You are on page 1of 120

JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016

p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman i

JURNAL PENELITIAN & PENGEMBANGAN PENDIDIKAN FISIKA

COVER DEPAN VERSI HITAM PUTIH


DOI: doi.org/10.21009/1.021 DAFTAR JUDUL

Abstract and Indexing:

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman ii

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman iii

Editorial Section
DOI: doi.org/10.21009/1.02100

Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Riset dengan Pendekatan Scientific untuk
Meningkatkan Literasi Sains Peserta Didik
Usmeldi
Validitas Modul Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry pada Materi Fluida di STKIP PGRI
Sumatera Barat
Silvi Trisna, Aidhia Rahmi
Implementasi Metode Saintifik Menggunakan Setting Argumentasi pada Mata Kuliah
Mekanika untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mahasiswa Calon Guru Fisika
Yusiran, Siswanto
Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Context Based Learning
Adam Malik, Endah Kurnia Y, Siti Robiatus S
Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Rekayasa Diploma 4 Politeknik Negeri
Bandung melalui Percobaan Momen Inersia
Nani Yuningsih, Sri Suratmi
Konstruksi dan Profil Problem Solving Skill Siswa SMP dalam Materi Pesawat Sederhana
Asep Sutiadi, Hedya Nurwijayaningsih
Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning Tipe STAD untuk Melihat
Perkembangan Metakognisi Siswa pada Materi Elastisitas
Gesha Deliana Sucinta, Hera Novia, Selly Feranie
Penerapan Scientific Approach untuk Meningkatkan Literasi Saintifik dalam Domain
Kompetensi Siswa SMP pada Topik Kalor
Widi Ilhami Novili, Setiya Utari, Duden Saepuzaman
Implementasi Pembelajaran Fisika Berbantuan Media Simulasi PhET untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Pada Materi Listrik Dinamis
Pendi Sinulingga, Theo Jhoni Hartanto, Budi Santoso
Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning untuk Mengetahui Profil
Metakognisi dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SMA pada Materi Fluida Statis
Inni Amarta Khairati, Selly Feranie, Saeful Karim
Rancangan Media Pembelajaran Berupa Aplikasi Augmented Reality Berbasis Marker pada
Perangkat Android
Diah Ambarwulan, Dewi Muliyati
Rancangan Tes dan Evaluasi Fisika yang Informatif dan Komunikatif pada Materi Kinematika
Gerak Lurus
Citra Media Pertiwi, Dewi Muliyati, Vina Serevina
Desain Handout Multimedia Menggunakan 3D Pageflip Professional untuk Media
Pembelajaran pada Sistem Android
Sandy Syahrowardi TS, A. Handjoko Permana
Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis 3D PageFlip Fisika untuk Materi Getaran dan
Gelombang Bunyi
Hani Kurniawati, Desnita, Siswoyo
Merancang Komik Cerita Tokoh Menggunakan Aplikasi Comicker sebagai Media
Pembelajaran
Sarinah, Dewi Muliyati, I Made Astra

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman iv

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman v

Editorial Section
DOI: doi.org/10.21009/1.02100

Editor-in-Chief
Dr. Esmar Budi, M.T. (Universitas Negeri Jakarta)

Senior Editors
Prof. Dr. I Made Astra, M.Si. (Universitas Negeri Jakarta)
Prof. Dr. Festiyed, M.Si. (Universitas Negeri Padang)
Prof. Dr. Yetti Supriyati, M.Pd. (Universitas Negeri Jakarta)
Prof. Dr. Agus Setyo Budi, M.Sc. (Universitas Negeri Jakarta)
Dr. Abdurrahman, M.Si. (Universitas Lampung)
Dr. Desnita, M.Si. (Universitas Negeri Jakarta)
Dr. Ida Kaniawati, M.Si. (Universitas Pendidikan Indonesia)
Siswoyo, M.Pd. (Universitas Negeri Jakarta)

Editors
Dewi Muliyati, M.Si.,M.Sc. (Universitas Negeri Jakarta)
Riser Fahdiran, M.Si. (Universitas Negeri Jakarta)

Alamat Penerbit
Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas MIPA
Kampus A Universitas Negeri Jakarta
Gedung Dewi Sartika Lt.6
Jalan Rawamangun Muka No.1 Rawamangun-Pulogadung
Jakarta Timur, 13220

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman vi

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman vii

PENGANTAR

Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika (JPPPF) ini didedikasikan untuk semua praktisi
bidang pendidikan. Cakupan JPPPF meliputi: penelitian eksperimen, penelitian tindakan, penelitian
kualitatif, penelitian kuantitatif, dan penelitian pengembangan (model, media, dan evaluasi pembelajaran)
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas serta membangun inovasi bidang pendidikan Fisika.

JPPPF Volume 2 Nomor 1 ini memuat 15 naskah, yaitu: 1) Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika
Berbasis Riset dengan Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan Literasi Sains Peserta Didik;
2) Validitas Modul Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry pada Materi Fluida di STKIP PGRI Sumatera
Barat; 3) Implementasi Metode Saintifik Menggunakan Setting Argumentasi pada Mata Kuliah Mekanika
untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mahasiswa Calon Guru Fisika; 4) Peningkatan Keterampilan
Proses Sains Siswa melalui Context Based Learning; 5) Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis
Mahasiswa Rekayasa Diploma 4 Politeknik Negeri Bandung melalui Percobaan Momen Inersia;
6) Konstruksi dan Profil Problem Solving Skill Siswa SMP dalam Materi Pesawat Sederhana;
7) Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning Tipe STAD untuk Melihat Perkembangan
Metakognisi Siswa pada Materi Elastisitas; 8) Penerapan Scientific Approach untuk Meningkatkan
Literasi Saintifik dalam Domain Kompetensi Siswa SMP pada Topik Kalor; 9) Implementasi
Pembelajaran Fisika Berbantuan Media Simulasi PhET untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada
Materi Listrik Dinamis; 10) Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning untuk
Mengetahui Profil Metakognisi dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SMA pada Materi Fluida Statis;
11) Rancangan Media Pembelajaran Berupa Aplikasi Augmented Reality Berbasis Marker pada Perangkat
Android; 12) Rancangan Tes dan Evaluasi Fisika yang Informatif dan Komunikatif pada Materi
Kinematika Gerak Lurus; 13) Desain Handout Multimedia Menggunakan 3D Pageflip Professional untuk
Media Pembelajaran pada Sistem Android; 14) Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis 3D
PageFlip Fisika untuk Materi Getaran dan Gelombang Bunyi; serta 15) Merancang Komik Cerita Tokoh
Menggunakan Aplikasi Comicker sebagai Media Pembelajaran.

Semoga JPPPF ini dapat menjadi referensi bagi pembaca dan peneliti dalam mengembangkan pendidikan
fisika.

Jakarta, 30 Juni 2016


Pemimpin Redaksi,

Esmar Budi

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman viii

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman ix

DAFTAR ISI
JUDUL DAN PENULIS HALAMAN
Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Riset dengan Pendekatan 1-8
Scientific untuk Meningkatkan Literasi Sains Peserta Didik
Usmeldi
Validitas Modul Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry pada Materi Fluida di STKIP 9-14
PGRI Sumatera Barat
Silvi Trisna, Aidhia Rahmi
Implementasi Metode Saintifik Menggunakan Setting Argumentasi pada Mata 15-22
Kuliah Mekanika untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mahasiswa Calon Guru
Fisika
Yusiran, Siswanto
Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Context Based Learning 23-30
Adam Malik, Endah Kurnia Y, Siti Robiatus S
Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Rekayasa Diploma 4 Politeknik 31-36
Negeri Bandung melalui Percobaan Momen Inersia
Nani Yuningsih, Sri Suratmi
Konstruksi dan Profil Problem Solving Skill Siswa SMP dalam Materi Pesawat 37-42
Sederhana
Asep Sutiadi, Hedya Nurwijayaningsih
Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning Tipe STAD untuk 43-50
Melihat Perkembangan Metakognisi Siswa pada Materi Elastisitas
Gesha Deliana Sucinta, Hera Novia, Selly Feranie
Penerapan Scientific Approach untuk Meningkatkan Literasi Saintifik dalam Domain 51-56
Kompetensi Siswa SMP pada Topik Kalor
Widi Ilhami Novili, Setiya Utari, Duden Saepuzaman
Implementasi Pembelajaran Fisika Berbantuan Media Simulasi PhET untuk 57-64
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Listrik Dinamis
Pendi Sinulingga, Theo Jhoni Hartanto, Budi Santoso
Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning untuk Mengetahui Profil 65-72
Metakognisi dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SMA pada Materi Fluida Statis
Inni Amarta Khairati, Selly Feranie, Saeful Karim
Rancangan Media Pembelajaran Berupa Aplikasi Augmented Reality Berbasis 73-80
Marker pada Perangkat Android
Diah Ambarwulan, Dewi Muliyati
Rancangan Tes dan Evaluasi Fisika yang Informatif dan Komunikatif pada Materi 81-88
Kinematika Gerak Lurus
Citra Media Pertiwi, Dewi Muliyati, Vina Serevina
Desain Handout Multimedia Menggunakan 3D Pageflip Professional untuk Media 89-96
Pembelajaran pada Sistem Android
Sandy Syahrowardi TS, A. Handjoko Permana
Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis 3D PageFlip Fisika untuk Materi 97-102
Getaran dan Gelombang Bunyi
Hani Kurniawati, Desnita, Siswoyo
Merancang Komik Cerita Tokoh Menggunakan Aplikasi Comicker sebagai Media 103-110
Pembelajaran
Sarinah, Dewi Muliyati, I Made Astra

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman x

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 1

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02101

Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis


Riset dengan Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan
Literasi Sains Peserta Didik
Usmeldi

Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Jln. Hamka Air Tawar Padang, 25131
Email: usmeldy@yahoo.co.id

Abstract
Physics learning at SMA Negeri 1 Bukittinggi implemented through theory, practical work is
rarely done. There are still many students who have not thoroughly studied physics. The
students scientific literacy are still low. Scientific literacy must be mastered by students, as it
relates to the environment. Scientific literacy consists of scientific process, scientific
knowledge, scientific application, and attitudes of students towards science. Various efforts to
improve the mastery of scientific literacy was indispensable, one through the use of modules in
physics learning. Therefore develop the research-based learning modules with a scientific
approach. The research aims to develop the research-based physics learning module with
scientific approach that valid, practical, and effective. Research and development using the 4D
model of Thiagarajan. The research instrument is the interview guides, observation sheets,
sheet validation of learning modules, questionnaire responses of teachers and learners, and
assessment sheets of scientific literacy. The results showed that the developed learning
modules have been categorized as valid based on expert judgment. The learning modules have
been categorized as practical based on the observation, responses of teachers and learners. The
implemented of the research-based physics learning module with scientific approach,
effectively improve the scientific literacy of students. Suggested to physics teachers to
implemented the research-based learning modules with a scientific approach.
Keywords: Research-based learning, scientific approach, scientific literacy

Abstrak
Pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bukittinggi dilaksanakan melalui
kegiatan teori, praktikum jarang dilakukan. Masih banyak peserta didik yang belum tuntas
belajar fisika. Literasi sains peserta didik masih rendah. Literasi sains harus dikuasai oleh
peserta didik, karena berkaitan dengan lingkungan hidup. Literasi sains dinilai dari empat
dimensi, yaitu: Proses sains, pengetahuan sains, aplikasi sains, dan sikap peserta didik
terhadap sains. Berbagai upaya untuk meningkatkan penguasaan literasi sains sangat
diperlukan, salah satunya melalui penggunaan modul dalam pembelajaran fisika. Oleh karena
itu dikembangkan modul pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific. Penelitian
bertujuan untuk menghasilkan modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan
scientific yang valid, praktis, dan efektif. Penelitian dan pengembangan ini menggunakan
model 4D dari Thiagarajan. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara, lembar
observasi, lembar validasi modul pembelajaran, angket respon guru dan peserta didik, serta
lembar penilaian literasi sains. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul pembelajaran yang
dikembangkan sudah termasuk kategori valid berdasarkan penilaian ahli. Modul pembelajaran

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 2

termasuk kategori praktis berdasarkan hasil observasi, angket respon guru dan peserta didik.
Penggunaan modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific efektif
meningkatkan literasi sains peserta didik. Disarankan kepada guru fisika agar menggunakan
modul pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific.
Kata-kata kunci : Pembelajaran berbasis riset, pendekatan scientific, literasi sains

PENDAHULUAN

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu
upaya pemerintah adalah melakukan penyempurnaan kurikulum. Kurikulum 2013 yang digunakan
saat ini bertujuan menyiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan
warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan mampu berkontribusi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia (Permendikbud No 70 Tahun 2013).
Kurikulum 2013 dirancang dengan mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial,
kemampuan intelektual serta keterampilan yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Penyempurnaan kurikulum yang dilakukan pemerintah juga diimbangi dengan upaya meningkatkan
keahlian dan kinerja guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Salah satunya dengan
melaksanakan program sertifikasi guru dan pendidikan profesi guru bagi calon guru. Melalui
program ini diharapkan dapat menghasilkan guru yang kompeten dalam aspek professional,
pedagogik, kepribadian, dan sosial.
Salah satu tuntutan kurikulum 2013 adalah pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan
menggunakan pendekatan scientific. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan salah satu
alternatif sumber belajar. Guru mendesain bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang
dapat membelajarkan peserta didik sehingga peserta didik menguasai kompetensi yang telah
ditetapkan. Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum. Pada kurikukulum
2013 kompetensi inti dan kompetensi dasar telah ditetapkan oleh pemerintah, strategi untuk
mencapainya dan bahan ajar yang digunakan diserahkan sepenuhnya kepada guru sebagai tenaga
profesional untuk merancangnya.
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk kelompok peminatan matematika dan
IPA (MIA) pada kurikulum 2013 yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis analitis,
induktif, dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan peristiwa alam.
Kegiatan pembelajaran fisika dilakukan melalui kegiatan eksplorasi, eksperimen, dan pemecahan
masalah untuk menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan
eksplorasi yang dilakukan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam
memperoleh informasi dan fakta yang berkaitan dengan kompetensi dasar yang terdapat dalam
silabus. Kegiatan eksperimen dilakukan di laboratorium dengan tujuan untuk membuktikan atau
menemukan konsep dan prinsip sesuai dengan kompetensi dasar. Mata pelajaran fisika tidak terlepas
dari dua kegiatan tersebut, sehingga menuntut peserta didik berpikir ilmiah yang didasarkan pada
metode ilmiah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran fisika guru harus melakukan kegiatan eksplorasi
dan eksperimen untuk mewujudkan tujuan pembelajaran fisika dengan baik.
Hasil observasi awal yang dilakukan di SMAN 1 Bukittinggi menunjukkan bahwa pembelajaran
fisika dilaksanakan melalui kegiatan teori. Kegiatan praktikum jarang dilakukan. Masih banyak
(48%) peserta didik yang belum tuntas belajar fisika. Literasi sains peserta didik masih rendah.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran berpusat pada guru, sehingga peserta didik belum
dilibatkan secara aktif dalam menemukan fakta, konsep, dan prinsip fisika. Guru menjabarkan
rumus-rumus fisika dengan bantuan media pembelajaran, memberikan latihan soal-soal dan tugas.
Akibatnya peserta didik dituntut untuk menghafal konsep tanpa mengetahui proses analisis dari
konsep tersebut. Perangkat pembelajaran yang dirancang guru belum sesuai dengan karakteristik
peserta didik dan materi pelajaran. Bahan ajar yang digunakan berupa buku siswa dan modul yang
diperoleh dari pelatihan, bukan modul yang dikembangkan oleh guru sendiri. Modul belum
memenuhi kriteria modul yang baik karena uraian materi yang disajikan belum menjelaskan fakta,
konsep, dan prinsip fisika.
Untuk mengetahui penyebab banyaknya peserta didik yang belum tuntas dalam belajar fisika,
dilakukan survei kepada peserta didik kelas X MIA di SMAN 1 Bukittinggi. Survei dilakukan

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 3

dengan angket pada peserta didik tentang proses pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan.
Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa pembelajaran fisika masih berpusat pada guru, peserta
didik belum dilibatkan secara aktif dalam mencari fakta, konsep dan prinsip untuk memecahkan
masalah fisika dalam kehidupan sehari-hari, dan peserta didik jarang melakukan kegiatan eksperimen
di laboratorium.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ketuntasan belajar dan meningkatkan literasi sains
peserta didik, adalah mengembangkan modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan
scientific. Pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific merupakan salah satu model
dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam membangun
pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan rasa ingin tahu peserta didik dalam proses
pembelajaran. Wardoyo (2013) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis riset merupakan
pembelajaran yang menerapkan tahapan riset (penelitian) dalam pelaksanaan pembelajaran. Proses
pembelajaran merupakan implementasi perpaduan dari karakteristik penelitian dan pembelajaran.
Dalam pembelajaran berbasis riset, peserta didik dilatih menyelesaikan masalah dengan melihat
fakta yang ditemuinya. Pembelajaran berbasis riset dapat dilaksanakan dengan berbagai macam
metode pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dimiliki oleh peserta didik berasal dari sebuah riset
sederhana yang mereka lakukan melalui praktikum dan studi lapangan (Wardoyo, 2013; Griffith,
2008; Jyrhämä, 2008; Kynäslahti, 2006). Untuk mata pelajaran fisika, pembelajaran berbasis riset
cenderung dilaksanakan dalam bentuk kegiatan praktikum. Dengan melakukan kegiatan praktikum
diharapkan peserta didik memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap ilmiah. Diah (2010)
menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis riset didasari filosofi konstruktivisme yang mencakup
empat aspek yaitu: pembelajaran yang membangun pemahaman peserta didik, pembelajaran dengan
mengembangkan prior knowledge, pembelajaran yang merupakan interaksi sosial, dan pembelajaran
bermakna yang dicapai melalui pengalaman nyata. Pembelajaran berbasis riset merupakan
pembelajaran yang menggunakan authentic learning (harus ada contoh nyata), problem-solving
(menjawab kasus dan konstektual), cooperative learning (bersama), contextual (hands on and minds
on), dan inquiry discovery approach (menemukan) yang didasarkan pada filosofi konstruktivisme
yaitu pengembangan diri peserta didik yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Arifin (2010)
menyatakan tahapan model pembelajaran berbasis riset adalah: exposure stage (tahap pengenalan),
lecturing of core knowledge (tahap pemberian referensi), experience stage (tahap tindakan), intern
report for feedback (tahap diskusi), presentation (tahap presentasi), dan final report (laporan akhir).
Menurut Wardoyo (2013) pembelajaran berbasis riset memiliki tujuh karakteristik yang terlihat
dalam proses pembelajaran, yaitu: sistematis, aktif, kreatif, inovatif, efektif, objektif, dan ilmiah.
Ketujuh karakteristik tersebut sesuai dengan hakikat pembelajaran Fisika pada kurikulum 2013
dengan pendekatan scientific. Yahya (2010) menjelaskan keuntungan dari model pembelajaran
berbasis riset adalah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih melakukan
pengamatan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menyimpulkan.
Pembelajaran berbasis riset dalam Fisika dapat membantu peserta didik dalam mengkonstruksikan
konsep-konsep atau prinsip-prinsip Fisika, sehingga menjadikan pembelajaran menjadi lebih
bermakna melalui penerapan keterampilan proses sains. Hasil penelitian relevan yang sudah
dilakukan menunjukkan bahwa penerapan research base learning berorientasi life skill dapat
meningkatkan aktivitas dan penguasaan konsep esensial mahasiswa dalam mata kuliah
Termodinamika (Syakbaniah, dkk, 2013). Penggunaan lembar kegiatan peserta didik berbasis riset
dalam pembelajaran Fisika efektif untuk meningkatkan kompetensi peserta didik (Usmeldi, 2015).
Penerapan pembelajaran fisika berbasis riset efektif meningkatkan keterampilan proses sains dan
hasil belajar peserta didik (Usmeldi, 2016).
Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan
masyarakat (Widyaningtyas, 2008). Holbrook (2009) menyatakan bahwa literasi sains adalah suatu
penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam
diri dengan tujuan agar berkesempatan berkontribusi dalam lingkungan sosial. Literasi sains
merupakan salah satu ranah studi PISA. Dalam konteks PISA, literasi sains didefinisikan sebagai
kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaaan dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam
dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman, 2007). Penilaian

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 4

literasi sains dalam PISA tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap
pengetahuan sains, tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains, serta kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi peserta didik,
sebagai individu da anggota masyarakat. Hasil studi PISA tahun 2009 menunjukkan tingkat literasi
sains siswa Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi tahun 2006. Tingkat literasi sains
siswa Indonesia berada pada peringkat ke 57 dari 65 negara peserta dengan skor yang diperoleh 383
dan skor ini berada di bawah rata-rata standar dari PISA (OECD, 2007).
Pada PISA 2012 dimensi literasi sains dikembangkan menjadi empat dimensi, yakni
kompetensi/proses sains, konten/pengetahuan sains, konteks/aplikasi sains, dan sikap peserta didik
terhadap sains (OECD, 2013). Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika
menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah. Aspek konten sains merujuk pada konsep-
konsep kunci dari sains yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang
dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Aspek konteks sains merujuk pada situasi dalam
kehidupan sehari-hari yang menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains.
Pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific diharapkan dapat meningkatkan
literasi sains peserta didik. Sehubungan dengan hal tersebut maka dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut: (1) Bagaimana proses pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis riset
dengan pendekatan scientific untuk meningkatkan literasi sains peserta didik? (2) Bagaimana
validitas, praktikalitas, dan efektivitas modul pembelajaran fisika berbasis riset pendekatan scientific?
Penelitian bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran fisika berbasis riset dengan
pendekatan scientific yang valid, praktis, dan efektif.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah penelitian dan pengembangan (research and development). Sugiyono
(2011) mengemukakan bahwa penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Kegiatan
research dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kebutuhan pengguna (needs assessment)
sedangkan kegiatan development dilakukan untuk menghasilkan modul pembelajaran berbasis riset
dengan pendekatan scientific. Model pengembangan yang digunakan adalah model 4D oleh
Thiagarajan. Menurut Thiagarajan (Trianto, 2010) tahap model 4D adalah pendefinisian (define),
perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Subyek penelitian
adalah modul pembelajaran fisika untuk peserta didik SMA. Responden penelitian adalah peserta
didik dan guru fisika di SMAN 1 Bukittinggi. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara,
lembar observasi, lembar validasi modul pembelajaran, angket respon guru, angket respon peserta
didik, dan lembar penilaian literasi sains.
Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data validasi modul pembelajaran, hasil observasi,
angket, dan literasi sains dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan kriteria kevalidan,
kepraktisan, dan keefektifan modul pembelajaran. Data pelaksanaan pembelajaran dianalisis secara
kualitatif dengan merevisi keterbacaan dan langkah kegiatan dalam modul. Revisi dilakukan
berdasarkan catatan peneliti, hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan pendapat dari
penimbang ahli.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Riset dengan Pendekatan Scientific

Dalam penelitian ini telah dihasilkan modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan
scientific. Sistematika modul disajikan pada GAMBAR 1. Modul pembelajaran ini disusun
berdasarkan langkah model pembelajaran berbasis riset. Pembelajaran berbasis riset adalah model
pembelajaran yang menggunakan riset dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran berbasis riset
berdasarkan filosofi konstruktivisme yang mencakup empat aspek yaitu pembelajaran yang
membangun pemahaman peserta didik, pembelajaran dengan mengembangkan prior knowledge,
pembelajaran yang merupakan proses interaksi sosial, dan pembelajaran bermakna yang dicapai

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 5

melalui pengalaman nyata. Riset merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Komponen riset terdiri dari latar belakang masalah, prosedur, hasil riset, pembahasan,
dan publikasi hasil riset. Langkah model pembelajaran berbasis riset ada lima yaitu: (1) Merumuskan
masalah, (2) mengumpulkan data melalui praktikum, (3) menginterpretasi dan menyimpulkan, (4)
menyusun laporan hasil riset, (5) mempresentasikan laporan hasil riset. Model pembelajaran berbasis
riset dilaksanakan dengan pendekatan scientific.

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
(Deskripsi singkat, rasional, dan relevansi)
PETUNJUK BELAJAR
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 (judul)
Tujuan Pembelajaran
Uraian Materi
(sesuai langkah model pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific)
Latihan
Rangkuman
Tes formatif
Umpan balik dan tindak lanjut
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 (dan seterusnya)
Dijabarkan seperti kegiatan belajar 1
KUNCI JAWABAN
DAFTAR PUSTAKA
GAMBAR 1. Sistematika Modul

Validitas Modul Pembelajaran

Modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific divalidasi oleh enam orang
penimbang ahli (expert judgment). Aspek yang dinilai oleh penimbang ahli adalah kelayakan isi,
kelayakan konstruksi, dan keterbacaan. Setiap aspek divalidasi oleh dua orang ahli. Hasil validasi
modul pembelajaran dapat dilihat pada TABEL 1.
TABEL 1. Hasil Validasi Modul Pembelajaran
Penimbang Ahli
MW FD NA RD DS YN
Aspek
Kelayakan Isi 89 94
Kelayakan Konstruksi 87 85
Keterbacaan 91 88

Hasil validasi modul pembelajaran seperti pada TABEL 1 menunjukkan bahwa modul
pembelajaran termasuk kategori valid.

Praktikalitas Modul Pembelajaran

Uji coba modul pembelajaran dilakukan untuk memperoleh data mengenai kepraktisan modul. Uji
coba modul pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific dilakukan sebanyak empat kali
pertemuan. Observer dalam kegiatan uji coba adalah guru fisika SMAN 1 Bukittinggi. Observer
bertugas mengamati pelaksanaan pembelajaran dan aktivitas peserta didik. Kepraktisan modul
pembelajaran ditinjau dari keterlaksanaan pembelajaran, respon guru dan peserta didik. Hasil
observasi terhadap keterlaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa modul pembelajaran dapat
dilaksanakan oleh peserta didik. Respons guru dan peserta didik terhadap pelaksanaan pembelajaran
menunjukkan bahwa modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific dapat

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 6

dilaksanakan oleh peserta didik. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa modul pembelajaran
termasuk kategori praktis.

Efektivitas Modul Pembelajaran

Efektivitas modul pembelajaran ditinjau dari peningkatan literasi sains peserta didik. Literasi
sains dinilai dari empat dimensi, yaitu: Proses sains, pengetahuan sains, aplikasi sains, dan sikap
peserta didik terhadap sains. Dimensi proses sains peserta didik menunjukkan adanya peningkatan
pada setiap pertemuan, dengan nilai rata-rata 80 dan persentase ketercapaian klasikal adalah 86,4%.
Nilai rata-rata pengetahuan sains peserta didik adalah 81,1 dan persentase ketercapaian klasikal
adalah 88,5%. Nilai rata-rata aplikasi sains peserta didik adalah 85,7 dan persentase ketercapaian
klasikal adalah 86,5%. Sikap peserta didik terhadap sains termasuk kategori baik untuk semua
peserta didik dengan rata-rata 78,2. Lebih dari 85% peserta didik telah memenuhi tingkat
ketercapaian klasikal yang ditetapkan. Literasi sains peserta didik meningkat pada setiap pertemuan.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan
pendekatan scientific efektif untuk meningkatkan literasi sains peserta didik.

TABEL 2. Literasi Sains Peserta Didik


Pertemuan ke-
Dimensi Rata-rata Kategori
1 2 3 4
Proses sains 75,3 78,6 81,7 84,4 80 B
Pengetahuan sains 79,2 77,5 82,6 85,1 81,1 SB
Aplikasi sains 83,5 86,0 85,4 87,8 85,7 SB
Sikap terhadap sains 75,5 76,2 78,7 82,2 78,2 B
Keterangan: SB = Sangat Baik, B = Baik

Pembahasan

Modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific termasuk kategori valid.
Hal tersebut karena penyajian modul telah mencakup semua komponen yang meliputi konsistensi
sistematika penyajian, keruntutan konsep, kesesuaian ilustrasi dengan materi, penyajian teks, tabel,
gambar, dan daftar rujukan, pembangkit motivasi belajar pada awal bab, rangkuman, penilaian,
umpan balik dan tindak lanjut (BSNP dalam Muslich, 2010). Modul pembelajaran yang
dikembangkan digunakan dalam pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific. Hasil uji
coba modul menunjukkan bahwa modul pembelajaran dinyatakan praktis dan efektif untuk
meningkatkan literasi sains peserta didik. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Rahayu
(2013) dan Widyaningrum (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran dengan pendekatan scientific dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan modul terintegrasi etnosains dalam
pembelajaran berbasis masalah efektif meningkatkan kemampuan literasi sains peserta didik (Nisa,
2015).
Literasi sains peserta didik pada dimensi sikap terhadap sains termasuk kategori baik. Udompong
(2014) menemukan bahwa penerapan pembelajaran dengan pendekatan scientific dapat membangun
sikap positif terhadap sains. Literasi sains pada dimensi proses sains termasuk kategori baik.
Holbrook (2009) menyatakan bahwa literasi sains dapat dikembangkan melalui pembelajaran natural
sains (salah satunya Fisika). Pada aspek konten/pengetahuan sains, peserta didik perlu menangkap
sejumlah konsep kunci atau esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahan-
perubahan yang terjadi akibat kegiatan manusia (Rustaman, 2006). Menurut Hayat dan Yusuf (2011)
PISA menentukan kriteria pemilihan konten sains, yakni: relevan dengan situasi kehidupan nyata,
konsep tersebut diperkirakan masih relevan sekurang-kurangnya satu dasawarsa ke depan, dan
konsep tersebut berkaitan dengan kompetensi proses.
Item-item penilaian sains PISA 2006 menuntut peserta didik untuk mengidentifikasi masalah-
masalah ilmiah, menjelaskan fenomena alam secara ilmiah, dan memanfaatkan data sains. Tiga item
tersebut dipilih disebabkan oleh kemanfaatannya terhadap sains dan kaitannya dengan kemampuan

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 7

kognitif seperti penalaran induktif dan deduktif, berpikir kritis, transformasi informasi (misal
membuat tabel atau membuat grafik dari data mentah), pemodelan dan penggunaan sains. Pada PISA
2006 pengetahuan mengacu ke knowledge of science dan knowledge about sicence. Fokus dari
penilaian knowledge of science adalah sejauh mana peserta didik dapat menerapkan pengetahuannya
dalam konteks yang relevan dengan kehidupan peserta didik. Pengetahuan yang dinilai dipilih dari
bidang fisika, kimia, biologi, ilmu bumi, dan teknologi. Penilaian knowledge about science dibagi
menjadi dua kategori. Pertama adalah penyelidikan ilmiah yang merupakan inti dari proses sains dan
bermacam-macam komponen dari proses tersebut. Kedua adalah penjelasan ilmiah, yang merupakan
hasil dari penyelidikan ilmiah. Penyelidikan dapat dianggap sebagai suatu piranti sains, bagaimana
ilmuwan memperoleh data, dan penjelasan dianggap sebagai tujuan sains, bagaimana ilmuwan
menggunakan data.
Faktor penting lainnya yang mempengaruhi literasi sains adalah sikap peserta didik terhadap
sains. Dalam PISA 2006 sikap peserta didik terhadap sains meliputi dukungan terhadap sains,
kepercayaan diri, minat sains, dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Peserta didik yang
mempunyai kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi akan mempunyai skor kemampuan yang
tinggi. Peserta didik yang memperoleh skor tes sains tinggi cenderung mempunyai sikap yang lebih
positif terhadap sains. Hasil tersebut memperlihatkan kesesuaian dengan temuan Patrick et al. (2007),
Glynn et al. (2007) yang menyatakan bahwa motivasi sangat mempengaruhi prestasi belajar sains.
Selain itu, hasil ini juga konsisten dengan temuan dari studi international TIMSS 1999 dan TIMSS
1995 (House, 2004). Papanastasiou dan Zembylas (2004) menyatakan bahwa prestasi sains yang
jelek dapat diperbaiki melalui stimulasi sikap positif peserta didik terhadap sains.

KESIMPULAN

Penelitian telah menghasilkan modul pembelajaran berbasis riset dengan dengan pendekatan
scientific. Modul pembelajaran yang dikembangkan sudah valid, praktis, dan efektif untuk
meningkatkan literasi sains peserta didik. Literasi sains dinilai dari empat dimensi, yaitu: Proses
sains, pengetahuan sains, aplikasi sains, dan sikap peserta didik terhadap sains. Penilaian terhadap
literasi sains peserta didik pada semua dimensi menunjukkan adanya peningkatan pada setiap
pertemuan. Nilai rata-rata proses sains peserta didik termasuk kategori baik. Nilai rata-rata
pengetahuan sains peserta termasuk kategori sangat baik. Nilai rata-rata aplikasi sains peserta didik
kategori sangat baik. Sikap peserta didik terhadap sains termasuk kategori baik Lebih dari 85%
peserta didik telah memenuhi tingkat ketercapaian klasikal yang ditetapkan. Disarankan kepada guru
fisika untuk menerapkan modul pembelajaran yang dikembangkan ini. Kepada peneliti lanjut supaya
dapat mengembangkan modul pembelajaran pada materi yang belum diteliti dalam modul yang telah
dikembangkan.

