Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala karena telah
memberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas makalah bidang studi Teknik
Reaksi Kimia 1.
Kami Kelompok 1 mengucapkan terima kasih kepada dosen bidang studi teknik
reaksi kimia 1 yaitu Ibu Irmawati Syahrir yang telah memberikan kami ilmu dan
membimbing kami.
Kami menyadari makalah yang kami buat ini masih banyak sekali kekurangannya.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata kami
mengharapkan semoga makalah Teknik Reaksi Kimia 1 Katalis Low Temperatur Shift
Conversion (LTSC) pada Industri Pupuk Kaltim (ammonia) dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Wassalamualaikum wr. wb
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Dari penulisan makalah ini semoga dapat memberikan suatu manfaat yang baik bagi
pembaca, dan dari makalah ini harapannya pembaca dapat mendapat ilmu. Karena ilmu
dapat datang dari siapa saja dan ilmu datang dari segala arah.
BAB II
PEMBAHASAN
Persamaan untuk menghitung volume aktif katalis jika diketahui komposisi reaktan:
Keterangan :
Keterangan :
• 𝐴𝑒, 𝐴𝑖, 𝐴𝑜 = Konsentrasi Reaktan pada equilibrium, inlet, dan outlet
Nilai Kesetimbangan dapat diukur dengan grafik pada Twigg (1989)
Gambar 2.2. Grafik koreksi Gambar 2.2. Faktor Koreksi terhadap Kesetimbangan gas
CO
Reaktor Bagian atas terdiri dari Guard Bed sebagai pelindung lapisan lapisan, sedangkan Bed
kedua sebagai tempat bereaksi. Bed bagian atas terdiri dari campuran Cu, ZnO, dan Al2O3 dan
bed bagian bawah hanya terdiri dari Cu dan Al2O3. Kondisi operasi reaktor pada rentang 200
o
C hingga 250 oC.
2.7.2 Persamaan Gas Ideal
Pada Permodelan ini diasumsikan gas yang terdapat pada reaksi adalah gas ideal, sehingga
memenuhin hukum persamaan gas ideal. Persamaan gas ideal ditunjukkan pada persamaan di
bawah ini:
𝑃𝑉 = 𝑛𝑅𝑇
Keterangan :
• P = Tekanan (atm)
• V = Volume (m3)
• n = Jumlah mol (mol)
• R = Konstanta Gas Ideal (0,082 atm.L/K.mol)
• T = Suhu (K)
Keterangan:
• v = Kecepatan fluida (m)
• Q = Debit (m3/s)
• A = Luas Penampang Reaktor (m2)
Akibat adanya perpindahan momentum kearah radial dan diasumsikan kearah aksial kecil
sehingga dapat diabaikan. Oleh karena itu, kecepatan reaksi dapat ditulis sebagai berikut:
Keterangan:
• v = Kecepatan fluida (m)
• Q = Debit (m3/s)
• A = Luas Penampang Reaktor (m2)
Keterangan:
• = Kecepatan reaksi (mol/menit)
• = Konstanta kecepatan reaksi
• 𝑃𝑖 = Tekanan parsial komponen (bar)
• K = Konstanta Kesetimbangan
• T = Temperatur (K)
Keterangan
• ∆𝑇 = Beda Temperatur (K)
• 𝑆𝐺 = rasio Steam/Gas outlet
Sehingga Temperatur nyata yang terjadi
𝑇0 = 𝑇𝑖 + ∆𝑇
Keterangan
Volume aktif katalis adalah besar volume dimana katalis masih aktif atau mampu
melangsungkan reaksi. Volume aktif digunakan untuk menghitung seberapa besar katalis
yang tertampung dalam reaktor dan seberapa besar pula katalis yang terdeaktifasi,
sehingga kita mampu mengetahui zona aktif katalis pada kondisi aktual
Gambar 3.2. Metodologi Perhitungan Volume Aktif
Gambar 4.1. Profil Konversi Gas CO SOR Gambar 4.2. Profil Konversi Gas CO EOR
Gambar 4.3. Profil Temperatur Reaksi SOR Gambar 4.4. Profil Temperatur Reaksi EOR
Gambar 4.5. Profil Laju Reaksi SOR Gambar 4.6. Profil Laju Reaksi EOR
Dari Persamaan kinetik dengan model Moe, model reaktor disimulasikan dengan software
FlexPDE versi 6.13. Terdapat 3 tinjauan hasil simulasi yang bisa dilihat yaitu mengenai
konversi gas karbon monoksida, profil temperatur, dan kondisi laju reaksi di sepanjang reaktor.
