Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian hipogonadisme
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi hipogonadisme
3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi hipogonadisme
4. Untuk mengetahuidan memahami manifestasi klinik hipogonadisme
5. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari hipogonadisme
6. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dan keperawatan hipogonadisme
7. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hipogonadisme
BAB 2
PEMBAHASAN
Tumor hifofisis
Kerusakan hipothalamus untuk mensekresi GnRH.
Hipersekresi prolaktin di hipofisis anterior
Hiposekresi FSH dan LH
Adanya sindrom Kallmann
Penyakit HIV/AIDS
Adanya faktor penuaan
Adanya penyakit tumor
Kegemukan atau obesitas
Adanya penggunaan obat-obatan tertentu
Adanya penyakit peradangan seperti contohnya sarkoidosis, histiositosis dan TBC
2.3 Patofisiologi
Folitropin (FSH) dan lutropin (LH dilepaskan dihipofisis anterior, dan dirangsang oleh
pelepasan pulsatil gonadoliberin (gonadotropin-releasing hormone, GnRH). Sekresi pulsatil dari
gonadotropin ini dihambat oleh prolaktin. LH mengatur pelepasan testosteron dari sel leydig di
testis. Testosterone, dengan mekanisme umpan balik negatif, menghambat pelepasan GnRH dan
LH. Pembentukan inhibin, yang menghambat pelepasan FSH, dan androgen binding protein
(ABP) ditingkatkan oleh FSH di sel Sertoli testis. Testosterone atau dihidrotestosteron yang
dibentuk dari testosterone di sel sertoli dan di beberapa organ meningkatkan pertumbuhan penis,
tubulus seminiferus, dan skrotum. Testosteron dan FSH diperlukan dalam pembentukan dan
pematangan spermatozoa. Selain itu, testosterone merangsang aktivitas sekretorik prostat
(menurunkan viskositas ejakulat) dan vesikula seminalis (campuran antara fruktosa dan
prostaglandin), serta aktivitas sekretorik kelenjar sebasea dan keringat di daerah aksila dan
genitalia. Testosteron meningkatkan ketebalan kulit, pigmentasi skrotum, dan eritropoiesis.
Testosterone juga mempengaruhi tinggi badan dan postur badan dengan meningkatkan
pertumbuhan otot dan tulang (anabolisme protein), pertumbuhan longitudinal, dan mineralisasi
tulang serta penyatuan lempeng epifisis. Testosterone merangsang pertumbuhan laring
(kedalaman suara), pertumbuhan rambut pada daerah pubis dan aksila, pada dada dan wajah
(janggut); keberadaannya penting dalam kebotakan pada laki-laki. Hormone ini juga merangsang
libido dan perilaku agresif. Akhirnya, hormone ini merangsang retensi elektrolit di ginjal,
mengurangi konsentrasi lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) di dalam darah, dan mempengaruhi
distribusi lemak. Penurunan pelepasan androgen dapat disebabkan oleh kekurangan GnRH.
Bahkan sekresi
GnRH nonpulsatil merangsang pembentukan androgen secara tidak adekuat. Keduanya dapat
terjadi pada kerusakan di hipotalamus (tumor, radiasi, perfusi yang abnormal, kelainan genetik)
serta sters psikologis dan fisik. Konsentrasi GnRH (dan analognya) yang tinggi dan menetap
akan menurunkan pelepasan gonadotropin dengan menurunkan jumlah reseptornya. Penyebab
lain adalah penghambatan pelepasan gonadotropin pulsatil oleh prolaktin serta kerusakan di
hipofisis (trauma, infark, penyakit autoimun, tumor, hiperplasia) atau di testis (kelainan genetic,
penyakit sistemik yang berat). Akhirnya, efek androgen dapat dihambat oleh kelainan enzim
pada sintesis hormon, misalnya pada defisiensi reduktase genetic atau kelainan reseptor
testosteron
2.4 Komplikasi
Akibat hipogonadisme yang terlambat ditangani dapat diobati sesuai dengan usia orang tersebut
pertama kali memiliki hipogonadisme (selama perkembangan janin, masa pubertas, atau
dewasa).