REFERENSI

Arifin, Pepen 2010, ‘Reseacrh Based Learning’. Makalah seminar nasional, Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Diah, T. W. dkk. 2010, Pedoman umum pembelajaran berbais riset (PUPBR), UGM, Yogyakarta.
Firman, H. 2007, Analisis literasi sains berdasarkan hasil PISA nasional tahun 2006, Pusat Penilaian
Pendidikan Balitbang Depdiknas, Jakarta.
Glynn, S.M., Taasoobshirazi, G., & Brickman, P. 2007, ‘Nonscience majors learning science: A
theoretical model of motivation’, Journal of Research in Science Teaching, vol. 44, no. 8, 1088-
1107.
Griffith Institute for Higher Education 2008, Research-based learning: strategies for successfully
linking teaching and research. University of Griffith.
House, J.D. 2004, ‘Cognitive-motivational characteristics and science achievement of adolescent
students: result from the TIMSS 1995 and TIMSS 1999 assessment’. International Journal of
Instruction Media, 22 September.
Hayat, B dan Yusuf, S, 2011, Bencmark internasional mutu pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 8

Holbrook, Jack and Miia Rannikma 2009, ‘The meaning of scientific literacy’, International Journal
of Environment & Science Education. vol. 4, no. 3, pp.275-288.
Jyrhämä, R., Kynäslahti, H., Krokfors, L., Byman, R., Maaranen, K., Toom, A. & Kansanen, P.
2008, ‘The appreciation and realisation of research-based teacher education: finnish students’
experiences of teacher education’. European Journal of Teacher Education, vol. 31, no. 1, pp.1-
16.
Kynäslahti, H., Kansanen, P., Jyrhämä, R., Krokfors, L., Maaranen, K. & Toom, A. 2006, ‘The
multimode programme as a variation of research-based teacher education’. Teaching and Teacher
Education, vol. 22, no. 2, pp.246–256.
Muslich, Masnur 2010, Textbook writing, Ar-Ruzz Media, Yogyakarya.
Nisa`,A., Sudarmin, Salmini 2015, ‘Efektivitas penggunaan modul terintegrasi etnosains dalam
pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan literasi sains siswa’. Unnes Science
Education Journal. vol. 4, no. 3. pp.1049-1056.
OECD. 2007, PISA 2006: Science competencies for tomorrow’s world, volume I: Analysis, OECD
Publishing, Paris.
OECD. 2013, PISA 2012 Assessment and analytical framework: mathematics, reading, science,
problem solving and financial literacy, OECD Publishing, Paris.
Papanastasiou, E. C. & Zembylas, M. 2004, ‘Differential effects of science attitudes and science
achievement in australia, cyprus, and the USA’. International Journal of Science education. vol.
26, no. 3, pp.259-280.
Patrick, A.O., Kpangban, E., & Chibueeze, O.O. 2007, ‘Motivation effects on test scores of senior
secondary school science students’. Study Home Community Science, vol. 1, no. 1, pp.57-64.
Rahayu, S, Widodo, AT, dan Sudarmin 2013, ‘Pengembangan perangkat pembelajaran model POE
berbantuan media’, Innovatif Journal of Curriculum and Educational Technology, vol. 2, no. 1,
pp.128-133.
Rustaman, N. Y. 2006, ‘Literasi sians anak Indonesia 2000 dan 2003’. Makalah Literasi Sains 2003.
Sugiyono 2011, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & D. Alfabeta,
Bandung.
Syakbaniah, dkk. 2013, ‘Penerapan research based learning untuk meningkatkan aktivitas dan
penguasaan konsep essensial mahasiswa dalam mata kuliah Termodinamika’. Prosiding Seminar
Nasional Pembelajaran Fisika.
Trianto 2010, Model pembelajaran terpadu, Bumi Aksara, Jakarta.
Udompong, L, dan Suwimon Wongwanich 2014, ‘Diagnosis of the scientific literacy characteristic of
primary students’, Procedia Sosial and Behavioral Science, vol. 116, pp. 5091-5096.
Usmeldi 2015, ‘Pengembangan lembar kegiatan kerja siswa dalam pembelajaran fisika berbasis riset
di SMA N 1 Padang’, Prosiding Seminar Nasional Fisika. FMIPA UNJ.
Usmeldi 2016, ‘The development of research-based physics learning model with scientific approach
to develop students’ scientific processing skill’, Indonesian Journal of Science Education, vol. 5,
no. 1, pp.134-139.
Wardoyo, Mangun Sigit 2013, Pembelajaran berbasis riset, Indeks Permata, Jakarta.
Widyaningtyas, R. 2008, ‘Pembentukan pengetahuan sains, teknologi dan masyarakat dalam
pandangan pendidikan IPA’, Jurnal Pendidikan dan Budaya, vol. 1, no. 2, pp.1-3.
Widyaningrum, Ratna. Sarwanto. Puguh Karyanto 2013, ‘Pengembangan modul berorientasi POE
(Predict, Observe, Explain) berwawasan lingkungan pada materi pencemaran untuk meningkatkan
hasil belajar siswa’, Bioedukasi, vol. 6, no. 1, pp.100-117.
Yahya, Iwan 2010, ‘Manajemen empat langkah dalam pengembangan bahan ajar berbasis riset:
sebuah pengalaman dari perkuliahan Akustik jurusan FMIPA’, Makalah Pelatihan Penulisan
Buku Ajar Berbasis Riset yang diselenggarakan oleh LPPM UNS.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 9

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02102

Validitas Modul Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry


pada Materi Fluida di STKIP PGRI Sumatera Barat
Silvi Trisnaa), Aidhia Rahmib)

Pendidikan Fisika, STKIP PGRI Sumatera Barat, Jl. Gajah Mada No 1A, Padang, Sumatera Barat

Email: a)vina_sanguine@yahoo.com, b)aidhiarahmi@yahoo.co.id

Abstract
Fundamental physics is one subjects for Physics Education’s Department in STKIP PGRI
West Sumatra. For supporting the course and geting a good result it require the lecturer’s note
like module. The developed a lecturer’s note is a module based guided inquiry that is expected
to make students more active, creative and critical thinking as well as skilled in the discovery
of the facts in Physics. Guided inquiry is a learning model which there are some activities that
are scientific, students submit ideas before the topic studied, then investigate a phenomenon or
phenomena. After that, the student explained that based on existing facts and compare them
scientifically. This type of research is research and development using a Plomp’s model is
passing through the stages: (1) the initial investigation (preliminary research), (2) design and
realization (prototyping phase), and (3) testing and assessment (assessment phase). On the
preliminary research, curriculum analysis will be doing, so students analysis, and analysis of
the concept. On prototyping phase the module for the Physics at the fluid is designed. Next, we
get the formative evaluation that includes self evaluation, prototyping (expert reviews, one-to-
one and small group). We get the validity at this stage. The research data was obtained through
the validation module sheet, which then produces a valid module.
Keywords: validity, modules, guided inquiry, fundamental physics, fluid

Abstrak
Fisika Dasar merupakan salah satu mata kuliah Program Studi PendidikanFisika di STKIP
PGRI Sumatera Barat. Untuk mendukung perkuliahan dan mendapatkan hasil belajar yang
bagus maka dibutuhkan bahan ajar berupa modul. Bahan ajar yang dikembangkan merupakan
modul yang berbasis guided inquiry yang diharapkan mampu membuat mahasiswa lebih aktif,
kreatif, dan berfikir secara kritis serta terampil dalam penemuan fakta-fakta dalam Fisika
Dasar. Guided inquiry adalah model pembelajaran yang didalamnya terdapat beberapa
kegiatan yang bersifat ilmiah, mahasiswa menyampaikan ide-ide sebelum topik tersebut
dipelajari, kemudian menyelidiki sebuah gejala atau fenomena. Setelah itu, mahasiswa
menjelaskan berdasarkan fakta-fakta yang ada dan membandingkannya secara saintifik. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan (research and development)
menggunakan model Plomp yaitu yang melewati tahapan: (1) investigasi awal (preliminary
research), (2) perancangan dan realisasi (prototyping phase), dan (3) ujicoba dan penilaian
(assessment phase). Pada tahap preliminary research dilakukan analisis kurikulum, analisis
mahasiswa, dan analisis konsep. Pada tahap prototyping phase dilakukan perancangan modul
untuk mata kuliah Fisika Dasar pada materi fluida. Setelah itu dilakukan langkah formative
evaluation yang meliputi self evaluation, prototyping (expert reviews, one-to-one, dan small

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 10

group). Pada tahap ini dilakukan validitas. Data penelitian ini diperoleh melalui lembar
validasi modul, yang kemudian menghasilkan modul yang valid.
Kata-kata kunci: validitas, modul, guided inquiry, fisika dasar, fluida

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dalam proses kehidupan manusia. Di satu pihak,
pendidikan merupakan salah satu cara atau wahana untuk meneruskan nilai–nilai budaya dari
generasi terdahulu kepada generasi berikutnya. Dipihak lain, kebudayaan merupakan wujud
semangat kehidupan manusia yang menjiwai proses pendidikan dalam dinamika kehidupan
masyarakat. Berbagai usaha telah dilakukan oleh berbagai pihak atau kalangan, baik pemerintah
maupun swasta dalam rangka peningkatan pendidikan, baik jumlah (kuantitas) maupun kualitasnya
(mutunya).
Salah satu tujuan dari pendidikan nasional adalah usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tanpa pendidikan yang baik, bangsa Indonesia sulit meraih masa depan yang cerah, damai dan
sejahtera (Mulyasa 2008). Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang dikaitkan dengan
kecerdasan bangsa yang memiliki peranan besar dalam menunjang ilmu pengetahuan dan teknologi,
sehingga menggugah para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih
terarah pada penguasaan konsep fisika yang dapat menunjang dalam kehidupan sehari-hari.
Fisika sebagai bagian dari Sains mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia terutama dalam menunjang perkembangan ilmu pengetahuan alam dan
teknologi. Hal ini dapat dilihat dari penerapan ilmu fisika dalam disiplin ilmu lainnya dan aplikasinya
pada perkembangan teknologi. Sehingga mata pelajaran fisika perlu diperkenalkan sejak dini mulai
dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, hingga ke Perguruan Tinggi. Di perguruan tinggi ilmu Fisika
dikaji lebih mendalam, sehingga mampu melahirkan para pemikir muda yang berintelektual tinggi.
Hal ini dapat tercapai dengan mudah jika proses belajar dan pembelajaran berjalan dengan
semestinya. Mengingat begitu berperannya ilmu fisika bagi manusia, sehingga kualitas pembelajaran
fisika harus ditingkatkan.
Salah satu mata kuliah Program Studi Pendidikan Fisika adalah Fisika Dasar dengan bobot 4 sks.
Mata kuliah ini merupakan tonggak dari kajian Fisika yang sangat dibutuhkan dalam mempelajari
ilmu fisika tingkat lanjut. Oleh sebab itu, penguasaan Fisika Dasar harus dipahami dengan baik dan
pelaksanaan pembelajaran di kelas, dosen dapat melakukan pembelajaran yang mampu
mengembangkan kemampuan berfikir mahasiswa.
Kondisi yang terjadi di lapangan nampaknya cukup berat bagi mahasiswa. Pada semester satu
mahasiswa masih dalam proses penyesuaian diri dengan sistem pembelajaran di perguruan tinggi,
sedangkan mata kuliah Fisika Dasar mengharuskan mahasiswa bekerja keras dalam menguasai
konsep yang diberikan. Pengetahuan yang diperoleh mahasiswa dalam pembelajaran Fisika Dasar di
kelas masih terbatas, untuk itu dosen perlu meningkatkan pengetahuan ini dengan penalaran
mahasiswa melalui penemuan sendiri hal-hal baru dalam bentuk pengalaman belajar. Hal ini penting,
mengingat Fisika Dasar merupakan dasar dari semua mata kuliah yang akan dipelajari pada semester
selanjutnya.
Berdasarkan pengamatan, proses pembelajaran yang terjadi belum sepenuhnya melibatkan
mahasiswa secara optimal. Pembelajaran yang berkualitas ditunjukkan oleh tingkat interaksi dan
partisipasi aktif mahasiswa dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan penerapan
model pembelajaran inovatif yang mampu mengatasi permasalahan rendahnya pemahaman konsep
dan penerapan konsep, dan kinerja ilmiah mahasiswa, salah satunya pembelajaran inkuiri.
Pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan mahasiswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analogis
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya. Inkuiri merupakan suatu proses yang
bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, dan membuat
kesimpulan. Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak mahasiswa langsung ke dalam proses
ilmiah dalam waktu yang relatif singkat. Strategi yang secara aktif melibatkan siswa dalam proses

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 11

pembelajaran melalui penyelidikan ilmiah lebih mungkin meningkatkan pemahaman konseptual dari
strategi yang mengandalkan teknik yang lebih pasif, yang sering diperlukan dalam standar penilaian
lingkungan pendidikan yang sarat saat ini (Minner, dkk 2010).
Sasaran utama pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan mahasiswa secara maksimal dalam
proses pembelajaran, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran,
(3) mengembangkan sikap percaya diri tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Inti dari
inkuiri adalah pengetahuan yang diperoleh mahasiswa bukan hanya mengingat fakta dan teori tapi
merujuk pada kegiatan pembelajaran yang bersifat menemukan sendiri dengan arahan dosen.
Untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kesempatan kepada mahasiswa untuk bekerja
merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, maka dosen
merancang sebuah pembelajaran menggunakan model pembelajaran guided inquiry. Hal ini
dilakukan agar mahasiswa lebih memahami mata kuliah Fisika Dasar serta memaksimalkan potensi
yang dimiliki sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Jika mahasiswa telah menguasai
konsep dari Fisika Dasar dengan baik maka akan mempermudah mereka dalam memahami ilmu
fisika lebih lanjut.
Pembelajaran berbasis guided inquiry ini dapat dikonversi dalam bentuk modul berbasis guided
inquiry. Dengan menggunakan modul ini, mahasiswa diarahkan untuk belajar mandiri dalam
pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Mahasiswa
belajar secara mandiri tanpa mengharapkan seluruh materi ditransfer oleh dosen pengampu mata
kuliah dan menemukan sendiri konsep yang ada dengan menggunakan modul guided inquiry yang
akan dirancang.
Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah bagaimana mengembangkan modul Berbasis Guided
Inquiry pada materi fluida yang valid.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka jenis penelitian yang dilakukan
adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Dalam hal ini dikembangkan suatu
modul pembelajaran dengan menggunakan model guided inquiry yang valid. Penelitian
pengembangan yang dilakukan mengacu pada model pengembangan perangkat pembelajaran oleh
Plomp (2010) yaitu yang melewati tahapan: (1) investigasi awal (preliminary research),
(2) perancangan dan realisasi (prototyping phase), dan (3) uji coba dan penilaian (assessment phase).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar validitas, dimana angket validitas
disusun menurut skala Likert. Data penelitian dikumpulkan melalui validasi modul dengan
menggunakan lembar validasi oleh pakar dan praktisi pendidikan yang sesuai dengan bidang
kajiannya. Analisis validasi dilakukan dengan menggunakan skala likert dengan ketentuan: kurang
baik = 1, cukup baik = 2, baik = 3, dan sangat baik = 4. Perhitungan nilai akhir hasil validasi
dinyatakan dalam skala (0–100) dilakukan dengan menggunakan persamaan (Riduwan 2009):

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Dalam
hal ini dikembangkan suatu modul pembelajaran Fisika Dasar dengan menggunakan model guided
inquiry yang valid. Penelitian pengembangan yang dilakukan mengacu pada model pengembangan
perangkat pembelajaran oleh Plomp.
Di awal pengembangan dilakukan fase investigasi awal (preliminary research). Pada tahap ini
dilakukan analisis awal atau identifikasi masalah, analisis kebutuhan dan analisis konsep atau isi
materi, dan pengkajian literatur yang diperlukan dalam pembelajaran.
Analisis isi materi pembelajaran bertujuan untuk menentukan isi dan materi perkuliahan yang
dibutuhkan dalam pengembangan perangkat pembelajaran. Dalam analisis materi peneliti melakukan

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 12

identifikasi terhadap konsep esensial dari materi pada perkuliahan fisika dasar yaitu fluida. Materi
fluida dikembangkan menjadi sub materi fluida statis dan fluida dinamis.
Dilihat dari materi yang sudah diberikan sebelumnya belum mampu meningkatkan aktivitas
mahasiswa selama perkuliahan. Hal ini disebabkan karena materi yang disajikan memperlihatkan
konsep secara langsung. Mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep sehingga
berdampak pada masih rendahnya minat mahasiswa terhadap perkuliahan Fisika dasarpada materi
Fluida. Materi yang diberikan belum sepenuhnya menyajikan masalah-masalah yang berkaitan
sehingga mahasiswa cenderung menerima apa yang diberikan oleh dosen. Sehingga, capaian
pembelajaran dari pembelajaran Fisika dasar pada materi fluida kurang tercapai.
Selain itu, peneliti juga melakukan kajian terhadap literatur yang tersedia. Berdasarkan hasil
survei, di perpustakaaan telah tersedia buku-buku fisika dasar. Akan tetapi, penggunaan buku
tersebut masih belum optimal. Kondisi ini disebabkan mahasiswa yang kurang berminat untuk
menggunakan literatur yang tersedia. Oleh karena itu, perlu pengembangan modul sehingga
diharapkan mahasiswa dapat lebih termotivasi untuk memanfaatkan literatur yang tersedia.
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan dosen diketahui bahwa dosen mengalami
kesulitan dalam memberikan materi perkuliahan kepada mahasiswa. Hal ini dikarenakan masih
kurangnya minat baca mahasiswa terhadap literatur yang ada sehingga berdampak kepada kurangnya
pemahaman mahasiswa terhadap materi yang diberikan. Bahan ajar yang sudah digunakan belum
mampu menuntut keaktivan mahasiswa sepenuhnya sehingga mahasiswa masih bergantung kepada
dosen.Sedangkan untuk metode pembelajaran yang sering diterapkan dosen di dalam kelas adalah
dengan diskusi, dimana dalam prosesnya masih banyak mahasiswa yang tidak aktif selama kegiatan
diskusi tersebut. Dilihat dari bahan ajar yang digunakan dosen lebih banyak memuat materi
sedangkan untuk penyajian permasalahan yang harus diselesaikan oleh mahasiswa masih kurang.
Dosen berpendapat bahwa penggunaan modul yang berbasis guided inquiry bisa membantu
mahasiswa untuk lebih memahami konsep.
Sementara hasil wawancara terhadap mahasiswa diperoleh bahwa mahasiswa masih terkendala
dalam memahami materi perkuliahan yang diberikan. Hal ini dikarenakan kurangnya minat baca
mahasiswa terhadap literatur yang ada. Untuk kegiatan dalam perkuliahan juga belum mengeksplor
kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang
diajarkan. Seterusnya pemahaman mahasiswa dalam mencerna bahasa yang digunakan dalam
literatur masih rendah sehingga diperlukan bahan ajar yang menyajikan materi dengan lebih
sederhana. Berikut bentuk format wawancara untuk dosen dan mahasiswa.
Setelah itu dilakukan fase perancangan dan realisasi (prototyping phase) dengan perumusan/
perancangan terhadap modul. Berdasarkan investigasi awal yang dilakukan terhadap dosen dan
mahasiswa maka dilakukan perancangan modul berbasisguided inquiry. Modul yang dibuat adalah
sebuah bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar mahasiswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau
dengan bimbingan dosen serta mampu menggali kemampuan mahasiswa dalam memahami materi
yang diberikan sehingga meningkatkan pemahaman mahasiswa. Modul berisi petunjuk belajar,
capaian pembelajaran, isi materi, informasi pendukung, tugas terstruktur yang dikaitkan dengan
komponen atau tahapan padaguided inquiry yaituorientasi, merumuskan masalah, mengajukan
hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan simpulan.
Pada tahap ini dilakukan formative evaluation yang meliputi self evaluation, prototyping (expert
reviews, one-to-one, dan small group), serta field test. Adapun alur desain formative evaluation
seperti ditunjukkan pada GAMBAR 1.
Penelitian ini dilakukan hanya sampai pada tahap expert reviews. Pada tahap self evaluation,
prototyping dilakukan pencermatan terhadap modul yang telah didesain, penilaian dan evaluasi oleh
pakar. Pakar-pakar tersebut menelaah konten, konstruk, dan bahasa dari masing-masing prototipe.
Saran–saran para pakar digunakan untuk merevisi modul yang dikembangkan. Kegiatan validasi ini
dilakukan untuk mendapatkan masukan terhadap keseluruhan isi materi yang terdapat dalam
rancangan modul. Kemudian validasi dilihat pada aspek desain pembelajaran, bertujuan untuk
mendapatkan kesesuaian model dan bentuk rancangan dari modul pembelajaran yang dikembangkan.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 13

GAMBAR 1. Alur desain formative evaluation (Tessmer, M 1998).

Kevalidan perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat diketahui dengan melakukan validasi
modul oleh validator. Hasil validasi dianalisis untuk mengetahui validitas modul baik dari segi isi
maupun kostruksinya. Kegiatan validasi dilakukan dua kali. Validasi yang pertama menghasilkan
modul yang valid dengan revisi. Setelah dilakukan perbaikan terhadap modul yang pertama,
dihasilkan revisi yang kedua pada modul. Hasil pengolahan penilaian lembar validasi kedua dari
validator dapat dilihat pada TABEL 1.

TABEL 1. Hasil penilaian validasi kedua modul.


Validator Penilaian Kesimpulan
Validator 1 81,06 Dihasilkan modul pembelajaran yang valid
Validator 2 82,30 Dihasilkan modul pembelajaran yang valid

Berdasarkan hasil validasi yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa modul yang
dikembangkan secara keseluruhan sudah sangat valid dengan nilai rata-rata validasi 81,68%. Hasil
penilaian validator ini menunjukkan modul telah memenuhi syarat kelayakan isi meliputi kesesuaian
dengan kurikulum, struktur keilmuan, aktual, dan keluasan materi. Modul yang dikembangkan
menyajikan topik yang sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar yang telah dirumuskan. Dengan
demikian, modul yang dikembangkan dapat dikatakan valid dan bisa digunakan dalam pembelajaran
di kampus. Setelah tahapan validasi modul selesai maka akan dilanjutkan pada tahapan uji coba
untuk kelompok kecil (small group).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan modul pembelajaran berbasis guided inquiry pada
materi fluida didapatkan rata-rata validasi yang dilakukan oleh pakar adalah 81,68% yang
dikategorikan valid. Validasi modul yang telah dikembangkan dilihat dari validitas isi, validitas
konstruk, dan validitas bahasa.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih terutamanya disampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Penguatan Riset Dan Pengembangan atas bantuan dana
Penelitian Dosen Pemula tahun 2016 yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian ini serta pihak-
pihak lain yang telah ikut membantu.

REFERENSI

Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung.


Minner, D.D., Levy, A.J. & Century, J. 2010. ‘Inquiry-based science instruction--what is it and does
it matter? Results from a research synthesis years 1984 to 2002’. Journal of Research in Science
Teaching”, Vol 47. pp. 474-496.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 14

Plomp, T. An Introduction to Educational Design Research. Enschede: University of Twente. pp 15.


Riduwan. 2009. Belajar Mudah Penelitian untuk Dosen, Karyawan dan Peneliti Muda. Bandung.
Tessmer, M. 1998. Planning and Conducting Formative Evaluations. Philadelphia: Kogan Page.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 15

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02103

Implementasi Metode Saintifik Menggunakan Setting


Argumentasi pada Mata Kuliah Mekanika untuk
Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mahasiswa Calon
Guru Fisika
Yusirana), Siswantob)

Prodi Pendidikan Fisika STKIP Taman Siswa Bima, Jl. Lintas Sumbawa Palibelo, Bima, 84119

Email: a)yus_bima@yahoo.co.id, b)siswantofisika@gmail.com

Abstract
The study was conducted to get an information about the increase of cognitive ability of
preservice physics teacher in the mechanics concept that implement the scientific method
using argumentation setting. The cognitive abilities were measured include of remember (C1),
understand (C2), apply (C3), analyze (C4), and evaluate (C5). This study was conducted by
pre-experiment method with the one group pretest-posttest design. The subject were all of the
preservice physic teacher student at third semester, is taking courses in mechanics, on one of
the college in Bima district. Test with scoring rubric used to measure the cognitive ability. The
results showed that the implementation of the scientific method using argumentation setting
can improve the cognitive abilities of students with high criteria. The results of improvements
to every aspect of cognitive abilities: remember, understand, apply, analyze, and evaluate are
also included in the high criteria.
Keywords: scientific method, setting argumentation, cognitive ability

Abstrak
Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran peningkatan kemampuan kognitif
mahasiswa calon guru fisika pada mata kuliah mekanika yang proses pembelajarannya
mengimplementasikan metode saintifik menggunakan setting argumentasi. Kemampuan
kognitif yang diukur, yaitu kemampuan mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3),
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5). Penelitian ini dilakukan menggunakan metode pre-
experiment dengan desain one group Pretest-posttest. Subjek penelitiannya yaitu mahasiswa
calon guru fisika semester III pada salah satu perguruan tinggi swasta di kabupaten Bima yang
mengambil mata kuliah mekanika. Instrumen yang digunakan yaitu tes berbentuk essay yang
menggunakan rubrik penilaian. Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi metode
saintifik menggunakan setting argumentasi dapat meningkatkan kemampuan kognitif
mahasiswa dengan kriteria peningkatan yang tinggi. Hasil peningkatan untuk setiap aspek
kemampuan kognitif yaitu kemampuan mengingat, kemampuan memahami, kemampuan
menerapkan, kemampuan menganalisis, dan kemampuan mengevaluasi juga termasuk dalam
kriteria peningkatan yang tinggi.
Kata-kata kunci: metode saintifik, setting argumentasi, kemampuan kognitif

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 16

PENDAHULUAN

Pada kurikulum program studi pendidikan fisika di LPTK, mahasiswa dibekali dengan salah satu
mata kuliah wajib program studi yaitu mekanika. Mata kuliah ini sangat penting bagi mahasiswa
calon guru fisika karena materinya banyak terdapat pada kurikulum mata pelajaran fisika yang
diajarkan di tingkat sekolah menengah. Oleh sebab itu, mahasiswa calon guru fisika harus memiliki
kemampuan kognitif yang baik pada konsep mekanika untuk bekal penyampaian materi ketika
mengajar di sekolah.
Kemampuan kognitif penting bagi mahasiswa karena kemampuan ini menggambarkan
penguasaan konsep mahasiswa terhadap materi yang diajarkan. Kemampuan kognitif merupakan
kegiatan mental dari tahap dasar ke tahap yang lebih tinggi yang disebabkan oleh kemampuan
seseorang dalam berpikir (Anderson et al. 2001). Kemampuan kognitif juga dapat memberikan
informasi bagaimana mahasiswa menyerap, menguasai, dan menyimpan materi yang dipelajarinya
dalam jangka waktu yang lama.
Pentingnya kemampuan kognitif pada konsep mekanika bagi mahasiswa calon guru fisika,
bertentangan dengan kondisi yang ada di lapangan. Konsep-konsep mekanika sangat sulit dipahami
oleh mahasiswa, baik pada tingkat sarjana, program magister, dan bahkan sampai pada tingkat
program doctor (Mc Dermott, 2005). Jika mahasiswa sulit untuk mempelajari konsep, maka
kemampuan kognitif yang terkait dengan penguasaan konsep juga akan rendah. Hal ini berdampak
buruk bagi mahasiswa ketika mengajar di sekolah.
Temuan yang sama juga ditemukan oleh peneliti dalam observasi awal kepada beberapa
mahasiswa calon guru fisika semester IV, VI, dan VIII yang sudah mendapat mata kuliah mekanika
pada salah satu LPTK di kabupaten Bima. Hasil observasi awal menunjukan bahwa kompetensi-
kompetensi yang ada pada aspek kemampuan kognitif masih rendah, yaitu kemampuan mengingat
sebesar 30%, kemampuan memahami sebesar 20%, kemampuan menerapkan sebesar 9%,
kemampuan menganalisis sebesar 8%, dan kemampuan mengevaluasi sebesar 4% dari rata-rata
maksimal yang seharusnya dicapai yaitu sebesar 100%.
Rendahnya kemampuan kognitif mahasiswa diduga disebabkan oleh proses perkuliahan yang
dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara terbuka dengan beberapa mahasiswa, yaitu:
1) proses perkuliahan mekanika lebih banyak menurunkan persamaan-persamaan matematis
menggunakan metode ceramah, 2) proses perkuliahan mekanika tidak menampilkan kegiatan ilmiah
bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak mengalami proses kebermaknaan dalam penyampaian
materi, 3) mahasiswa kurang dituntut aktif untuk menggali pengetahuannya sendiri dalam proses
perkuliahan mekanika. Padahal, proses perkuliahan yang diterapkan seharusnya menerapkan prinsip
perkuliahan Active Learning in Higher Education.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka ditawarkan solusi dengan menerapkan metode saintifik
menggunakan setting argumentasi pada perkuliahan mekanika. Metode saintifik menggunakan
setting argumentasi merupakan inovasi pembelajaran yang memadukan antara langkah-langkah pada
metode saintifik dengan kegiatan berargumentasi. Perpaduan langkah yang ada pada metode saintifik
dengan kegiatan berargumentasi, yaitu (1) tahap mengamati, (2) tahap menanya, (3) tahap menalar
menggunakan setting argumentasi, (4) tahap mencoba menggunakan setting argumentasi, (5) tahap
membentuk jejaring menggunakan setting argumentasi. Argumentasi yang diseting didasarkan pada
rumusan argumentasi yang meliputi kegiatan mengajukan klaim, data, pembenaran, dan dukungan
(Toulmin 2003).
Penggunaan metode saintifik dalam pembelajaran dapat membuat mahasiswa menjadi lebih
pandai dalam memaknai konsep, dan meningkatkan kemampuan kognitif (Siswanto 2014),
sedangkan setting argumentasi dapat membuat mahasiswa menjadi lebih mudah memahami konsep.
Proses pembelajaran yang melatihkan mahasiswa untuk berargumentasi sains dapat membangun
konsep-konsep, eksplanasi, model, teori, serta penalaran mahasiswa tentang sains (Zohar & Nemet
2002). Selain itu, mahasiswa dapat mencapai hasil pendidikan sains sesuai dengan yang diharapkan
dengan memberikan mereka lebih banyak kesempatan untuk belajar tentang argumentasi ilmiah
(Duschl 2008).
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran peningkatan kemampuan kognitif mahasiswa calon guru fisika pada mata kuliah mekanika

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 17

yang proses pembelajarannya mengimplementasikan metode saintifik menggunakan setting


argumentasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode pre-experiment, dengan desain penelitian one
group Pretest-posttest. Kegiatan awal dilakukan dengan memberikan pretest, kemudian melakukan
treatment dengan menerapkan metode saintifik menggunakan setting argumentasi, dan diakhiri
dengan memberikan posttest. Penelitian dilaksanakan di STKIP Taman Siswa Bima dengan subjek
penelitian yaitu mahasiswa semester III perkuliahan mekanika, program studi pendidikan fisika.
Instrumen yang digunakan berupa tes dalam bentuk tes essay menggunakan rubrik penilaian
untuk mengukur kemampuan kognitif. Kemampun kognitif yang dilatihkan dan diukur pada
penelitian ini meliputi aspek mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4),
dan aspek mengevaluasi (C5). Peningkatan kemampuan kognitif diukur berdasarkan hasil pretest dan
posttest. Teknik analisis data untuk mengukur peningkatan kemampuan kognitif dilakukan
menggunakan perhitungan nilai gain rata-rata yang dinormalisasi seperti pada PERSAMAAN 1
berikut ini.
 Skorposttest    Skorpretest 
g  (1)
 Skorideal    Skorpretest 

Klasifikasi peningkatan ditandai oleh besarnya <g>, yakni kriteria tinggi jika g ≥0,7; kriteria
sedang jika 0,7< g ≤0,3; kriteria rendah jika g < 0,3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tentang implementasi metode saintifik menggunakan setting argumentasi untuk


meningkatkan kemampuan kognitif dilakukan dalam perkuliahan mekanika selama tiga kali
pertemuan. Hubungan antara kegiatan pembelajaran yang menerapkan metode saintifik
menggunakan setting argumentasi dengan kemampuan kognitif dapat dilihat pada TABEL 1.
Berdasarkan TABEL 1, terlihat bahwa metode saintifik menggunakan setting argumentasi dapat
melatihkan kemampuan kognitif dari aspek mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3),
menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5). Oleh sebab itu, pembelajaran yang diterapkan memang
memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif.
TABEL 1. Matriks Hubungan Antara Tahapan Metode Saintifik menggunakan Setting Argumentasi dengan Kemampuan
Kognitif.
Langkah Kemampuan yang
Aktivitas Dosen Aktivitas Mahasiswa
Pembelajaran Dilatihkan
Tahap I Melakukan demonstrasi Mengamati demonstrasi Mengingat (C1),
Mengamati yang dilakukan. Memahami (C2),
Menerapkan (C3)
Tahap II Membimbing mahasiswa Mengajukan pertanyaan Mengingat (C1),
Menanya untuk mengajukan berdasarkan pada Memahami (C2),
pertanyaan dan diskusi demosntrasi yang Menganalisis (C4),
menjawab pertanyaan dilakukan.
Tahap III Memberikan sebuah Menjawab permasalahan Memahami (C2),
Menalar permasalahan yang yang diberikan melalui Menerapkan (C3),
menggunakan berkaitan dengan kegiatan berargumentasi Menganalisis (C4),
kegiatan fenomena sehari-hari, dengan mengajukan Mengevaluasi (C5),
argumentasi Menjelaskan konsep di klaim, bukti,
depan Kelas pembenaran, dukungan,
maupun sanggahan,
Mendengarkan
penjelasan konsep

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 18

Langkah Kemampuan yang


Aktivitas Dosen Aktivitas Mahasiswa
Pembelajaran Dilatihkan
Tahap IV Memberikan suatu Melakukan percobaan, Memahami (C2),
Mencoba permasalahan untuk menjawab pertanyaan Menerapkan (C3),
dengan diselesaikan melalui yang ada pada lembar Menganalisis (C4),
menggunakan kegiatan percobaan yang kerja menggunakan Mengevaluasi (C5),
kegiatan dipandu menggunakan kegiatan berargumentasi
argumentasi lembar kerja yang berbasis dengan mengajukan
argumentasi klaim, bukti,
pembenaran, dukungan,
maupun sanggahan
Tahap V Memandu dan Melakukan diskusi Memahami (C2),
Membentuk membimbing jalannya dengan menyampaikan Menerapkan (C3),
Jejaring diskusi hasil lembar kerja yang Menganalisis (C4),
menggunakan sudah di isi Mengevaluasi (C5),
kegiatan menggunakan kerangka
argumentasi kegiatan argumentasi

Setelah dilakukan perlakuan, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan kognitif siswa
mengalami peningkatan. Skor rata-rata pretest dan posttest, serta peningkatan kemampuan kognitif
secara keseluruhan dapat dilihat pada GAMBAR 1 berikut.

GAMBAR 1. Skor Rata-rata Pretest, Posttest, dan Peningkatan Kemampuan Kognitif Siswa

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa skor rata-rata pretest siswa sebesar 0,15 dan skor
rata-rata posttest siswa sebesar 0,88. Secara keseluruhan, terdapat peningkatan skor rata-rata
kemampuan kognitif. Hasil uji gain menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 0,86 dengan
kriteria peningkatan yang tinggi.
Untuk masing-masing aspek kognitif, terjadi peningkatan juga pada setiap aspek kognitifnya.
Besar peningkatannya yaitu aspek mengingat sebesar 0,79; aspek memahami sebesar 0,84; aspek
mengaplikasikan sebesar 0,88; aspek menganalisis sebesar 0,84; aspek mengevaluasi sebesar 0,87.
Peningkatan untuk setiap aspek termasuk kriteria tinggi. Secara garis besar, peningkatan setiap aspek
kemampuan kognitif dapat dilihat pada GAMBAR 2 berikut.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 19

GAMBAR 2. Skor Peningkatan Untuk Setiap Aspek Kemampuan Kognitif Siswa

Meningkatnya kemampuan kognitif baik secara keseluruhan maupun pada setiap aspeknya
disebabkan karena perlakuan yang diberikan. Secara lebih rinci mengenai skenario pembelajaran
yang dilakukan, dapat dilihat pada TABEL 2. Pada tahap pertama (mengamati), disajikan
demonstrasi virtual yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Melalui kegiatan
demonstrasi virtual ini, mahasiswa akan lebih memaknai konsep.

TABEL 2. Contoh Skenario Pembelajaran yang Dilakukan


Tahapan
Aktivitas Pembelajaran
Pembelajaran
Mereview kembali konsep jarak, perpindahan, kecepatan, kelajuan,
percepatan, dan perlajuan
Pendahuluan Mereview kembali konsep dasar Gerak lurus beraturan (GLB), Gerak
lurus berubah beraturan (GLBB), Gerak melingkar beraturan (GMB), dan
Gerak melingkar berubah beraturan (GMBB)
Tahap I: Melakukan demonstrasi virtual dengan menampilkan simulasi PHET
Mengamati tentang orang yang sedang bergerak. Gambar screen shoot demonstrasi
sebagai berikut:

Sumber: https://phet.colorado.edu/in/simulation/legacy/moving-man
Tahap II: Menggali informasi yang ada pada kegiatan demonstrasi untuk
Menanya membimbing mahasiswa agar mengajukan pertanyaan
Tahap III: Memandu jalannya diskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
Menalar muncul dari mahasiswa dengan pengajuan klaim, bukti, pembenaran,
menggunakan dukungan, dan atau sanggahan
kegiatan Menjelaskan konsep penting di depan kelas, dengan uraian kegiatan: (1)
berargumentasi menurunkan formula matematis untuk GLB, GLBB, GMB, dan GMBB;
(2) Menerapkan formula matematis untuk menyelesaikan soal

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 20

Tahapan
Aktivitas Pembelajaran
Pembelajaran
Tahap IV: Memberikan suatu permasalahan untuk diselesaikan melalui kegiatan
Mencoba percobaan yang dipandu menggunakan lembar kerja yang berbasis
menggunakan argumentasi.
kegiatan Permasalahan:
berargumentasi 1. Dua buah benda berbeda massanya, dijatuhkan ke lantai pada
ketinggian yang sama secara bersamaan tanpa kecepatan awal.
Sutujukah kalian bahwa benda yang bermassa lebih besar akan tiba
di lantai lebih dulu dari pada benda yang bermassa lebih kecil?
2. Sebuah mobil sedan mengalami mati mesin dan “rem blong” tepat
ketika akan menuruni sebuah turunan. Menurut kalian, manakah
yang akan memiliki percepatan lebih besar, mobil sedan yang
menuruni sebuah turunan dengan sudut elevasi 300 atau 600.
Membagikan Lembar Kerja Mahasiswa yang berbasis kegiatan
berargumentasi untuk menjawab permasalahan
Tahap V: Memandu dan membimbing jalannya diskusi di kelas, dimana diskusi
Membentuk jejaring dilakukan dengan pemaparan klaim, bukti, pembenaran, dukungan, dan
menggunakan atau sanggahan terhadap permasalahan yang diberikan
kegiatan
berargumentasi

Pada tahap selanjutnya, dosen membimbing mahasiswa untuk menggali segala informasi
berdasarkan apa yang mereka amati pada kegiatan demonstrasi virtual. Mahasiswa dibimbing untuk
berpikir agar dapat mengajukan pertanyaan dari apa yang mereka amati. Setelah itu, pertanyaan-
pertanyaan yang muncul dari mahasiswa, didiskusikan bersama untuk dijawab. Diskusi yang
dilakukan dipandu dengan kegiatan argumentasi. Meskipun diawal-awal pembelajaran argumentasi
yang dilakukan kurang terstruktur.
Setelah diskusi selesai, dosen menjelaskan konsep kepada mahasiswa. Penjelasan konsep
dilakukan sebagai bekal mahasiswa untuk merumuskan argumentasi berdasarkan masalah yang
diberikan. Masalah yang diberikan, selanjutnya diujicobakan melalui kegiatan eksperimen. Kegiatan
eksperimen yang dilakukan oleh mahasiswa, mampu membuat mahasiswa untuk lebih menguasai
konsep, karena konsep yang dipelajari menjadi lebih bermakna bagi mahasiswa. Kemudian, hasil
eksperimen yang dilakukan oleh mahasiswa, dipresentasikan di depan kelas. Kegiatan ini dilakukan
dengan menggunakan tahapan kegiatan berargumentasi. Secara keseluruhan, argumentasi yang
dilakukan, membantu mahasiswa untuk lebih menguasai konsep.
Secara umum, metode saintifik yang digunakan dalam pembelajaran fisika membuat proses
pembelajaran menjadi lebih bermakna. Kebermaknaan proses pembelajaran yang dialami membuat
mahasiswa lebih menguasai pengetahuan konseptual mereka. Oleh sebab itu, kemampuan kognitif
mahasiswa menjadi meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa
metode saintifik yang dilakukan dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan kognitif
(Siswanto 2014).
Selain karena pengaruh metode saintifik dalam pembelajaran, peningkatan kemampuan kognitif
juga disebabkan oleh kegiatan argumentasi yang dipadukan dalam metode saintifik. Argumentasi
melatih mahasiswa dalam membuat suatu eksplanasi konsep yang didasarkan pada data, dukungan,
dan pembenaran. Proses pembelajaran yang di dalamnya melatihkan mahasiswa untuk
berargumentasi sains dapat membangun konsep, dan penalaran mahasiswa tentang sains (Mc. Neil,
Lizotte, & Karjcik 2006; Sampson & Gerbino 2010).
Oleh sebab itu, kegiatan argumentasi yang dipadukan dalam tahapan metode saintifik, membuat
kemampuan kognitif, baik secara keseluruhan maupun disetiap aspeknya, mengalami peningkatan
dengan kategori peningkatan yang tinggi.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 21

KESIMPULAN

Berdasarkan temuan dalam penelitian, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan
kognitif mahasiswa calon guru fisika pada mata kuliah mekanika dengan kriteria peningkatan yang
tinggi yang proses perkuliahannya mengimplementasikan metode saintifik menggunakan setting
argumentasi. Berdasarkan temuan tersebut, maka diharapkan dalam pembelajaran fisika, mahasiswa
dibekalkan keterampilan berargumentasi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Kemenristekdikti yang telah memberikan dana untuk melaksanakan kegiatan
penelitian ini. Selain itu, peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada STKIP Taman Siswa Bima
yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian.