Validasi data diuji dengan membandingkan hasil simulasi dengan data Start of Run dan End of
Run. Start of Run adalah kondisi dimana kondisi reaktor Low Temperature Shift Conversion
baru dijalankan, sedangkan End of Run adalah kondisi dimana reaktor LTSC akan dimatikan
karena reaktor ini sudah tidak layak digunakan.
Perbandingan hasil antara output simulasi dengan outlet keadaan aktual ditampilkan sebagai
berikut:
Tabel 4.2. Perbandingan Data Simulasi EOR dan SOR
Dari hasil perbandingan antara simulasi dan aktual didapat kurang dari 3% galat untuk konversi
dan untuk temperatur galat yang didapat kurang dari 1%.Tetapi, Penyimpangan besar terjadi
pada galat konversi antara simulasi dan aktual pada End of Run sebab zona aktif katalis
berkurang sedangkan pada simulasi dibuat ketika zona aktif katalis masih beraktifitas penuh.
Temperatur yang dihasilkan dalam proses simulasi mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda
dengan galat kurang dari 0,5%. Hal ini menandakan proses yang terjadi dalam reaktor masih
berjalan dengan baik dan dapat dikatakan sesuai dengan hasil simulasi. Namun perbedaan
mendasar antara EOR dan SOR adalah temperatur inlet masing-masing proses. Pada SOR
temperatur inlet sebesar 210oC dan pada EOR temperatur sebesar 220oC, hal inilah yang
menjadi alasan kenapa titik akhir temperatur kedua proses ini berbeda.
Pada proses ini, variabel yang signifikan berubah adalah tempertur inlet dan Konsentrasi gas
karbonmonoksida Inlet. Pada hasil simulasi menunjukkan tidak terjadi perbahan signifikan
terhadap profil konversi CO dan Temperatur. Namun, kecepatan reaksi End of Run lebih tinggi
dibandingkan dengan Start of Run sebab temperatur reaksi pada kondisi EOR lebih tinggi
dibanding SOR. Temperatur yang lebih tinggi akan menyebabkan kinetika reaksi semakin
meningkat.
Dilihat dari segi kesetimbangan, Temperatur reaksi yang meningkat akan mempengaruhi besar
konversi gas karbonmonoksida. Reaksi Shift Conversion adalah eksotermis atau melepas panas
sehingga kenaikan temperatur akan menyebabkan nilai kesetimbangan menurun. Tetapi pada
kondisi EOR, gas karbonmonoksida inlet lebih tinggi kandungannya sehingga kesetimbangan
meningkat. Jadi, pada profil konversi diatas antara SOR dan EOR sangat wajar ketika konversi
kesetimbangan mendekati sama.
2.7.6.5 Perbandingan simulasi Kondisi operasi Aktual dengan kondisi operasi EOR dan
SOR
Simulasi saat Aktual
Kondisi aktual disadur dari dari rata-rata data pabrik tanggal 20 Agustus 2014. Pada kondisi
ini Steam Ratio dari pabrik bernilai 3,6, nilai ini merupakan rasio yang lebih besar
dibandingkan desain sebesar 2,75. Dengan kondisi seperti ini hasil reaksi jauh lebih besar
karena flowrate meningkat dan beban reaktor meningkat. Peningkatan uap air dapat
mengakibatkan nilai kesetimbangan meningkat dan berefek pada peningkatan nilai konversi
kesetimbangannya.
Temperatur Inlet yang melebihi desain yaitu sebesar 216oC bertujuan untuk mendapatkan nilai
kesetimbangan tinggi dengan kinetika yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk mencapai target
konversi yang diinginkan. Dalam mengatur suhu masukan hal yang harus diperhatikan adalah
temperatur keluaran dari reaktor. Temperatur yang tinggi justru akan memperpendek umur
katalis karena katalis Cu akan mudah sintering pada suhu diatas desain operasional.
Temperatur keluaran simulasi bernilai 234,3 oC sedangkan temperatur keluaran aktual berada
di kisaran 236-238 oC. Hasil ini melenceng sekitar 2-4 oC ,menurut Twigg (1989), hasil reaksi
LTSC tidak sepenuhnya mereaksikan gas karbonmonoksida namun terdapat reaksi samping
yang melibatkan gas metana dan bersifat eksoterm. Hal ini sangat wajar karena umur katalis
yang telah tua sehingga kemungkinan selektifitas menurun.
