasien sehari hari bekerja sebagai pemadam kebakaran dan
sering terkena asap.
Kebiasaan /  Pasien juga kurang tidur malam dikarenakan jadwal piket malam
Lingkungan pekerjaannya.
 Pasien sehari hari makan 2x sehari dengan menu nasi dan lauk
pauk yang bervariasi. Pasien sering makan pisang, papaya dan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 2
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
tomat sehari-harinya.
 Pasien merokok sejak umur 15 tahun sebanyak < 1 pak/ hari
 Konsumsi alcohol / NAPZA disangkal

Anamnesis Sistem

1. Cerebrospinal Dalam batas normal

2. Cor Dalam batas normal

3. Respirasi / Pulmo Dalam batas normal

4. Abdomen Dalam batas normal

5. Urogenital Dalam batas normal

6. Extremitas / Musculoskeletal Dalam batas normal

Kesimpulan Anamnesis

Telah diperiksa pasien laki laki, berusia 32 tahun, dari anamnesis didapatkan:

 Pasien mengeluh mata kiri seperti melihat “gerhana matahari” sejak 2 minggu yang
lalu. Mata kiri terasa ada bayangan keluar warna hitam dan juga dirasakan silau sejak
2 minggu yang lalu. Mata merah juga dirasakan di kedua mata hilang timbul sejak 1
tahun terakhir ini.

 Pasien sehari hari bekerja sebagai pemadam kebakaran dan sering terkena asap.
 Pasien juga kurang tidur malam dikarenakan jadwal piket malam pekerjaannya.
 Pasien merokok sejak umur 15 tahun sebanyak < 1 pak/ hari.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 3
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
PEMERIKSAAN SUBYEKTIF (Dilakukan pada pada jumat, 6 Oktober 2017, pukul 13.30
WIB)
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 89 kali/menit, regular, isi cukup
Frekuensi Napas : 18 kali/menit, reguler
Suhu : 36,70 C
GDS : 74 mg/dl

Pemeriksaan OD OS Penilaian

Dikerjakan Tidak

Visus Jauh 6/6 6/15 PH - √

Refraksi - - √

Koreksi - - √

Visus Dekat - - √

Proyeksi sinar - - √

Persepsi Warna
- - √
(Merah, Hijau)

PEMERIKSAAN OBYEKTIF (Dilakukan pada pada jumat, 6 Oktober 2017, pukul 13.45
WIB)
Pemeriksaan OD OS Penilaian

Dikerjakan Tidak

1. Posisi mata Ortoforia (0°) Ortoforia (0°) √

2. Gerakan bola mata Simetris Simetris


Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 4
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
3. Lapang pandang Tidak ada Tidak ada

penyempitan. penyempitan.

4. Kelopak mata S I S I
(Superior et Inferior)

 Benjolan - - - - √

 Edema - - - - √

 Hiperemis - - - - √

 Ptosis - - - - √

 Lagophthalmos - - - - √

 Ectropion - - - - √

 Entropion - - - - √

5. Bulu mata

 Trikiasis - - √

 Madarosis - - √

 Krusta - - √

6. Aparatus Lakrimalis

Sakus lakrimal

 Hiperemis - - √

 Edem - - √

 Fistel - - √

Punctum lakrimal

 Eversi - - √

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 5
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
 Discharge - - √

7. Konjungtiva

K. Bulbi

 Warna Putih Putih √

 Vaskularisasi - - √

 Nodul - - √

 Edema - - √

K. Tarsal superior

 Hiperemis - - √

 Folikel - - √

 Korpus alineum - - √

K. Tarsal inferior

 Hiperemis - - √

 Folikel - - √

 Papillae - - √

 Korpus alineum - - √

8. Sklera

 Warna Putih Putih √

 Inflamasi - - √

9. Kornea

 Kejernihan Jernih Jernih √

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 6
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
 Ukuran 11 mm 11 mm √