REFERENSI

Anderson, & Krathwohl 2001, A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, New York, Longman.
Duschl 2008, ‘Science Education in Three-Part Harmony: Balancing Conceptual, Epistemic, and
Social Learning Goals’, Review of Reasearch in Education, vol. 32, pp. 268-291.
Mc Dermott 2005, ‘Research and computer-based instruction: Opportunity for interaction’,
American Journal of Physics, vol. 58, pp. 452-462.
Mc. Neil, K. L., Lizotte, D. J., & Karjcik, J 2006. ‘Supporting Student’s Construction of Scientific
Explanations by Fading Scaffolds in Instructional Materials’, The Journal of The Learning
Science, vol. 2, pp. 153-191.
Sampson, V., & Gerbino, F. 2010, ‘Two Instructional Models That Teacher Can Use to Promote &
Support Scientific Argumentation In the Biology Classroom’, The American Biology Teacher,
vol. 7, pp. 427-431.
Siswanto 2014, ‘Penerapan Model Pembelajaran Pembangkit Argumen Menggunakan Metode
Saintifik untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berargumentasi Siswa’,
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol. 2, pp. 104-116.
Toulmin 2003. The Uses of Argument. New York, Cambridge University Press.
Zohar, & Nemet 2002, ‘Fostering students knowledge and argumentation skills through dilemmas in
human genetics’, Journal of research in science teaching, vol. 1, pp. 35-62.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 22

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 23

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02104

Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui


Context Based Learning
Adam Malika), Endah Kurnia Y, Siti Robiatus S

Prodi Pendidikan Fisika, FTK UIN Sunan Gunung Djati, Jl. A.H. Nasution No 105, Bandung

Email: a)adammalik@uinsgd.ac.id

Abstract
Rigid object equilibrium is a material that needs well rule and process aplication viewed from
tranlation and rotation concept. This phenomenon related to material aplication was much
found in daily life. This material instruction requires the development of Saintific Process
Skills (SPS). Based on the observation result in MAN Cisewu, this material was considered
difficult for the student. The teacher taught the material with mathematical formulas wihthout
practicing the saintific process. One of the efforts to solve the problem by using model Context
Based Learning (CBL). CBL connects content and contex. It helps the students to be more
creative informing concept individually and improves the saintific process skills. Through one
grup pretest-posttest design in pre experiment method, the research aims finding out the use of
CBL model by using observation sheet and improving students’ saintific process skills
measured by multiple choices. The result shows percentage of teacher activity 87,00% (good)
and students 85,22% (good). The improvement of students’ saintific process skills showed
0,58% (medium) for N-gain means. The indicator of saintific process skills communicate of
the lowest N-Gain (0,06) and the highest N-Gain (0,73) apperead on the indicator of
interpretation. Hyphothetical test showed by Wilcoxon match pairs, it is found that Zcount
(5,70) > Ztable (1,69). It can be concluded that Context Based Learning can improve saintific
process skills of students in material rigid object equilibrium.
Keywords: CBL, SPS, rigid object equilibrium

Abstrak

Keseimbangan benda tegar merupakan materi yang memerlukan penerapan aturan dan proses
baik ditinjau dari konsep tranlasi maupun rotasi. Fenomena dan aplikasi yang berkaitan dengan
materi ini banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari Pembelajaran materi ini menuntut
pengembangan Keterampilan Proses Sains (KPS). Berdasarkan hasil observasi di MAN
Cisewu materi ini dianggap sulit bagi siswa. Guru mengajarkannya dengan cara perumusan
matematis dan kurang melatihkan proses sains. Salah satu upaya untuk mengatasinya dengan
menerapkan model Context Based Learning (CBL). CBL menghubungkan konten dengan
konteks, dapat membantu siswa kreatif dalam membentuk sebuah konsep secara mandiri dan
meningkatkan keterampilan proses sains. Melalui metode pre-eksperimen dengan desain one-
group pretest-posttest, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan model CBL
yang diamati dengan menggunakan lembar observasi dan peningkatan keterampilan proses
sains siswa yang diukur menggunakan soal pilihan ganda. Hasil penelitian menunjukkan
persentase keterlaksanaan aktivitas guru 87,00% (baik) dan siswa 85,22% (baik). Peningkatan
keterampilan proses sains siswa diperoleh rata-rata nilai N-Gain sebesar 0,58 (sedang).

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 24

Indikator keterampilan proses sains mengkomunikasikan memperoleh N-Gain terendah (0,06)


dan N-Gain tertinggi (0,73) pada indikator menafsirkan. Hasil uji hipotesis menggunakan uji
Wilcoxon match pairs diperoleh Zhitung (5,70) > Ztabel (1,69). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model Context Based Learning dapat meningkatkan keterampilan proses
sains siswa pada materi keseimbangan benda tegar.
Kata-kata kunci: CBL, KPS, keseimbangan benda tegar

PENDAHULUAN

Pengajaran fisika di SMA dimaksudkan sebagai sarana untuk membimbing dan melatih para
siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, memiliki kecakapan dan sikap
ilmiah, memiliki keterampilan proses sains serta keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sejalan dengan Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran
fisika di SMA adalah agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir
analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Keterampilan proses sains (KPS) merupakan seperangkat keterampilan yang melibatkan
keterampilan intelektual, manual dan sosial yang digunakan untuk membangun pemahaman terhadap
suatu konsep/gagasan/pengetahuan dan meyakinkan/menyempurnakan pemahaman yang sudah
terbentuk (Rustaman et al., 2004). Menurut Sagala (2009: 74) keterampilan proses didapatkan
dengan melakukan suatu pendekatan pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut
mengahayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep. Kegiatan pembelajaran harus
berorientasikan keterampilan proses, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Semiawan (1987: 5)
dengan mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan, anak akan mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai
yang dituntut. Dengan demikian, berbagai keterampilan tersebut menjadi stimulus untuk menemukan
dan mengembangkan fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai.
Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru fisika kelas X1 MAN Cisewu
menyatakan bahwa siswa menganggap mata pelajaran fisika sulit dan membosankan sehingga siswa
kurang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas, siswa pun masih belum dapat mengaitkan
dan mengaplikasikan materi yang dipelajari di kelas dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu,
kemampuan pengamatan masih kurang dilatihkan karena pada tahun ajaran 2014/2015 belum pernah
dilaksanakan kegiatan praktikum terkait materi yang dipelajari.
Hasil observasi pembelajaran fisika di kelas X1 MAN Cisewu menunjukkan kegiatan
pembelajaran masih berpusat pada guru, siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru, membuat
catatan, dan memecahkan masalah melalui proses menghafal dan menerapkan rumus matematis. Hal
tersebut membuat siswa terlihat tidak antusias dan kurang aktif mengikuti pembelajaran.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan model Context
Based Learning (CBL). Menurut Trimmer W. et al. (2013: 6) CBL merupakan proses mengajar
menggunakan pendekatan kelompok dimana proses belajar dilakukan dalam bentuk bekerja sama
untuk menemukan konsep dan membawa siswa fokus terhadap peristiwa atau masalah yang ada.
Model ini memiliki empat langkah yaitu: 1) langkah questions; 2) langkah answers; 3) langkah
selecting informations; 4) langkah applications. CBL adalah sebuah metode pedagogis dalam
berbagai cara yang berpusat pada pengetahuan konteks dunia nyata siswa untuk membentuk suatu
konsep/gagasan/pengetahuan (Edward, 2012: 1). Berdasarkan kelebihan dari CBL tersebut
diharapkan dapat meningkatkan Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa. KPS siswa yang
dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat yang dikemukakan Rustaman et al.
(2004). Adapun indikator KPS yang dilatih dan dikembangkan meliputi: kemampuan mengamati,
merencanakan percobaan, membuat hipotesis, menerapkan konsep, menggunakan alat dan bahan,
mengkomunikasikan, mengajukan pertanyaan, menafsirkan, mengklasifikasikan, dan memprediksi.
Hasil penelitian Muthi (2014: 1) menunjukkan bahwa CBL dapat meningkatkan keterampilan
proses sains siswa pada materi garam terhidrolisis. Kemudian hasil penelitian Wiana (2014: 1)
menunjukkan bahwa CBL dapat meningkatkan keterampilan generik sains siswa pada materi koloid.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 25

Hal ini selaras dengan hasil penelitian Seery (2014: 5) yang menunjukkan CBL dapat memotivasi
siswa untuk mempunyai pengetahuan awal dan meningkatkan literasi sains siswa. Selain itu, CBL
dapat meningkatkan hasil kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dengan mengembangkan
instrumen untuk data kuantitatif dan kualitatif (Putter-Smith, 2013: 457). Hal ini memperkuat
penelitian sebelumnya oleh Tural (2013: 1) CBL dapat meningkatkan prestasi dan minat siswa
terhadap pembelajaran fisika dan hasil penelitian Trimmer W et al. (2013: 6) yang menyimpulkan
CBL dapat membantu siswa dalam membangun kemampuan, kreativitas dan analisis kritis.
Hasil penelitian lainnya terkait model CBL dikemukakan oleh King (2012: 41) bahwa CBL dapat
meningkatkan pemahaman dan motivasi siswa dalam pembelajaran kimia. Selain itu, Arroio (2010:
139) menyatakan bahwa CBL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan Ilka and Luecken
(2010: 12) juga menyatakan bahwa CBL dapat memberikan efek positif siswa pada kegiatan
pembelajaran dan belajar berkelompok sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran ini.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain eksperimen
pretest posttest satu kelompok (Fraenkel and Wallen, 2007). Penelitian ini di laksanakan di MAN
Cisewu pada semester genap tahun ajaran 2014/2015. Seluruh kelas XI MIA sebanyak tiga kelas
dijadikan sebagai populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan simple random sampling,
dimana sampel yang terpilih adalah kelas XI MIA 1.
Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari: (1) Lembar observasi digunakan untuk
mendapatkan data keterlaksanaan model CBL pada materi keseimbangan benda tegar. Observer
memberi tanda cheklis (√) pada kolom “Ya” atau menceklis (√) kolom “Tidak” dan komentar
mengenai keterlaksanaan pada setiap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama pembelajaran.
Aktivitas guru dan siswa pada setiap pertemuan (pertama sampai ketiga) sebanyak 24 kegiatan;
(2) Tes Keterampilan Proses Sains (KPS) dilaksanakan untuk mengetahui seberapa signifikan
peningkatan KPS siswa pada materi keseimbangan benda tegar. Tes ini diujikan diawal dan diakhir
penelitian dalam bentuk pilihan ganda dengan jumlah soal sebanyak sepuluh butir. Indikator-
indikator KPS yang dikembangkan meliputi: kemampuan mengamati, merencanakan percobaan,
membuat hipotesis, menerapkan konsep, menggunakan alat dan bahan, mengkomunikasikan,
mengajukan pertanyaan, menafsirkan, mengklasifikasikan, dan memprediksi. Pedoman penskoran
untuk tes keterampilan proses sains adalah skor 0 untuk jawaban salah dan 1 untuk jawaban benar.
Untuk menguji kesahihan tes dilakukan uji coba instrumen. Data hasil uji coba instrumen dianalisis
dengan menggunakan software program Anates 4.0.9. Peningkatan N-gain KPS menggunakan rumus
Hake (Cheng et al., 2004). Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik uji statistik yang
sesuai dengan distribusi data yang diperoleh. Pengolahan data dengan menggunakan program SPSS
for windows versi 19.0 dimana sebelum uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keterlaksanaan Model CBL

Berdasarkan data observasi keterlaksanaan aktivitas guru dan aktivitas siswa pada setiap langkah
model CBL di setiap pertemuan ditunjukkan pada TABEL 1 berikut.
Berdasarkan TABEL 1 terjadi peningkatan keterlaksanaan baik pada aktivitas guru maupun siswa
pada setiap langkah model CBL di setiap pertemuannya. Peningkatan terbesar aktivitas guru dari
pertemuan pertama sampai ketiga terdapat pada langkah aplications (11,11%) dan terendah pada
langkah question (2,23%). Langkah question dan answer (22,22%) mengalami peningkatan terbesar
pada aktivitas siswa dari pertemuan pertama sampai ketiga dan terendah pada langkah aplication
(12,96). Rata-rata keterlaksanaan aktivitas guru terendah pada langkah aplications sebesar 83,95%
termasuk ke dalam interpretasi baik sedangkan tertinggi pada langkah selecting informations sebesar
85,93% termasuk ke dalam interpretasi baik. Langkah aplications sebesar 79,02% termasuk ke dalam

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 26

interpretasi baik menunjukkan keterlaksanaan aktivitas siswa terendah sedangkan tertinggi terjadi
pada langkah answers sebesar 88,89% termasuk ke dalam interpretasi baik.

TABEL 1. Keterlaksanaan Aktivitas Guru dan Aktivitas Siswa pada Setiap Langkah Model CBL.
Langkah Pertemuan ke-1 Pertemuan ke-2 Pertemuan ke-3 Rata-rata Interpretasi
model CBL
Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Pendahuluan 88.89 83.34 96.3 92.59 100 98.15 95.06 91.36 Baik Baik
Questions 81.84 74.08 85.19 85.19 85.19 96.3 84.07 85.19 Baik Baik
Answers 77.78 77.78 88.89 88.89 88.89 100 85.19 88.89 Baik Baik
Selecting 84.45 73.34 84.45 80 88.89 88.89 85.93 80.74 Baik Baik
Informations
Aplications 81.48 74.08 83.34 75.93 87.04 87.04 83.95 79.02 Baik Baik
Penutup 88.89 85.19 88.89 88.89 88.89 88.89 88.89 87.66 Baik Baik
Jumlah 503.33 467.81 527.06 511.49 538.9 559.27 523.09 512.86
Rata-rata 83.83 77.97 87.84 85.25 89.82 93.21 87.18 85.48
Interpretasi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Keterampilan proses sains

Peningkatan keterampilan proses sains siswa pada setiap indikator terlihat pada GAMBAR 1
berikut. 0,8 0,73
Skor N-Gain Pada Setiap Indikator

0,7 0,58
0,52
Keterampilan Proses Sains

0,6 0,48 0,48


0,5
0,36
0,4 0,3
0,27
0,3 0,21
0,2
0,06 N-Gain
0,1
0

Indikator Keterampilan Proses Sains

Keterangan: 1. kemampuan mengamati; 2. merencanakan percobaan; 3. membuat hipotesis;


4. menerapkan konsep; 5. menggunakan alat dan bahan; 6. mengkomunikasikan;
7. mengajukan pertanyaan; 8.menafsirkan; 9. mengklasifikasikan; 10. memprediksi.

GAMBAR 1. Peningkatan Penguasaan Keterampilan Proses Siswa pada setiap Indikator

Berdasarkan GAMBAR 1 peningkatan N-gain KPS terendah terdapat pada indikator


mengkomunikasikan sebesar 0,006 termasuk ke dalam interpretasi rendah. Indikator menafsirkan
menunjukkan peningkatan N-gain KPS tertinggi sebesar 0,73 termasuk ke dalam interpretasi tinggi.
Rata-rata dari skor pretest, posttest dan N-Gain KPS pada setiap sub konsep ditunjukkan pada
TABEL 2 berikut. Berdasarkan TABEL 2 peningkatan N-gain KPS terendah terdapat pada sub
konsep keseimbangan benda tegar sebesar 0,47 termasuk ke dalam interpretasi sedang. Indikator sub
konsep jenis-jenis keseimbangan menunjukkan peningkatan N-gain KPS tertinggi sebesar 0,70
termasuk ke dalam interpretasi tinggi.
Peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi keseimbangan benda tegar berdasarkan
hasil pretest dan posttest sebesar 38,48 dengan rata-rata pretest dan posttest secara berturut-turut

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 27

adalah 33,64 dan 72,12. Nilai N-gain keterampilan proses sains siswa yang diperoleh sebesar 0,58
termasuk ke dalam interpretasi sedang.

TABEL 2. Skor Pretest, Posttest dan N-Gain KPS pada Setiap Sub Konsep
Rata-rata
No Sub Konsep Nomor soal
Pretest Posttest N-Gain Interpretasi
1 Keseimbangan benda tegar 1,2,3,4 30,3 60,61 0.47 Sedang
2 Titik berat 5,6,7 45,46 76,77 0,59 Sedang
3 Jenis-jenis keseimbangan 8,9,10 28,28 78,79 0,7 Tinggi
Rata-rata 33,68 72,02 0,58 Sedang

Berdasarkan uji normalitas nilai rata-rata pretest dan posttest menunjukkan berdistribusi tidak
normal, dimana X2hitung > X2tabel, X2hitung pada data pretest diperoleh hasil 10,81 dengan X2tabel 7,81,
sedangkan pada data posttest untuk X2hitung diperoleh hasil 12,21 dengan X2tabel sebesar 7,81, sehingga
dilakukan uji Wilcoxcon match pair. Berdasarkan hasil perhitungan dengan n = 33 didapatkan Zhitung=
5,70. Pada taraf signifikansi 0,05 besarnya nilai Ztabel = 1,69. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai
Zhitung lebih besar daripada nilai Ztabel (5,70 > 1,69). Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi keseimbangan benda tegar setelah
diterapkan model CBL.

2. Pembahasan

Keterlaksanaan Model CBL

Berdasarkan hasil analisis data skor rata-rata aktivitas guru dan siswa dalam pelaksanaan
pembelajaran menggunakan model CBL termasuk kategori baik. Guru pada pertemuan pertama,
kurang begitu maksimal dalam pembelajaran, karena guru belum mengenal dan mengetahui situasi
dan kondisi kelas, serta guru dan siswa masih harus beradaptasi agar terjalin komunikasi yang baik.
Guru pada pertemuan pertama menjelaskan dan mengarahkan siswa mengenai langkah pada model
CBL. Siswa terlihat antusias memperhatikan penjelasan guru, sehingga mereka mulai dapat
mengikuti setiap langkah model CBL dalam pembelajaran. Walaupun masih ada siswa yang masih
merasa bingung dalam mengerjakan tugas pada setiap langkah yang diberikan oleh guru, tetapi
mereka mengikutinya dengan cukup tertib.
Guru gada pertemuan kedua, sudah lebih dapat mengkondisikan kelas dan berkomunikasi dengan
siswa. Siswa sudah mengetahui setiap langkah pada model CBL, sehingga guru dan siswa berperan
aktif pada pembelajaran dan keseluruhan aktivitas guru dan siswa berjalan dengan baik. Pada
pertemuan ketiga terlihat sekali terjadi peningkatan baik aktivitas guru maupun siswa. Siswa pada
pertemuan ini sudah lebih berperan aktif lagi dalam pembelajaran. Antusiasme siswa terlihat pada
setiap langkah model CBL, dimana persentase aktivitas siswa pada setiap langkah terkategori baik.
Model CBL merupakan model pembelajaran yang dapat membantu siswa membangun
keterampilan dan menghubungkan konsep dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari serta
membantu mempermudah proses belajar mengajar di kelas. Penerapan model CBL dapat dijadikan
solusi untuk mengembangkan pembelajaran agar lebih bermakna, karena model CBL dimulai dari
konteks dunia nyata dan memotivasi siswa untuk menggunakan pengetahuan awalnya, kemudian
siswa belajar secara kelompok untuk mempelajari konsep secara mandiri (Seery, 2014: 1).
Model CBL memiliki empat langkah pembelajaran yaitu questions, answer, selecting
informations dan aplications. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, untuk keterlaksanaan
aktivitas guru terendah pada langkah aplications. Guru pada langkah aplications belum dapat
mengkondisikan seluruh siswa ketika melakukan praktikum, sehingga masih ada siswa yang belum
terlibat aktif dalam kegiatan praktikum. Keterlaksanaan aktivitas guru tertinggi pada langkah
selecting informations, hal ini disebabkan karena guru dapat membuat siswa mengerti apa yang harus
dikerjakannya dengan memberi penjelasan dan arahan untuk mengisi sejumlah pertanyaan yang

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 28

disediakan dan mencari jawaban yang tepat dari berbagai sumber, sehingga siswa terlihat antusias
dalam mengerjakan tugas.
Keterlaksanaan aktivitas siswa terendah pada langkah aplications, disebabkan karena siswa
kurang memperhatikan penjelasan dan arahan guru, sehingga masih ada siswa yang kurang
memahami petunjuk praktikum yang ada dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Keterlaksanaan
aktivitas siswa tertinggi pada langkah answers, siswa pada langkah ini dituntut untuk mencari
jawaban dari pertanyaan yang telah dibuatnya sendiri pada langkah questions sehingga mereka
antusias dalam mencari jawaban dari pertanyaan yang dibuatnya sendiri. Hal ini sejalan dengan
pendapat Edward (2012: 13) yang menyatakan model CBL merupakan suatu model yang dapat
mengubah peran baik siswa maupun guru dimana siswa secara aktif terlibat dan berperan utama
dalam pembelajaran sedangkan guru memfasilitasi siswa dalam membangun pengetahuan secara
mandiri.
Kelebihan dari model CBL yaitu membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan proses sains,
melalui questions siswa mengajukan pertanyaan, sehingga mereka akan mengeluarkan apa yang ada
dalam benaknya untuk dituliskan menjadi pertanyaan. Melalui answers siswa akan meningkatkan
keterampilan proses sains memprediksi dengan cara memprediksi jawaban dari pertanyaan yang telah
dibuat pada langkah sebelumnya. Melalui selecting informations siswa akan meningkatkan
keterampilan proses sains mengkomunikasikan karena pada langkah ini siswa bekerja sama untuk
mencari jawaban dari berbagai pertanyaan yang telah dibuat sehingga mereka berkomunikasi untuk
menentukan jawabannya. Melalui applications siswa akan meningkatkan keterampilan proses sains
merencanakan percobaan melalui kegiatan praktikum. Selain itu, model ini juga dapat membantu
meningkatkan pengetahuan tentang aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan
membaca wacana pada langkah quetions. Hal ini selaras dengan pendapat Trimmer (2013: 3-6) yang
menyatakan bahwa model CBL dapat membantu siswa menghubungkan fenomena dalam kehidupan
sehari-hari dengan sebuah konsep, meningkatkan keterampilan proses sains, dapat membantu siswa
kreatif dalam membentuk sebuah konsep secara mandiri, membantu siswa meningkatkan kesadaran
bekerja secara kelompok untuk memecahkan masalah, membantu siswa meningkatkan kepercayaan
diri ketika berdiskusi menyampaikan idenya dalam kerja kelompok dan dapat membantu siswa dalam
membangun kemampuan dan kreativitas.
Salah satu kendala yang dialami ketika menerapkan model CBL ini adalah masalah waktu yang
belum dapat dialokasikan dengan baik. Sebaiknya, sebelum memulai pembelajaran lebih baik
diberikan penjelasan terlebih dahulu kepada siswa mengenai langkah-langkah model CBL. Dengan
demikian siswa tidak banyak bertanya tentang apa yang akan dilakukannya selama pembelajaran. Hal
ini yang akan membuat waktu yang sudah dialokasikan sebelumnya menjadi tidak sesuai dengan
semestinya. Selain itu, kendala lain yang dialami yaitu sarana yang kurang memadai, karena di
perpustakaan buku sumber yang dibutuhkan masih kurang. Sejalan dengan pendapat Putter-Smith
(2013: 8) yang menyatakan bahwa tidak semua sekolah mungkin memiliki kesempatan untuk
memenuhi persyaratan dan tuntutan untuk menerapkan model CBL, mengingat keterbatasan yang
dimiliki setiap sekolah.

Peningkatan Keterampilan Proses Sains

Berdasarkan hasil analisis data skor rata-rata N-gain keterampilan proses sains siswa termasuk
kategori sedang. Dari sepuluh indikator keterampilan proses sains, indikator menafsirkan
memperoleh N-Gain tertinggi termasuk ke dalam interpretasi tinggi. Hal ini disebabkan karena
selama pembelajaran, siswa dilatihkan untuk menafsirkan data hasil pengamatan untuk dibuat
analisis dan simpulan. Sedangkan untuk indikator mengkomunikasikan memperoleh N-Gain terendah
termasuk ke dalam interpretasi rendah. Hal ini disebabkan karena siswa kurang percaya diri dalam
menyampaikan pendapat, masih harus dipaksa oleh guru dalam berdiskusi dan mempresentasikan
hasil praktikum. Hal ini selaras dengan apa yang dinyatakan Seery (2014: 1) bahwa penerapan model
CBL dapat dijadikan solusi untuk mengembangkan pembelajaran agar lebih bermakna, karena CBL
dimulai dari konteks dunia nyata dan memotivasi siswa untuk menggunakan pengetahuan awalnya,
kemudian siswa belajar secara kelompok untuk mempelajari konsep secara mandiri.
Dari ketiga sub konsep materi keseimbangan benda tegar, sub konsep jenis-jenis keseimbangan
mendapatkan N-Gain tertinggi termasuk ke dalam interpretasi tinggi. Hal tersebut disebabkan karena

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 29

jenis-jenis keseimbangan mudah dipahami dan banyak ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan untuk sub konsep keseimbangan benda tegar memperoleh N-Gain terendah termasuk ke
dalam interpretasi sedang. Hal ini disebabkan konsep keseimbangan benda tegar memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi dan jumlah soal yang lebih banyak dibanding konsep lainnya serta memerlukan
perumusan matematis dalam penyelesaiannya.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa penerapan model CBL secara signifikan dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Kelebihan model CBL dalam meningkatkan
keterampilan proses sains yaitu dalam pembelajarannya lebih berpusat pada siswa, guru berperan
sebagai fasilitator, karena siswa yang lebih aktif dalam kegiatan belajar membangun konsep secara
mandiri, menghubungkan konsep dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta bekerja
sama dengan temannya untuk melakukan kegiatan praktikum. Hal ini sesuai dengan pendapat Tural
(2013: 2) yang menyatakan bahwa model CBL terjadi hanya ketika siswa memproses informasi baru
atau pengetahuan sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengerti untuk membangun
pengetahuannya sendiri (pemikiran mereka sendiri, pengalaman, dan respon). Model ini
mengasumsikan pikiran secara alami, mencari makna dalam sebuah konteks yang berkaitan dengan
lingkungan sekitarnya dengan mencari hubungan yang rasional dan terlihat manfaatnya.
Tawil dan Liliasari (2014: 11) menyatakan proses belajar mengajar dengan melibatkan siswa aktif
dalam kegiatan pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan
proses sangat berperan dalam pengembangan konsep-konsep ilmiah. Sejalan dengan pernyataan
Rustaman et al. (2004) yang menyatakan pendekatan keterampilan proses sains merupakan
pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada proses IPA. Hal ini diperkuat pernyataan Carey et
al. dalam Hancer dan Yilmaz (2007) yang menyatakan bahwa keterampilan proses sains membantu
membangun pengetahuan siswa.

PENUTUP

Hasil penelitian selama tiga kali pertemuan menerapkan model CBL pada materi keseimbangan
benda tegar menunjukkan rata-rata keterlaksanaan aktivitas guru berkategori baik dengan persentase
87,00% dan rata-rata keterlaksanaan aktivitas siswa berkategori baik dengan persentase 85,22%.
Terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi keseimbangan benda tegar
setelah diterapkan model CBL dimana diperoleh rata-rata nilai N-Gain sebesar 0,58 termasuk ke
dalam interpretasi sedang. Indikator keterampilan proses sains mengkomunikasikan memperoleh N-
Gain terendah (0,06) dan N-Gain tertinggi (0,73) pada indikator menafsirkan.

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Terima kasih kepada Kepala Sekolah dan Guru Fisika di MAN Cisewu yang telah memberi izin
sebagai tempat penelitian dan membantu selama penelitian.
2. Terima kasih kepada Ketua Prodi Pendidikan Fisika UIN Sunan Guning Djati Bandung yang telah
membatu selama penelitian.

REFERENSI

Arroio, Agnaldo 2010, Context based learning: a role for cinema in science education (online).
Tersedia:http://www.academia.edu/1598010/Context_based_learning_A_role_for_cinema_in_sci
ence_education, Diunduh Kamis 11 Desember pukul 21.36 WIB.
Cheng, KK, et al 2004, Using online homework system enhances students learning of physics
concepts in an introductory physics course, American Journal of Physics, vol. 72, no. 11, pp.
1447-1453.
Edward Rose, David 2012, Context Based Learning (online), Tersedia:
http://www.springerlink.com/content/x25677874688873p/fulltext.html. Diunduh Kamis 18
Desember 2014 pukul 21.30 WIB.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 30

Fraenkel, JR & Wallen, NE 2007, How to design and evaluate research in education, 6th edn,
McGraw-Hill Book Co, New York.
Hancer & Yilmaz 2007, The effects of characteristics of adolescence on the science process skills of
the child, Journal of Applied Science, vol. 7, no. 23.
Ilka, Parchmann & Luecken, Markus 2010, Context-based learning for students and teachers:
professional development by participating in school innovation projects (online), Tersedia:
https://www.sciencelearningcentres.org.uk/media/filer_public/7f/92/7f92688a-47f0-458f-a2b9-
649549f90db4/nslc_uyseg_seminar_parchmann. Diunduh Selasa 16 Desember 2014 pukul 16.47
WIB.
King, Donna T 2012, New perspectives on context-based chemistry education: using a dialectical
sociocultural approach to view teaching and learning, Studies in Science Education, 48(1), pp. 51-
87 (online), Tersedia: http://eprints.qut.edu.au/48956/. Diunduh Selasa 16 Desember 2014 pukul
16.30 WIB.
Muthi, Fithriyani 2014, ‘Penerapan model pembelajaran Context Based Learning (CBL) untuk
mengembangkan keterampilan proses siswa pada materi garam terhidrolisis’ Skripsi, Pendidikan
Kimia UIN SGD Bandung, Tidak diterbitkan.
Putter, D., Smits. L.G.A., et al 2013, Mapping context-based learning environments: the contruction
of an instrument (online), Tersedia: http://link.springer.com/article/10.1007/s10984-013-9143
9/fulltext.html, Diunduh Jum’at 12 Desember 2014 Pukul 20.15 WIB.
Rustaman, et al 2004, Strategi Belajar Mengajar Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA UPI,
Bandung.
Sagala, Syaiful 2009, Konsep dan Makna Pembelajaran, Alfabeta, Bandung.
Seery, Michael 2014, Context Based Learning (online). Tersedia:
http://www.rsc.org/blogs/eic/2014/07/context-based-learning-icce2014. Diunduh Senin 8
Desember 2014 pukul 20.12 WIB.
Semiawan, C 1987, Pendekatan Keterampilan Proses, Gramedia, Jakarta.
Tawil dan Liliasari 2014, Keterampilan-keterampilan Sains dan Implementasinya dalam
Pembelajaran IPA, Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar, Makassar.
Trimmer W et al 2013, Seeing the bigger picture through context based learning (online). Tersedia:
http://akoaotearoa.ac.nz/download/file. Diunduh Rabu 17 Desember 2014 pukul 20.30 WIB.
Tural, Guner 2013, The Functioning of context-based physics instruction in higher education.
Department of Secondary Science and Mathematics Education, Ondokuz Mayıs University
(online). Tersedia: http://www.ied.edu.hk/apfslt/download/v14_issue1_files/tural. Diunduh Rabu
17 Desember 2014 pukul 20.10 WIB.
Wiana, Gina 2014, ‘Penerapan model pembelajaran Context Based Learning untuk mengembangkan
keterampilan generik sains siswa pada materi koloid’ Skripsi, Pendidikan Kimia UIN Sunan
Gunung Djati Bandung. Tidak diterbitkan.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 31

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02105

Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa


Rekayasa Diploma 4 Politeknik Negeri Bandung melalui
Percobaan Momen Inersia
Nani Yuningsiha), Sri Suratmib)

Unit Pelayanan Mata Kuliah Umum, Politeknik Negeri Bandung

Email: a)nani.yuningsih@polban.ac.id, b)srisuratmi_polban@yahoo.com

Abstract
Politeknik Negeri Bandung is one of the colleges that provides vocational education in science
and technology emphasizing on its application capabilities. The applicability of education can
be achieved either with critical thinking skills. The instruments of assessment through
experiment of Moment of Inertia by using indicators capabilities through 4 levels of thinking,
i.e.knowledge, comprehension, application, and analysis have been made to measure students'
critical thinking skills. Assessment was conducted on student worksheets, i.e.the preliminary
project, experiments, data processing, and reporting/journal writing. The questionnaires were
used to assess the students' perceptions on Moment of Inertia module. It has been tested for
validity and reliability. The entire statements have a validity coefficient greater than 0.3 r-
critical, so all items statement can be used as a measuring tool in this research. While the value
of reliability statement on that questionnaire is greater than 0.6. These results show that all
statements on the questionnaire are reliable to measure the variables. The assessment results
shows critical thinking skills of students with an average level of knowledge is 84%,
comprehensive is 84%, application is 98%, and for the analysis is 68%. In this study, the
Diploma 4 students have a good knowledge, good comprehension, have a high education
applicapability and also good at analytical thinking.
Keywords: critical thinking, moment of inertia, student worksheets

Abstrak
Politeknik Negeri Bandung adalah salah satu perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
mengutamakan kemampuan penerapannya. Kemampuan penerapan dapat dicapai salah
satunya dengan kemampuan berpikir kritis. Untuk mengukur kemampuan berpikir kritis
mahasiswa, telah dibuat instrumen penilaian melalui percobaan Momen Inersia dengan
menggunakan indikator kemampuan melalui 4 tingkatan berpikir yaitu pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehensive), aplikasi (application), dan analisis (analysis).
Penilaian dilakukan terhadap penilaian lembar kerja siswa (LKS) berupa tugas pendahuluan,
pelaksanaan praktikum, pengolahan data, dan pembuatan laporan/jurnal praktikum. Untuk
menilai persepsi mahasiswa terhadap percobaan Momen Inersia digunakan kuisioner yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Seluruh item pernyataan memiliki koefisien validitas
yang lebih besar dari r-kritis 0,3, sehingga item-item tersebut layak digunakan sebagai alat
ukur dalam penelitian dan nilai reliabilitas butir pernyataan pada kuesioner yang diteliti lebih
besar dari 0,6. Hasil ini menunjukkan bahwa butir-butir pernyataan pada kuesioner andal
untuk mengukur variabelnya. Hasil penilaian menunjukkan kemampuan berpikir kritis

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 32

mahasiswa dengan rata-rata tingkat pengetahuan 84%, pemahaman 84%, aplikasi 98%, dan
analisa 68%. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa Diploma 4 memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik, dan memiliki kemampuan aplikasi yang tinggi serta daya analisis yang
baik.
Kata-kata kunci: berpikir kritis, momen inersia, LKS

PENDAHULUAN

Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir kompleks dengan menggunakan


kemampuan berpikir berupa penalaran yang logis dan dapat diukur melalui tes objektif. Model
pembelajaran ini mempunyai beberapa tahap pembelajaran. Tahap satu menyediakan area investigasi,
yaitu mahasiswa dihadapkan kepada masalah. Tahap kedua mengumpulkan data untuk verifikasi.
Tahap ketiga mengumpulkan data melalui kegiatan eksperimen. Tahap keempat merumuskan hasil
eksperimen, dan tahap kelima adalah tahap terakhir yaitu melakukan analisis (Rubini 2008).
Keterampilan berpikir kritis dapat diperoleh dari metode pembelajaran dengan kegiatan praktikum.
Dimana selama kegiatan praktikum berlangsung mahasiswa dilatih untuk melakukan observasi,
pertimbangan, identifikasi, dan menyimpulkan masalah yang dihadapi (Rubini 2008; Kurniati 2001).
Untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada generasi muda, seorang guru perlu
menguasai keterampilan berpikir kritis untuk ditularkan kepada siswanya (Liliasari 2000). Model ini
telah dikembangkan pada pembelajaran pendekatan keterampilan proses sains untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa (Kurniati 2001). Keterampilan berpikir kritis menurut Ennis dalam
Costa 1985 bahwa keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir kompleks dengan
menggunakan kemampuan berpikir berupa penalaran yang logis dan dapat diukur melalui tes
objektif. Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi lima kelompok yaitu memberikan
penjelasan sederhana (elementery clarification), membangun keterampilan dasar (basic support),
membuat inferensi (inference), membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), dan
mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics) (Rubini 2008).
Ciri-ciri seseorang mempunyai kemampuan berpikir kritis apabila seseorang dapat mengenal
masalah dan menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu,
mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai
yang tidak dinyatakan, memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, menilai
fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, mengenal adanya hubungan yang logis antara
masalah-masalah, menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan,
menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil, dan menyusun
kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas (Fisher 2009).
Indikator keterampilan berpikir kritis dari ciri-ciri kemampuan berpikir kritis tersebut dapat
diukur ketercapaiannya salah satunya melalui pembelajaran praktikum. Dari aspek proses belajar,
melalui pengalaman melakukan praktikum/percobaan fisika, mahasiswa di didik untuk belajar
mengambil kesimpulan dengan berbasis data dan analisis kritis, berpikir rasional, kritis dan
mengambil keputusan berdasarkan data yang valid. Kemampuan berpikir kritis mahasiswa juga dapat
diukur dengan instrumen penilaian terhadap setiap mahasiswa dengan menggunakan indikator
kemampuan melalui 4 tingkatan berpikir yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehensive), aplikasi (application), dan analisis (analysis) (Bloom 1964).
Salah satu matakuliah dasar yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa
Politeknik Negeri Bandung adalah praktikum Fisika Terapan. Pokok bahasan matakuliah Fisika
Terapan yang banyak diperlukan untuk menunjang matakuliah jurusan adalah pokok bahasan
Dinamika Gerak Rotasi. Pemahaman konsep tentang materi pokok bahasan gerak rotasi dengan
pembelajaran dilengkapi praktikum model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis pada mahasiswa dibandingkan dengan metode konvensional (Suratmi 2010).
Salah satu percobaan yang memadai untuk memfasilitasi materi gerak rotasi benda tegar adalah
“Modul Momen Inersia Benda Tegar”.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 33

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Instrumen
penelitian terdiri atas alat untuk menentukan momen inersia, modul pembelajaran momen inersia,
lembar kerja siswa (lembar kerja/job sheet), soal tes terdiri atas soal tugas pendahuluan dan soal
pertanyaan akhir, lembar observasi, dan kuisioner.
Tingkat signifikan hasil pembelajaran praktikum terhadap peningkatan berpikir kritis mahasiswa
dilakukan analisis dengan metoda eksperimen, sampel diambil 180 mahasiswa dari 6 program studi
Diploma 4 yang mengontrak matakuliah Fisika Terapan pada semester Ganjil 2015/2016. Pengolahan
data bersifat kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil simpulan kuisioner, dan pengamatan
keterampilan mahasiswa.
Untuk mengukur kemampuan berpikir kritis mahasiswa, dibuat instrumen penilaian terhadap
setiap mahasiswa dengan menggunakan indikator kemampuan melalui 4 tingkatan berpikir yaitu
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehensive), aplikasi (application), dan analisis
(analysis). Penilaian dilakukan terhadap penilaian tugas pendahuluan, pelaksanaan praktikum,
pengolahan data, dan pembuatan laporan/jurnal praktikum. Indikator-indikator yang digunakan dapat
dilihat pada TABEL 1.
TABEL 1. Indikator Berpikir Kritis (Bloom 1964)
Tingkatan Indikator
Pengetahuan (Knowledge) Menyebutkan
Mendefinisikan
Menggambarkan
Memeriksa
Pemahaman (Comprehensive) Membandingkan
Membedakan
Menjelaskan
Memprediksi
Menginterpretasikan
Aplikasi (Application) Menghitung
Melakukan
Mengembangkan
Analisis (Analysis) Menyusun
Membandingkan
Menganalisis
Mengilustrasikan

Berdasarkan indikator-indikator tersebut telah disusun evaluasi mahasiswa meliputi penilaian


terhadap tugas pendahuluan, pengambilan data, pengolahan data, penyusunan kesimpulan, dan
penulisan daftar pustaka dengan pembobotan sesuai dengan SOP (Standard Operational Procedure)
yang berlaku di Laboratorium Fisika Terapan Polban.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Tingkat Pengetahuan (Knowledge)

Penilaian tingkat pengetahuan dilakukan terhadap tugas pendahuluan termasuk didalamnya adalah
penulisan daftar pustaka. Tugas pendahuluan ini merupakan bagian yang sangat penting sebagai
persiapan untuk memulai percobaan. Dengan mengerjakan tugas pendahuluan, mahasiswa dituntut
untuk mencari informasi (teori) yang mendukung percobaan yang akan dilakukan di laboratorium
dan mengacu pada daftar pustaka. Hasil penilaian terhadap mahasiswa untuk tingkat pengetahuan
dapat dilihat pada GAMBAR 1.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 34

GAMBAR 1. Kemampuan berpikir kritis tingkat pengetahuan (knowledge)

Sebanyak 85% mahasiswa mampu menyebutkan penyebab gerak rotasi, 97% mampu
menyebutkan definisi momen inersia sebagai sifat kelembaman gerak rotasi, 56% mampu
menggambarkan momen gaya dari suatu gaya yang bekerja, 94% mampu memeriksa keberlakuan
dalil Steiner, dan 85% mampu menyebutkan referensi yang digunakan. Dari data tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang pokok bahasan
Gerak Rotasi, subpokok bahasan Momen Inersia.