Gambar 4 .10 . Grafik Kecepetan Konversi antara SOR, EOR, dan Aktual
Dari data Gambar 4.10 dengan banyaknya kondisi berubah seperti steam ratio, laju alir,
konsentrasi inlet gas karbonmonoksida, dan temperatur inlet menyebabkan penurunan
kecepatan konversi dari aktual. Hal ini dikarenakan meski kesetimbangan bernilai tinggi dan
kecepatan reaksi tinggi namun jumlah mol reaktan yang meningkat.
Dari hasil simulasi juga dapat dilihat bahwa untuk mencapai konversi yang diinginkan hanya
dibutuhkan sekitar kurang dari 43,6 % volume reaktor total. Volume reaktor yang tersisa oleh
desain sengaja dibuat sebagai persiapan terjadinya deaktifasi katalis terhadap racun sulfur dan
klorida karena performa keluaran reaktor tetap terjaga karena target yang diinginkan dibawah
0,3% volume sebab katalis Cu sangat rentan untuk terdeaktifasi.
2.7.6.6 Efek Kondisi Operasi Terhadap reaktor LTSC
Berikut akan disampaikan kondisi pengaruh kondisi operasi terhadap performa reaktor
LTSC:
1. Temperatur
Laju alir reaktan sangat berkaitan erat dengan spesifikasi alat dan waktu tinggal zat
dalam reaktor. Laju alir gas yang lambat akan berimbas pada waktu tinggal yang semakin
lama dan membutuhkan volume ruang katalis yang lebih kecil, tetapi efek yang ditimbulkan
adalah menurunnya produktifitas pabrik karena produksi berkurang. Sedangkan untuk laju
alir tinggi dapat memberikan waktu ruang yang lama tetapi beban reaktor akan meningkat
dan membutuhkan volume aktif katalis yang besar
3. Steam Ratio
Rasio steam adalah perbandingan gas proses yang dibutuhkan dengan steam yang
diberikan. Peningkatan steam akan memberikan efek yang baik bagi reaksi pada Low
Temperature Shift Conversion karena steam yang tinggi akan menahan kenaikan
temperatur saat reaksi eksotermis terjadi dan akan menggeser kesetimbangan kearah
produk. Namun, pemberian steam yang tinggi akan meningkatkan biaya operasi dan
menurunkan keuntungan perusahaan. Selain itu, steam yang tinggi juga mengganggu
proses pada pembuatan ammonia, karena menurunkan tekanan parsial gas hidrogen dan
nitrogen.
4. Tekanan
Tekanan LTSC didadasarkan pada tekanan yang dipakai sistem secara keseluruhan.
Jika tekanan dijaga 29-30 bar kondisi operasi, seperti konversi dan temperatur tidak
berpengaruh besar. Perbedaan tekanan juga tidak mempengaruhi kesetimbangan karena
jumlah koefisien reaktan dan produk sama. Tekanan hanya mempengaruhi laju debit gas
pada reaktor LTSC, semakin kecil tekanan maka volume gas akan semakin besar, dan
sebaliknya jika tekanan semakin besar maka volume gas akan semakin kecil.
Konsentrasi keluaran gas CO pada HTSC sangat mempengaruhi kinerja dari LTSC.
LTSC adalah alat yang digunakan agar gas CO yang didapat semakin sedikit
konsentrasinya. Semakin besar kandungan gas CO yang ada maka jumlah reaktan yang
bereaksi akan semakin besar sehingga waktu tingga yang dibutuhkan lebih lama walaupun
nilai kesetimbangan meningkat. Selain itu, temperatur reaksi akan meningkat drastis,
sehingga akan sulit untuk mengatur temperatur keluaran agar katalis tidak terjadi
kerusakan.
6. Kandungan Sulfur dan Klorida
Kandungan sulfur dan klorida pada kompisisi umpan sangat berbahaya bagi katalis.
Sulfur dan klorida dapat dengan mudah bereaksi dengan logam Cu (tembaga) sehingga
ruang aktif katalis berkurang. Semakin besar kandungan sulfur dan klorida dalam gas maka
semakin pendek pulda umur katalis.