 Permukaan Rata Rata √

 Limbus Arcus senilis (-) Arcus senilis (-) √

 Infiltrat - - √

 Defek - - √

 Edema - - √

10. Camera oculi


anterior
 Kedalaman Cukup Cukup √

 Hifema - - √

 Hipopion - - √

11. Iris

 Warna Coklat Coklat √

 Sinekia - - √

 Iridodonesis - - √

 Neovaskularisasi - - √

12. Pupil

 Ukuran 3 mm 3 mm √

 Bentuk Bulat Bulat √

 Tepi Rata Rata √

 Simetris Simetris Simetris √

 Refleks direk + + √

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 7
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
 Refleks indirek + + √

13. Lensa

 Kejernihan Jernih Jernih √

 Luksasio - - √

 Afakia - - √

 IOL - - √

14. Reflek fundus + + √

15. Korpus vitreum Floaters (-) Floaters (-) √

Bentuk bulat,
batas tegas,

- warna kuning √
16. Optic disc
kemerahan,

C/D < 0,3

17. a/v ratio - 2/3 √

18. nervus optikus (N II) - normal √

Perdarahan (-)

Eksudat (-)

Ablasio (-)
19. Retina - √
Sikatriks (-)

Neovaskularisasi
(-)

20. Macula lutea - Edema (+) √

21. Tekanan intra okuler 12 mmHg 13 mmHg √

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 8
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

 VOD : 6/6 (emetrop)  VOS : 6/15 PH -


 Macula lutea : edema (+)

Resume:
Telah diperiksa seorang laki laki umur 32 tahun dengan keluhan utama mata kiri
terasa seperti melihat “gerhana matahari” dan keluhan tambahan mata kiri terasa ada
bayangan keluar warna hitam dan juga dirasakan silau. Mata merah juga dirasakan hilang
timbul di kedua mata. Pasien memiliki pekerjaan pemadam kebakaran dan sering terpapar
asap dan memiliki jadwal piket malam, pasien merokok sejak umur 15 tahun.

Dari pemeriksaan subjektif :


 Tekanan Darah: 130/90 mmHg
 VOD 6/6 , VOS 6/15 PH –

Dari pemeriksaan objektif :

 OD: Emetrop
 OS: macula lutea (edema (+))

Diagnosis kerja:
 OS Central Serous Chorioretinopathy

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 9
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Diagnosis banding:
 OS Hypertensive Choroidopathy
Terapi:
 Farmakologi:
o Noncort ED 5 dd gtt 1 OS
o Glaucon tab 1 dd 1
o Natrium diclofenac 2 dd 1
o Aspar K tab 1 dd 1

 Edukasi:
o Edukasi tentang penyakit CSCR ke pasien bahwa penyakit yang diderita dapat
sembuh spontan dalam waktu 4-10 minggu.
o Kurangin stress atau beban pikiran di pekerjaan ataupun di rumah.
o Istirahat yang cukup terutama tidur 6-8 jam pada malam hari.
o Kurangi merokok.
o Lakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala.

Prognosis:
 Ad visam : dubia ad bonam
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad fungtionam : dubia ad bonam
 Ad kosmetikam : ad bonam

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 10
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
TINJAUAN PUSTAKA

Central Serous Chorioretinopathy (CSCR)

1. Anatomi dan Fisiologi Bola Mata dan Retina


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga jaringan
yaitu sklera, jaringan uvea, dan lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak
paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi ransangan pada saraf optic
dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid
sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.1

Gambar 1: Anatomi bola mata2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 11
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf
yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga
posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya
dengan korpus siliaris, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata
berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5,7 mm
di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk
dengan membrana Bruch, koroid, dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada
ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior
terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan
cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Retina
berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan:1,2

1. Lapisan epitel pigmen


2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optik.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.

Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber yaitu koriokapiler yang
berada tepat di luar membrana Bruch, yang mensuplai sepertiga luar retina, termasuk
lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang mensuplai dua per tiga
sebelah dalam.1,2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 12
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Gambar 2 : Lapisan pada retina2

Mata berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan
sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke
korteks penglihatan ossipital. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman
penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor
dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih
kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan
untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina
lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama
untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).1,2
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 13
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
2. Central Serous Chorioretinopathy
Central serous chorioretinopathy ( CSCR ) atau lebih dikenal dengan nama
korioretinopati serosa sentral adalah suatu kelainan pada retina, tepatnya pada makula
lutea, penyakit ini jarang ditemukan, bersifat unilateral, self limited desease dan ditandai
oleh pelepasan serosa sensorik sebagai akibat dari kebocoran setempat cairan dari
koriokapilaris melalui defek di epitel pigmen retina. Penyakit ini biasanya mengenai pria
berusia muda sampai pertengahan dan mungkin berkaitan dengan kejadian-kejadian
stress kehidupan.3,4,5
Melalui peneletian retrospektif, Haimovici mendapatkan bahwa steroid sistemik dan
kehamilan merupakan faktor sistemik yang berhubungan dengan pembentukan CSCR.
Faktor resiko lainnya adalah pemakaian antibiotik, konsumsi alkohol, hipertensi yang
tidak terkontrol, dan penyakit saluran nafas alergik.6

2.1 Patofisiologi
Kebocoran (leakage) pada lapisan epitel pigmen diduga disebabkan oleh kelainan
hormonal dan infeksi oleh virus. Lubang kebocoran ini merupakan suatu pintu masuk
untuk mengalirnya cairan dari bawah lapisan epitel pigmen ke ruangan dibawah retina
sehingga terjadi pengumpulan cairan dibawah retina. Pengumpulan cairan dibawah retina
didaerah makula retina ini menyebabkan penglihatan penderita sangat terganggu.7
Baru sejak ditemukannya ICGA pada tahun 1993, patogenesis CSCR telah diketahui
dengan pasti. Kelainan ini disebabkan oleh abnormalitas sirkulasi koroid yang selanjutnya
menyebabkan iskemia koroid, hiperpermeabilitas vascular koroid, RPE (retinal pigment
epithelium) detachment, dan ablasio retina sensorik. Abnormalitas sirkulasi koroid ini
dihubungkan dengan kondisi hiperkortisolisme seperti kehamilan, stress dan kepribadian
tipe-A, sindrom Cushing, dan pemakaian glukokortikoid.6
Awalnya glukokortikoid merupakan obat pertama yang digunakan secara luas sebagai
terapi CSCR. Namun dengan beberapa penelitian didapatkan fakta bahwa glukokortikoid
merupakan suatu faktor resiko yang bermakna dalam timbulnya CSCR. Mekanisme
patofisiologinya belum diketahui. Penjelasan yang diterima saat ini adalah pengaruh
glukokortikoid terhadap sirkulasi koroid. Aliran darah koroid diketahui diatur oleh system
simpatis dan secara antagonis dengan system parasimpatik untuk menghambat
produksi nitric oxide synthase, suatu modulator vascular. Interaksi ini menyebabkan
spasme pembuluh darah koroid dan iskemia koroid.8
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 14
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
2.2 Gejala Klinis
Dari anamnesis penderita mengeluh mata kabur untuk membaca dan melihat jauh,
terutama jika melihat benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari mata yang sehat, dan
penderita akan melihat suatu bayangan gelap berbentuk bulat atau lonjong ditengah
lapang pandangan (bercak hitam) . Tidak ada rasa sakit pada mata dan mata tidak merah
serta tidak mengeluarkan air mata.7
Sebagian besar pasien datang dengan penglihatan kabur yang timbul mendadak,
mikropsia, metamorfosia, dan scotoma sentralis dan gangguan adaptasi gelap. Ketajaman
penglihatan sering hanya berkurang secara sedang dan dapat diperbaiki mendekati normal
dengan koreksi hiperopik kecil.3,4
Dari penelitian, 75 % mengalami hipermetropisasi. Sebagian hipermetropisasi yang
terjadi adalah hipermetropisasi ringan ( antara S+0.25 D dan S+1,00 D ). Fenomena ini
sesuai dengan kondisi anatomi yang terjadi pada CSCR, yaitu terangkatnya retina
sensorik akibat penimbunan cairan serosa didalam ruang subretina. CSCR juga
menyerang individu yang mempunyai status refraksi emetropia atau hipermetropia, dan
jarang sekali mengenai individu myopia. Hubungan antara kelainan refraksi dengan
resiko terkena CSCR belum dapat dijelaskan.6