Pengukuran Tingkat Pemahaman (Comprehensive)

Penilaian tingkat pemahaman dilakukan terhadap tugas pendahuluan, pengambilan data,


pengolahan data, dan pembuatan laporan/jurnal. Mahasiswa yang mampu membandingkan momen
inersia berbagai bentuk benda sebanyak 90%, 94% mampu menjelaskan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap momen inersia, namun hanya 51% yang mampu menjelaskan faktor-faktor
penyebab ketidaksesuaian antara hasil percobaan dengan teori. Seluruh mahasiswa mampu
memprediksi penambahan perioda akibat perubahan letak sumbu putar. Hasil penilaian terhadap
mahasiswa untuk tingkat pemahaman dapat dilihat pada GAMBAR 2.

GAMBAR 2. Kemampuan berpikir kritis tingkat pemahaman (comprehensive)

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 35

Pengukuran Tingkat Aplikasi (Application)

Penilaian tingkat aplikasi dilakukan saat pengambilan data dan pengolahan data. Seluruh
mahasiswa mampu melaksanakan percobaan dengan benar dan menghitung momen inersia secara
teori. Namun hanya 97% yang mampu menghitung momen inersia secara percobaan. Dari data
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa memiliki kemampuan tingkat aplikasi yang
tinggi. Hasil penilaian terhadap mahasiswa untuk tingkat aplikasi dapat dilihat pada GAMBAR 3.

GAMBAR 3. Kemampuan berpikir kritis tingkat aplikasi (application)

Pengukuran Tingkat Analisis (Analysis)

Penilaian tingkat analisa dilakukan saat pengolahan data dan penyusunan laporan/jurnal. Seluruh
mahasiswa mampu membandingkan momen inersia yang dihitung secara teori dan secara percobaan.
Namun hanya 38% mahasiswa yang mampu menganalisis perbedaan antara momen inersia yang
dihitung secara teori dan secara percobaan. Begitu juga dalam membuat kesimpulan, hanya 35%
yang mampu membuat kesimpulan secara benar. Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
mahasiswa masih memiliki tingkat analisa yang cukup baik. Hasil penilaian terhadap mahasiswa
untuk tingkat pengetahuan dapat dilihat pada GAMBAR 4.

GAMBAR 4. Kemampuan berpikir kritis tingkat analisis (analysis)

Dari angket penilaian mahasiswa terhadap model pembelajaran Momen Inersia secara percobaan
diperoleh hasil bahwa dengan pembelajaran praktikum, pemahaman tentang momen gaya sebagai
penyebab gerak rotasi menjadi mudah dipahami. Begitu juga pemahaman tentang peranan momen
inersia terhadap gerak rotasi menjadi lebih mudah dipahami.
Uji validitas dilakukan untuk menguji kesahihan setiap item pernyataan dalam mengukur
variabelnya. Teknik korelasi yang digunakan untuk menguji validitas butir pernyataan dalam
penelitian ini adalah Pearson Product Moment. Apabila nilai koefisien korelasi butir item pernyataan

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 36

yang sedang diuji lebih besar dari r-kritis sebesar 0,3, dapat disimpulkan bahwa item pernyataan
tersebut merupakan konstruksi (construct) yang valid. Dari hasil pengolahan kuisioner diperoleh
bahwa seluruh item pernyataan memiliki koefisien validitas yang lebih besar dari r-kritis 0,3,
sehingga item-item tersebut layak digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian.
Uji reliabilitas dilakukan dengan cara menguji coba instrument sekali saja, kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode Alpha-Cronbach. Kuesioner dikatakan andal apabila koefisien
reliabilitas bernilai positif dan lebih besar dari pada 0,6. Adapun hasil dari uji reliabilitas dapat
dilihat pada TABEL 2.
TABEL 2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Penelitian
Variabel Indeks Reliabilitas Nilai Kritis Keterangan
Variabel x 0.752 0.6 Reliabel

Nilai reliabilitas butir pernyataan pada kuesioner variabel yang sedang diteliti lebih besar dari 0,6.
Hasil ini menunjukkan bahwa butir-butir peryataan pada kuesioner andal untuk mengukur
variabelnya.

SIMPULAN

Pembelajaran momen inersia melalui percobaan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa. Dari hasil penilaian bahwa dengan percobaan momen inersia dapat menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis mahasiswa dengan rata-rata tingkat pengetahuan 84%, rata-rata tingkat
pemahaman 84%, rata-rata tingkat aplikasi 98%, dan rata-rata tingkat analisis 68%. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan menggunakan modul percobaan Momen Inersia ini, mahasiswa diploma
4 memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik, dan memiliki kemampuan aplikasi yang tinggi
serta daya analisa yang baik.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Politeknik Negeri Bandung melalui Unit Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (UPPM) Polban yang telah mendanai penelitian ini dan kepada rekan-rekan pengajar
Fisika Terapan Polban yang telah turut berkonstribusi dalam penelitian ini.

REFERENSI

Bloom, B 1964, ‘Taxonomy of Educational: Cognitive and Affective Domains’. David Mc.Kay
Company, New York.
Fisher, A 2009, ‘Berpikir Kritis. Sebuah Pengantar’, Erlangga, p 7.
Kurniati, T 2001, ‘Pembelajaran Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa’, Tesis PPS, UPI.
Liliasari 2000, ‘Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat
Tinggi Calon Guru IPA’, Proceeding Nasional Science Education Seminar, JICA-IMSTEP. State
University of Malang, p 135-141.
Rubini, B 2008, ‘Model Pembelajaran Ilmu Alamiah Dasar Untuk Meningkatkan Pemahaman -
Kemampuan Berpikir Kritis Serta Menanamkan Sikap Ilmiah Mahasiswa Non-IPA’, Tesis PPS,
UPI.
Suratmi, S 2010, ‘Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pokok Bahasan Gerak Rotasi dapat
Meningkatkan Berpikir Kritis pada Mahasiswa’, Jurnal Sigma-Mu Vol. 2, No.1.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 37

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02106

Konstruksi dan Profil Problem Solving Skill Siswa SMP


dalam Materi Pesawat Sederhana
Asep Sutiadi1,a), Hedya Nurwijayaningsih2,b)
1
Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI, Jalan Dr. Setiabudhi No 229, Kota Bandung 40154.
2
SMPN 1 Kabupaten Sukabumi, Jalan Sundajaya Girang, Kecamatan Sukabumi, Sukabumi 43151.

Email: a)aseps@upi.edu, b)hedyanurwijayaningsih@gmail.com

Abstract
A set of test instrument about Problem Solving Skill has been created in essay form in concept
of simple tool for junior high school. The research objective is to construct a test Problem
Solving Skill and obtain information relating application results. The research method used is
descriptive research. Data gathered from the results of the test and research notes. Test of
validity using professional judgment and statistical validity. Reliability testing using Cronbach
Alpha. The results of the study informed that the construction of the validity of the tests
qualify as much as 71%, which is higher (25%), sufficient (33%), and low (13%). Reliability
of the instrument has enough categories (0.431). Profile of Problem Solving Skill measured
identify the problem (79.17%), define and represent the problem (62.01%), explore possible
strategies (69.61%), act on the strategies (58.33%), and look back and Evaluate the effect of
our activities (51.47%). The conclusions are construction of test instrument still needs
improvement, especially about the aspects of Problem Solving Skill. The ability of students in
terms of identifying the problem better than the performance capability by evaluating
problems.
Keywords: Problem Solving Skill, Concept of Simple Tool.

Abstrak
Telah dibuat satu set instrumen tes Problem Solving Skill bentuk uraian dalam materi pesawat
sederhana untuk level SMP. Tujuan penelitian adalah mengontruksi rancangan tes Problem
Solving Skill dan memperoleh informasi hasil-hasil penerapannya. Metode penelitian yang
digunakan yaitu penelitian deskriptif. Data dikumpulkan dari hasil tes dan catatan penelitian.
Pengujian validitas menggunakan professional judgement dan validitas statistik. Pengujian
reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha. Hasil penelitian menginformasikan bahwa
konstruksi tes yang memenuhi syarat validitas sebanyak 71%, yaitu tinggi (25%), cukup
(33%), dan rendah (13%). Reliabilitas berkatagori cukup (0,431). Profil Problem Solving Skill
yang terukur adalah identify the problem (79,17%), define and represent the problem
(62,01%), explore possible strategies (69,61%), act on the strategies (58,33%), dan look back
and evaluate the effect of our activities (51,47%). Kesimpulan yang diperoleh, yaitu pertama
konstruksi instrumen tes masih perlu perbaikan terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek
yang ada pada Problem Solving Skill. Kedua, kemampuan siswa dalam hal mengidentifikasi
masalah lebih baik daripada capaian kemampuan cara mengevaluasi masalah yang muncul.
Kata-kata kunci: Problem Solving Skill, Materi Pesawat Sederhana.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 38

PENDAHULUAN

Salah satu kompetensi yang diamanatkan oleh kurikulum 2013 adalah membekali siswa untuk
memiliki kemampuan memecahkan masalah (Kemdikbud RI, 2013) melalui serangkaian proses
pembelajaran dan proses evaluasi. Kondisi ini sejalan dengan tuntutan perkembangan temporer
dimana siswa harus mampu mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti problem
solving. Kompetensi keterampilan yang dimaksud adalah Problem Solving Skill (PSS) yang
pengukurannya dapat menggunakan Problem Solving Assessment (PEG, 2010).
Fakta tersebut seharusnya memotivasi para guru untuk merencanakan kegiatan penilaian
pembelajaran yang memperhatikan aspek-aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi sesuai ruh
Partnership of 21st Century Skills (Basuki dan Hariyanto, 2014). Kenyataan di lapangan situasinya
berbeda, dimana para guru cenderung lebih memperhatikan tugas pokok kegiatan perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran daripada kegiatan evaluasi (Sutiadi, 2013).
Oleh karena itu, untuk memfasilitasi dan mengembangkan PSS harus diupayakan melalui
perbaikan proses pembelajaran dan kegiatan asesmen yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013.
Pada dasarnya, PSS merupakan tujuan utama dalam pendidikan (Dahar, 1989). Dalam hal ini PSS
merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki siswa, khususnya dalam pembelajaran fisika.
Materi pesawat sederhana berkaitan erat dengan pengembangan alat yang digunakan untuk
membantu manusia meringankan pekerjaan. Berkaitan dengan fenomena tersebut, maka PSS penting
dimiliki oleh siswa agar memiliki kemampuan memecahkan masalah sehari-hari dengan bantuan
pesawat sederhana.
Penelitian ini bertujuan untuk mengontruksi rancangan PSS dalam materi pesawat sederhana pada
level SMP dan memperoleh informasi terkait hasil-hasil penerapannya pada siswa.
Implikasi yang diharapkan adalah memotivasi para guru dalam membuat beragam asesmen
alternatif untuk kepentingan perbaikan pembelajaran. Sekaligus memberikan pemahaman bahwa
tugas pokok guru selain merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, juga merancang dan
melaksanakan proses evaluasi pembelajaran dengan baik dan benar.
Tahapan problem solving (Mettes and Pilot) dalam sains dan teknologi meliputi (i)
menganalisis masalah, (ii) merencanakan penyelesaian masalah, (iii) melakukan penyelesaian
masalah, dan (iv) mengevaluasi solusi atau jawaban. Oleh karena itu, ada beberapa strategi yang
dilakukan terkait pengukuran PSS (Nitkho and Brookhart, 2011), yaitu: (1) identify and recognizing
the problems, (2) defining and representing the problem, (3) exploring possible solution strategies,
dan (4) acting and looking back on problem-solution strategies. Tahapan dan proses pengukuran PSS
tersebut menjadi acuan dalam penelitian ini.

METODE PENELITIAN

Instrumen tes PSS yang disusun dan dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada langkah-
langkah penyusunan dan pengembangan instrumen yang terdiri dari 15 tahapan (Djaali dan Muljono,
2007). Berdasarkan langkah tersebut dihasilkan sebanyak 24 butir soal bentuk uraian. Ke-24 butir
tersebut tersebar ke dalam tahapan PSS seperti pada TABEL 1.

TABEL 1. Distribusi soal tahapan PSS

No Tahapan PSS Jumlah


1 Identify the problem 4
2 Define and represent the problem 4
3 Explore possible strategies 8
4 Act on the strategis 4
5 Lookback and evaluate the effect of our activities 4

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 39

Kompetensi Dasar (KD) yang dijadikan acuan adalah (i) KD 3.5 mendeskripsikan kegunaan
pesawat sederhana dalam kehidupan sehari-hari dan hubungannya dengan kerja otot pada struktur
rangka manusia; dan (ii) KD 4.5 melakukan penyelidikan tentang keuntungan mekanik pada pesawat
sederhana. Penyusunan butir soal uraian dipandu dengan kisi-kisi keterampilan Problem Solving.
Penilaian hasil digunakan pedoman penskoran yang mengacu pada tahapan PSS, dengan rentang 1 –
3. Sedangkan cakupan konsep yang diujikan meliputi bidang miring, katrol, dan tuas.
Uji validitas dilakukan sebanyak duakali, yaitu validitas sebelum alat ukur diujicobakan dan
setelah
diujicobakan. Validitas sebelum diujicobakan, yaitu validitas isi oleh ahli (judgement ahli) dan
validitas setelah diujicobakan, menggunakan validitas konstruksi (empiris)8.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data
dikumpulkan dari hasil tes dan catatan penelitian. Validitas isi berkaitan dengan pengecekan
kecocokan antara butir tes dengan indikator, materi dan atau tujuan yang telah ditetapkan. Validitas
empiris menggunakan uji statistik berupa teknik korelasi Pearson Product Moment. Teknik untuk
menentukan reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan metode Cronbach Alpha. Hasil
penelitian diolah menggunakan persentase.
Butir soal uraian yang sudah jadi diterapkan kepada satu kelas siswa SMP Negeri di Kota
Bandung, sebanyak 34 orang, yang telah mempelajari materi pesawat sederhana.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konstruksi Soal PSS

Konstruksi soal PSS yang dikembangkan dalam penelitian ini diuji oleh para ahli sebagai tahapan
uji validitas isi. Hasil validasi berupa saran dan koreksi terkait ketidaksesuaian indikator dengan butir
soal uraian yang diajukan, penggunaan bahasa, perbaikan kalimat tanya, konten soal, dan kesadaran
skala dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil uji validitas empirik menunjukkan hanya 71% soal yang memenuhi syarat validitas.
Sebanyak 29% berkatagori sangat rendah. Namun demikian, untuk kepentingan pengambilan data,
ke-24 soal digunakan dalam penelitian. Hasil-hasil pengujian dengan validitas empirik, yaitu 29%
berkatagori tinggi, 33% berkatagori cukup, 13% berkatagori rendah, dan 29% berkatagori sangat
rendah. Pertimbangan yang digunakan terkait penggunaan seluruh butir soal adalah asumsi bahwa
setiap butir soal yang dibuat masing-masing mempunyai dukungan terhadap skor total, sehingga
diperkirakan setiap butir soal dapat mengukur apa yang hendak diukur.
Hasil uji reliabilitas dengan Cronbach Alpha dihasilkan angka 0,431. Berdasarkan kriteria
reliabilitas angka tersebut dikatagorikan cukup. Secara keseluruhan butir soal dinyatakan reliabel
sebagai perangkat tes PSS. Pengertian hasil katagori cukup diinterpretasikan bahwa siswa belum
mengenal secara baik jenis dan bentuk soal PSS yang diberikan. Dengan kata lain, siswa belum
terbiasa mengerjakan soal uraian yang berorientasi PSS.
TABEL 2 menampilkan salah satu contoh bentuk soal uraian PSS yang digunakan dalam
penelitian. Jumlah total soal uraian yang dihasilkan ada 4 nomor. Distribusi aspek yang diukur
menyesuaikan dengan tahapan PSS seperti ditampilkan pada TABEL 1. Jawaban siswa dibandingkan
dengan kisi-kisi jawaban yang telah dibuat dan diskor dengan teknik rentang skor.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 40

TABEL 2. Contoh rancangan soal PSS


Tahapan
Indikator
Problem Indikator Soal Soal dan Jawaban
Pembelajaran
Solving
Asep akan mengantarkan drum yang berisi minyak
goreng untuk disebarkan ke tiap ruko di pasar
menggunakan truk. Drum berdiameter 50 cm,
tinggi 80 cm, dan berisi 200 liter minyak goreng.
Bagian gerobak truk tingginya 0,6 m dari
permukaan tanah. Saat sampai di sebuah ruko,
Mengidentifikasi Asep kesulitan menurunkan drum dari atas truk.
Identify the
masalah yang Petunjuk: Di dalam truk tersedia papan kuat yang
problem
sedang dihadapi panjangnya 1,2 m, sebuah katrol, dan tali kuat
Memecahkan
sepanjang 5 m.
masalah yang
a. Apakah masalah yang sedang dihadapi oleh
berhubungan
Asep?
dengan pesawat
Jawaban:
sederhana
Kata kunci: kesulitan menurunkan drum dari atas
truk
b. Apakah masalah yang sedang dihadapi
Asep?
Menentukan
Define and Jawaban:
penyebab
represent the Kata Kunci: Drum besar dan berat, dilihat
masalah yang
problem dari ukuran dan isinya. Ketinggian truk,
dihadapi
menyulitkan mengangkat beban berat secara
langsung.
Menyebutkan c. Tuliskan dua kemungkinan solusi masalah jika
jenis pesawat Menyebutkan Anda jadi Asep!
Explore
sederhana yang alternatif Jawaban:
possible
terdapat dalam pemecahan Kata Kunci: 1. Mencari bantuan; 2.
strategies
kehidupan sehari- masalah Menggunakan papan sebagai bidang miring; 3.
hari. Menggunakan katrol dan tali.
d. Manakah solusi terbaik, aman, dan mudah dari
beberapa solusi yang Anda sebutkan di poin
Menjelaskan c? (Petunjuk: Perhatikan keuntungan
Menyelidiki
Explore solusi pemecahan mekanis)
keuntungan
possible masalah Jawaban:
mekanis dari
strategies menggunakan Kata Kunci: Menggunakan papan sebagai bidang
bidang miring
bidang miring
miring. Keuntungan mekanisnya kali
lipat.
e. Jelaskan langkah pemecahan yang Anda pilih!
Menjelaskan Menjelaskan Jawaban:
prinsip kerja langkah Kata Kunci: (i) Mengambil papan (1,2 m); (ii)
pesawat Act on the pemecahan Meletakkan papan secara miring dari belakang
sederhana dalam strategies masalah truk sampai permukaan tanah; dan (iii)
kehidupan sehari- menggunakan Memegang sambil mendorong drum berisi minyak
hari bidang miring goreng melewati papan bidang miring sampai
permukaan tanah
f. Jelaskan kelebihan dan kekurangan solusi yang
Anda berikan!
Menjelaskan Menjelaskan
Look back Jawaban:
kegunaan pesawat kelebihan dan
and evaluate Kata Kunci: Kelebihan: mempunyai keuntungan
sederhana dalam kekurangan
the effects of mekanis 2, sehingga lebih mudah memindahkan
kehidupan sehari- penggunaan
our activities drum karena gaya yang dikeluarkan lebih kecil.
hari bidang miring
Kekurangan: kekuatan papan bidang miring
menahan beban

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 41

Profil Hasil Tes PSS

Hasil tes siswa SMP yang diuji dengan instrumen PSS ditampilkan pada TABEL 3. Hasil tes
berupa pre-tes dan pos-tes. Tahapan PSS dikatagorikan ke dalam lima kelompok, yaitu Identify the
problem, Define and represent the problem, Explore possible strategies, Act on the strategis, dan
Lookback and evaluate the effect of our activities.

TABEL 3. Profil hasil tes PSS siswa

No. Tahapan PSS Skor Maks Pre-Tes Pos-Tes %


1. Identify the problem 12 4.37 9.23 79.17
Define and represent the
2. 12 2.46 7.23 62.01
problem
3 Explore possible strategies 24 3.94 16.23 69.61
4 Act on the strategis 12 0.74 6.80 58.33
Lookback and evaluate the
5 12 0.69 6.00 51.47
effect of our activities

Tahapan identify the problem adalah pengidentifikasian terhadap masalah yang perlu diselesaikan.
Proses menemukan masalah adalah langkah awal pemecahan masalah. Pada tahapan ini terlihat
persentase hasilnya cukup tinggi, mencapai 79.17% siswa yang mampu mengidentifikasi masalah.
Persentase pada tahapan ini paling tinggi, hal ini dapat pula diartikan bahwa kemampuan siswa
dalam mengidentifikasi masalah-masalah fisis cukup bagus pada kasus ini.
Tahapan berikutnya adalah define and represent the problem, yaitu mendefinisikan dan
merumuskan masalah. Siswa diajak untuk mengetahui penyebab masalah yang terjadi, persentasenya
mencapai 62.01%. Kondisi ini juga dapat diartikan bahwa siswa sudah mampu mendefinisikan dan
merumuskan masalah-masalah fisis yang ditemukannya.
Tahap ketiga explore possible strategies, yaitu siswa diminta untuk memberikan alternatif-
alternatif solusi yang mungkin dilakukan. Hasilnya 69.61% siswa sudah mampu menuliskan
alternatif solusi untuk memecahkan masalah.
Tahap keempat act on the strategis, yaitu melaksanakan strategi atau tahapan penyelesaian
masalah. Hasilnya agak turun hanya 58.33%, dapat dikatakan siswa agak kurang baik menjalankan
strategi pemecahan masalah. Hal ini juga dapat diartikan bahwa kemampuan aksi atau psikomotorik
siswa untuk melakukan strategi pemecahan masalah masih perlu dilatihkan dengan baik, supaya tidak
terkesan baik secara teori, tetapi kurang baik dalam sisi praktik.
Tahapan terakhir adalah lookback and evaluate the effect of our activities, yaitu aspek dimana
siswa seharusnya dapat mengevaluasi solusi pemecahan masalah yang dipilih terkait kekurangan dan
kelebihannya. Terlihat persentasenya paling rendah, yaitu 51.47%. Ini berarti pada aspek terakhir
siswa tergolong masih lemah dan perlu motivasi.
Dalam struktur kognitif rancangan Bloom, kemampuan mengevaluasi memang berada pada
jenjang yang lebih tinggi dari kemampuan memahami. Pada kasus penelitian ini, kemampuan siswa
untuk menyadari dan memahami masalah sudah tinggi, namun terkait upaya strategis dan
kemampuan mengevaluasi masalah masih tergolong kurang.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh, yaitu pertama konstruksi instrumen tes masih perlu perbaikan
terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek yang ada pada Problem Solving Skill. Hal ini ditandai
kualitas tes baru mencapai 71%. Kedua, kemampuan siswa dalam hal mengidentifikasi masalah lebih
baik daripada capaian kemampuan cara mengevaluasi masalah yang muncul.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 42

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI sebagai penyandang dana
penelitian dan kepada Bapak/Ibu Guru dan Siswa SMP yang telah membantu terlaksananya
penelitian ini.

REFERENSI

Basuki dan Hariyanto 2014, Asesmen Pembelajaran, Rosda Karya, Bandung.


Dahar, R.W 1989, Teori-Teori Belajar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Djaali dan Muljono P 2007, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Grasindo, Jakarta.
Kemdikbud RI 2013, Kerangka Dasar Kurikulum 2013, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta.
Mettes and Pilot 1981, Teaching and Learning Problem Solving in Science Part 1: Learning Problem
Solving In A Thermodynamics Course, Journal of Chemical Education, vol 58, pp 51 – 55.
Nitkho JA and Brookhart SM 2011, Educational Assessment for Students, Pearson, United States of
America.
PEG 2010, Pisa 2012 Field Trial Problem Solving Framework, OECD Publishing, Melbourne.
Sutiadi, A 2013, Analisis Kemampuan Calon Guru Fisika dalam Membuat Instrumen Soal PG dan
Esei, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fisika 2013 (LPF 2013), IKIP PGRI Semarang, pp
LPF1306-1 – LPF1306-9.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 43

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02107

Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative


Learning Tipe STAD untuk Melihat Perkembangan
Metakognisi Siswa pada Materi Elastisitas
Gesha Deliana Sucintaa), Hera Noviab), Selly Feraniec)

Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No.229 Bandung
40154.

Email: a)gesha.deliana@student.upi.edu, b)mazayarufaidah@yahoo.com, c)sferanie@yahoo.com

Abstract
This study aims to know the development of students' metacognition on the elasticity concept
used metacognitive strategies in cooperative learning STAD-type. The instrument in this
study used the Students Worksheets (LKS) was adopted metacognitive strategies, in this study
called by the term Student Thought’s Journal (JPS) and students did it by several steps. First,
students answered the JPS with their own knowledge, and then they searched many
information used internet sources, so students would check and repair their answer and fixed
with the information that they have been found, and the last step student involved in a group
discussions to get many alternative solutions from their friends and students should consider
the most appropriate solution to resolve the issue. In this study also used a questionnaire to
determine the profile of students' metacognitive knowledge, control and awareness. This study
was conducted on one of the upper secondary school (n = 31, grade 10). The results of this
study indicated that the development of students' metacognition occurs significantly when the
implementation of cooperative learning STAD-type and also at the last meeting, it was showed
by the decrease in the number of students who answered inappropriately and didn’t accordance
with the elasticity concept. And the result for students' metacognition knowledge, control and
awareness were quite good. The analysis of these data indicated that by using metacognitive
strategies in cooperative learning STAD-type can know the development of students'
metacognition.
Keywords: metacognition, metacognitive strategies, cooperative learning, elasticity.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan metakognisi siswa pada materi
elastisitas dengan penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD.
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
mengadopsi strategi metakognisi dalam penelitian ini diberi istilah Jurnal Pemikiran Siswa
(JPS) yang dikerjakan siswa melalui beberapa tahap. Pertama siswa menjawab JPS sesuai
pengetahuannya, kemudian mencari berbagai informasi melalui sumber internet sehingga
siswa akan memeriksa dan memperbaiki jawabannya agar sesuai dengan informasi yang telah
diperolehnya dan terakhir siswa terlibat dalam diskusi kelompok sehingga diperoleh berbagai
alternatif solusi jawaban dan siswa harus mempertimbangkan solusi jawaban yang paling tepat
untuk menyelesaikan masalah. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan kuisioner
untuk mengetahui profil metakognisi pengetahuan, kontrol dan kesadaran siswa. Penelitian ini

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 44

dilaksanakan pada salah satu sekolah menengah atas (n = 31, kelas 10). Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa perkembangan metakognisi siswa terjadi paling signifikan saat
diterapkannya cooperative learning tipe STAD dan juga pada pertemuan terakhir yang
ditunjukkan dengan penurunan jumlah siswa yang menjawab tidak tepat dan tidak sesuai
dengan konsep elastisitas. Adapun untuk metakognisi pengetahuan, kontrol dan kesadaran
siswa hasilnya cukup baik. Hasil analisis dari data tersebut dapat dikatakan bahwa dengan
menggunakan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD ini dapat melihat
perkembangan metakognisi siswa.
Kata-kata kunci: metakognisi, strategi metakognisi, cooperative learning, elastisitas.

PENDAHULUAN

Metakognisi merupakan sebuah konsep yang telah digunakan yang merujuk pada berbagai proses
epistemologis. Pada dasarnya metakognisi berarti kognisi tentang kognisi; yaitu, mengacu pada dua
urutan kognisi; pikiran tentang pikiran, pengetahuan tentang pengetahuan atau refleksi tentang
tindakan (Papaleontiou dan Louca 2003). Secara umum metakognisi seringkali hanya didefinisikan
sebagai "thinking about thinking" yaitu berfikir tentang proses berfikir, namun menurut Livingston,
kenyataannya mendefinisikan metakognisi tidak sesederhana itu. Meskipun istilah tersebut telah
menjadi bagian dari kosakata psikolog pendidikan untuk beberapa dekade terakhir ini, ada banyak
perdebatan mengenai pengertian metakognisi. Salah satu alasan untuk kebingungan tersebut yaitu
kenyataan bahwa ada beberapa hal yang saat ini digunakan untuk menggambarkan fenomena yang
sama misalnya self-regulation atau meta–memori. Meskipun ada beberapa perbedaan antara definisi
tersebut, semua menekankan pada peran dalam proses pengawasan dan pengalaman proses kognitif
(Livingston 2003). Metakognitif merupakan suatu cara untuk meningkatkan kesadaran berpikir
dalam sebuah proses. Apabila kesadaran ini dapat terbentuk maka seseorang dapat membuka
pikirannya untuk dapat merancang, memantau dan menilai apa yang akan dipelajari. Proses
metakognisi ini membantu untuk meningkatkan proses pembelajaran dengan cara membimbing siswa
untuk lebih berpikir, hal tersebut dapat menentukan tingkah laku yang diambil ketika akan mencoba
untuk memahami suatu keadaan, memecahkan masalah dan mengambil keputusan untuk mengawali
tindakan yang akan diambil seterusnya.
Menurut Flavell metakognisi terdiri dari dua unsur, yaitu pengetahuan metakognitif
(metacognitive knowledge) dan pengalaman metakognitif (metacognitive experiences). Pengetahuan
metakognitif merujuk pada pengetahuan tentang proses-proses kognitif, pengetahuan yang dapat
digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitif. Pengetahuan metakognitif ini dapat dikatakan
juga sebagai pemahaman tentang aktivitas kognitif seseorang yang menggambarkan seberapa sukses
orang tersebut dalam mencapai tujuannya. Sedangkan pengalaman metakognisi merujuk pada proses-
proses yang dapat diterapkan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan mencapai tujuan-
tujuan kognitif. Pengalaman metakognitif ini misalnya ketika suatu saat seseorang mengalami
kebingungan dan kemudian mengabaikannya. Pengalaman metakognitif ini dapat terjadi setiap saat
yaitu sebelum, sesudah atau selama kegiatan kognitif (Flavell 1979).
Sementara terjadi perdebatan mengenai definisi yang tepat dari metakognisi, dalam penelitian
Thomas dan McRobbie (2001) mengambil sikap bahwa metakognisi mengacu pada pengetahuan,
kesadaran, dan kontrol atau pengendalian dalam proses belajar siswa. Seperti yang telah dijelaskan
bahwa menurut Flavell (1979) metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognitif dan pengalaman
metakognitif. Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan hal-
hal kognitif yang dapat dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu deklaratif, prosedural, dan
kondisional. Pengetahuan metakognitif deklaratif individu mencakup pengetahuan konsepsi dan juga
keyakinan akan tujuan kognitif dan kemampuan yang mereka miliki sendiri. Pengetahuan
metakognitif prosedural yaitu mengenai informasi tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas
kognitif. Pengetahuan metakognitif kondisional meliputi pemahaman tentang pengetahuan
metakognitif prosedural yang mereka miliki dan mengetahui kapan, bagaimana, dan mengapa
prosedur tersebut harus digunakan. Pengetahuan metakognitif kondisional ini terkait dengan
pengetahuan metakognitif prosedural dan deklaratif. Oleh karena itu, meskipun pengetahuan

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 45

metakognitif terbagi menjadi tiga kategori yang berbeda, tetapi interaksi antara ketiga kategori ini
jelas diperlukan.
Pada dasarnya tiap individu memiliki kemampuan metakognisi, sebab secara tidak langsung
setiap manusia selalu memikirkan apa yang dipikirkannya dan apa yang dilakukannya. Begitupun
dengan siswa dalam pembelajarannya, saat dia mempersiapkan diri untuk belajar, mengikuti
pembelajaran dan kemudian menyadari kesulitan yang dialaminya, terutama dalam mata pelajaran
fisika yang dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami dan membosankan bagi mereka.
Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk dapat melihat perkembangan metakognisi siswa pada
materi Elastisitas dengan penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD.
Dalam penelitian ini, untuk melihat perkembangan metakognisi siswa peneliti akan menerapkan
strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD. Menurut Jayapraba (2013) tahap
pembelajaran dengan menggunakan cooperative learning pada strategi metakognisi yang
direkomendasikan oleh Blakey dan Spence (1990) d : 1) Tentukan apa yang diketahui dan apa yang
tidak diketahui 2) Bicara tentang apa yang dipikirkan 3) Menjaga buku harian berpikir 4)
Perencanaan dan pengendalian diri 5) Berpikir proses pengarahan dan 6) Penilaian diri (Jayapraba
2013).
Dalam Penelitian ini siswa akan diberi suatu masalah mengenai konsep Elastisitas dan siswa
memecahkan masalah tersebut melalui tiga tahap yaitu pertama siswa menyelesaikan masalah
dengan pengetahuan dan kemampuan dirinya sendiri. Kemudian setelah itu siswa akan diberikan
pembelajaran melalui web based module yaitu siswa diberi kesempatan untuk mencari informasi
melalui internet sehingga mereka akan berpikir untuk memeriksa kembali jawabannya dan
memperbaiki sesuai dengan informasi yang telah diperolehnya. Setelah itu, mulai diterapkan metode
cooperative learning tipe STAD yaitu siswa diminta untuk melakukan diskusi dimana mereka akan
saling mengungkapkan jawabannya masing-masing, sehingga akan diperoleh berbagai alternatif
solusi jawaban. Dalam tahap ini siswa harus dapat mempertimbangkan solusi jawaban yang paling
tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Maka dari berbagai tahapan tersebut dapat dilihat bahwa
jika pada awalnya siswa menjawab tidak tepat dan tidak sesuai konsep tetapi setelah diterapkannya
strategi metakognisi ini siswa akan memikirkan kembali jawabannya sehingga pada akhirnya siswa
akan memberikan jawaban yang tepat dan sesuai dengan konsep untuk memecahkan masalah tersebut
dengan melalui beberapa tahap yang membantu proses berfikirnya. Perkembangan metakognisi siswa
dilihat dari perubahan jawaban siswa disetiap tahapan penyelesaian masalah dalam mengerjakan JPS.

