You are on page 1of 4

MIASTENIA GRAVIS

Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu
sistem sambungan saraf (synaps). Pada
penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh
atau kekebalan akan menyerang sambungan
saraf yang mengandung acetylcholine (ACh),
yaitu neurotransmiter yang mengantarkan
rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika
reseptor mengalami gangguan maka akan
menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi
antara sel saraf dan otot terganggu dan
menyebabkan kelemahan otot.

Penyebab
 Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel
antibodi yang menyerang reseptor
acetylcholine belum diketahui. Tapi pada
sebagian besar pasien, kerusakan
kelenjar thymus menjadi penyebabnya. Maka itu kebanyakan si penderita akan
menjalani operasi thymus. Tapi setelah thymus diangkat juga belum ada jaminan
penyakit autoimun ini akan sembuh.
 Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang memproduksi antibodi.
Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran hingga pubertas, dan akan menghilang
seiring bertambahnya usia. Tapi pada orang-orang tertentu, kelenjar thymus terus
tumbuh dan membesar, bahkan bisa menjadi ganas dan menyebabkan tumor pada
kelenjar thymus (thymoma). Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan
belajar membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot
(myocytes) dengan reseptor acetylcholine.

Patofisiologi Myasthenia Gravis


Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline
Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap dilepaskan dalam
jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic.
Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan
penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di dalam
tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan merusak membran
post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies ditemukan pada 80%-90%
pasien Myasthenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan
Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-
gejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis
memainkan peranan penting dalam etiology penyakit ini.
Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan toleransi
terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini, Myasthenia Gravis
dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang memproduksi anti-
AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus,
memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan
dengan banyaknya penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.

Strabismus dan ptosis pada penderita dengan myasthenia gravis mencoba membuka mata. Blepharoptosis pada
mata

Tanda Dan Gejala


Myasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika
digerakkan dan membaik ketika beristirahat. Karakteristik yang lain adalah sebagai berikut :
Kelemahan otot ekstra okular (Extra Ocular Muscle) atau biasa disebut Ptosis. Kondisi ini terjadi
pada lebih dari 50% pasien. Gejala ini seringkali menjadi gejala awal dr Myasthenia Gravis,
walaupun hal ini masih belum diketahui penyebabnya. Kelemahan otot menjalar ke otot-otot
okular, fascial dan otot-otot bulbar dalam rentang minggu sampai bulan. Pada kasus tertentu
kelemahan EOM bisa tetap bertahan selama bertahun-tahun Sebagian besar mengalami
kelemahan. Perbaikan secara spontan sangat jarang terjadi, sedangkan perbaikan total hampir
tidak pernah ditemukan.
Gejala-gejala miastenia gravis pada pasein usia produktif antara lain
 Kelopak mata turun sebelah atau layu (asimetrik ptosis)
 Penglihatan ganda
 Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki (seperti gejala stroke tapi tidak disertai
gejala stroke lainnya)
 Gangguan menelan
 Gangguan bicara
 Dan gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory paralysis), yang
biasanya menyerang bayi yang baru lahir

Gejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah beristirahat, tetapi bisa muncul
kembali bila otot kembali beraktifitas. Penyakit miastenia gravis ini bisa disembuhkan
tergantung kerusakan sistem saraf yang dialami.
 Bisa terjadi kesulitan dalam berbicara dan menelan serta kelemahan pada lengan dan
tungkai.
 Kesulitan dalam menelan seringkali menyebabkan penderita tersedak.
 Yang khas adalah otot menjadi semakin lemah. Penderita mengalami kesulitan dalam
menaiki tangga, mengangkat benda dan bisa terjadi kelumpuhan.
 Sekitar 10% penderita mengalami kelemahan otot yang diperlukan untuk pernafasan
(krisis miastenik).

Klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB) of
the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) :

 Class I Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot lain masih normal
 Class II Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular meningkat kelemahannya
 Class IIa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal
 Class IIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi
ekstrimitas
 Class III Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya kelemahan pada otot
okuler
 Class IIIa Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal
 Class IIIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi
ekstrimitas
 Class IV Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat pada otot okuler
 Class IVa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-otot oropharyngeal
 Class IVb Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal, Juga
mempengruhi otot-otot ekstrimitas
 Class V Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-operative)

Diagnosis
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami kelemahan
umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang
meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena
diistirahatkan.
 Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian
guna memperkuat diagnosis. Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah
edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan
memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.
 Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan
elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap
asetilkolin.
 Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin
merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.
 CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.

Pengobatan
 Memberi obat-obatan yang bisa menekan reaksi autoimun atau antibodi yang
menyerang acetylcholine
 Cuci darah atau hemodialisis, dengan menyaring antibodi dan membuatnya tidak aktif
lagi
 Pada penderita thymoma, maka tumor pada kelenjar thymus harus dioperasi
 Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian
guna memperkuat diagnosis. Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah
edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan
memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.

You might also like