2.3 Diagnosis dan pemeriksaan


Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan:3,4,5,6,7
1. Visus: Penglihatan kabur, turun menjadi 6/9 sampai 6/12, dengan koreksi
lensa positif akan lebih terang atau mendekati normal (hipermetrop)
2. Pemeriksaan eksternal: Konjungtiva, kornea, iris, lensa tampak normal.
3. Tekanan bola mata: Normal
4. Indirect ophthalmoscopy: tampak ada penonjolan retina didaerah makula retina
yang berbentuk bulat lonjong dengan batas yang jelas. Pada kasus yang jarang terjadi
dimana CSCR dapat menyebabkan gumpalan yang memisahkan lapisan retina,
mengakibatkan peningkatan cairan subretina. Akan tampak cairan eksudat berwarna putih
kekunin-kuningan.
5. Slitlamp biomicroscopy: Adanya pelepasan serosa retina sensorik tanpa peradangan
mata, neovaskularisasi mata, suatu lubang kecil optik, atau tumor koroid. Lesi epitel
pigmen retina tampak sebagai bercak abu-abu kekuningan, bundar atau oval, kecil yang
ukurannya bervariasi dan mungkin sulit dideteksi tanpa bantuan angiografi flouresens.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 15
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
6. Fundus Flourescein Angiografi ( FFA ): Meskipun pada sebagian kasus sudah
terdiagnosa secara klinik, pemeriksaan flouresens ini sangat membantu dalam
membedakannya dengan penyakit lain yang mirip. Pada CSCR, terdapat gangguan pada
barrier pembuluh darah retina yang menyebabkan molekul dari zat flouresens dapat
masuk menuju ruang subretina. Akan tampak dua konfigurasi yang khas yaitu :
Konfigurasi Cerobong Asap: Pada awal masuknya zat flouresens, akan tampak titik
hiperflouresens yang kemudian akan menyebar secara vertical. Beberapa lama kemudian ,
cairan akan masuk menuju ruang subretina dan naik secara vertical seperti tumpukan asap
pada cerobong asap mulai dari titik kebocorannya sampai bagian akhir dari pemisahan
lapisan retina. Lama kelamaan zat flouresens tersebut akan berbentuk seperti jamur atau
payungsampai semua daerah yang terpisah terpenuhi oleh cairan flouresens.
7. Optical Coherence Tomography (OCT): OCT merupakan pemeriksan yang sangat
akurat untuk mendiagnosa CSCR, terutama bila pemisahan lapisan retina yang dangkal.
Bahkan pada beberapa kasus dapat memperlihatkan titik kebocoran.

2.4 Terapi
Medikamentosa
Karena CSCR ini merupakan self limited desease, maka tanpa pengobatan pun akan
sembuh sendiri. Obat yang diberikan pun hanya obat yang dapat mempercepat
menutupnya lubang kebocoran dilapisan epitel pigmen. Obat yang diberikan adalah
vitamin dalam dosis yang cukup.7
Penatalaksanaan CSCR yang banyak dianut saat ini adalah observasi selama 3-4 bulan
sambil menunggu resolusi spontan.Biasanya penyakit ini akan sembuh dalam waktu 8-12
minggu.6
Asetazolamid sebagai terapi pertama kali dikemukakan oleh Pikkel pada tahun 2002.
percobaan ini didasarkan pada fakta bahwa asetazolamid terbukti efektif untuk
mengurangi edema makula yang disebabkan oleh tindakan operasi dan berbagai kelainan
intraocular lainnya.penelitian pikkel ini membuktikan asetazolamid dapat memperpendek
waktu resolusi klinis, tetapi tidak berdampak terhadap tajam penglihatan akhir dan
rekurensi CSCR.6