METODE PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X MIA sebanyak 31 orang disalah satu sekolah di
kota Bandung. Penelitian ini diterapkan pada materi kelas X yaitu pada materi Elastisitas. Dalam
penelitian ini materi Elastisitas dibagi kedalam tiga submateri, dimana satu submateri untuk setiap
pertemuannya. Maka penelitian ini dilakukan sebanyak tiga pertemuan, diantaranya pertemuan
pertama untuk submateri sifat elastisitas, kedua Hukum Hooke dan ketiga sistem pegas.
Metode pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan strategi metakognisi pada cooperative
learning tipe STAD. Seperti yang telah dijelaskan bahwa instrumen penelitian yang digunakan yaitu
berupa JPS yang merupakan LKS yang mengadopsi strategi metakognisi untuk melihat
perkembangan metakognisi siswa yaitu yang mencakup metakognisi pengetahuan (deklaratif,
prosedural dan kondisional); dan kuisioner untuk mengetahui profil metakognisi kesadaran; dan
metakognisi kontrol (Chantharanuwong 2012).
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk
mengetahui profil metakognisi kesadaran dan kontrol siswa yang diperoleh melalui kuisioner
berbentuk angket dengan menggunakan skala Likert. Skor yang diberikan siswa, yaitu kisaran 1-3,
kemudian dijumlahkan dan dicari nilai rata-rata dan standar deviasinya dengan menggunakan
persamaan:
X
X (1)
n

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 46

( X i  X ) 2
SD  (2)
n 1
Jika jawaban siswa pada setiap pertanyaan memiliki rata-rata lebih dari 3 (untuk skala likert 1-5),
maka interpretasinya yaitu bahwa siswa-siswa tersebut sudah memiliki kemampuan metakognisi
yang cukup baik (Chantharanuwong 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD yang diterapkan
yaitu menggunakan JPS.

Perkembangan Metakognisi Pengetahuan

Adapun hasil dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data pengetahuan metakognisi siswa
pada setiap pertemuan pada materi Elastisitas yang ditunjukkan pada TABEL 1.

TABEL 1. Presentase jumlah siswa dari hasil jawaban JPS


Tahapan Penyelesaian Masalah
Pert- Materi Masalah
Individu Web Based Module Cooperative Learning
1 Sifat Memilih jenis- Membedakan jenis - Membedakan jenis - Mengetahui perbedaan jenis tali
tali
Elastisita untuk tali berdasarkan besar tali berdasarkan berdasarkan sifat elastisitas:
s climbing diameternya: hubungan diameter (15 siswa /48,39%)
(8 siswa / 25,81%) tali dengan tegangan: - Menghubungkan beban dengan
- Membedakan jenis (6 siswa / 19,35%) diameter tali menggunakan
tali berdasarkan - Mengetahui konsep tegangan:
hubungan diameter hubungan tegangan, (9 siswa / 29,03%)
dan berat tali : regangan dan - Jawaban tidak tepat dan tidak
(4 siswa / 12,90%) modulus elastisitas sesuai dengan konsep
- Jawaban tidak tepat pada tali: (7 siswa / 22,58%)
dan tidak sesuai (8 siswa / 25,81%)
dengan konsep: - Jawaban tidak tepat
(19 siswa / dan tidak sesuai
61,29%) dengan konsep:
(17 siswa /
54,84%)
2 Huku Membedakan - Membedakan - Menghubungkan - Membedakan jaringan yang
m karakteristik jaringan berdasarkan gaya dengan normal dan kanker berdasarkan
Hooke jaringan yang pergeseran yang pergeseran yang kekakuan/elastisitas jaringan
normal dan dialami jaringan: dialami jaringan : yang ditunjukkan dengan warna:
kanker pada (4 siswa / 12,90%) (11 siswa / (18 siswa / 58,06%)
elastography - Membedakan 35,48%) - Membedakan jaringan yang
berdasarkan jaringan berdasarkan - Menghubungkan normal dan kanker berdasarkan
konsep warna pada gambar: gaya dengan gaya terhadap pergeseran
Hukum (12 siswa / tegangan yang terjadi jaringan berdasarkan konsep
Hooke 38,71%) pada jaringan : Hukum Hooke yang
- Jawaban tidak tepat (9 siswa / 29,03%) dihubungkan dengan sifat
dan tidak sesuai - Jawaban tidak tepat elastisitas jaringan tersebut:
dengan konsep: dan tidak sesuai (8 siswa / 25,81%)
(15 siswa / dengan konsep: - Jawaban tidak tepat dan tidak
48,39%) (11 siswa / sesuai dengan konsep:
35,48%) (5 siswa / 16,13%)
3 Sistem Cara - Menjawab semakin - Menjelaskan - Menjelaskan pengaruh beban
pegas penggunaan berat beban maka hubungan antara pengguna terhadap jenis pegas
jenis pegas semakin besar beban dengan yang digunakan pada pogo
pada pogo konstanta pegas yang konstanta pegas: stick:
stick digunakan pada pegas (9 siswa / 29,03%) (6 siswa / 19,35%)

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 47

berdasarkan pogo stick : - Membedakan - Menentukan penggunaan jenis


beban (23 siswa / penggunaan pegas pegas (seri; paralel; campuran)
penggunanya 74,19%) secara seri dan pada pogo stick berdasarkan
- Jawaban tidak tepat paralel pada pogo beban penggunanya:
dan tidak sesuai stick : (19 siswa / 61,29%)
dengan konsep: (13 siswa / 41,94%) - Menjelaskan kenyamanan
(8 siswa / 25,81%) - Mengetahui penggunaan jenis pegas pada
hubungan konstanta pogo stick berdasarkan
pegas dengan gaya hubungan gaya pegas terhadap
pemulih pada pegas: pertambahan panjang pegas:
(2 siswa / 6,45%) (4 siswa / 12,90%)
- Jawaban tidak tepat - Jawaban tidak tepat dan tidak
dan tidak sesuai sesuai dengan konsep:
dengan konsep: (2 siswa / 6,45%)
(7 siswa / 22,58%)

Kecuali Pada TABEL 1 diatas dapat terlihat bahwa terjadi perkembangan pada setiap tahapan
penyelesaian masalah yang terlihat pada jawaban siswa yang pada awalnya hanya memperkirakan
dari masalah yang diberikan, setelah diterapkan web based module siswa mulai mengetahui konsep
dasar untuk menyelesaikan masalah tersebut dan setelah diterapkan cooperative learning siswa mulai
dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan konsep. Sehingga perkembangan metakognisi siswa
juga dapat dilihat dari penurunan jumlah siswa yang menjawab tidak tepat dan tidak sesuai konsep
pada setiap tahapannya, begitupun pada setiap pertemuannya yang ditunjukkan pada GAMBAR 1
berikut.
Individu Web based module Cooperativ e Learning
19
20 17
15
jumlah siswa

15 11
10 7 8 7
5
5 2
0
Pert-1 Pert-2 Pert-3

GAMBAR 1. Penurunan jumlah siswa dengan jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep pada setiap tahap dan
pertemuan.

Diagram tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah siswa yang memberikan jawaban
tidak tepat dan tidak sesuai konsep pada setiap tahapannya, dan perubahan yang paling signifikan
yaitu konsisten pada penerapan cooperative learning. Selain itu perubahan paling signifikan juga
terjadi pada pertemuan ketiga, hal tersebut dikarenakan siswa telah terbiasa dengan diterapkannya
strategi metakognisi pada cooperative learning ini karena siswa sudah terlatih untuk menyelesaikan
masalah dengan diterapkannya strategi metakognisi cooperative learning ini. Terjadinya penurunan
jumlah siswa dengan jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep ini menunjukkan
perkembangan metakognisi siswa sebab hal tersebut menunjukkan bahwa metakognisi siswa dilatih
untuk terus mengawasi proses berfikirnya sendiri dengan memikirkan kembali jawaban yang telah
diberikannya sehingga pada akhirnya siswa memberikan jawaban yang tepat dan sesuai dengan
konsep dalam menyelesaikan masalah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi
perkembangan metakognisi siswa dengan diterapkannya strategi metakognisi pada cooperative
learning tipe STAD ini.

Profil Metakognisi Siswa

Untuk mengetahui profil metakognisi siswa ini digunakan kuisioner berupa angket yang terdiri
dari tiga jenis, yaitu untuk metakognisi pengetahuan, metakognisi kontrol dan metakognisi
kesadaran.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 48

Metakognisi Pengetahuan

TABEL 2 dibawah menunjukkan presentase jumlah siswa dengan metakognisi pengetahuannya


yang terdiri dari pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural dan pengetahuan kondisional dalam
materi Elastisitas.

TABEL 2. Presentase Jumlah Siswa dengan Metakognisi Pengetahuan


No. Mater Pengetahuan Deklaratif Pengetahuan Pegetahuan Kondisional
i Prosedural
1 Sifat - Mengetahui besaran-besaran pada konsep - Menyadari kapan, - Memahami kemampuan dalam
Elastisita Sifat Elastisitas mengapa dan menjawab pertanyaan
s Bahan (13siswa/41,94%) bagaimana suatu (20siswa/64,52%)
- Mengetahui hubungan antar besaran- konsep digunakan - Tidak ada penjelasan/lainnya
besarannya (25siswa/80,64%) (11siswa/35,48%)
(16siswa/51,61%) - Tidak mampu
- Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai menggunakan
dengan konsep konsep dengan
(2siswa/6,45%) benar
- Memiliki tujuan untuk mempelajari atau (6siswa/19,35%) - Menyadari kekurangan dari
memahami konsep sifat elastisitas jawaban yang diberikan
(25siswa/80,64%) (18siswa/58,06%)
- Lainnya atau kosong - Tidak ada penjelasan/lainnya
(5siswa/16,13%) (23siswa/74,19%)
2 Huku - Mengetahui besaran-besaran pada konsep - Menyadari kapan, - Memahami kemampuan dalam
m Hukum Hooke mengapa dan menjawab pertanyaan
Hooke (8siswa/25,81%) bagaimana suatu (23siswa/74,19%)
- Mengetahui hubungan antar besaran- konsep digunakan - Tidak ada penjelasan/lainnya
besarannya (27siswa/87,09%) (8siswa/25,81%)
(21siswa/67,74%) - Tidak mampu
- Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai menggunakan
dengan konsep : (2 siswa/6,45%) konsep dengan
- Memahami tujuan untuk mempelajari atau benar - Menyadari kekurangan dari
memahami konsep Hukum Hooke (4siswa/12,90%) jawaban yang diberikan
(27siswa/87,09%) (21siswa/67,74%)
- Lainnya atau kosong - Tidak ada penjelasan/lainnya
(4siswa/12,90%) (10siswa/32,26%)
3 Sistem - Mengetahui besaran-besaran pada konsep - Menyadari kapan, - Memahami kemampuan dalam
Pegas sistem pegas mengapa dan menjawab pertanyaan
(11siswa/35,48%) bagaimana suatu (26siswa/83,87%)
- Mengatahui hubungan antar besaran- konsep digunakan - Tidak ada penjelasan/lainnya
besarannya (29siswa/93,55%) (5siswa/16,13%)
(20siswa/64,52%) - Tidak mampu
- Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai menggunakan
dengan konsep : - konsep dengan
- Memahami tujuan untuk mempelajari atau benar - Menyadari kekurangan dari
memahami konsep sistem pegas (2siswa/6,45%) jawaban yang diberikan
(29siswa/93,55%) (25siswa/80,64%)
- Lainnya atau kosong - Tidak ada penjelasan/lainnya
(2siswa/6,45%) (6siswa/19,35%)

Metakognisi Kontrol

Komponen dalam metakognisi kontrol yaitu merencanakan, memantau dan mengevaluai yang
telah tercakup dalam pernyataan pada kuisioner metakognisi kontrol yang ditunjukkan pada tabel 3.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa rentang rata-rata dari metakognisi kontrol siswa yaitu dari 2,194
hingga 2,516. Secara keseluruhan metakognisi kontrol siswa memiliki rata-rata 2,342 dan standar
deviasi 0,6652.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 49

TABEL 3. Hasil Metakognisi Kontrol Siswa


No. Pernyataan Rerata SD
1 Saya dapat memprediksi kesulitan belajar yang akan saya hadapi 2,322 0,702
2 Saya dapat menilai sendiri cara belajar seperti yang saya lakukan 2,516 0,626
3 Saya mengevaluasi cara belajar saya agar dapat lebih ditingkatkan 2,194 0,792
4 Saya mencoba memperbaiki cara belajar ketika menghadapi kesulitan saat 2,290 0,588
belajar
5 Saya mengerti tujuan dari tugas yang akan saya kerjakan 2,226 0,762
6 Saya selalu memeriksa hasil belajar saya secara bertahap 2,387 0,667
7 Saya selalu berencana untuk memeriksa hasil belajar yang telah saya 2,258 0,729
kerjakan
8 Saya selalu mempertimbangkan cara berpikir yang terbaik sebelum 2,452 0,505
mengerjakan suatu tugas
9 Saya selalu mempertimbangkan rencana yang akan saya lakukan sebelum 2,355 0,661
mengerjakan tugas
10 Saya selalu mempertimbangkan solusi terbaik ketika sedang menyelesaikan 2,419 0,620
tugas
Total 2,342 0,665

Metakognisi Kesadaran

Tabel 4 menunjukkan bahwa rentang metakognisi kesadaran siswa yaitu pada 2,258 hingga 2,516.
Secara keseluruhan metakognisi kesadaran siswa memiliki rata-rata yaitu 2,368 dan standar deviasi
0,664.
TABEL 4. Hasil Metakognisi Kesadaran Siswa
No. Pernyataan Rerata SD
1 Saya menyadari ketika saya menghadapi tantangan saat 2,516 0,625
belajar
2 Saya menyadari ketika saya tidak konsentrasi saat belajar 2,290 0,642
3 Saya menyadari ketika saya menemukan kesulitan saat 2,355 0,608
belajar
4 Saya menyadari ketika saya tidak mengerti saat belajar 2,419 0,672
5 Saya menyadari ketika saya tertinggal saat belajar 2,258 0,773
Total 2,368 0,664

Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan metakognisi kontrol dan metakognisi kesadaran
siswa berada pada kategori cukup. Artinya siswa dapat mengendalikan cara belajar mereka dengan
cukup baik. Selain itu juga siswa dapat memantau dan menjaga sikap serta pikirannya ketika sedang
belajar.

SIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan paling signifikan konsisten terjadi ketika penerapan
cooperative learning dan juga pada pertemuan terakhir. Selain itu dalam penelitian ini juga diperoleh
bahwa metakognisi siswa sudah cukup baik untuk kemampuan metakognisi pengetahuan yaitu untuk
pengetahuan deklaratif, prosedural maupun kondisional, serta untuk metakognisi kontrol dan
metakognisi kesadaran siswa. Pada dasarnya siswa telah memiliki kemampuan metakognisinya
masing-masing hanya perlu cara yang tepat untuk lebih mengembangkan kemampuan metakognisi
siswa tersebut, salah satunya dengan menerapkan strategi metakognisi cooperative learning tipe
STAD ini dapat meningkatkan kemampuan metakognisi siswa yang ditunjukkan dengan
perkembangan metakognisi yang terjadi terlihat dari penurunan jumlah siswa yang memberi jawaban
tidak tepat dan tidak sesuai konsep.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 50

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis sangat berterima kasih kepada pembimbing yang telah banyak membantu dalam
penyusunan penelitian ini dan kepada rekan peneliti lain yang berada pada satu bidang penelitian
yang sama atas diskusi dan kerjasamanya untuk mengembangkan penelitian ini.

REFERENSI

Chantharanuwong, W, Thathong, K, & Yuenyong, C 2012, ‘Exploring student metacognition on


nuclear energy in secondary school’, Procedia Social and Behavioral Sciences, vol. 46, no.1, pp.
5098-5115.
Flavell, John H 1979, ‘Metacognition and Cognitive Monitoring’, American Psychological
Association, vol. 34, no. 10, pp. 906-911.
Jayapraba, G, & Kanmani, M 2013, ‘Metacognitive Awareness in science classroom of higher
secondary students’, International Journal on New Trends in Education and their Implications,
vol. 4, no.3, pp. 49-56.
Livingston, J. A 2003, ‘Metacognition : An Overview’, Educational Resources Information Center,
pp. 1-7.
Papaleontiou, E & Louca 2003, ‘The Concept and Instruction of Metacognition’, Teacher
Development, vol. 7, no.1, pp. 9-30.
Thomas, G, P & McRobbie, C, J 2001. ‘Using a Metaphor for Learning to Improve Students’
Metacognition in The Chemistry Classroom’, Journal of research in Science Teaching, vol. 38,
no.2, pp. 222-259.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 51

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02108

Penerapan Scientific Approach untuk Meningkatkan


Literasi Saintifik dalam Domain Kompetensi Siswa SMP
pada Topik Kalor
Widi Ilhami Novili1,a), Setiya Utari2,b), Duden Saepuzaman3,c)
Prodi Pendidikan Fisika FPMIPA UPI, Jl. Dr Setiabudhi No.229, Bandung 40154

Email: a)widiilhaminovili@gmail.com, b)setiyautari@yahoo.co.id, c)dsaepuzaman@upi.edu

Abstract
Scientific Literacy (SL) is a person's ability to use knowledge and scientific process to
understand scientific phenomena in solving a problem or making a decision. However it is
known that the SL of Indonesian students are in low grade. There is an indication that the SL is
less facilitated in science learning. Capabilities that it is seen difficult associated with
evaluating and designing scientific investigations, as well as making the questions for
investigation. Quasy-experimental research with one group pretest and posttest design applied
in one of the schools in Bandung city through purposive sampling, which consist of 32
students which aim to get the result of the SL after being applied scientific approach to the
topic of heat. The instrument uses 20 essays with a reliability of 0.83. N-gain analysis showed
an increase in the domain of competence, that is a competence in explaining scientific
phenomena, competence in evaluating and designing of scientific research, as well as the
competence to interpret the data and scientific evidence.. Learning with applying scientific
approach has been able to increase the competency in the medium category.
Keywords: scientific approach, scientific literacy, heat

Abstrak
Literasi Saintifik (LS) merupakan suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan
pengetahuan dan proses sains untuk memahami fenomena ilmiah dalam memecahkan suatu
masalah atau mengambil keputusan. Namun diketahui bahwa LS siswa Indonesia masih
rendah. Terdapat indikasi bahwa LS ini kurang terfasilitasi di dalam pembelajaran sains.
Kemampuan yang dipandang sulit terkait dengan mengevaluasi dan merancang penyelidikan
ilmiah, serta membuat pertanyaan penyelidikan. Penelitian quasy-eksperimen dengan desain
one group pretest and posttest diterapkan di salah satu sekolah di kota Bandung melalui
purposive sampling dengan jumlah sampel 32 siswa yang bertujuan untuk mendapatkan hasil
LS setelah diterapkan scientific approach pada topik kalor. Instrumen menggunakan 20 soal
essay dengan reliabilitas 0,83. Analisis N-gain menunjukkan peningkatan pada domain
kompetensi yaitu kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah, kompetensi mengevaluasi dan
merancang penelitian ilmiah, serta kompetensi menginterpretasikan data dan bukti ilmiah.
Pembelajaran dengan scientific approach telah dapat meningkatkan domain kompetensi dalam
kategori sedang.
Kata-kata kunci: scientific approach, literasi saintifik, kalor

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 52

PENDAHULUAN

Literasi saintifik dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan
pengetahuan dan proses sains untuk memahami fenomena ilmiah dalam memecahkan suatu masalah
atau mengambil keputusan. Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh The Organization for
Economic Comperation and Development (OECD) mengenai definisi literasi saintifik. Disisi lain,
Miller (dalam Hobson 2008) mendefinisikan literasi saintifik sebagai level pemahaman sains dan
teknologi yang diperlukan untuk dimanfaatkan pada zaman modern sekarang ini. Dari pendapat
tersebut dapat kita ketahui bahwa literasi saintifik memang diharapkan dapat dimiliki siswa di zaman
modern ini.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengikuti PISA. Hasil survei literasi saintifik
TIMSS (2000-2012) menyatakan bahwa siswa Indonesia pada setiap periode selalu mendapatkan
peringkat bawah. Senada dengan hal tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sampel
sebanyak 628 siswa di lima sekolah yang berbeda di Kota Bandung, literasi saintifik siswa pada
domain kompetensi masih rendah (Utari 2015).
Isu yang sama ditemukan dari hasil observasi dan wawancara dengan tiga orang guru di salah satu
SMP Negeri di Kota Bandung bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas belum memfasilitasi
siswa untuk mengembangkan literasi saintifik secara optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas tidak berangkat dari fenomena-fenomena ilmiah,
meskipun sebenarnya pada pembelajaran tersebut terdapat contoh fenomena ilmiahnya, sehingga
tidak ada kesempatan siswa untuk menghasilkan pertanyaan penyelidikan. Kedua, guru kurang
membelajarkan kegiatan eksperimen. Siswa sangat jarang diberikan kegiatan eksperimen, meskipun
kegiatan tersebut dapat melatihkan siswa dalam mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah. Hal
ini didukung oleh pendapat salah satu guru IPA di sekolah tersebut yang menyatakan bahwa ketika
diadakan kegiatan eksperimen, kegiatan tersebut lebih bersifat cookbook dan tidak dilatihkan
mengidentifikasi variabel-variabel eksperimen. Ketiga, siswa kurang dilatihkan mengerjakan soal
yang mengedepankan literasi saintifik yang terdapat kaitannya dengan kehidupan nyata, sehingga
kurang melatihkan penggunaan pengetahuan dan kemampuan menerapkan konsep yang telah siswa
pelajari.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk memperbaiki proses
pembelajaran di sekolah. Salah satu alternatif solusinya adalah dengan menerapkan scientific
approach dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan scientific approach ini dipilih karena dalam
proses pembelajarannya melibatkan kemampuan siswa secara maksimal dalam membangun konsep,
hukum atau prinsip melalui tahap mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai
teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip
yang ditemukan (Kemendikbud 2013). Hal ini sejalan dengan apa yang dituntut dalam literasi
saintifik.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan menerapkan
scientific approach pada pembelajaran IPA (fisika) untuk meningkatkan literasi saintifik siswa SMP
dalam domain kompetensi pada topik kalor.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah quasy-experimental dengan desain one group pretest
and posttest. Pada penelitian ini, tahap awalnya siswa diberikan pretest untuk mengukur literasi
saintifik awal siswa. Setelah itu, siswa diberikan penerapan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dengan menggunakan scientific approach. Kemudian pada tahap akhir, siswa diberikan
posttest untuk mengukur literasi saintifik siswa setelah dilakukan pembelajaran.
Instrumen penelitian berupa instrumen tes literasi saintifik dan lembar observasi keterlaksanaan
scientific approach. Instrumen tes literasi saintifik yang diberikan berupa soal esay berjumlah 20 soal
mencakup domain kompetensi menurut PISA 2015.
Teknik pengolahan data literasi saintifik dilakukan dengan analisis N-gain untuk mengetahui
peningkatan literasi saintifik siswa setelah pembelajaran dilakukan, uji post hoc BNt atau LSD untuk

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 53

mengetahui apakah rata-rata dua perlakuan berbeda secara statistik atau tidak, dan effect size untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh scientific approach dalam melatihkan literasi saintifik siswa.
Sedangkan untuk menilai keterlaksanaan scientific approach digunakan rumus sebagai berikut :

P(%) 
 Skorhasilobservasi x100% (1)
 skortotal
TABEL 1. Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran

KM (%) Kriteria
0 – 20 Sangat tidak terlaksana
21 – 40 Tidak terlaksana
41 – 60 Kurang terlaksana
61 – 80 Terlaksana
81 –100 Sangat terlaksana
(Riduwan 2010)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Literasi Saintifik Siswa pada Domain Kompetensi

Domain kompetensi terbagi menjadi tiga sub domain, yaitu menjelaskan fenomena ilmiah,
mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah, serta menginterpretasikan data dan bukti ilmiah.
Untuk menganalisis peningkatan yang terjadi pada literasi saintifik siswa setelah diterapkan scientific
approach, maka dilakukan analisis dengan N-Gain. Berikut ini hasil yang didapat pada domain
kompetensi.

TABEL 2. Literasi Saintifik pada Domain Kompetensi

Persentase (%)
No. Sub Domain Kompetensi <g> <g> (%) Kategori
Pretest Postest

Menjelaskan fenomena
1. 26,67 69,50 0,58 58 Sedang
ilmiah

Mengevaluasi dan
2. merancang penelitian 26,89 55,33 0,39 39 Sedang
ilmiah
Menginterpretasikan data
3. 28,44 66,00 0,52 52 Sedang
dan bukti ilmiah

Apabila dari tabel 2 diinterpretasikan dalam diagram batang, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 54

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa domain kompetensi literasi saintifik siswa mengalami
peningkatan setelah dilakukan pembelajaran dengan scientific approach dan secara keseluruhan
mengalami peningkatan dalam kategori sedang. Maka dari itu, untuk mengetahui peningkatan N-
Gain manakah yang memiliki perbedaan signifikan dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
scientific approach dalam melatihkan literasi saintifik pada domain kompetensi, maka digunakan
pengolahan dengan post hoc dan effect size yang hasilnya dapat dilihat pada tabel di berikut:
TABEL 3. Scientific approach dalam Melatihkan Domain Kompetensi

Notasi Effect Size


Sub Domain Post Hoc
No.
Kompetensi d Kategori

Menjelaskan fenomena
1. 0,58a 2,10 Large effect
ilmiah

Mengevaluasi dan
2. merancang penelitian 0,39a 1,36 Large effect
ilmiah
Menginterpretasikan data
3. 0,52a 1,75 Large effect
dan bukti ilmiah

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa dari ketiga sub domain kompetensi tidak ada yang
memiliki perbedaan signifikan. Hal ini dapat dilihat dari notasi post hoc yang menunjukkan bahwa
ketiga sub domain tersebut memiliki notasi yang sama. Selain itu, hasil effect size pun menunjukkan
bahwa scintific approach memiliki pengaruh yang besar dalam melatihkan ketiga sub domain
kompetensi literasi saintifik tersebut.
Dalam penelitian ini, fenomena-fenomena ilmiah yang diberikan adalah fenomena yang sering
dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Apabila dilihat dari nilai N-Gain yang diperoleh,
kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah memperoleh nilai peningkatan sebesar 0,58. Hal ini dapat
terjadi karena kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah selalu dilatihkan pada setiap tahapan
pembelajaran scientific approach. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara siswa yang
menyebutkan bahwa fenomena-fenomena ilmiah yang diberikan sudah tidak asing dan pernah siswa
lihat, sehingga siswa dapat mengingat dan menerapkan konsep dasar pada fenomena ilmiah yang
diberikan. Selain itu, dukungan lainnya diperoleh dari hasil penelitian PISA (2012) yang
menyebutkan bahwa sekitar 23,3% siswa Indonesia telah mempunyai kompetensi untuk menjelaskan
fennomena ilmiah.
Kompetensi selanjutnya adalah mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah. Pada kompetensi
ini, siswa dituntut untuk mampu merancang prosedur eksperimen sesuai dengan kasus yang diberikan
mengenai pengaruh kalor terhadap perubahan suhu, pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat,
dan perpindahan kalor. Apabila dilihat dari perolehan nilai N-Gain yang didapat, peningkatan pada

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 55

kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah ini memperoleh nilai sebesar 0,39. Hal ini
dapat terjadi karena ketika dilihat dari tahapan pembelajaran scientific approach, kompetensi
mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah hanya dilatihkan dalam tiga tahapan pembelajaran.
Faktor lain yang menyebabkan peningkatan ini rendah karena sebelumnya siswa tidak pernah diminta
untuk membuat rancangan prosedur eksperimen, sehingga ketika pretest siswa belum mengetahui
bagaimana seharusnya merancang prosedur eksperimen. Dukungan lain diperoleh dari hasil
peneliitian PISA (2012) yang menunjukkan bahwa siswa Indonesia belum dapat mencapai
kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah. Hal tersebut dikuatkan oleh NCES
(2012) yang membagi level pencapaian literasi saintifik ke dalam enam level. Menurut NCES (2012),
kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah ini berada pada level 6, yaitu siswa
dituntut untuk mampu mengidentifikasi, menjelaskan, mengevaluasi, dan menerapkan pengetahuan
ilmiah dan pengetahuan lainnya tentang kehidupan sehari-hari yang kompleks. Hal ini menunjukkan
bahwa memang kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah dangat sulit. Maka dari
itu, untuk mengatasi hal ini guru harus melatihkan cara-cara mengevaluasi hasil eksperimen misalnya
dengan melakukan modeling seperti yang diungkapkan Heller (1999) yang menyatakan bahwa
modeling adalah suatu cara untuk melatihkan siswa belajar berdasarkan bimbingan dari guru. Dari
pernyataan Heller ini, dapat diambil kesimpulan bahwa guru harus memberikan contoh terlebih
dahulu pada siswa agar siswa dapat belajar dari hasil bimbingan guru tersebut.
Kompetensi ketiga adalah menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Kompetensi ini menuntut
siswa untuk dapat mengubah satu bentuk representasi ke dalam bentuk yang lain. Berdasarkan hasil
wawancara didapatkan bahwa untuk mengubah data dari bentuk tabel ke bentuk grafik tidak terlalu
sulit, karena jika memahami tabel data tersebut, maka untuk mengubahnya ke bentuk grafik pun lebih
mudah. Hal ini pun didukung oleh PISA (2012) yang menunjukkan bahwa 6,5% sudah dapat
menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Hal ini juga dikuatkan dengan level dalam NCES (2012)
yang menunjukkan bahwa kompetensi menginterpretasikan data dan bukti ilmiah ini berada pada
level 3, yaitu siswa dituntut untuk mampu mengidentifikasi dan memahami masalah ilmiah dalam
berbagai konteks.
Secara keseluruhan, penerapan scientific approach dalam melatihkan literasi saintifik pada
domainn kompetensi. Hal ini didukung dengan perolehan data yang menunjukkan peningkatan
literasi saintifik pada setiap sub domain kompetensi.

Keterlaksanaan Scientific approach

Untuk menilai keterlaksanaan scientific approach pada pembelajaran, maka dilakukan observasi
keterlaksanaan pembelajaran scientific approach yang dilakukan oleh dua orang observer. Penilaian
yang dilakukan dimulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Penilaian ini
berlangsung selama tiga pertemuan. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh dua orang observer,
diperoleh rerata keterlaksanaan aktivitas guru sebesar 96,43%, sedangkan rata-rata keterlaksanaan
aktivitas siswa sebesar 84,84%. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum proses pembelajaran
dalam scientific approach terlaksana. Hasil observasi menunjukkan bahwa baik keterlaksanaan
aktivitas guru maupun siswa mengalami fluktuasi dari pertemuan 1 sampai pertemuan 3.
Secara keseluruhan, penerapan scientific approach dapat melatihkan literasi saintifik siswa pada
domain kompetensi dan domain pengetahuan pada topik kalor. Pertama, tahap mengamati yaitu siswa
diberikan fenomena ilmiah tentang pengaruh kalor terhadap perubahan suhu, pengaruh kalor terhadap
perubahan wujud, dan perpindahan kalor. Hal ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk
memahami konsep pada setiap pembahasan tersebut dengan lebih mudah, sehingga siswa mampu
menjelaskan fenomena ilmiah yang teramati. Kedua, tahap menanya yaitu memberikan kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi masalah pada fenomena ilmiah yang telah diamati dan menuangkan
hasil identifikasi tersebut dalam bentuk pertanyaan penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa tahap
mengamati dan menanya dapat melatihkan kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah. Ketiga, tahap
mengumpulkan informasi yaitu melatihkan siswa untuk mengidentifikasi variabel-variabel
eksperimen serta merancang prosedur eksperimen untuk mendapatkan data. Tidak hanya itu, pada
tahap ini pun siswa diberikan kesempatan untuk mencari dari sumber/referensi lain, sehingga
melatihkan kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah dan menginterpretasikan data dan bukti ilmiah.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 56

Keempat, tahap mengasosiasi yaitu melatihkan siswa untuk menganalisis data yang telah
diperolehnya. Pada tahap ini pun siswa dilatihkan untuk menganalisis hubungan antar variabel dan
mengubah satu bentuk representasi ke bentuk representasi lain. Hal ini menunjukkan bahwa tahap
mengumpulkan informasi dan mengasosiasi dapat melatihkan kompetensi menjelaskan fenomena
ilmiah, mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah, serta kompetensi menginterpretasikan data
dan bukti ilmiah. Kelima, tahap mengomunikasikan yaitu melatihkan siswa dalam memberikan
pendapat dan pertimbngannya.
Tahap pembelajaran dalam scientific approach ini sangat banyak melibatkan siswa dimulai dari
tahap mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, serta mengomunikasikan. Hal
ini dapat membantu siswa membangun konsepsi pengetahuannya, sehingga siswa dapat
menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hal tersebut
senada dengan pendapat Piaget yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil berpikir
manusia (organizing and adapting) yang direkonstruksi dari proses pengalamannya secara terus
menerus dan setiap kali dapat terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman baru yang diperoleh
melalui proses adaptasi belajar (Haristy 2012).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian terkait penerapan scientific approach dalam upaya
melatihkan literasi saintifik, didapatkan kesimpulan yaitu secara keseluruhan domain kompetensi
mengalami peningkatan dalam kategori sedang. Selain itu, dilihat dari keterlaksanaan scientific
approach dalam pembelajaran IPA pada topik kalor, secara umum termasuk dalam kategori sangat
terlaksana.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
penulisan penelitian ini.

REFERENSI

Haristy, D.R. (2012) Pembelajaran Berbasis Literasi saintifik pada Materi Larutan Elektrolit dan
Non Elektrolit di SMA Negeri 1 Pontianak. Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia FKIP
Untan: Tidak Diterbitkan.
Heller, P & K. Heller. 1999. Problem-Solving Labs, in Cooperetive Group Problem Solving in
Physics, Research Report. University of Minnesota.
Hobson. (2008). The Surprising Effectiveness of College Scientific Literacy Course. [Online].
Tersedia http://ace.unl.edu/archive/ScientificLiteracy_Hobson,A.pdf
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2013). Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum
Pedoman Umum Pembelajaran. Jakarta: Kemendikbud.
NCES. (2012). The Conditional of Education 2012. [Online]. Tersedia :
http://nces.ed.gov/pubsearch/pubsinfo.asp?pubid=2012045s
Utari, Setiya. dkk. (2015). Designing Science Learning for Training Students’ Science Literacies at
Junior High School Level. [Online]. Tersedia:
https://www.researchgate.net/publication/281610756
OECD. (2003). Literacy Skills for the World of Tomorrow: Further Result from PISA 2000.
[Online]. Tersedia: http://www.pisa.oecd.org/Docs/Download/PISAplus_eng01.pdf
Riduwan, (2010). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 57

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02109

Implementasi Pembelajaran Fisika Berbantuan Media


Simulasi PhET untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Pada Materi Listrik Dinamis
Pendi Sinulingga1,a), Theo Jhoni Hartanto1,b), Budi Santoso2,c)
1
Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Palangka Raya, Jl. H. Timang, Kota Palangka Raya 73112.
2
SMA Negeri 1 Palangka Raya, Jl. AIS Nasution, Kota Palangka Raya 73112.
Email: a)pendi.sinulingga@gmail.com, b)sisohartanto@gmail.com, c)budi_sma1paray2010@yahoo.co.id

Abstract
This research was classroom action research that intended to improve student learning
outcomes in Class X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya in Academic Year 2015-2016 on the
dynamic electrical material. Dynamic electrical material in these research related to Ohm's
Law and Electric Circuits Direct Current. The study consisted of two cycles, each cycle
consisting of one meeting. Preliminary identification carried with the initial tests indicate that
there are still many potential incorrect understanding of the concepts of voltage, electric
current, and the concept of direct current electrical circuits.In the first cycle, learning
outcomes showed that the average value was 72.35 and 85.29% of students reached the KKM.
In these cycle still found students' understanding was wrong. In the second cycle, learning
outcomes showed that the average value was 76.97 and 89.47% of students reached the KKM.
In this cycle many students who has an understanding that got it right. It can be concluded that
learning activities with the assistance of simultation PhET be able to improve student
learning outcomes in Class X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya.
Keywords: simulation media PhET, physical learning,dynamics electricity.

Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan untuk meningkatkan
hasil belajar siswa di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya Semester Genap Tahun Ajaran
2015-2016 pada materi listrik dinamis. Materi listrik dinamis dalam PTK ini berkaitan dengan
Hukum Ohm dan Rangkaian Listrik Arus Searah. Penelitian terdiri dari dua siklus yang
masing-masing siklus terdiri dari satu kali pertemuan. Identifikasi awal dilakukan dengan tes
awal menunjukkan bahwa masih banyak terdapat potensi pemahaman yang salah terhadap
konsep-konsep tegangan, arus listrik, dan konsep rangkaian listrik arus searah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada siklus I sebesar 85,29% siswa mencapai KKM, yaitu dengan rincian
29 siswa mencapai ketuntasan dan 5 siswa tidak tuntas. Nilai rata-rata pada siklus I sebesar
72,35. Namun demikian, pada pembelajaran siklus I, masih banyak siswa yang bertahan
dengan pemahaman yang salah berkaitan dengan konsep tegangan listrik. Pada siklus II
menunjukkan bahwa sebesar 89,47% siswa yang mencapai KKM dengan rincian sebanyak 34
siswa tuntas dan 4 siswa tidak tuntas dengan nilai rata-rata 76,97. Pada pembelajaran siklus II,
banyak siswa yang sudah memiliki pemahaman konsep yang benar. Artinya, kegiatan
pembelajaran dengan dibantu media PhET dapat meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas X-
1 SMA Negeri 1 Palangka Raya.
Kata-kata kunci: media simulasi PhET, pembelajaran fisika, listrik dinamis.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 58

PENDAHULUAN

Ada dua hal yang diperoleh peneliti ketika mengamati pembelajaran IPA fisika di SMA Negeri 1
Palangka Raya, khususnya pembelajaran di kelas X-1. Pertama, pembelajaran IPA fisika melalui
penerapan pembelajaran aktif lebih banyak dihindari oleh guru. Kedua, kegiatan pembelajaran lebih
berpusat pada guru dimana berusaha menjelaskan materi sedangkan aktivitas siswa hanya mencatat.
Kegiatan pembelajaran didominasi dengan menjelaskan, latihan menjawab soal, dan
menyelesaikan tugas. Pembelajaran seperti inilah yang membawa dampak pada hasil belajar siswa di
kelas X-1 SMAN 1 Palangka Raya, dimana untuk mata pelajaran IPA Fisika masih banyak siswa
yang di bawah KKM.
Selain dua hal tersebut, berdasarkan hasil analisis tes awal yang diberikan oleh tim peneliti kepada
siswa di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya ditemukan banyak potensi miskonsepsi pada
siswa. Masih banyak terdapat potensi miskonsepsi terhadap konsep-konsep tegangan listrik, arus
listrik, dan konsep rangkaian listrik arus searah. Misalnya miskonsepsi model konsumsi arus,
pemahaman tentang arus sebagai penyebab tegangan, dan miskonspesi tentang karakteristik
rangkaian listrik arus searah. Miskonsepsi seperti ini juga pernah ditemukan di beberapa negara ,
diantaranya ditemukan oleh Allen (2010), Shipstone (1984), dan Engelhardt dan Beichner (2004).
Berdasarkan hasil observasi dan temuan-temuan tersebut, tim peneliti berupaya menemukan cara
agar hasil belajar dan penguasaan konsep siswa di kelas X-1 SMA Negeri 1 sesuai dengan apa yang
diharapkan. Salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan memberikan
kesempatan siswa untuk berinteraksi secara langsung melalui bantuan media dalam rangka
menemukan konsep IPA Fisika. Inovasi yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi
permasalahan pembelajaran tersebut adalah dengan menggunakan media pembelajaran (Sanjaya
2012; dan Asyhar 2012).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi dan informasi sangat membantu dalam
menghasilkan media pembelajaran. Berbagai media interaktif telah diproduksi dan diaplikasikan oleh
banyak sekolah dan lembaga pendidikan. Begitu pula halnya kegiatan percobaan sudah dapat
digantikan melalui media simulasi interaktif. Melalui media simulasi interaktif ini, kegiatan
percobaan dapat dikerjakan oleh siswa. Media seperti ini lebih praktis, efisien, dan relatif tidak
berbahaya dibandingkan dengan laboratorium nyata (Asyhar 2012).
Dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru pastinya akan lebih terbantu dengan
menggunakan media simulasi. Khusus untuk mata pelajaran Fisika, guru sudah terbantu dengan
adanya media pembelajaran berupa simulasi yang telah disediakan oleh web site khusus yaitu
situs Physics Education Technology (PhET).
PhET merupakan simulasi interaktif fenomena-fenomena fisis, berbasis riset yang diberikan
secara gratis. Dengan pendekatan berbasis-riset yang menggabungkan hasil penelitian sebelumnya
memungkinkan para siswa untuk menghubungkan fenomena kehidupan nyata dan ilmu yang
mendasarinya, pada akhirnya memperdalam pemahaman dan meningkatkan minat mereka terhadap
ilmu fisika.
Proyek PhET di Universitas Colorado telah mengembangkan serangkaian simulasi yang sangat
menguntungkan dalam pengintegrasian teknologi komputer ke dalam pembelejaran. Terdapat lebih
dari 50 simulasi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Simulasi tersebut terdiri
dari beberapa topik fisika, kimia, bahkan matematika. Simulasi-simulasi ini mudah didapatkan, dapat
dijalankan secara online dengan bantuan koneksi internet maupun dengan cara di download sehingga
dapat dijalankan secara offline. Simulasi dirancang secara interaktif sehingga penggunanya dapat
melakukan pembelajaran secara langsung.
PhET digunakan untuk membantu siswa memahami konsep visual, simulasi PhET
menganimasikan besaran-besaran dengan menggunakan grafis dan kontrol intuitif seperti klik-dan-
tarik, penggaris dan tombol. Dan untuk lebih mendorong eksplorasi kuantitatif, simulasi juga
menyediakan instrumen pengukuran seperti penggaris, stopwatch, voltmeter dan termometer. Pada
saat alat-alat ukur digunakan secara interaktif, hasil pengukuran akan langsung ditampilkan atau
dianimasikan, sehingga secara efektif akan menggambarkan hubungan sebab-akibat dan representasi
terkait dari sejumlah parameter percobaan (seperti misalnya gerak benda, grafik, tampilan angka dan
sebagainya).

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 59

Wieman et al (2008) menyatakan bahwa banyak dampak positif dari simulasi PhET dalam
pembelajaran fisika. Beberapa dampak tersebut diantaranya: (1) simulasi PhET membuat siswa
memiliki pemahaman konsep dasar IPA yang baik; (2) siswa merasa seperti seorang ilmuwan dalam
belajar; (3) membuat pembelajaran lebih menarik karena sisa dapat belajar sekaligus bermain pada
simulasi tersebut; dan (4) Dapat dijadikan suatu pendekatan pembelajaran yang membutuhkan
keterlibatan dan interaksi dengan siswa. Baser dan Durmus (2010) menemukan bahwa penggunaan
media PhET sangat efektif untuk menanamkan pemahaman konsep pada siswa pada materi listrik
dinamis; menemukan bahwa peningkatan hasil belajar pada materi listrik dinamis dapat diperoleh
melalui simulasi komputer melalui media PhET.
Berdasarkan uraian di atas, tim peneliti menganggap bahwa media simulasi PhET merupakan
media yang baik dan tepat untuk menjadi solusi pada penelitian ini karena relevan dengan
permasalahan yang ditemui. Selain itu, anggapan itu berdasarkan pertimbangan bahwa media PhET
memiliki kelayakan praktis, kelayakan teknis, kelayakan biaya (Sanjaya 2012). Kelayakan praktis
meliputi dapat diperoleh dengan mudah, ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung dan keluwesan,
artinya mudah dibawa kemana-mana, digunakan kapan saja dan oleh siapa saja. Kelayakan teknis
berkaitan media PhET sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan dapat merangsang
terjadinya proses belajar. Selain itu, media PhET bisa di download secara gratis (kelayakan biaya).
Berdasarkan latar belakang, maka dapat tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil
belajar siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya setelah pembelajaran IPA Fisika dengan
berbantuan media PhET.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). PTK ini
merupakan proses siklus mulai tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, dan refleksi yang mungkin
diikuti dengan perencanaan ulang (Kunandar 2013). Subjek yang digunakan dalam penelitian adalah
siswa Kelas X-1 SMA Negeri I Palangka Raya yang berjumlah 38 siswa.
Agar penelitian ini dapat berjalan dengan lancar diadakan perencanaan dan langkah-langkah
dengan cermat. Prosedur penelitian tindakan kelas ini menggunakan 4 tahap, yakni perencanaan,
melakukan tindakan, observasi dan evaluasi. Refleksi pada siklus akan berulang kembali pada siklus-
siklus berikutnya. Rangkaian dari langkah-langkah dari masing-masing siklus dapat dilihat pada
bagan berikut ini:
Perencanaan

Refleksi Siklus I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi Siklus II Pelaksanaan

Pengamatan

GAMBAR 1. Bagan siklus PTK

a. Perencanaan
• Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
• Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar
mengajar.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 60

• Menyusun LKS.
• Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat yang dibutuhkan.
• Menyusun tes.
b. Pelaksanaan
Dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran ini dilaksanakan sesuai dengan skenario
pembelajaran yang telah direncanakan. Dalam pelaksaan ini yang menjadi guru adalah
peneliti dan yang melakukan observasi adalah teman sejawat. Dan pelaksanaannya
dilakukan pada waktu pembelajaran IPA Fisika.
• Menerapkan tindakan yang mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran.
• Guru memberikan kesimpulan hasil pembelajaran.
• Evaluasi berupa tes tulis penguasaan konsep.
c. Pengamatan
Melakukan observasi tentang kegiatan pembelajaran yang sudah disiapkan untuk dengan dibantu
oleh teman sejawat.
d. Refleksi
• Melakukan evaluasi pelaksanaan yang telah dilakukan.
• Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi, untuk digunakan pada
siklus berikutnya.
Data hasil tes dianalisis secara deskriptif kuantitatif-kualitatif. Untuk hasil formatif (kuantitatif)
dianalisis kebenarannya sesuai dengan kunci jawaban. Langkahnya adalah memeriksa kebenaran
jawaban, menyusun hasilnya pada tabel dan dan menetapkan persentase banyak siswa yang telah
memenuhi KKM tersebut (KKM 70).
Sedangkan untuk analisis data secara kualitatif dilakukan dengan tahap: menyeleksi dan
mengelompokkan data (reduksi data), mendeskripsikan dan memaparkan data, dan menyimpulkan
atau memberikan makna dalam bentuk pernyataan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum pembelajaran siklus I, ditemukan bahwa masih banyak terdapat potensi miskonsepsi
terhadap konsep-konsep tegangan, arus listrik, dan konsep rangkaian listrik arus searah. Potensi
miskonsepsi ini diperoleh dari hasil analisis tes awal tes awal pemahaman konsep yang diberikan
Tim kepada siswa di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya. Tes awal ini berisi soal-soal yang
berkaitan dengan konsep tegangan, arus listrik, dan konsep rangkaian listrik arus searah.
PTK dilaksanakan dalam dua siklus (siklus I dan siklus II), yang masing-masing terdiri dari empat
tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Adapun hasil belajar siswa kelas X-
1 SMAN 1 Palangka Raya pada dua siklus tersebut adalah sebagai berikut.
TABEL 1. Hasil Belajar Siswa Kelas X-1 pada Siklus I dan Siklus II.

Ketuntasan Nilai Rata-rata


Siklus Ketuntasan Klasikal
Individu
Siklus 1 Secara individu, siswa 72,35
yang mencapai KKM Secara klasikal, pembelajaran
pada siklus I adalah pada siklus I , siswa yang
sebanyak 5 siswa tidak mencapai KKM adalah
tuntas dan 29 siswa sebesar 85,29%
tuntas
Siklus 2 Secara individu, siswa 76,97
Secara klasikal, pembelajaran
yang mencapai KKM
pada siklus II, siswa yang
pada siklus II adalah
mencapai KKM adalah
sebanyak 34 siswa dan 4
sebesar 89,47%
siswa tidak tuntas
Berdasarkan pada data pada TABEL 1, terlihat bahwa pada siklus I dan siklus II, sebagian besar
siswa di kelas X-1 SMAN 1 Palangka Raya sudah mencapai KKM (yaitu 70). Hasil ini
mengindikasikan bahwa media simulasi PhET yang digunakan dalam pembelajaran dapat membantu
meningkatkan hasil belajar siswa di kelas tersebut, terutama pada materi listrik dinamis arus searah.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 61

Pelaksanaan PTK pada siklus I, guru sudah melaksanakan langkah-langkah pembelajaransesuai


dengan yang direncanakan, yaitu fase persiapan dan motivasi yang kemudian diikuti oleh presentasi
materi pelajaran dan demonstrasi keterampilan untuk melakukan kegiatan percobaan melalui media
PhET, membimbing siswa melakukan kegiatan percobaan dengan media PhET dan memberikan
umpan balik, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan lanjutan. Guru
memang tampak terlihat dominan dalam siklus I ini.
Berdasarkan hasil tes pada Siklus I, siswa sudah bisa menjelaskan hubungan antara kuat arus
listrik dan beda potensial (tegangan) listrik (berkaitan dengan Hukum Ohm). Hal tersebut tidak
terlepas dari kegiatan percobaan yang dilakukan siswa dengan bantuan media PhET. Hampir semua
siswa bisa menemukan hubungan antara kuat arus listrik dan tegangan listrik. Selain itu, pada
pembelajaran siklus I, untuk tes yang berkaitan dengan operasi matematika dari persamaan V = IR,
sudah bisa diselesaikan oleh siswa. Beberapa hasil pekerjaan siswa berkaitan dengan hubungan kuat
arus listrik dan tegangan listrik adalah sebagai berikut:

GAMBAR 2. Salah satu hasil pekerjaan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I pada materi Hukum Ohm.

Namun demikian, masih banyak siswa yang bertahan dengan pemahaman yang salah
(miskonsepsi). Kesalahan pemahaman konsep tersebut adalah berkaitan dengan soal yang berkaitan
dengan beda potensial dan disajikan sebagai berikut:
Perhatikan ragkaian di bawah ini.

A B

Gambar di atas menunjukkan rangkaian listrik terbuka di titik A dan B. Rangkaian terbuka
tersebut terdiri dari dua lampu yang identik dan baterai 6 V. Beda tegangan AB adalah ....
A. 0 V
B. 3 V
C. 6 V
Ada dua jawaban siswa yang dominan berkaitan dengan soal di atas. Jawaban yang masih
dominan dipilih adalah adalah A dan B dengan alasan bahwa:
• Ketika rangkaian terbuka (arus tidak mengalir) maka beda potensial antara titik A dan B juga
tidak mengalir atau VAB = 0.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 62

• Beda potensial sumber tegangan sebesar 6 volt akan dibagi-bagi ke titik A dan titik B. Jadi,
beda potensial di A sebesar 3 volt dan beda potensial di B juga sebesar 3 volt.
Berdasarkan hasil analisis dari pengamatan pada siklus I penelitian ini didapatkan hasil sebagai
berikut:
• Walaupun sudah banyak siswa yang mencapai KKM, pada pembelajaran siklus I, masih
banyak siswa yang bertahan dengan pemahaman yang salah (miskonsepsi).
• Guru masih mendominasi pembelajaran atau masih bertahan dengan pola pembelajaran
sebelumnya walaupun sudah ada madia PHET. Media PhET yang seharusnya bisa
mengaktifkan siswa masih belum dioptimalkan oleh guru.
Pada siklus II, berdasarkan hasil refleksi dari siklus I, suasana pembelajaran sudah mengarah
kepada pembelajaran yang aktif. Tugas yang diberikan guru melalui LKS mampu dikerjakan dengan
baik. siswa dalam kelompoknya menunjukkan saling membantu untuk menyelesaikan percobaan
melalui media PHET. Sebagian besar siswa termotivasi untuk bertanya dan menanggapi presentasi
dari kelompok yang lain.Suasana pembelajaran yang menyenangkan sudah mulai tercipta.

GAMBAR 3. Kegiatan pembelajaran pada siklus II.

Pada pembelajaran siklus II, banyak siswa yang sudah memiliki pemahaman konsep yang benar.
Berdasarkan hasil tes, siswa sudah bisa menjelaskan konsep rangkaian arus listrik searah (seri dan
paralel). Hal tersebut tidak terlepas dari kegiatan percobaan yang dilakukan siswa dengan bantuan
media PhET. Hampir semua siswa bisa merangkai rangkaian seri dan paralel dan memenukan
karakteristik dari masing-masing rangkaian tersebut dengan tepat. Beberapa hasil pekerjaan siswa
berkaitan dengan rangkaian listrik adalah sebagai berikut:

GAMBAR 4. Salah satu contoh jawaban pada konsep rangkaian paralel.

Adapun keberhasilan yang diperoleh pada siklus II ini adalah sebagai berikut:
• Ada peningkatan nilai rata-rata dari 72,35 pada siklus I menjadi 76,97 pada siklus II. Siswa
yang mencapai KKM pada siklus I adalah sebanyak 10 siswa, sedangkan pada siklus II, siswa
yang mencapai KKM sebanyak 29 siswa. Artinya, secara klasikal, ada peningkatan siswa

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 63

yang tuntas pembelajaran pada siklus II, yaitu dari 29,41% siswa tuntas di siklus I menjadi
76,31% di siklus II.
• Guru tidak lagi mendominasi pembelajaran. Pembelajaran pada siklus II terlihat lebih aktif.
Media PHET yang bisa dioptimalkan untuk mengaktifkan siswa.
• Hanya sebagian kecil siswa yang pemahaman konsepnya masih salah. Hasil ini seperti yang
ditemukan oleh Baser (2006b) yang menemukan bahwa simulasi komputer pada materi
rangkaian listrik dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki
pemahamannya yang masih salah.
Selain hasil seperti yang diuraikan di atas, berdasarkan respon siswa kelas X-1 SMA Negeri 1
Palangka Raya, diperoleh bahwa penggunaan media simulasi PhET membuat pembelajaran terasa
menyenangkan dan mudah dilakukan. Ini merupakan salah satu kelebihan media PhET. Simulasi
yang disediakan PhET sangat interaktif yang mengajak siswa untuk belajar dengan cara
mengeksplorasi secara langsung. Simulasi PhET ini membuat animasi fisika yang abstrak atau tidak
dapat dilihat oleh mata telanjang, seperti aliran elektron pada kawat penghantar. Interaksi yang
dilakukan berupa menekan tombol, menggeser benda atau memasukkan suatu data. Kemudian saat
itu juga akibat dari interaksi yang dilakukan akan segera terlihat.
Untuk eksplorasi secara kuantitatif pada rangakian arus searah, simulasi PhET ini memiliki alat-
alat ukur di dalamnya seperti voltmeter dan amperemeter. Siswa tinggal memakainya untuk
mengukur besaran tegangan dan kuat arus listrik. Kegiatan seperti ini benar-benar seperti memiliki
laboratorium fisika sendiri, namun yang kita miliki ialah laboratorium virtual. Indikasi kemudahan
menggunakan media PhET dapat di lihat dari data hasil percobaandi Gambar 5.

GAMBAR 5. Salah satu contoh data hasil percobaan siswa pada percobaan rangkaian seri dengan menggunakan PhET.

Rangkuman beberapa respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran ini disajikan pada TABEL
2 di bawah ini.
TABEL 2. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran
Butir Pertanyaan Respon yang dominan
Bagaimana komentar saudara terhadap Banyak siswa berkomentar bahwa dengan menggunakan media
kegiatan pembelajaran dengan media simulasi PhET membuat menjadi sangat menyenangkan dan merasa
PhET? mudah melakukan percobaan tanpa takut alat yang digunakan rusak.
Apakah percobaan dengan media PhET Siswa merasa tertarik dengan percobaan menggunakan media PhET
menarik bagi saudara? karena dapat melakukan percobaan rangkaian listrik dengan mudah.
Siswa bisa saling berbagi dengan teman sekelompoknya dalam
percobaan berkaitan dengan penyelesaian masalah-masalah yang
dirancang dalam LKS.
Siswa berkomentar bahwa dengan percobaan media PhET mereka
dapat menemukan materi-materi yang dipelajarinya, yaitu Hukum
Ohm dan karakteristik rangkaian seri dan rangkaian paralel.

Berdasarkan TABEL 2, siswa memberikan respon yang positif terhadap kegiatan pembelajaran.
Respon-respon tersebut sama seperti yang pernah ditemukan oleh Wieman et al (2008) bahwa:
(1) siswa merasakan bahwa simulasi PhET sangat menyenangkan dan membantu dalam memahami
isi materi pembelajaran dan (2) siswa merasakan pembelajaran dengan simulasi PhET terasa
bermakna karena mereka secara aktif dapat melakukan percobaan untuk menemukan jawaban
permasalahan yang diberikan guru.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 64

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
peningkatan hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis setelah pembelajaran dengan media PhET.
Hal ini didasarkan pada hasil belajar di tiap siklus, yaitu:
• Pada pembelajaran siklus I, 85,29% siswa berhasil mencapai KKM dengan nilai rata-rata
siswa 72,35; dan
• Pada pembelajaran siklus II, 89,47% siswa berhasil mencapai KKM dengan nilai rata-rata
siswa 76,97.
Selain itu, siswa-siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya yang mengikuti kegiatan
pembelajaran ini memberikan respon yang positif terhadap kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan hasil PTK ini, guru dapat memanfaatkan media PhET dalam membantu pelaksanaan
tugas pokoknya. Materi pembelajaran dapat dibuat lebih menarik sehingga siswa akan lebih
termotivasi dalam belajar. Selain itu, siswa dan guru mudah mendapatkan pengkayaan materi ajar
sehingga akan meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi tersebut. Media pembelajaran
menggunakan program PhET dapat dijadikan sebagai media yang baik untuk pendidikan khususnya
pada materi fisika.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Kepala Sekolah dan staf guru fisika di SMA Negeri 1 Kota Palangka Raya
dan Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Palangka Raya yang telah membantu dalam
pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

REFERENSI

Allen, Michael. Misconceptions in Primary Science. England, Open University Press, McGraw-Hill
Companies (2010), p. 154-165.
Asyhar, Rayandra. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta, Referensi (2012), p. 1-2.
Baser, M. Effects of Conceptual Change and Traditional Confirmatory Simulations on Pre-
Service Teachers’ Understanding of Direct Current Circuits, Journal of Science Education and
Technology, 15(5-6), (2006b), p. 367-381.
Baser, M. & Durmus, S. The Effectiveness of Computer Supported Versus Real Laboratory Inquiry
Learning Environments on the Understanding of Direct Current Electricity among Pre-Service
Elementary School Teachers, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education,
6(1), (2010), p.47-61.
Engelhardt, P., & Beichner, R. Students understanding of direct current resistive electrical
circuits, American Journal of Physics, 72(1), (2004), p.98-115.
Kunandar. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta, Rajagrafindo
Persada (2013), p.53-54.
Sanjaya, Wina. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta, Kencana Prenada Media Grup (2012), p.
1-2.
Shipstone, D. M. A study of children’ s understanding of electricity in simple DC circuits, European
Journal of Science Education, 6(2), (1984), p.185–198.
Wieman, Carl; Adams, Wendy; Perkins, Katherine. PhET: Simulations That Enhance Learning,
diunduh di www.scincemag.org (2008), p.682-683.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 65

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02110

Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative


Learning untuk Mengetahui Profil Metakognisi dan
Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SMA pada Materi
Fluida Statis
Inni Amarta Khairatia), Selly Feranieb), Saeful Karim

Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi no. 229 Bandung, 40154, Jawa Barat

Email : a)inni_amarta@yahoo.co.id, b)sferanie@yahoo.com

Abstract
This research is aimed to identify the profile of the metacognitive and the enhancement of
students' learning achievement that used the metacognitive strategy in cooperative learning
model on student teams achievement division. The design that is used in this research is
control group pre-test post-test design. The population of this research is 80 senior high school
students grade X in one of senior high school in Bandung. The researcher try to find three
kinds of metacognitive, there are knowledge, awareness and control. The instrument that used
to identify the metacognitive of knowledge is metacognition’s questionnaire, to identify
metacogniton awareness and control used questionnaire with likert scale, in order to identify
the enhancement of students' learning achievement, the researcher used three tier test. The
result showed that the experiment class is more able to draw and consider the completion
strategy in the application in their daily life than the control class. The result of awareness
metacognitive and control in class experiment class is 3,54 and 4,38 and in class control is
3,45 and 3,99. The gain score of the learning achievement in experiment class is 0,71, it is in
high level and the gain score in class control is 0,35, it is in medium level. The enhancement of
learning achievement is analyzed from the comprehension of the concept and the students'
misconception. The comprehension of the concept in experiment class has improvement and
the misconception is getting lower significantly than control class. So, the implementation of
metacognitive strategy in cooperative learning is effective to enhance the metacognitive and to
improve the students' learning achievement.
Keywords: Metacognitive strategy, Student Teams Achievement Division, Metacognitive,
Achievement

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil metakognisi dan peningkatan prestasi belajar
dengan menerapkan strategi metakognisi pada model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division. Desain penelitian yang digunakan yaitu control group pre-test
post-test design. Sampel pada penelitian adalah 80 siswa kelas X di salah satu SMA di
Bandung. Metakognisi yang diteliti terdiri dari tiga jenis metakognisi yaitu pengetahuan,
kesadaran, dan kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui metakognisi
pengetahuan adalah kuesioner metakognisi, untuk pengukuran metakognisi kesadaran dan
kontrol digunakan kuesioner dengan skala likert, sedangkan untuk melihat peningkatan
prestasi belajar menggunakan Three Tier Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 66

eksperimen lebih mampu menggambarkan dan mempertimbangkan strategi penyelesaian


terkait konsep dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan kelas
kontrol. Hasil metakognisi kesadaran dan kontrol pada kelas eksperimen berturut-turut adalah
3,54 dan 4,38 sedangkan kelas kontrol adalah 3,45 dan 3,99. Nilai gain prestasi belajar kelas
eksperimen sebesar 0,71 yang berada dalam kategori tinggi dan nilai gain kelas kontrol sebesar
0,35 berada dalam kategori sedang. Peningkatan prestasi belajar dianalisis juga dari
pemahaman konsep dan miskonsepsi siswa. Pemahaman konsep kelas eksperimen meningkat
dan miskonsepsi menurun lebih signifikan daripada kelas kontrol. Jadi, penerapan strategi
metakognisi pada cooperative learning efektif untuk membangun metakognisi dan
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kata-kata kunci: Strategi metakognisi, Student Teams Achievement Division, Metakognisi,
prestasi belajar

PENDAHULUAN

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar (UU Nomor 20 2003). Kemampuan memecahkan masalah merupakan indikator
penting dalam kompetensi berpikir dan sangat berguna dalam kehidupan siswa. Salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam memecahkan suatu masalah adalah kemampuan
metakognisi (Hacker 1998). Oleh karena itu dalam Standar Kompeteni Lulusan (SKL), salah satu
kemampuan yang akan dibidik dalam kurikulum 2013 adalah kemampuan metakognisi
(Permendikbud Nomor 104 2014).
Metakognisi merupakan pengetahuan tentang cara mempelajari pengetahuan, menentukan
pengetahuan yang penting dan tidak penting (strategic knowledge), pengetahuan yang sesuai dengan
konteks tertentu, dan pengetahuan diri (self-knowledge) (Permendikbud Nomor 104 2014). Dapat
dikatakan bahwa metakognisi merupakan pengetahuan yang dapat digunakan oleh seseorang untuk
mengontrol proses kognitifnya. Keunggulan lain dari kemampuan metakognisi adalah perannya
dalam meningkatkan prestasi akademik siswa (Shelia 1999).
Dalam ilmu fisika, pemahaman konsep merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
mendukung prestasi belajar. Pada kenyataannya prestasi belajar siswa pada mata pelajaran fisika
masih rendah. Rendahnya prestasi belajar muncul karena pemahaman konsep yang tidak tersusun
secara sistematis, masih banyak konsep yang tidak terkait satu sama lain. Ketidakterkaitan antar
konsep ini menyebabkan adanya miskonsepsi pada siswa.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka peneliti melakukan penelitian yang dapat
mengetahui profil metakognisi dan prestasi belajar siswa. Pada penelitian ini, prestasi belajar siswa
dianalisis juga dari pemahaman konsep dan miskonsepsi sehingga dapat terlihat hubungan antara
meningkatnya prestasi belajar dengan pemahaman konsep dan miskonsepsi.
Peneliti mengadopsi strategi pembelajaran metakognisi yang tahapannya meliputi
mengidentifikasi apa yang diketahui dan tidak diketahui, berbicara tentang apa yang dipikirkan,
membuat catatan pemikiran, perencanaan dan pengendalian diri, pengarahan proses berfikir, dan
penilaian diri (Blakey dan Spence 1990). Strategi pembelajaran ini dimasukkan dalam LKS berupa
pertanyaan-pertanyaan, yang pada penelitian ini disebut dengan Jurnal Pemikiran Siswa (JPS).
Pada dasarnya kemampuan metakognisi setiap orang berbeda, oleh karena itu penerapan strategi
metakognisi perlu dipadukan dengan suatu model pembelajaran yang dapat menuntun siswa untuk
aktif dalam kelompok belajar. Dalam suatu kelompok belajar siswa mempunyai kesempatan untuk
mendiskusikan hasil pemikiran mereka tentang solusi dari masalah yang diberikan kepada teman
sekelompoknya. Model pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Kegiatan pembelajaran terdiri dari
lima tahap pembelajaran yaitu presentasi kelas, kerja kelompok, tes, peningkatan skor individu, dan
penghargaan kelompok (Slavin 2009).

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 67

Rumusan penelitian ini adalah: 1) Bagaimana profil metakognisi siswa setelah penerapan strategi
metakognisi pada cooperative learning? 2) Bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa setelah
penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning?

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan yaitu control group pre-test post-test design. yang termasuk
dalam true experimental design. Alasan penggunaan metode penelitian ini adalah karena
menggunakan dua kelas sebagai penelitian, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian ini
dilakukan pada kelas X di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung, jumlah sampel pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 40 siswa. Treatment yang diberikan pada kelas
eksperimen adalah pembelajaran menggunakan strategi metakognisi pada coooperative learning tipe
STAD, sedangkan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran dengan menggunakan cooperative
learning tipe STAD. Pada desain ini kelompok tersebut diberi pretest untuk mengetahui kemampuan
awal siswa. Setelah pemberian treatment selesai, kelompok tersebut diberi posttest untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh treatment.
TABEL 1. Metode Penelitian

E O1 X O2
K O1 O2

Dengan E adalah kelas eksperimen, K adalah kelas kontrol, O1 adalah pretest, dan O2 adalah
posttest.
Metakognisi yang diteliti pada penelitian ini meliputi metakognisi pengetahuan (deklaratif,
prosedural, dan kondisional), metakognisi kesadaran, dan metakognisi kontrol (merencanakan,
memantau, dan menilai) (Thomas dan McRobbie 2001).
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui metakognisi pengetahuan adalah kuesioner
metakognisi yang berisi pertanyaan berkaitan dengan tekanan hidrostatis, dimana pertanyaan tersebut
mengukur pegetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional.
Metakognisi kesadaran dan metakognisi kontrol diteliti dengan memberikan kuesioner yang
menggunakan skala likert, dimana pertanyaannya diadaptasi dari jurnal Exploring student
metacogniton on nuclear energy in secondary school (Chantharanuwong 2012). Pilihan jawaban
kuesioner tersebut berisi pilihan hampir selalu, sering, sesekali/kadang-kadang, jarang, dan hampir
tidak pernah yang diberi skor berturut-turut untuk masing-masing pilihan adalah 5,4,3,2, dan 1.
Pengolahan data untuk metakognisi kesadaran dan metakognisi kontrol dilakukan dengan mencari
nilai rata-rata dari seluruh pertanyaan yang diberikan. Apabila rata-rata skor menunjukkan angka
lebih dari 3 maka siswa tersebut dikatakan cukup memiliki kemampuan metakognisis kesadaran dan
kontrol.
Masalah yang diberikan dalam JPS merupakan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang jarang
dipublikasikan sebagai sebuah aplikasi konsep pada buku-buku pelajaran. Sehingga dalam penelitian
ini digunakan Web Based Module sebagai salah satu instrumen yang membantu dalam rangka
menumbuhkan metakognisi siswa.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil prestasi belajar siswa adalah menggunakan three
tier test. Prestasi belajar yang akan diteliti pada penelitian ini hanya pada aspek kognitif yaitu
memahami, mengaplikasikan, dan menganalisis. Analisis data untuk prestasi belajar yang digunakan
hanya pada tahap one tier. Jika jawaban benar maka skor adalah 1 dan jika salah maka skor adalah 0.
Skor prestasi belajar siswa dibandingkan antara pretest dan posttest, kemudian dihitung
menggunakan gain ternomalisasi yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan analisis Hake (1999),
ditunjukkan oleh persamaan (1) sebagai berikut
SkorPosttest  Skor Pr etest
 g  (3)
SkorMaksimum  Skor Pr etest
Prestasi belajar dianalisis juga dari pemahaman konsep dan miskonsepsi siswa yang didasarkan
pada kombinasi jawaban two tier test dan confidence rating (Kaltackci dan Didis 2007)

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 68

HASIL DAN PEMBAHASAN

1) Profil Metakognisi
Berikut merupakan hasil rekapitulasi jawaban siswa untuk metakognisi pengetahuan deklaratif,
prosedural, dan kondisional.
TABEL 2. Metakognisi Pengetahuan Deklaratif
Pengetahuan Deklaratif
Kuesioner Eksperimen Kontrol
Jelaskan konsep fisika yang harus • Tekanan hidrostatis • Tekanan hidrostatis
Anda pahami agar Anda dapat dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh
menentukan kapal selam yang kedalaman, massa jenis kedalaman, massa jenis
tepat dalam pelaksanaan fluida, dan gravitasi fluida, dan gravitasi
investigasi tim Basarnas! (36/40) (13/40)
• Tekanan di air (3/40) • Tekanan yang dipengaruhi
• Tekanan yang massa benda (13/40)
dipengaruhi massa (1/40) • Besaran yang membuat
benda tenggelam (9/40)
• Miskonsepsi dan tidak
menjawab (5/40)
Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan pengetahuan deklaratif adalah siswa mengungkapkan
mengenai tekanan hidrostatis dan faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan data, terlihat bahwa
jumlah siswa yang menjawab sesuai dengan konsep lebih banyak berada pada kelas eksperimen.
Pada kelas kontrol masih terdapat siswa yang miskonsepsi. Jadi siswa yang sudah memiliki
metakognisi pengetahuan deklaratif lebih banyak berada pada kelas eksperimen.
TABEL 3. Metakognisi Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan Prosedural
Kuesioner Eksperimen Kontrol
Jelaskan prosedur yang Anda • Melihat kedalaman • Melihat kedalaman tujuan
lakukan untuk menentukan kapal tujuan dan ketebalan dan ketebalan dinding
selam yang tepat dalam pelaksaan dinding kapal (27/40) kapal (21/40)
investigasi tim Basarnas! • Melihat kedalaman • Melihat kedalaman tujuan
tujuan (9/40) (12/40)
• Miskonsepsi (4/40) • Miskonsepsi dan tidak
menjawab (7/40)
Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan pengetahuan prosedural adalah siswa mengungkapkan
mengenai cara yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah. Berdasarkan data, terlihat bahwa
siswa pada kelas eksperimen menyusun cara yang tepat dan sistematis untuk menyelesaikan masalah
dibandingkan kelas kontrol.
TABEL 4. Metakognisi Pengetahuan Kondisional
Pengetahuan Kondisional
Kuesioner Eksperimen Kontrol
• Mengapa Anda memilih • Karena dinding yang tebal • Karena semakin tebal dinding
prosedur tersebut? akan menahan tekanan maka semakin dalam kapal
• Apakah Anda yakin dengan hidrostatis (27/40) (15/40)
jawaban Anda? • Karena sesuai konsep (13/40) • Karena mempermudah
o Jika Anda yakin, Apa yang o Yakin karena sesuai pencarian (9/40)
membuat Anda yakin? percobaan dan konsep • Miskonsepsi dan tidak
o Jika Anda tidak yakin, Apa tekanan hidrostatis (29/40) menjawab (16/40)
yang akan anda lakukan o Yakin karena sudah o Yakin karena sesuai konsep
untuk meyakinkan jawaban mengerti (6/40) tekanan hidrostatis (14/40)
Anda? o Tidak yakin, saya akan o Yakin, tanpa alasan (21/40)
belajar (3/40) o Tidak menjawab (2/40)

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 69

Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan pengetahuan kondisional adalah siswa mengungkapkan
mengenai alasan menggunakan suatu prosedur dan mengevaluasi prosedur tersebut. Berdasarkan
data, terlihat bahwa siswa pada kelas eksperimen merancang suatu prosedur dengan pertimbangan
sesuai konsep dan mampu mengevaluasi prosedur yang telah mereka lakukan. Sedangkan pada kelas
kontrol terlihat bahwa kebanyakan siswa merancang suatu prosedur tanpa memperhatikan konsep
dan kurang mampu mengevaluasi prosedur tersebut.
Hasil metakognisi kesadaran dan kontrol pada kelas eksperimen berturut-turut adalah 3,54 dan
4,38 sedangkan kelas kontrol adalah 3,45 dan 3,99. Berikut merupakan hasil rekapitulasi jumlah
siswa yang memiliki rata-rata metakognisi kesadaran dan kontrol lebih dari 3.