2.7.6.7 Perhitungan Volume Aktif Reaktor
Tabel 4.4. Data Perbandingan Volume Aktif Aktual, EOR, dan SOR
Perubahan temperatur diatas merepresentasikan reaksi yang terjadi, pada reaktor LTSC
sebenernya volume aktif katalis memang dibuat lebih untuk mencegah kegagalan operasi
pabrik secara tibatiba karena LTSC memegang peranan penting dalam produksi ammonia ini.
2.7.6.8 Pertimbangan reaktor berdasarkan profil temperatur reaktor
Tabel 4.5. Perbandingan Data Termokopel Kondisi Desain dan Aktual
Metode ini adalah metode paling ringkas untuk mengetahui perfoma dari suatu katalis. Dilihat
dari kenaikan temperaturnya pada keadaan desain dapat disimpulkan bahwa katalis hingga
bagian termokopel TI-210 terdeaktifasi. Hal ini ini dapat diketahui karena reaksi yang terjadi
bersifat eksotermis sehingga dapat menaikkan suhu gas. Suhu dimana belum terjadi reaksi akan
konstan karena tidak ada energi yang dilepaskan. Pada keadaan desain reaksi pada termokopel
TI-210 telah bereaksi sebagian hal ini terbukti dengan temperatur yang meningkat tetapi masih
terus meningkat hingga keadaan keseimbangan hingga TI-211.
Termokopel TI-209 dan TI-210 adalah batas dari inlet dan outlet dari guard bed dimana
terdapat unsur ZnO sebagai pelindung bed kedua. Bed pelindung ini digunakan untuk
mempertahankan performa katalis utama dengan agar berumur lama. Ketika bed utama
teracuni, maka katalis dalam bed ini tidak mudah untuk diganti atau dengan kata lain harus
diganti seluruhnya sehingga menimbulkan biaya yang besar. Guard bed ini diganti pada bulan
Mei 2010 dan sanggup bertahan hingga bulan Oktober 2013, sehingga dapat diketahui umur
guard bed hingga 3 tahun 5 bulan.
Percobaan yang dilakukan dalam buku Catalyst Handbook karangan Twigg (1989), performa
katalis akan turun drastis ketika katalis pengaktifasi/logam Cu tidak terlindungi. Pelindung
yang baik menggunakan katalis dengan pellets yang berukuran kecil, agar luas kontak gas
dengan katalis bertambah dan kemungkinan sulfur untuk menembus lapisan pelindung sangat
kecil walaupun pressure drop yang dihasilkan lebih besar. Pelindung katalis juga dapat
memperpanjang umur katalis pada bed utama seperti yang dijelaskan grafik bawah ini.
Gambar 4.12. Percobaan Menggunakan Guard bed dan Unguarded (Twigg, 1989)
2.8 Katalis dalam Industri Kimia
Katalis banyak digunakan dalam berbagai macam industri. Biasanya katalis
digunakan dalam industri polipropilena atau bahan-bahan kimia, seperti ammonia.
Polipropilena adalah sebuah polimer termo-plastik yang dibuat oleh industri kimia
dan dapat digunakan menjadi berbagai barang-barang yang bersifat plastic. Polipropilena
dapat dibuat dengan katalis Ziegler-Natta.
Katalis Ziegler-Natta adalah campuran antara senyawa-senyawa titanium seperti
titanium(III) klorida atau titanium(IV) klorida dan senyawa-senyawa aluminium seperti
aluminium trietil. Katalis Ziegler-Natta dapat membatasi berbagai monomer mendatang
ke sebuah orientasi yang spesifik, hanya menambahkan monomer-monomer itu ke rantai
polimer jika mereka menghadap ke arah yang benar.
Selain dapat memproduksi polipropilena, katalis juga dapat memproduksi ammonia
dengan cara menambahkan katalis oksida besi ke dalam reaksi. Dalam memproduksi
ammonia digunakan suatu proses sintesis yang disebut proses Haber-Bosch. Proses Haber-
Bosch ialah proses pembuatan ammonia (NH3) dengan cara memadukan antara nitrogen
dan hydrogen dengan factor-faktor (tekanan dan suhu) yang optimal.
Dalam pembuatan ammonia, diperlukan tekanan yang cukup tinggi, yakni berkisar
200-1000 atm. Apabila tekanan yang digunakan tinggi, maka reaksi akan bergeser ke kanan
dan secara otomatis reaksi menjadi eksoterm.