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 16
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
Non medikamentosa
1. Jika penderita belum sembuh, maka dilakukan pengobatan dengan koagulasi sinar
laser yang bertujuan untuk menutup lobang kebocoran dilapisan epitel pigmen.
Keuntungan melakukan koagulasi ini adalah memperpendek perjalanan penyakit dan
mengurangi kemungkinan kekambuhan tetapi tidak berpengaruh terhadap tajam
penglihatan akhir.5,7
2. Fotokoagulasi laser Argon yang diarahkan kebagian yang bocor akan secara
bermakna mempersingkat durasi pelepasan retina sensorik dan mempercepat pemulihan
penglihatan sentral, tetapi tidak terdapat bukti bahwa fotokoagulasi yang segera dilakukan
akan menurunkan kemungkinan gangguan penglihatn permanent. Walaupun penyulit
fotokoagulasi laser retina sedikit, terapi fotokoagulasi laser segera sebaiknya tidak
dianjurkan untuk semua pasien CSCR. Lama dan letak penyakit, keadaan mata yang lain,
dan kebutuhan visual okupasional merupakan factor-faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam memutuskan pengobatan.3
3. Dalam menggunakan fotokagulasi laser, dilakukan dua sampai tiga kali penyinaran
tepat di sisi yang bocor, dengan ukuran titik sinarnya adalah 200µm. dilakukan
penyinaran selama 0,2 detik dan dengan intensitas yang ringan untuk menghindari
kerusakan RPE yang lebih lanjut. Kontraindikasi pengobatan ini adalah bila sisi
kebocorannya dekat dengan FAZ atau tepat di bagian FAZ.4

Indikasi fotokoagulasi laser adalah:6,7


 CSCR yang berulang
 CSCR sesudah 12 minggu belum membaik
 visus penderita semakin terganggu dan penderita tidak bisa bekerja untuk
melakukan pekerjaan yang penting.
 timbulnya deficit visual permanent pada mata disebelahnya
 munculnya tanda-tanda kronik seperti perubahan kistik pada retina sensorik atau
abnormalitas RPE ( retina eigment epithelium ) yang luas.

2.5 Prognosis
Sekitar 80 % mata dengan CSCR mengalami resorpsi spontan cairan subretina dan
pemulihan ketajaman penglihatan normal dalam 6 bulan setelah muncul gejala. Walau
ketajaman penglihatan normal, banyak pasien mengalami defek penglihatan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 17
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
permanent,misalnya penurunan ketajaman kepekaan terhadap warna, mikropsia, dan
skotoma relative. 20% – 30 % akan mengalami sekali atau lebih kekambuhan penyakit,
dan pernah dilaporkan adanya penyulit termasuk neovaskularisasi subretina dan edema
makula sistoid kronik pada pasien yang sering dan berkepanjangan mengalami pelepasan
serosa.3,4

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 18
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General Opthalmology. 17th
ed. New York : McGraw-Hill. 2007.
3. Vaughan G, Daniel, dkk 1996. Oftalmologi Umum Edisi 14.. Widya Medika. Hal
199-200
4. Kanski, Clinical Ophtalmology. Third Edition. Dalam Miscellaneus Acquired
Maculopathies. Hal 398-399
5. Sidarta, Ilyas Prof 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Dalam Penglihatan Turun
Mendadak Tanpa Mata Merah. Balai Penerbit FKUI. Hal 197-198
6. Sengdy, Chandra Chauhari dr, Elvoiza dr. Ophtalmologica Indonesia, Jurnal Of The
Indonesian Ophtalmologist Association 2005. Dalam Karakteristik Penderita dan
Efektivitas Terapi Medikamentosa CSR. Volume 32. Hal 133-139
7. Pedoman Diagnosis Dan Terapi, RSUD Dokter Soetomo 1988. Dalam Sentral Serous
Retinopati. Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. FK Universitas Airlangga. Surabaya . Hal
107-108
8. James, Bruce dkk 2003. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi ke Sembilan. Dalam
Retina dan Koroid. Penerbit Erlangga. Hal 114

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara


Periode 25 September 2017 – 28 Oktober 2017 19
Fakultas Kedokteran Univeristas Tarumanagara

You might also like