GAMBAR 1. Metakognisi Kesadaran dan Kontrol

Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa jumlah siswa yang memiliki metakognisi kesadaran dan
kontrol lebih banyak berada pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol. Siswa pada kelas
eksperimen menyadari tentang proses belajarnya dan kekurangan yang mereka rasakan selama
pembelajaran.

2) Prestasi Belajar
Berikut merupakan rekapitulasi nilai gain normalisasi untuk prestasi belajar :
TABEL 5. Rekapitulasi Prestasi Belajar
Pretest Posttest N-Gain Kategori
Kelas Eksperimen 49,375 85,5 0,71 Tinggi
Kelas Kontrol 39 60,125 0,35 Sedang

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa setelah mendapat
treatment pembelajaran strategi metakognisi dalam cooperative learning menunjukkan peningkatan
yang lebih signifikan dibandingkan dengan pembelajaran yang hanya menggunakan cooperative
learning.
Pemahaman konsep dan miskonsepsi dianalisis untuk setiap Sub Konsep (SK) pada materi fluida
statis yang terdiri dari hubungan tekanan hidrostatis dengan massa jenis (3 soal), hubungan tekanan
hidrostatis dengan kedalaman (2 soal), Prinsip Pascal (2 soal),gaya apung (4 soal), terapung,
melayang, dan tenggelam (2 soal), tegangan permukaan (2 soal), kapilaritas (2 soal), dan viskositas
(1 soal).
Berikut merupakan rekapitulasi pemahaman konsep untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol :

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 70

GAMBAR 2. Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen

GAMBAR 3. Pemahaman Konsep Kelas Kontrol

Berdasarkan hasil rekapitulasi di atas, jumlah siswa yang mengalami peningkatan pemahaman
konsep lebih banyak berada pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol. Hal ini terlihat pada
hampir seluruh SK yang terdapat pada materi fluida statis, hanya pada SK 2 jumlah siswa kelas
eksperimen lebih sedikit yang mengalami peningkatan pemahaman konsep dibandingkan kelas
kontorl.
Hasil pretest untuk kedua kelas ini menunjukkan nilai yang hampir sama, namun pada hasil
posttest terlihat bahwa kelas eksperimen menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan
dibandingkan kelas kontrol.
Hasil rekapitulasi miskonsepsi untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol ditampilkan pada tabel
berikut.

GAMBAR 4. Miskonsepsi Kelas Eksperimen

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 71

GAMBAR 5. Miskonsepsi Kelas Kontrol

Berdasarkan hasil rekapitulasi di atas, jumlah siswa yang mengalami penurunan miskonsepsi
lebih banyak berada pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol. Hal ini terlihat pada sebagian
besar SK, namun pada SK 2, SK 5, dan SK 8 jumlah siswa kelas eksperimen lebih sedikit yang
mengalami penurunan miskonsepsi dibandingkan kelas kontorl.
Pada beberapa SK diperoleh hasil postetst kelas kontrol menunjukkan pemahaman konsep yang
lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen. Hal ini disebabkan karena sub konsep tersebut dianggap
sulit oleh sebagian besar siswa hal ini terbukti dari hasil pretest kelas eksperimen maupun kelas
kontrol.

KESIMPULAN

Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk mengetahui profil metakognisi dan prestasi belajar
siswa sebelum dan setelah penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih mampu menggambarkan dan
mempertimbangkan strategi penyelesaian terkait konsep dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari
dibandingkan dengan kelas kontrol. Rata-rata hasil metakognisi kesadaran dan kontrol pada kelas
eksperimen berturut-turut adalah 3,54 dan 4,38 sedangkan kelas kontrol adalah 3,45 dan 3,99.
Peningkatan prestasi belajar setelah setelah diberikan treatment dilihat dari pengolahan
menggunakan gain ternomalisasi dalah sebesar 0,71 yang berada dalam kategori tinggi untuk kelas
eksperimen sedangkan untuk kelas kontrol adalah sebesar 0,35 berada dalam kategori sedang.
Pemahaman konsep kelas eksperimen meningkat dan miskonsepsi menurun lebih signifikan daripada
kelas kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa dengan pembelajaran menggunakan strategi
matakognisi memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang pembelajarannya
tidak menggunakan strategi metakognisi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini sehingga pada
akhirnya menjadi sebuah artikel, semoga penelitian ini dapat berkontribusi dalam mengembangkan
pendidikan yang lebih baik di Indonesia.

REFERENSI

Chantharanuwong, W. dkk 2012, ‘Exploring Student Metacognition on Nuclear Energy in


Secondary School’, SciVerse ScienceDirect Procedia, 1-18.
Jayapraba, G. & Kanmani, M 2013, ‘Metacognitive Awareness in Science Classroom of Higher
Secondary Students’, International journal on new trends in education and their implications,
Volume 4 issue 3.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 72

Thomas, G.P. dan McRobbie, C.J 2001, ‘Using a metaphor for learning to improve students’
metacognition in the Chemistry classroom’, Journal of Research in Science Teaching, Volume
222-259.
Arikunto, Suharsimi 2012, ‘Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran’, Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, SuharsimI 2002, ‘Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik’, Jakarta: Bumi Aksara.
Slavin, R.E 2009, ‘Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice’, Second Edition. Boston :
Allyn and Bacon.
Hacker, D.J 1998, ‘Metacognition in educational theory and practice’, Mahweh, NJ: Lawrence
Erlbaum Associates.
Blakey M, Spence S 1990, ‘Developing Metacognition’, Syracause, NY: Eric Resources Information
Center.
Undang-undang nomor 20 2003, tentang sistem pendidikan nasional.
Permendikbud nomor 104 2014, tentang pedoman penilaian hasil belajar oleh pendidik.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 73

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02111

Rancangan Media Pembelajaran Berupa Aplikasi


Augmented Reality Berbasis Marker pada Perangkat
Android
Diah Ambarwulana), Dewi Muliyatib)
Prodi Pendidikan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muka, 13220

Email: a)diahambarwulan@gmail.com, b)dmuliyati@unj.ac.id

Abstract
This preliminary study focused on the technique of instructional media that is integrated with
Augmented Reality to increase the interest of studies student. This study uses the book as a
medium that brought information representing a 3D model of the atom objects. The program is
made with markerlessbased techniques so that the user interface become more attractive. This
paper emphasizes the techniques of designing learning media in the form of Augmented
Reality applications to be used on smartphones with the Android Operating System.
Keywords: Augmnted Reality, 3D Model, Android

Abstrak
Penelitian pendahuluan ini difokuskan pada teknik perancangan media pembelajaran yang
diintegerasikan dengan Augmented Reality untuk meningkatkan minat pelajar. Penelitian ini
menggunakan buku sebagai media yang memunculkan informasi model 3D yang
merepresentasikan objek atom yang sesungguhnya. Rancangan ini dibuat dengan teknik
Markerlessbased sehingga tampilan antarmuka menjadi lebih menarik. Paper ini menekankan
pada teknik merancang media pembelajaran berupa aplikasi Augmented Reality untuk
digunakan pada smartphone dengan Operating System android.
Kata-kata kunci: Augmented Reality, Model 3D, Android

PENDAHULUAN

Media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi
tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya
(Arsyad 2011, p.2-3). Tentu saja media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran
memerlukan perencanaan yang baik, begitu juga dalam pembelajaran fisika. Banyak yang dapat
digunakan untuk perencanaan media pembelajaran fisika, salah satunya dengan menggunakan media
Augmented Reality.
Dalam sebuah artikel yang diusulkan sebelumnya (Rizki 2014) menjelaskan Augmented Reality
merupakan teknologi dalam bidang komunikasi dan informasi yang menggabungkan benda maya dua
dimensi atau tiga dimensi ke dalam dunia nyata tiga dimensi. Dengan teknologi Augmented Reality,
suatu benda yang sebelumnya hanya dapat dilihat secara dua dimensi, dapat muncul sebagai obyek
virtual yang dimasukkan kedalam lingkungan nyata secara real-time.
Saat ini penelitian dan penggunaan Augmented Reality meluas hinga ke berbagai aspek,
contohnya dalam bidang kesehatan, militer, hiburan, fashion, komersial, hingga game. Hal ini
dikarenakan penggunaan AR sangat informatif dan menarik. Pada peneliatian sebelumnya (Madden
2012) telah disampaikan, selama ini Augmented Reality diaplikasikan dengan menggunakan Marker

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 74

(Penanda). Penggunaan marker dapat digunakan pada gambar atau halaman dari sebuah buku cetak.
Hal ini akan membuat aplikasi Augmented Reality lebih praktis dan bisa digunakan dimanapun.
Penggunaan Augmented Reality memerlukan bantuan dari perangkat lain, seperti smartphone dan
Tablet dengan sistem operasi android (Wahyudi 2014). Android merupakan teknologi mobile yang
sedang sangat berkembang di dunia. Pengguna perangkat Android tersebar diseluruh segmen
masyarakat dunia. Fasilitas yang diberikan sangat mempermudah pengguna peranti ini dalam
aktifitas sehari-hari (Speckmann 2008). ditambah lagi Android menyediakan platform terbuka bagi
para pengembang untuk menciptakan aplikasi mereka sendiri untuk digunakan oleh bermacam
peranti bergerak, sehingga aplikasi yang dapat digunakan menjadi sangat beragam.
Aplikasi Markerless Augmented Reality diharapkan akan membuat pembelajaran menjadi lebih
efektif karena dapat memudahkan siswa dalam menggambarkan materi yang abstrak. Adapun cara
kerja Markerless Augmented Reality diawali dengan sebuah gambar yang dideteksi menggunakan
kamera dari perangkat Android secara real time, kemudian dari marker tadi akan muncul informasi
lain secara virtual (berupa 2 dimensi, 3 dimensi, video, suara, dll) pada layar perangkat tersebut. Oleh
sebab itu penting rasanya mengembangkan sebuah media pembelajaran berbasis Markerless
Augmented Reality pada pembelajaran fisika.

METODE

Alat dan Bahan Perancangan

Dalam perancangan, ditentukan model 3D atom sebagai Augmented Reality yang ingin
ditampilkan dari sebuah marker. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Buku
cetak fisika 1 buah, Handphone dengan sistem operasi android 1 buah, Atom 3 dimensi 1 buah,
Software unity (offline), Software vuforia (online), dan Software android studio (offline).
Buku cetak fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah Introduction to Physics edisi ke-9
dengan penulis John D. Cutnell & Kenneth W. Johnson yang diterbitkan oleh Wiley. Adapun marker
yang digunakan berupa gambar atom yang terdapat dalam halaman 918 (GAMBAR 1).

GAMBAR 1. Marker yang terdapat dalam buku Introduction to Physics halaman 918.

Aplikasi yang sudah dibuat akan diinstal pada handphone dengan sistem operasi android.
Sehingga ketika sedang menjalankan aplikasi tersebut secara otomatis aplikasi tersebut akan
membuka kamera yang dapat menerjemahkan marker menjadi informasi virtual. Dalam penelitian ini
handphone yang digunakan mengunakan sistem android versi 4.4.2 (kitkat).
Informasi virtual yang ingin disampaikan dari aplikasi ini adalah atom dalam bentuk 3 dimensi.
Jika tidak ingin membuatnya kita dapat mengunduh 3 dimensi dari berbagai website baik yang
berbayar ataupun tidak. Pada perancangan ini atom 3 dimensi (GAMBAR 2.) diunduh dari laman
https://www.cgtrader.com, Atom ini nantinya akan disimpan dalam format .obj.

GAMBAR 2. Atom 3 dimensi tampak dari arah atas (kiri) dan samping (kanan).

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 75

Software unity 3D digunakan secara offline merupakan software game engine untuk membangun
permainan 3 Dimensi (3D) baik. Game engine merupakan komponen yang ada dibalik layar setiap
video game. Selain itu unity juga mendukung pengembangan Android, pengembang perlu
mendownload dan menginstall sdk Android dan menambahkan perangkat ke fisik sistem.
Software vuforia AR Extension for Unity digunakan secara online software ini digunakan untuk
memberikan cara berinteraksi yang memanfaatkan kamera mobile phones sebagai perangkat
masukan. Kamera digunakan sebagai mata elektronik yang mengenali marker, sehingga di layar bisa
ditampilkan perpaduan antara dunia nyata dan maya yang digambar oleh aplikasi.
Software android studio digunakan untuk melengkapi unity. Seperti yang telah dijelaskan hal itu
karena untuk membuat aplikasi berbasis android, unity membutuhkan software tambahan yaitu,
Android sdk. Android sdk ini dapat diperoleh setelah kita mengunduh android studio. Adapun seri
minimum untuk sdk handphone/gadget yang disediakan oleh Android Studio adalah android 2.3
Gingerbread.

Perancangan aplikasi

Berikut ini langkah-langkah perancangan media pembelajaran berupa aplikasi Augmented Reality
berbasis marker pada perangkat android:

1. Buka Aplikasi Unity yang sudah diinstall sebelumnya, cara menginstal dapat dilihat pada
website https://unity3d.com. Setelah itu pilih projects > new project > tuliskan nama pada
project name > pilih tempat penyimpanan file pada location > klik 3D > selanjutnya create
project (GAMBAR 3).

GAMBAR 3. Tampilan awal saat membuat project baru pada Unity 3d.

2. Hapus main camera dan directional light, lakukan dengan cara klik kanan pada directional
light > pilih delete, lakukan hal yang sama untuk main camera, sehingga tampilan berubah
(GAMBAR 4).

(a) (b) (c)


GAMBAR 4. (a) sub-menu main camera dan directional light (ditandai kotak merah), (b) Menghapus main camera dan
directional light dengan klik kanan dan pilih delete, (c) Main camera dan directional light sudah terhapus.

3. Buka website Vuforia di https://developer.vuforia.com, Jika belum mempunyai akun silakan


klik register > isi form. Jika sudah klik login > isi form > klik log in (GAMBAR 5).

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 76

(a) (b) (c)


GAMBAR 5. (a) Log in Vuforia (ditandai kotak merah), (b) Form yang diisi saat registrasi vuforia, (c) Form yang diisi saat
log in vuforia.

4. Jika sudah berhasil login silakan klik download for unity > pilih i agree. Silakan tunggu
sampai proses download selesai (GAMBAR 6).

(a) (b)
GAMBAR 6. (a) Download vuforia sdk untuk Unity, (b) Menyetujui software License Vuforia.

5. Buka kembali unity, setelah itu pilih assets > import package > custom package > vuforia-
unity-6-0-117.unitypackage > import (GAMBAR 7).

(a) (b) (c)


GAMBAR 7. (a) Cara memasukkan package yang digunakan, (b) Memilih package, (c) Import semua komponen package.

6. Masih dalam software unity, pilih assets > import package > custom package >
ICT_PROGRAM.unitypackage > import (GAMBAR 8).

(a) (b) (c)


GAMBAR 8. (a) Cara memasukkan package yang digunakan, (b) Memilih package, (c) Import semua komponen package.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 77

7. Pilih assets pada project > vuforia > prefabs > drag ARCamera ke scene untitled > drag Image
target ke scene untitled (GAMBAR 9).

GAMBAR 9. Drag AR camera dan image target yang berada pada vuforia prefabs ke dalam scene untitled (ditandai kotak
merah)

8. Pilih ARCamera > lihat kolom Inspector (sebelah kanan) > paste lisence key dari vuforia sdk
ke kolom lisence key > ceklist Load ICT_PROGRAM. Lisence key di dapat dengan cara
login akun vuforia > develop > lisence manager > copy lisence key (GAMBAR 10).

(a) (b)
GAMBAR 10. (a)Memasukkan lisence key dan mengaktifkan database untuk ARCamera (ditandai kotak merah), (b)
License Key yang diberikan oleh Vuforia untuk Augmented Reality yang dirancang.

9. Pilih Image target > lihat kolom Inspector (sebelah kanan) > pilih Database ICT_PROGRAM
(GAMBAR 11).

GAMBAR 11. Mengaktifkan database untuk image target (ditandai kotak merah).

10. Pilih assets > import new asset > pilih atom.obj sebagai 3 dimensi yang ingin ditampilkan
(GAMBAR 12).

(a) (b)
GAMBAR 12. (a) Memasukkan asset baru, (b) Memilih 3d sebagai asset yang ingin dimasukkan.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 78

11. Jika atom 3D sudah berhasil di import, drag atom ke dalam image target dan atur posisi.
Selanjutya, pilih game object > light > directional light (untuk mengatur pemberian cahya) >
drag directional light ke dalam Image target (GAMBAR 13).

(a) (b)
GAMBAR 13. (a) Mengatur posisi 3D tepat di atas marker, (b) Masukkan directional light.

12. . Save scene sebagai atom dengan cara klik file > save scene as > tulis nama scene > save
(GAMBAR 14).

(a) (b)
GAMBAR 14. (a) Scene untitled belum disimpan, (b) Menyimpan scene yang telah dibuat dengan nama atom.

13. Mengatur external tools dengan cara pilih edit > preferences > external tools > browse file sdk
dan jdk, jika tidak ada klik download, dan akan otomatis membuka laman untuk
mendownload sdk dan jdk (GAMBAR 15).

(a) (b)
GAMBAR 15. (a) Mengatur preference unity agar bisa membuild scene menjadi apk (b) Mengatur External Tools dengan
cara memasukkan folder sdk dan jdk.

14. Tahap terakhir build scene tadi agar dapat digunakan pada handphone dengan os android, klik
file > Build Settings > masukkan scene atom > switch platform menjadi android > build >
tulis nama file > save. Tunggu sampai proses building selesai, setelah itu copy aplikasi tadi ke
dalam handphone android dan jalankan programnya (GAMBAR 16.).

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 79

(a) (b) (c)


GAMBAR 16. (a) Atur ulang build settings sebelum membuat aplikasi atom, (b) Masukkan scene atom dan ubah platform
menjadi android, (c) Pilih folder untuk menyimpan aplikasi atom.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian dilakukan dengan cara mengubah jarak antara marker dan hanphone kemudian dihitung
rentangan waktu yang digunakan untuk menampilkan 3 Dimensi. Hasil uji ditampilkan pada
TABEL 1. berikut ini:
TABEL 1. Hasil pengujian terhadap aplikasi yang telah dibuat dengan melihat variabel jarak kamera terhadap
marker dan waktu untuk menampilkan 3 Dimensi

No. Jarak (cm) Waktu (s) Hasil

1. 5 0,49

2. 10 0,50

3. 15 1,10

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 80

4. 20 1,20

5. 25 -

Berdasarkan hasil pengujian waktu yang diperlukan untuk menampilkan 3 Dimensi tidak
lama, yakni 0,823 sekon. Adapun hubunganya dengan jarak adalah semakin besar jarak antara
marker dan hanphone maka ukuran 3 dimensi yang ditampilkan semakin kecil dan lama-kelamaan
akan hilang. Jangkauan antara marker dan hanphone dapat diperbesar pada saat merancang aplikasi
di unity, memperbesar rating dan ukuran marker saat upload di vuforia sdk.

SARAN

Perancangan awal teknik merancang media pembelajaran berupa aplikasi Augmented Reality
untuk digunakan pada smartphone dengan Operating System android perlu dikembangkan lagi.
Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan sebelumnya, saran yang dapat diberikan sebagai
berikut, Semakin besar ukuran marker semakin mudah dibaca oleh aplikasi yang dibuat. Sebaiknya
marker yang digunakan pada vuforia sdk memiliki rating yang baik. Hal itu karena rating yang baik
memudahkan aplikasi dalam menampilkan 3 Dimensi. Diusahakan rating marker terkecil adalah tiga
dari lima bintang. Perhatikan bit depth untuk marker. Ukuran bit depth yang diizinkan oleh vuforia
sdk hanya 8 bit gray scale atau 24 bit RGB dengan tipe file JPG atau PNG.

UCAPAN TERIMAKASIH

Selama perancangan ini Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan peserta kuliah
pembelajaran fisika berbasis ICT yang telah memberikan arahan dan saran selama melakukan
penelitian awal teknik merancang media pembelajaran berupa aplikasi Augmented Reality untuk
digunakan pada smartphone dengan Operating System android.

REFERENSI

Arsyad, A 2011, Media Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta.


Rizki, Y 2014, “Markeless Augmented Reality Pada Perangkat Android”, Proceeding Seminar Tugas
Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS Surabaya, pp. 1-10.
Madden, L 2012, Augmented Reality Browsers for Smartphones: Programming for JUNAIO,
LAYAR, and WIKITUDE, Wiley Publishing.
Wahyudi, AK 2014, “ARca, Pengembangan Buku Interaktif Berbasis Augmented Reality dengan
Smartphone Android”, JNTETI, pp. 96-102.
Speckmann, B 2008, compsci/projects/Master_Thesis_Benjamin_Speckmann.pdf, viewed 10
October 2016, http://www.emitch.edu

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 81

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02112

Rancangan Tes dan Evaluasi Fisika yang Informatif dan


Komunikatif pada Materi Kinematika Gerak Lurus
Citra Media Pertiwia), Dewi Muliyatib), Vina Serevinac)

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Fisika, Universitas Negeri Jakarta,


Jalan Rawamangun Muka No. 1, Rawamangun – Jakarta Timur, 13220
Email: pcitramedia@yahoo.com, b)dmuliyati@unj.ac.id, c)vina_serevina77@yahoo.com
a)

Abstract
This study aims to produce tests and evaluation of physics informative and communicative on
the kinematics of rectilinear motion of matter and to determine the effects of the test and
evaluation of physics informative and communicative to interest students in work on the
problems. The method used is the method of developing research-Thiagarajan 4D model,
which consists of four stages, namely: define, design, develop, and disseminate. Assessment
tests and evaluations conducted by a lecturer of physics as learning experts and media experts.
Testing and evaluation tests conducted by the test to high school students of class X. The
results of this research are physics test and evaluation informative and communicative on the
kinematics of rectilinear motion of matter that has been validated by an expert assessment of
learning physics and an expert on media and software, has also been tested eligibility in
school. The results of the validation by an expert assessment of learning physics obtain results
with kategoro well. The results of the validation by media experts and software obtained either
category. The results of due diligence by the students obtain better results by category. Based
on the results of validation and feasibility test, we can conclude that the test and evaluation of
physics informative and communicative fit for use as a test and evaluation of learning physics
in high school.
Keywords: test and evaluation, informative, communicative, straight motion kinematics

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan
komunikatif pada materi kinematika gerak lurus dan untuk mengetahui efek dari tes dan
evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif terhadap ketertarikan siswa dalam
mengerjakan soal. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian pengembangan
model 4D-Thiagarajan, yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: define, design, develop, dan
disseminate. Penilaian tes dan evaluasi dilakukan oleh dosen fisika sebagai ahli pembelajaran
dan ahli media. Pengujian tes dan evaluasi dilakukan dengan uji coba kepada siswa SMA kelas
X. Hasil dari penelitian ini adalah tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif pada
materi kinematika gerak lurus yang telah divalidasi oleh ahli penilaian pembelajaran fisika
serta ahli media dan perangkat lunak, juga telah diuji kelayakannya di sekolah. Hasil validasi
oleh ahli penilaian pembelajaran fisika memperoleh hasil dengan kategoro baik. Hasil validasi
oleh ahli media dan perangkat lunak memperoleh kategori baik. Hasil uji kelayakan oleh siswa
memperoleh hasil dengan kategori baik. Berdasarkan hasil validasi dan uji kelayakan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif layak
digunakan sebagai tes dan evaluasi pembelajaran fisika di SMA.
Keywords: tes dan evaluasi, informatif, komunikatif, kinematika gerak lurus

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 82

PENDAHULUAN

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui perbaikan
sistem penilaian. Sistem penilaian itu sendiri terdiri dari beberapa aspek. Sudjana (2003)
mengungkapkan bahwa aspek-aspek yang berkenaan dengan pemilihan alat penilaian, penyusunan
soal pengolahan dan interpretasi data hasil penilaian, analisis butir soal untuk memperoleh kualitas
soal yang memadai, serta pemanfaatan data hasil penilaian sangat berpengaruh terhadap kualitas
lulusan dalam penilaian proses dan hasil belajar siswa di sekolah.
Keberhasilan kegiatan evaluasi hasil belajar di sekolah sangat tergantung pada pembuatan soal,
pelaksanaan ujian, serta mengolah hasil ujian tersebut. Dengan demikian, kemmpuan dalam membuat
soal yang baik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan
evaluasi di sekolah (Arikunto 2009).
Prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triagulasi atau hubungan erat
tiga komponen, yaitu: a) tujuan pembelajaran; b) kegiatan pembelajaran; c) evaluasi (Arikunto 2010).
Ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain. Keberhasilan dari suatu kegiatan belajar
mengajar dapat dilihat pada tujuan pembelajaran dengan hasil evaluasinya, melalui kegiatan belajar
mengajar. Keberhasilan kegiatan evaluasi belajar sangat bergantung pada instrumen tes yang
digunakan. Instrumen tes memiliki peran penting dalam mengukur hasil belajar siswa. Sehingga
diperlukan instrumen tes yang baku yaitu suatu instrumen tes yang telah melalui beberapa percobaan
dan telah diuji akurasinya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Apabila instrumen tes yang
digunakan kurang baik, maka akan berdampak pada hasil evaluasi yang kurang maksimal.
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang merupakan ilmu alam paling dasar
yang memusatkan perhatiannya pada prinsip dasar alam semesta (Serway 2009), untuk itu diperlukan
penggambaran yang dapat menirukan fenomena fisika terkait kesesuai dengan konsepnya. Selain itu
berdasarkan kurikulum 2013 edisi revisi, pembelajaran fisika dituntut untuk lebih diaplikasikan pada
penerapan ke kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat langsung merasakan efek pembelajaran
fisika dikelas untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul di lingkungan. Untuk itu dibutuhkan
suatu media yang dapat digunakan untuk menirukan atau mensimulasikan suatu fenomena fisika
yang dinamis sehingga siswa dapat membayangkan lalu melakukan analisis terhadap fenomena
tersebut. Salah satu media yang dapat digunakan adalah animasi. Animasi adalah suatu usaha untuk
membuat presentasi statis menjadi hidup. Animasi lebih menarik dan mudah dimengerti daripada
hanya sekedar gambar karena lebih komunikatif dalam menyampaikan suatu tujuan (Binanto 2010)
Pemberian animasi pada instrumen penilaian berupa tes, akan memberikan bantuan pada siswa
untuk menganalisis soal dan menelaah konsep terkait sampai pada formulasi matematis untuk
memperoleh nilai dari besaran yang ingin ditinjau. Keuntungan simulasi komputer dapat
memfasilitasi pembelajaran siswa dengan menyoroti proses dan konsep yang penting (Murtono
2014). Pada pembelajaran fisika, banyak persoalan-persoalan yang memerlukan visualisasi agar
siswa dapat menganalisis kemudian melakukan formulasi. Penggambaran keadaan fisis benda,
bentuk benda, serta garis-garis vektor yang mewakili besaran-besaran fisis dalam fisika juga perlu
digambarkan dengan benar. Selain itu dengan pemberian animasi pada soal juga dapat membuat soal
bersifat informatif dan komunikatif.
Kenyataan di lapangan soal yang tersedia masih terpaku pada rumus. Sehingga siswa lebih
terbiasa dengan soal menghitung tetapi jarang diaplikasikan kedalam kasus-kasus yang berkenaan
dengan lingkungan dan teknologi. Selain itu, siswa juga terbiasa mengerjakan soal-soal yang sesuai
dengan contoh yang diberikan oleh guru mereka. Hal ini menyebabkan siswa hanya paham pada
bentuk soal tertentu saja, dikarenakan siswa tidak memahami secara benar mengenai konsep fisika
yang diajarkan. Kemudian, funsi tes bukan hanya untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi
saja. Tetapi, juga untuk memberikan wawasan serta pengetahuan baru kepada siswa, untuk itu soal
yang diberikan harus bersifat informatif dan komunikatif.
Dari uraian diatas, peneliti berencana mengembangkan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan
komunikatif dengan menggunakan animasi komputer yang mensimulasikan suatu fenomena atau
gejala fisika. Pengembangan tes dan evaluasi ini diharapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi
kemampuan siswa pada materi gerak lurus untuk pelajaran fisika di SMA. Tujuan penelitian ini

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 83

adalah mengembangkan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif yang layak
digunakan pada materi kinematik gerak lurus di SMA.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Jakarta pada tanggal Maret 2016 – April 2016.
Adapun penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang mengadopsi model 4D Thiagarajan
yang dimodifikasi menjadi 3 tahapan, yaitu: define, design, dan develop (Mohamad Ardian 2014).
Tahapan define merupakan tahapan perencanaan yang isinya terkait dengan desain kurikulum.
Tahapan design adalah tahapan persiapan dan membuat rancangan tes dan evaluasi yang akan
dikembangkan serta kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahapan selanjutnya. Pada tahapan
develop terbagi menjadi pengembangan, validasi dan uji coba. Tahap pengembangan dilakukan
dengan menyusun tes dan evaluasi fisika yang dikembangkan menjadi tes dan evaluasi fisika yang
informatif dan komunikatif. Kemudian tahap validasi dilakukan dengan mengevaluasi tes dan
evaluasi yang telah dikembangkan oleh dosen ahli pembelajaran. Sedangkan uji coba dilakukan pada
siswa SMA Kelas X.

1. Tahapan Define: Perencanaan

Tahapan perencanaan dimulai dari analisis kurikulum. Analisis kurikulum meliputi identifikasi
topik dan materi yang akan dibahas pada penelitian. Materi yang akan dibahas pada penelitian ini
adalah materi kinematika gerak lurus. Dimana kompetensi dasarnya adalah sebagai berikut.

3.4 Menganalisis besaran-besaran fisis pada gerak lurus dengan kecepatan konstan (tetap) dan
gerak lurus dengan percepatan (tetap) berikut makna fisisnya.

4.4 Menyajikan data dan grafik hasil percobaan untuk menyalidiki sifat gerak benda yang
bergerak lurus dengan kecepatan konstan (tetap) dan bergerak lurus dengan percepatan
konstan (tetap) berikut makna fisinya.

2. Tahapan Design: Perancangan

Tahap perancangan yaitu mendesain tes dan evaluasi yang akan dikembangkan menjadi tes dan
evluasi yang informatif dan komunikatif. Perancangan meliputi menganalisis kebutuhan soal agar
dapat menjadi soal yang informatif dan komunikatif. Adapun hasil analisis kebutuhan soal
ditunjukkan GAMBAR 1.

Balapan
Mobil Wawasan Baru
Balapan
Motor
Balapan Animasi
Sepeda Media/Kebutuha
Lomba Subjek Soal n Soal
Renang Video
Lomba Tenis

Lomba Bowling
Gambar
Pesawat
Terbang
Kerata Api

GAMBAR 1. Diagram rancangan pengembangan tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 84

3. Tahapan Develop: Pengembangan

Tahapan pengembangan merupakan tahap mengembangan tes dan evaluasi fisika yang infomatif
dan komunikatif pada materi kinematika gerak lurus. Dimana, pada tahapan ini tes dan evaluasi fisika
dikembangkan dengan memberikan wawasan serta pengetahuan pada soal dan memberikan animasi
atau video ataupun gambar yang sesuai sebagai penunjang soal pada materi kinematika gerak lurus.
Adapun contoh dari hasil pengembangan tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif
ditunjukkan TABEL 1.

TABEL 1. Contoh Pengembangan Tes dan Evaluasi yang Informatif dan Komuniktif
Sebelum dikembangkan Sesudah dikembangkan
Sebuah pesawat terbang besar memiliki Sebuah pesawat terbang penumpang Boeing 737-200
mesin yang dapat memberinya memiliki mesin yang dapat memberinya percepatan 2
percepatan 2 m/s2. Pesawat terbang m/s2. Pesawat terbang mulai bergerak dan harus
mulai bergerak dan harus mencapai mencapai kelajuan 290 kph untuk tinggal landas sesuai
kelajuan 1x102 m/s untuk tinggal landas. dengan peraturan penerbangan. Berapakah panjang
Berapakah panjang landasan minimum landasan minimum yang diperlukan oleh pesawat itu?
yang diperlukan oleh pesawat itu?

4. Tahapan Develop: Validasi

Setelah selesai semua pegembangan yang meliputi pemberian wawasan pada soal, pemberian
animasi, video ataupun gambar yang sesuai sebagai penunjang soal pada materi kinemtika gerak
lurus, kemudian tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif divalidasi oleh dosen yang terdiri
dari dosen ahli pembelajaran dan ahli media. Tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif yang
dikembangkan dievaluasi oleh ahli pembelajaran dan ahli media, yang merupakan dosen Prodi
Pendidikan Fisika Universitas Negeri Jakarta. Semua masukan dan saran hasil evaluasi dijadikan
acuan untuk merevisi tes dan evaluasi.

5. Tahapan Develop: Uji Coba

Tes dan evaluasi fika yang telah dikembangan serta direvisi berdasarkan masukan dosen ahli
pembelajaran di uji cobakan kepada siswa SMA kelas X.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini berupa tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif pada
materi kinematika gerak lurus. Dimana tes dan evaluasi ini berisi soal-soal pilihan ganda berjumlah
20 soal mengenai materi terkait beserta animasi-animasi ataupun video dan gambar penunjang pada
setiap soal yang disajikan menggunakan aplikasi Moodle seperti yang ditunjukan pada GAMBAR 2.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 85

GAMBAR 2. Contoh tampilan tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif.

1. Hasil Validasi

Validasi Ahli Penilaian Pembelajaran

Validasi oleh ahli penilaian pembelajaran fisika dilakukan di jurusan fisika FMIPA
Universitas Negeri Jakarta dengan melibatkan satu orang dosen ahli. Penilaian uji validasi
oleh ahli penilaian pembelajaran fisika memiliki 2 aspek, yaitu: (1) prinsip penilaian
pembelajaran, dan (2) materi fisika untuk SMA. Kemudian terbagi menjadi dua belas
indikator, seperti yang ditunjukkan GAMBAR 3.
Keterangan Indikator:
Validasi Ahli Pembelajaran Fisika 1. Kesesuian dengan KD
100 100
100 100 2. Mencapai KD
87,5 87,5 87,5 3. Sistematis
Hasil Validasi (%)

75 87,5 87,5 87,5 87,5


4. Mengukur kemampuan analisis
80 75
5. Kesesuaian dengan materi
disekolah
60 6. Kesesuaian dengan konsep
materi
40 7. Kedalaman materi
8. Aktualitas materi
20 9. Dapat memotivasi
10. Hasil penilaian objektif
11. Dapat mengevaluasi proses
0 pembelajaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12. Memberikan wawasan baru
Indikator Penilaian

GAMBAR 3. Diagram persentase hasil validasi oleh ahli pembelajaran fisika.

Dari validasi yang dilakukan oleh ahli penilaian pembelajaran fisika, diperoleh skor
rata-rata keselurahan aspek sebesar 88,54%. Hasil analisis skor rata-rata menyatakan tes dan
evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif yang dibuat dengan persentase 88,54%
memiliki kategori Baik.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 86

Validasi Ahli Media dan Perangkat Lunak

Validasi oleh ahli media dan perangkat lunak dilakukan di Universitas Negeri Jakarta
dengan melibatkan satu orang dosen ahli. Penilaian uji validasi untuk ahli media dan
perangkat lunak sebanyak 3 aspek, yaitu: (1) visual, (2) bahasa, dan (3) perangkat lunak.
Kemudian terbagi menjadi sepuluh indikator, seperti yang ditunjukkan GAMBAR 4.

Validasi Ahli Media dan Perangkat Lunak


100 100 100 100 Keterangan Indikator:
100
1. Desain layout
75 75 2. Penggunaan Warna
80 75 75 75 75 3. Media bergerak jelas
Hasil Validasi (%)

4. Media bergerak menarik


60 5. Media menyimulasikan
fenomena fisika dengan baik
40 6. Penggunaan bahasa
7. Bahasa mudah dipahami
8. Praktis
20
9. Terdapat sistem scoring
otomatis
0 10. Pengoperasian sederhana
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Indikator Penilaian
GAMBAR 4. Diagram persentase hasil validasi oleh ahli media dan perangkat lunak.

Dari validasi yang dilakukan oleh ahli media dan perangkat lunak, diperoleh skor rata-rata
keselurahan aspek sebesar 85%. Hasil analisis skor rata-rata menyatakan tes dan evaluasi fisika yang
informatif dan komunikatif yang dibuat dengan persentase 85% memiliki kategori baik.