Masa perkembangan Janin
Seorang bayi mungkin lahir dengan:
· Alat kelamin yang ambigu
· Alat kelamin yang abnormal
Masa pubertas
Perkembangan pada masa pubertas biasanya tidak lengkap atau tertunda, sehingga menimbulkan:
· Kurangnya atau ketiadaan jenggot serta rambut/ bulu tubuh
· Gangguan pada penis dan pertumbuhan testis
· Pertumbuhan yang tidak proporsional, lengan dan kaki biasanya lebih panjang
· Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia)
Masa dewasa,
Komplikasi mungkin termasuk:
· Infertilitas
· Disfungsi ereksi
· Penurunan dorongan seks
· Kelelahan
· Kehilangan atau lemahnya otot
· Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia)
· Kurangnya jenggot atau rambut/bulu tubuh
·Osteoporosis
2. Wanita
Dengan pemberian estrogen dan progesteron.
III. Perencanaan
a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat difisiensi
gonad.
1) Kriteria evaluasi
a) body image positif.
b) Mengungkapkan dan mendemontrasikan penerimaan penampilan baru.
c) mempertahankan interaksi sosial.
2) Intervensi
a) Dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya mengenai pikiran, perasaan
dan pandangan dirinya.
b) Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan prognosa
kesehatan.
c) Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan.
d) Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional, dukungan keluarga ketika
mereka berupaya beradaptasi.
e) Dorong kunjungan dari teman sebaya dan orang terdekat, anjurkan untuk berbagi rasa dengan
individu tentang nilai-nilai dan hal-hal yang penting untuk mereka.
f) Dorong kontak dengan teman sebaya dan keluarga.
g) Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman sama.
b. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan bentuk dan fungsi organ seks
akibat difisiensi gonad.
1) Kriteria evaluasi
a) Menceritakan kepedulian/masalah mengenai fungsi seksual.
b) Mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual.
c) Melanjutkan akivitas seksual sebelumnya.
d) Melaporkan suatu keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual.
2) Intervensi
a) Dapatkan riwayat seksual:
Pola seksual biasanya
Kepuasan (individu dan pasangannya)
Pengetahuan seksual
Masalah-masalah (seksual, kesehatan)
Harapan-harapan
Suasana hati, tingkat energi.
b) Berikan dorongan untuk bertanya tentang seksualitas/fungsi seksual yang mungkin
mengganggu klien.
c) Gali hubungan klien dengan pasangannya.
d) Dorong pasangan untuk mendiskusikan kekuatan hubungan mereka dan untuk mengkaji
pengaruh dari keluhannya pada kekuatan mereka.
e) Anjurkan individu untuk mengambil aktivitas seksual sedemikian rupa mendekati pola
sebelumnya jika mungkin.
c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan dan
perawatan atau minimnya informasi yang didapat.
1) Kriteria evaluasi
a) Menggambarkan ansietas dan pola koopingnya.
b) Menggunakan mekanisme kooping yang efektif dalam menangani ansietas.
2) Intervensi
a) Kaji ansietas: ringan, sedang, berat dan panik
b) Dorong klien untuk mengungkapkan mengenai pengetahuan yang ia miliki tentang proses
penyakit, pengobatan dan perawatan.
c) Jelaskan tentang proses penyakit, pengobatan, dan perawatan sesuai dengan tingkat pendidikan
klien.
d) Berikan kenyamanan dan ketentraman hati:
Tinggal bersama klien.
Berbicara dengan perlahan dan tenang, menggunakan kalimat yang pendek dan sederhana.
Perlihatkan rasa empati (datang dengan tenang, menyentuh, membiarkan menangis, berbicara).
e) Batasi kontak dengan orang lain, klien-klien, keluarga yang juga mengalami cemas.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone androgen sehingga
mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria dan wanita. Pada pria dewasa
mengalami penurunan sebagian libido, kadang-kadang mengalami hot flashes, biasanya lebih
mudah tersinggung, pasif dan menderita depresi dibanding dengan yang memiliki testis utuh.
Selain itu terjadi impotensi, pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh, jenggot dan
berkurangnya pertumbuhan otot. Berhentinya menstruasi atau amenorhoe, atropi payudara dan
genetalia eksterna serta penurunan libido. Dengan penggantian hormon dan perawatan yang tepat
penderita hipogonadisme baik laki –laki maupun perempuan dapat hidup normal.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia. Anderson. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinis.EGC.Jakarta.
Ganong, W.F. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta : EGC
http://buletinkesehatan.com/penyebab-hipogonadisme/
http://www.dokterdigital.com/id/penyakit/71_hipogonadisme-pada-pria.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Hipogonadisme#Hipogonadisme_pada_Wanita