Selain tekanan yang tinggi, dalam pembuatan ammonia juga diperlukan suhu yang
sesuai. Apabila suhu yang digunakan tinggi ammonia (NH3) akan mengurai dan
membentuk nitrogen (N2) dan hydrogen (N2). Dan apabila suhu yang digunakan rendah,
kadar reaksi pembuatan ammonia akan menurun.
Seiring dengan kemajuan teknologi, digunakanlah tekanan yang jauh lebih besar,
bahkan mencapai 700 atm. Untuk mengurangi reaksi balik, maka amonia yang terbentuk
segera dipisahkan. Mula-mula campuran gas nitrogen dan hidrogen dikompresi
(dimampatkan) hingga mencapai tekanan yang diinginkan. Kemudian campuran gas
dipanaskan dalam suatu ruangan yang bersama katalisator sehingga terbentuk amonia.
2. Katalis heterogen
Yakni jika fase katalis tidak sama dengan fase reaktan dan/atau fase produk reaksi
(atau: fase katalis ≠ fase reaksi). Pada umumnya: fase katalis → padatan, fase reaksi → gas
Sifat-sifat katalis heterogen: Mudah dipisahkan dari campuran reaksi, Tahan dan
stabil terhadap suhu relatif tinggi, Mudah disiapkan dalam bentuk pellet katalis padat,
Konstruksinya sederhana
Hingga tahun 1980-an: sekitar 90% katalis yang digunakan di dalam proses industri
kimia berupa katalis heterogen. Katalis heterogen biasanya membutuhkan pendukung
(support), karena pendukung katalis memiliki kekuatan mekanik, tahan panas, mempunyai
kerapatan ruah yang optimal, dan kemampuan pelarutan fase aktif. Dalam mempelajari
katalis asam basa akan diketahui katalisator asam spesifik, katalisator basa spesifik,
katalisator asam umum dan katalisator basa umum.
Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan
suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan
dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk
baru. Ikatan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.
Contoh:
Katalis padat Fe untuk Proses Haber pada pembuatan amonia:
N2 (g) + 3 H2 (g) ↔ 2 NH3 (g)
Katalis padat Fe2O3-BiO2 untuk oksidasi amonia pada pembuatan asam nitrat:
4 NH3 (g) + 5 O2 (g) ↔ 4 NO (g) + 6 H2O (g)
Katalis padat Fe2O3-BiO2 untuk oksidasi amonia pada pembuatan asam nitrat:
4 NH3 (g) + 5 O2 (g) ↔ 4 NO (g) + 6 H2O (g)
b. Dehidrogenasi
C4H8 (Al2O3, Cr2O3 ) CH2=CHCH=CH2 + H2
Ethyl Benzene (Fe2O3, 650oC) Styrene + H2
d. Hidroclorinasi
Vinil clorida dibuat dengan katalis merkuriclorida dan arang dari reaksi
CH CH + HCl (200oC) CH2=CHCl
Umumnya katalis heterogen berupa zat padat yang terdiri dari logam atau oksida
logam. Contoh-contoh dari katalis heterogen adalah zeolit, CaO, MgO, dan resin penukar
ion. Proses katalitik menggunakan katalis heterogen dalam industri pertama kali pada tahun
1857, menggunakan Pt untuk mengoksidasi SO2 menjadi SO3 dalam larutan asam.
Tabel 3.1 Beberapa contoh katalis heterogen dalam industri
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi reaksi kimia pada suhu
tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Katalis terbagi
menjadi tiga yaitu katalis homogeny dan katalis heterogen. Katalis memiliki fungsi utama
antara lain dapat mempercepat laju reaksi. Katalis sangat berperan penting dalam reaksi
kimia terutama dalam berbagai industri. Aplikasi katalis sangat banyak dalam dunia
perindustrian salah satunya yang diterapkan di industri ammonia Pupuk Kaltim Pada Low
Temperatur Shift Converter menggunakan katalis campuran dari ZnO, CuO dan
Cr2O3/Al2O3 selain dapat digunakan untuk mempercepat suatu reaksi berlangsung katalis
ini bahkan dapat mengakomodasi suhu pada medium temperature sekitar 300oC. Namun
memerlukan tahap aktivasi katalis terlebih dahulu dengan cara mengalirkan gas Hidrogen.
Daftar Pustaka