2. Data Hasil Uji Coba

Tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif yang telah direvisi di uji cobakan kepada
siswa SMA kelas X. Dimana data respon siswa diperoleh dengan menggunkan lembar angket respon
yang diberikan pada siswa. Instrumen lembar angket respon divalidasi oleh dosen pembibing peneliti
sebelum di uji cobakan pada siswa. Setelah divalidasi lembar angket respon diberikan pada siswa
SMA kelas X yang berjumlah 36 siswa. Hasil angket digunakan untuk mengetahui respon siswa
terhadap pengembangan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif pada materi
kinematika gerak lurus Penilaian yang diberikan kepada siswa terdiri dari 3 aspek yaitu: (1)
Komunikasi visual, (2) perangkat lunak, dan (3) penilaian pembelajaran. Kemudian Terbagi menjadi
sepuluh indikator, seperti yang ditunjukkan GAMBAR 5.
Hasil Uji Coba oleh Siswa
Keterangan Indikator:
100 93.1 1. Pengoperasian sederhana
91.7
84.7 86.1 2. Penilaian otomatis
79.2 3. Memudahkan kegiatan evaluasi
Hasil Validasi (%)

80 70.8 77.8
65.3 belajar
59.7 63.9 4. Media jelas dan mudah
60
dipahami
5. Tampilan interaktif
40 6. Penggunaan warna
7. Ksesuaian dengan materi di
20 sekolah
8. Dapat memotivasi
0 9. Penggunaan bahasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10. Petunjuk pengerjaan soal

Indikator Penilaian
GAMBAR 5. Diagram persentase hasil uji coba oleh siswa.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 87

Dari hasil uji coba kelayakan yang dilakukan pada siswa SMA kelas X, diperoleh skor rata-rata
keselurahan aspek sebesar 77,23%. Hasil analisis skor rata-rata menyatakan media instrumen
penilaian pembelajaran fisika berbasis flash yang dibuat dengan persentase 77,23% memiliki kategori
baik.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tes dan evaluasi fisika
yang informatif dan komunikatif yang dikembangkan untuk siswa SMA kelas X, dapat digunakan
untuk proses pembelajran di kelas. Dengan tes dan evaluasi fisika yang 88,54% valid menurut ahli
pembelajaran, 85% valid menurut ahli media dan 77,23% menurut uji coba kelayakan oleh siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa rancangan tes dan
evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif yang dikembangkan untuk siswa SMA kelas X,
telah memenuhi kriteria baik serta layak digunakan sebagai instrumen penilaian pembelajaran fisika
pada materi kinematika gerak lurus di sekolah. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait
pengembangan tes dan evaluasi yang bersifat informatif dan komunikatif.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen-dosen Jurusan Fisika FMIPA
Universitas Negeri Jakarta dan teman-teman Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta yang
telah memberikan masukan, saran-saran, serta dukungan kepada penulis atas media penilaian
pembelajaran yang dikembangkan. Semoga tes dan evaluasi yang dikembangkan dapat bermanfaat
bagi dunia pendidikan.

REFERENSI

Arikunto, S 2009, ‘Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan’, Jakarta: Bumi Aksara


Arikunto, S 2010, ‘Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi)’, Jakarta: Bumi Aksara
Binanto, Iwan 2010, ‘Multimedia Digital: Dasar Teori dan Pengembangannya’, Yogyakarta: Andi
Murtono, Miskiyah & Evi 2014, ‘Pengembangan Instrumen Evaluasi dengan Teknik Simulasi
sebagai Asesmen Alternatif dalam Pembelajaran Fisika Materi Mekanika Fluida SMA Kelas XI’,
Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika, vol. 1 No.1.
Sudjana, N 2003, ‘Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar’, Bandung: Remaja Rosdakarya
Serway, Raymond & Jewett Jr, John W 2009, ‘Fsika untuk Sains dan Teknik’, Jakarta: Salemba
Teknika

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 88

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 89

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02113

Desain Handout Multimedia Menggunakan 3D Pageflip


Professional untuk Media Pembelajaran pada Sistem
Android
Sandy Syahrowardi TSa), A. Handjoko Permanab)

Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta


Email: a)sandysyahrowardi@gmail.com, b)handjoko@unj.ac.id

Abstract
This article have a purpose to introduce media form of handout multimedi’s base and describe
how to make handour multimedia’s base use 3D Pageflip Professional with a look at the end of
that can be accessed through the computer and android. In design for handout multimedi’s
base use 3D Pageflip Professional need a handout in PDF format as background of making a
handout multimedi’s base. In application 3D Pageflip Professional can load a media as
complement such as picture, animation, flash, video, audio, etc, so it would be more attractive
at the time reading this handout. The result of the project that you develop, publish with 3DP
format that can be read with 3D Paageflip Reader that can istalled in OS android.
Keywords: Multimedia Base Handout, 3D Pageflip Professional, 3D Pageflip Reader
Android.

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mengenalkan media pembelajaran berupa handout berbasis
multimedia dan menggambarkan cara membuat handout berbasis multimedia menggunakan
3D Pageflip Professional dengan tampilan akhir yang dapat diakses melalui komputer dan
android. Dalam merancang handout berbasis multimedia menggunakan 3D Pageflip
Professional membutuhkan handout dalam format PDF sebagai dasar pembuatan handout
berbasis multimedia. Pada aplikasi 3D Pageflip Professional dapat memuat media sebagai
pelengkap seperti gambar, animasi, flash, video, audio, dll, sehingga akan lebih menarik pada
saat membaca handout ini. Hasil dari project yang anda buat, publish dengan format 3DP agar
dapat dibaca dengan 3D Pageflip Reader yang bisa diinstall dalam OS android.
Kata-kata kunci: Handout Multimedia, 3D Pageflip Professional, 3D Pageflip Reader
Android.

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi saat ini bisa dikatakan sangat pesat, terutama pada bidang komunikasi
dan tidak menuntut kemungkinan pada bidang lainnya juga. Dalam proses pembelajaran saat ini,
penggunaan teknologi sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran agar dapat membantu guru
dan siswa dalam proses belajar mengajar. Siswa jaman sekarang sudah terbiasa dengan kemajuan
teknologi dan bahkan tidak menuntut kemungkinan siswa lebih paham dari pada gurunya terutama
pada teknologi sistem android yang sudah dipergunakan oleh sebagian besar masyarakat.
Kata media dalam “media pembelajaran” secara harfiah berarti perantara atau pengantar;
sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi yang diciptakan untuk membuat

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 90

seseorang melakukan suatu kegiatan belajar”(Cepi Riana 2013). Segala bentuk penyampaian
informasi yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta
didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Multimedia merupakan penggunaan komputer untuk menyaikan dan menggabungkan teks,
gambar, suara, animasi, dan video dengan alat bantu. Untuk melengkapi proses pembelajaran agar
berjalan dengan baik dan efektif dalam ranah pemahaman, penulis sebagai calon guru akan
mengenalkan bagaimana mendesain media pembelajaran berupa handout fluida dinamis berbasis
multimedia. Tampilan handout fluida dinamis menggunakan software 3D Pageflip Professional
dengan beberapa fitur untuk membuat handout fluida dinamis menjadi lebih menarik seperti: gambar,
animasi, video, flash, audio, tampilan buku 3D, dan lain-lain.
Artikel ini mengacu pada beberapa jurnal mengenai media pembelajaran berbasis multimedia
dengan menggunakan flipbook diantaranya Sri Hayati (2015) yaitu Pengembangan Media
Pembelajaran Flipbook Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik. Penelitian tersebut
bertujuan menghasilkan media belajar berupa Flipbook Fisika berbasis multimedia dan secara
keseluruhan Flipbook Fisika berbasis multimedia dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik
SMA. Kemudian Wijayanto (2014) yaitu Pengembangan E-Modul Berbasis Flip Book Maker dengan
Model Project Based Learning untuk Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika. Penelitian ini bertujuan membuat media dan mengetahui kebermanfaatan dari media
tersebut.
Diharapkan penjelasan dalam mendesain media pembelajaran handout berbasis multimedia
menggunakan flipbook ini dapat membantu anda dalam membuat media pembelajaran dan media
pembelajaran ini akan menjadi sumber belajar siswa yang menyenangkan serta menjadi media
pembelajaran yang dapat membantu guru untuk memberi pembelajaran kepada siswa yang dapat
diakses melalui sistem android.

METODE

Pada dasarnya mendesain handout multimedia dengan 3D PageFlip ini haruslah menggunakan
komputer dengan spesifikasi tertentu. Dalam pembuatan handout multimedia ini, penulis
menggunakan OS Windows 7 dengan spesifikasi berikut.

GAMBAR 1. Spesifikasi komputer yang digunakan penulis dalam pembuatan handout multimedia.

Dari GAMBAR 1, anda dapat menyimpulkan spesifikasi minimal yang dapat digunakan dalam
pembuatan handout multimedia menggunakan 3D Pageflip Profesional versi 1.7.7. Menurut
penjelasan dari web yang menyediakan jasa untuk mendownload 3D Pageflip Professional bahwa OS
yang dapat menginstall aplikasi ini yaitu Windows XP/Vista/Windows 7/Windows 8 untuk versi
1.7.6.
Dalam pembuatan handout berbasis multimedia ini, penulis menggunakan bahan handout berupa
materi fluida dinamis yang sudah dibuat sebelumnya menggunakan Ms. Word dan dikonvert atau
save as kedalam bentuk PDF. Dalam pembuatan bahan materi handout menggunakan Ms. Word
perlu memperhatikan hal sebagai berikut:

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 91

• Ukuran font. Setelah dimasukan kedalam aplikasi 3D Pageflip Profesional, tampilan ukuran
kertas akan mengecil dan bila dibuat dengan ukuran font 12 (Normal) pada bahannya akan
terlihat kecil.
• Sediakan beberapa space kosong untuk memasukan gambar, video, flash dan lain-lain (jika
diperlukan).
• Persiapkan gambar, video, animasi, flash, audio dan lain-lain sesuai materi fluida dinamis
untuk melengkapi handout fluida dinamis berbasis multimedia.

Perancangan Handout Berbasis Multimedia

Langkah-langkah dalam membuat handout berbasis multimedia dengan menggunakan 3D


Pageflip Professional adalah sebagai berikut:

15. Pastikan bahwa di komputer anda sudah terinstall aplikasi 3D Pageflip Professional.
16. Buka aplikasi 3D Pageflip Professional dan pilih create new.

GAMBAR 2. Tampilan awal saat membuka aplikasi 3D Pageflip Professional.

17. Akan muncul jendela project type dan pilih project type magazine. untuk mengatur template
pilih Select Template > pilih tamplate yang diinginkan (Penulis memilih “Panda”) > OK >
OK.

(a) (b)
GAMBAR 3. (a) Jendela project type, (b) Jendela Select a Template.

18. Setelah itu akan muncul Jendela Import PDF (GAMBAR 4). Disini masukan PDF handout
yang sudah disiapkan dengan mengklik pada tombol “Browse..” > Import Now. Pada

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 92

spesifikasi komputer yang digunakan, waktu untuk melakukan proses import PDF selama 1
menit 15 detik.

GAMBAR 4. Jendela Import PDF.

19. Tampilan awal project anda akan muncul. Untuk menambahkan isi dari handout klik Edit
Page.

(a) (b)
GAMBAR 5.(a) Tampilan awal project anda, (b) Tombol Edit Page untuk mengedit page dan memasukan gambar, flash,
animasi, video dan lain-lain.

20. Berikut tampilan Jendela Edit Page.

GAMBAR 6. Jendela Edit Page, setiap tools dan properties ditunjukan oleh kotak merah.

Ada tiga tools yang perlu diperhatikan dalam mengedit, seperti GAMBAR 6.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 93

o
(1) Tools pengatur halaman (Add new page, Edit select page, Delete select page,
Make page up, dan Make page down)
o (2) Tools untuk Import (Select tools, Add link, Add movie, Add network video,
Add image, dan lainnya). Setelah mengklik apa yang akan diimport, drag pointer
membentuk kotak > double klik kotak yang dibentuk > pilih object.
o (3) Properties, kotak untuk menampilkan pengaturan dari gambar, video, audio,
animasi, flash dan lainnya. Properties akan muncul bila sudah ada object yang
diimport/dipilih.
kita tidak akan bingung nama dari setiap gambar tools karena setiap tools yang diarahkan pointer
akan muncul keterangan namanya. Bila proses mengedit sudah selesai, klik tanda silang
pada bagian pojok kanan atas dibawah close jendela.

21. Setelah proses mengedit selesai > klik Apply Change. (82 detik)

GAMBAR 7. Apply Change.

22. Save project dapat dilakukan dengan mengklik tombol “Save” pada menu “Files” atau dengan
tombol CTRL + S.

23. Publish, klik pada tombol publish di sebelah kanan tombol Apply Change.

GAMBAR 8. Publish hasil dalam berbagai format.

Hasil dari project yang anda buat bisa dipublish kedalam format Flash/HTML, ZIP, EXE,
3DP, To FTP Server, Screen Saver, dan bisa mengirim ke email. dan untuk menghasilkan
handout berbasis multimedia yang dapat diakses melalui android, publish dengan format 3DP.

3D Pageflip Reader pada Sistem Android

Untuk menampilkan handout berbasis multimedia pada sistem android, perlu menginstall aplikasi
3D Pageflip Reader pada android terlebih dahulu di playstore atau dalam website
www.3dpageflip.com. Setelah menginstall 3D Pageflip Reader pada sistem android anda dapat
membuka handout berbasis multimedia yang datanya sudah dimasukan kedalam smartphone terlebih

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 94

dahulu. Adapun kekurangan dari aplikasi 3D Pageflip Reader pada sistem android masih dalam versi
awal sehingga hanya bisa support dengan sistem android jelly bean ke bawah, untuk versi kitkat,
lolipop dan seterusnya masih belum bisa menggunakan aplikasi 3D Pageflip Reader.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Handout fluida dinamis dikatakan berbasis multimedia apabila mencakup beberapa media
didalamnya, misalnya seperti gambar, animasi, flash, video, audio dan media lainnya. Berikut
beberapa hasil media yang dimasukan kedalam handout dengan tampilan pada sistem android,
Perhatikan GAMBAR 8.

(a) (b)

(c) (d)

GAMBAR 8. (a) Tampilan awal dari hasil penambahan gambar dan animasi, (b) Tampilan dari salah satu halaman yang
dimasukkan flash, (c) Tampilan salah satu halaman yang dimasukkan gambar, animasi, dan video, (d) Tampilan halaman
yang menjalankan video (tampilan 3D video).

Adapun beberapa langkah yang memerlukan waktu dalam proses pembuatan handout fluida
dinamis berbasis multimedia akan dijabarkan dalam TABEL 1.
TABEL 1. Waktu dalam beberapa proses pembuatan handout fluida dinamis berbasis multimedia.

No. Langkah Waktu (s) ≡


1. Import PDF (15 hal) 75
2. Apply Change* 82
3. Save Project* 107
4. Publish to Flash/HTML* 44
5. Publish to ZIP* 148
6. Publish to EXE* 162
7. Publish to 3DP* 319

*waktu berbanding lurus dengan jumlah atau besarnya media (gambar, animasi, video, dan lainnya)
yang dimasukkan kedalam handout dan jumlah halaman handout.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 95

Tampilan yang dihasilkan dari handout fluida dinamis ini sangat menarik dan interaktif (Flash),
sehingga akan menarik minat baca dari pembaca handout fluida dinamis ini. Akses untuk membuka
handout fluida dinamis berbasis multimedia juga sangat mudah karena dapat dipublish kedalam
format Flash/HTML yang dapat dibuka di browser apapun yang setiap komputer memiliki apliklasi
browser. Dan dapat dipublish kedalam format lainnya seperti ZIP, 3DP dan EXE. Dari segi waktu
yang didata pada TABEL 1, waktu yang diperlukan untuk melakukan proses masih relatif cepat.

PENUTUP

Desain handout berbasis multimedia menggunakan 3D Pageflip Professional yang sudah


dijelaskan perlu dikembangkan lagi karena masih banyak tools dan langkah yang perlu dicoba dan
digunakan agar menghasilkan handout yang lebih baik dan menarik. Disarankan untuk menginstall
3D Pageflip Reader untuk membaca hasil dari publish to 3DP agar memudahkan dalam membaca
handout yang telah dibuat pada komputer anda, aplikasi 3D Pageflip Reader bisa diinstall di sistem
android.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Ibu Dewi Muliyati selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Berbasis ICT
pendidikan fisika Universitas Negeri jakarta dan seluruh anggota laboratorium digital Program Studi
Pendidikan Fisika UNJ yang selalu memberikan kritik dan saran dalam pembuatan desain handout
fluida dinamis berbasis multimedia sebagai media pembelajaran.

REFERENSI

Hayati, Sri 2015, ‘Pengembangan Media Pembelajaran Flipbook Fisika untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Peserta Didik’, ProsidingSeminar Nasional Fisika (e-jurnal) SNF2015, vol. 04, p. 1.
Riana, Cepi 2013, ‘Media Pembelajaran’, in Pembelajaran Komputer (Universitas Lampung,
Lampung) p. 5.
Wijayanto 2014, ‘Pengembangan E-Modul Berbasis Flip Book Maker dengan Model Project Based
Learning untuk Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika’, Prosiding
Mathematics and Sciences Forum 2014, p. 625.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 96

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 97

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02114

Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis 3D


PageFlip Fisika untuk Materi Getaran dan Gelombang
Bunyi
Hani Kurniawatia), Desnita, Siswoyo

Prodi Pendidikan Fisika, Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta
Jalan Rawamangun Muka No 1, Rawamangun, Jakarta Timur
Email: a)hanikurniawati@ymail.com

Abstract
The 3D FlipBook development has been widely used in the fields of education and produce a
media that can enhance students' interest and motivation. Even so, the use of 3D PageFlip
itself is still relatively rare. The lack of socialization is said to be the main reason that caused
rare users of 3D PageFlip software. Accordingly, a medium to generate a 3D PageBook and in
the same time to learn 3D PageFlip techniques is needed. This paper will discuss how to create
media-based learning materials using 3D PageFlip to explain the physics of vibrations and
sound waves.
Keywords: Media-based learning materials, 3D FlipBook, Physics

Abstrak
Pengembangan 3D FlipBook telah banyak digunakan di bidang pendidikan dan menghasilkan
sebuah media yang dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Meskipun begitu,
penggunaan 3D PageFlip sendiri masih tergolong jarang. Kurangnya sosialisasi penggunaan
software dikatakan sebagai alasan utama penyebab kurangnya pengguna software 3D
PageFlip. Berdasarkan hal tersebut, perlu dibuat tulisan mengenai penggunaan 3D PageFlip
untuk menghasilkan 3D PageBook sebagai media pembelajaran. Tulisan ini akan memaparkan
bagaimana membuat media pembelajaran berbasis 3D PageFlip Fisika untuk materi getaran
dan gelombang bunyi.
Kata-kata kunci: Media Pembelajaran, 3D FlipBook, Fisika

PENDAHULUAN

Pengembangan dan inovasi di bidang pendidikan telah berkembang di banyak negara maju. Hal
ini terbukti dari banyaknya aplikasi atau software baru yang hadir untuk membantu berjalannya
proses belajar mengajar seperti animasi dalam bentuk flash maupun html, ataupun simulasi seperti
phet. Dalam sebuah jurnal teknologi informasi dan pendidikan yang berjudul pengembangan bahan
ajar berbasis multimedia interaktif mata kuliah listrik yang menggunakan autocad pada program studi
pendidikan elektro ft unp oleh Eliza (2008) menunjukkan bahwa penggunaan bahan ajar berbasis
multimedia interaktif dalam perkuliahan dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dan
meningkatkan hasil belajar mahasiswa.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 98

Pembuatan media belajar multimedia dengan aplikasi software diharapkan akan dapat
meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa, lebih jauh dapat meningkatkan hasil belajar yang
dicapai. Salah satu software yang dapat digunakan untuk membuat sumber belajar adalah software
3D FlipBook Professional. Sebelumnya telah banyak pengembangan yang dilakukan dengan
menggunakan software 3D FlipBook salah satu di antaranya adalah Multimedia FlipBook Dasar
Teknik Digital yang dapat meningkatkan motivasi, minat dan aktivitas belajar para peserta didik
(Nazeri, 2013) dan pengembangan Modul Virtual: Multimedia FlipBook oleh Sugianto (2013).
Meskipun telah banyak pengembangan dan inovasi dibidang pendidikan yang menggunakan
3D FlipBook atau 3D PageFlip, namun penggunannya masih tergolong jarang. Hal ini dibuktikan
dari interview dari beberapa mahasiswa pendidikan di Universitas Negeri Jakarta dan beberapa Guru
di SMA. Kurangnya sosialisasi penggunaan software dikatakan sebagai alasan utama penyebab
kurangnya pengguna software 3D FlipBook.
Berdasarkan hal tersebut tulisan ini akan membahas teknik penggunaan 3D PageFlip untuk
menghasilkan 3D FlipBook.

METODE PENGEMBANGAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengembangan adalah software 3D FlipBook, software
Microsoft Office Word untuk memuat isi teks buku, software Adobe Photoshop untuk mengedit
gambar, dan software Adobe Flash untuk membuat animasi yang akan digunakan dalam buku 3D
PageFlip.
Pengembangan ini dimulai dengan studi pustaka mengenai getaran dan gelombang, beberapa
tutorial cara pembuatan media menggunakan 3D FlipBook, pembuatan buku menggunakan Microsoft
Word dan Adobe Photoshop, kemudian menggunakan Adobe Flash untuk pembuatan animasi. File
buku yang telah dibuat di Microsoft Word diubah menjadi pdf lalu membuatnya dalam bentuk 3D
FlipBook menggunakan 3D PageFlip. Penelitian ini bertujuan untuk mencoba menghasilkan media
pembelajaran 3D FlipBook materi getaran dan glombang menggunakan 3D PageFlip.
Software 3D PageFlip menurut 3D PageFlip Professional (2012) adalah “a software that convert
your still PDF files into animated 3D page turning books which include a multimedia music and
videos on pages, links, images, button, and animation to become a 3D FlipBook”. Berdasakan
pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa 3D FlipBook adalah suatu software untuk merubah file
dengan format PDF menjadi sebuah animasi buku 3D yang di dalamnya dapat dimasukkan musik,
video, gambar, tombol, dan animasi.
Pada pengembangan produk, berikut adalah langkah-langkah pembuatan media pembelajaran 3D
FlipBook.
1. Membuat media dalam bentuk buku di dalam Microsoft Word. Media dalam bentuk buku di
buat menggunakan Microsoft Word agar lebih mudah untuk pengeditan text maupun gambar
di dalam buku tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat membuat buku dalam
Microsoft Word adalah ukuran font dan space kosong untuk memasukkan gambar, video dan
flash.
2. Menggunakan Adobe Flash untuk membuat animasi yang diperlukan di dalam 3D FlipBook
atau dapat juga mengambil animasi yang telah tersedia di Internet.
3. Menggunakan Adobe hotoshop untuk membuat atau mengedit gambar yang diperlukan di
dalam 3D FlipBook untuk membuat tampilan 3D FlipBook lebih menarik.
4. Menyimpan buku yang telah di buat dalam bentuk pdf.
5. Membuka software 3D PageFlip, lalu pilih Create New. Jika sudah, pilih project apa yang
akan dibuat, apakah itu dokumen, majalah, atau photo lalu pilih OK (GAMBAR 1).

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 99

(a) (b)
GAMBAR 1. (a) tampilan awal saat membuat buka aplikasi dari 3D PageFlip (b) Memilih project apa yang akan dibuat
apakah itu dokumen, magazine atau photo.

6. Setelah memilih project yang akan dibuat, tentukan dokumen PDF yang akan dijadikan 3D,
lakukan dengan cara klik browse > Import Now (GAMBAR 2).

GAMBAR 2. Tampilan saat mengimport file yang akan dijadikan 3D FlipBook (ditandai dengan kotak merah).

7. Setelah PDF berhasil dirubah menjadi buku 3D, langkah berikutnya adalah untuk
menambahkan media-media terkait seperti animasi flash, video, suara, dan sebagainya.
Langkah yang harus dilakukan adalah memilih tombol edit pages untuk mengedit
halamannya. Setelah itu memasukkan media-media terkait (GAMBAR 3)

(a) (b)

GAMBAR 3. (a) Pilih Edit pages yang terletak dibagian atas (ditandai dengan kotak merah) untuk mengedit
halaman 3D FlipBook (b) Media-media terkait yang dapat ditambahkan ke dalam 3D FlipBook (ditandai dengan
kotak merah).

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 100

8. Setelah proses mengedit selesai, klik Apply Change yang ada dibagian atas dari aplikasi.
Proses ini ini membutuhkan waktu 80 detik. (GAMBAR 4)

GAMBAR 4. Setelah proses mengedit selesai, klik Apply Change (ditandai dengan kotak merah).

9. Untuk menyimpan project, klik tombol File > Save Project atau dengan tombol CTRL + S
(GAMBAR 5)

GAMBAR 5. Untuk menyimpan, File > Save Project (ditandai dengan kotak merah).

10. Setelah buku telah selesai dibuat, langkah berikutnya adalah untuk mempublish atau
mengexportnya. Pertama klik convert > publish, atau cukup hanya dengan menekan tombol
Ctrl+P lalu pilih dalam extensi file apa kita akan mempublish project kita. (GAMBAR 6)

(a) (b)
GAMBAR 6. (a) Pilih Convert lalu Publish (b) Ekstensi file yang tersedia untuk menconvert project.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengembangan yang dilakukan didapatkan produk seperti berikut


(GAMBAR 7):

(a) (b) (c)


GAMBAR 7. (a) tampilan cover depan dari buku (b) tampilan isi dari buku (c) tampilan isi buku dengan media animasi di
dalamnya.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 101

Menurut 3D PageFlip (2013), Operating System yang dapat menginstall aplikasi 3D PageFlip
adalah Windows XP, Vista, Windows 7, 8, dan 10. Dalam proses pembuatan 3D FlipBook,
spesifikasi komputer yang digunakan penulis adalah sebagai berikut (GAMBAR 8)

GAMBAR 8. tampilan spesifikasi komputer penulis

Waktu yang digunakan untuk membuka software adalah 4 detik, dan software 3D PageFlip ini
menggunakan 32 bit, dengan ini 0.1-0.2% CPU, dengan memory 4,7 MB. (GAMBAR 9)

GAMBAR 9. tampilan task manager dari 3D PageFlip Professional.

Waktu yang diperlukan untuk mengimport suatu file pdf dengan jumlah halaman 13 menjadi
sebuah buku adalah 17s, waktu yang dibutuhkan untuk menyimpan project 5 s. File extension yang
dihasilkan untuk menyimpan project adalah dengan format .pfprj, dan dengan besar file 10,464 KB.
Sedangkan waktu yang dibutuhan untuk mengexport project dengan jumlah halaman 13 dan 4
animasi flash untuk setiap ekstensinya disajikan dalam TABEL 1.

TABEL 1. Berikut adalah file extension akhir dari hasil publish project, waktu yang diperlukan untuk mempublishnya, dan
besar file.
No File Extension Waktu Besar File hasil export
1 HTML 2.09 detik 7 KB
2 ZIP 2.05 detik 10,463 KB
3 EXE 3.02 13,189 KB
4 3DP 95 detik 13,545 KB

Berdasarkan hasil pengujian, waktu yang diperlukan untuk mengexport project 3D FlipBook
adalah seperti TABEL 1 dengan waktu terlama dimiliki oleh file extension EXE dan file terbesar
dimiliki oleh eksistensi file 3DP. File dengan eksistensi 3DP dapat dibuka di Smartphone sistem
android jelly bean ke bawah setelah aplikasi 3D PageFlip Reader terinstall di dalam Smartphone
tersebut.
File dengan extension EXE memiliki waktu yang lama karena ia adalah excecutable file for
independent reading yang berarti ada atau tidak ada aplikasi dari 3D PageFlip dalam sebuah laptop,
sebuah eksistensi dengan .exe akan selalu dapat dibuka dalam sebuah laptop (dengan operating
System Windows XP, Vista, Windows 7, 8 dan 10) dan dengan itu akan memudahkan penggunanya.
File dengan extension HTML menghasilkan format dalam bentuk web page, dan zip
menghasilkan format dalam bentuk folder zip dimana isi dari folder tersebut adalah web page html.
Hasil gambar dan animasi 3D FlipBook yang sudah diexport tidak pecah selama pixel media tersebut
besar.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 102

SARAN

Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, beberapa saran yang dapat diberikan adalah
memperbanyak jumlah animasi dan media lainnya seperti video, gambar, dsb yang dapat menarik
minat siswa, pengelolaan penulisan buku yang lebih baik dan menarik serta memperhatikan pixel
gambar yang digunakan sehingga tidak akan pecah. Untuk desain media sendiri masih banyak yang
perlu dikembangkan karena banyak tools yang belum dicoba seperti membuat galeri foto berbentuk
3D dan memasukkan tombol. (GAMBAR 10)

GAMBAR 10. tampilan tools galeri foto 3D dan tombol interaktif.

Terkait extension file export lebih baik menggunakan file extension .exe sehingga dapat
dibuka di laptop atau pc yang tidak memiliki aplikasi dari 3D PageFlip jika hanya ingin digunakan di
PC atau laptop. Jika ingin digunakan berbasis smartphone, maka disarankan mengexportnya ke
dalam format 3DP.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada pihak yang membantu dalam diskusi, dan memberikan kritik dan saran
dalam pembuatan media sebagai media pembelajaran.

REFERENSI

3D PageFlip.com, “3D PageFlip Professional Utility” (2012) p.1.


Eliza, Fivia, 2013, “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Multimedia Interaktif Mata Kuliah Gambar
Listrik yang Menggunakan Autocad pada Program Studi Pendidikan Teknik Elektro FR UNP”.
Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan, pp.1-2 .
Nazeri, 2013. “Penggunaan e-FlipBook dalam Topik Elektrik dan Elektronik: Inovasi dalam
Pengajaran Reka Bentk dan Teknologi PISMP RBT”. Prosiding Seminar Penyelidikan IPG Zon
Timur Vol 1. No 1 pp.3-4.
Sugianto, Dony. 2013 Modul Virtual: Multimedia Flipbook Dasar Teknik Digital, Jurnal INVOTEK
Volume IX No.2 pp. 101-116.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 103

Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016


DOI: doi.org/10.21009/1.02115

Merancang Komik Cerita Tokoh Menggunakan


Aplikasi Comicker sebagai Media Pembelajaran
Sarinaha), Dewi Muliyatib), I Made Astrac)

Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta, Jalan Rawamangun Muka No 1, Jakarta Timur 13220

Email: a)sarinahpfr13@gmail.com, b)dmuliyati@unj.ac.id, c)imadeastra@gmail.com

Abstract
This Paper discuss tecnique to desain Comic of Figure by Comicker. Comic of Figure can be
used for instructional media . The Comic of Figure based on the history about figure which is
storied. Comic of Figure as the instructional media can be design easily on our gadget likes
handphone or tablet with android system, so that can be inspiring for parents and teacher.
Keywords: Comic of Figure, Comicker

Abstrak
Tulisan ini berisi teknik merancang Komik Tokoh menggunakan aplikasi Comicker. Komik
Tokoh yang dirancang dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Komik Tokoh tersebut
mengacu kepada buku –buku sejarah mengenai tokoh yang diceritakan. Komik Tokoh sebagai
media pembelajaran dapat dirancang dengan mudah menggunakan aplikasi Comicker pada
gadget yang kita miliki baik handphone maupun tablet dengan sistem operasi android,
sehingga dapat menjadi inspirasi bagi para orang tua dan guru.
Kata-kata kunci: Komik Tokoh, Comicker

PENDAHULUAN

Media komunikasi ukuran genggaman atau lebih dikenal dengan istilah gadget menurut Jonathan,
Prayanto dan Hen Dian (2015) saat ini menjadi hal yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia.
Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap gadget seperti smartphone dan tablet sudah sangat
tinggi. Smartphone maupun tablet dengan sistem operasi android menyediakan aplikasi – aplikasi
menarik dan gratis bagi para penggunanya. Salah satu aplikasi gratis yang bisa diunduh pada
smartphone dan tablet adalah aplikasi pembuat komik yaitu Comicker.
Comicker adalah sebuah aplikasi yang bisa digunakan untuk membuat komik dengan
menggunakan smartphone ataupun tablet secara offline. Dalam aplikasi ini tersedia karakter –
karakter komik yang bisa digunakan untuk membuat sebuah cerita yang kita inginkan (LLC
Comicker 2016). Dengan adanya aplikasi tersebut bisa memudahkan pembuat komik yang tidak
pandai menggambar atau desain. Salah satunya para pendidik baik orang tua maupun guru bisa
menggunakan aplikasi ini untuk membuat sebuah komik sebagai media pembelajaran bagi anak-anak
dan pelajar.
Media Pembelajaran merupakan alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi
pembelajaran, yang terdiri dari buku, tape recorder, kamera, kaset, video recorder, film, televisi,

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 104

slide (gambar bingkai), foto, grafik, dan komputer (Arsyad 2011, p.4). Komik merupakan gambar
yang menyampaikan informasi atau menghasilkan respon estetik pada yang melihatnya (McCloud
2008). Berdasarkan definisi tersebut komik termasuk sebuah media pembelajaran. Selain dari itu
Komik sebagai karya seni memiliki unsur intrinsik meliputi tema, alur, latar, penokohan, sudut
pandang penokohan, dan amanat. Komik Tokoh bisa menjadi sebuah media pembelajaran dengan
menekankan nilai-nilai pendidikan pada penokohan dan amanat yang terkandung dalam komik.
Komik Tokoh yang dirancang menggunakan aplikasi Comicker diharapkan menjadi sebuah komik
yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran yang layak untuk para pelajar. Selain itu, Komik
Tokoh bisa menjadi inspirasi bagai para pendidik untuk menciptakan media pembelajaran yang
kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan gadget yang dimiliki secara praktis, salah satunya dengan
menggunakan aplikasi pembuat komik yaitu Comicker.

METODE

Alat dan Bahan Perancangan

Dalam merancang Komik Tokoh kita harus menentukan tokoh utama dalam Komik. Selanjutnya,
alat dan bahan yang diperlukan antara lain buku sejarah mengenai tokoh utama minimal dua buah,
gadget baik itu smartphone maupun tablet dengan sistem operasi android satu buah, sofware
Comicker yang sudah terinstal (offline).
Tokoh utama dalam perancangan kali ini adalah Galileo Galilei. Buku yang digunakan sebagai
acuan antara lain Galileo Galilei karya Michael White tahun 1992 dengan alih bahasa Alex Tri
Katjono Widodo yang diterbtkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, Putri Sang Galileo karya Dava
Sobel tahun 1992 dengan alih bahasa Eni Purwaningsih dan Anton Kurnia yang diterbitkan oleh PT.
Mizan Pustaka.
Aplikasi Comicker bisa diunduh di goole play, play store, atau market lain penyedia Aplikasi
untuk android. Aplikasi ini digunakan secara offline sebagai media utama dalam perancangan Komik
Tokoh. Karakter – karakter yang akan dipakai dalam perancangan juga harus diunduh setelah aplikasi
terunduh.

Perancangan Komik Tokoh

Berikut ini merupakan langkah - langkah dalam merancang Komik Tokoh dengan menggunakan
aplikasi Comicker.
1. Unduh aplikasi Comicker di market yang disediakan oleh handphone yang digunakan,
misalnya play store. Gambar icon Comicker ditunjukan oleh GAMBAR 1.

GAMBAR 1. Icon Comicker untuk sistem operasi android di Handphone.

2. Klik pada icon Comicker yang telah diunduh, kemudian tunggu beberapa saat untuk
mengunduh karakter bawaan dari aplikasi.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 105

GAMBAR 2. Proses mengunduh karakter untuk membuat komik pada Comicker.

3. Setelah proses unduh selesai, pilih menu register untuh memasukkan biodata pengguna
Comicker.
Klik
menu
register
untuk
mengisi
data
pengguna

GAMBAR 3. Tampilan awal aplikasi Comicker.

4. Mengisi biodata pengguna

GAMBAR 4. Tampilan laman untuk mengisi biodata.

5. Mulai merancang komik dengan mengklik pilihan New pada Home, kemudian mengisi judul
Komik yang akan dirancang dan nama penulisnya.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 106

Klik
New untuk
memulai.

GAMBAR 5. Tampilah untuk memulai perancangan komik, dimulai dengan mengisi judul dan nama penulis.

6. Memilih kotak halaman untuk komik

Double
Klik pada
kotak yang
dituju.

GAMBAR 6. Tampilan untuk memilih halaman-halaman untuk merancang komik.

7. Pilih menu add, kemudian masukan karakter yang diinginkan.


Klik menu
Add untuk
menambahkan
karakter
komik.

GAMBAR 7. Tampilan folder-folder yang berisi karakter untuk merancang komik.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 107

8. Klik salah satu folder, kemudian klik karater yang diinginkan.

klik
folder yang
diinginkan

GAMBAR 8. Tampilan salah satu karakter yang digunakan untuk merancang komik.

9. Jika karakter sudah dipilih, atur sedekian rupa sesuai keinginan kemudian pin karakter agar
tidak bergeser ketika tersentuh.
Aturlah posisi
gambar sesuai
keinginan

GAMBAR 9. Icon untuk mengatur posisi dan ukuran gambar atau karakter.

10. Untuk melanjutkan rancangan ke halaman selanjutnya klik icon next, setelah selasai
klk icon save. Komik rancangan anda akan otomatis tersimpan pada aplikasi
comicker.
Klik
untuk
melanjut
kan.
klik
untuk
menyim
pan.

GAMBAR 10. Icon untuk membuat halaman baru.

11. Klik New untuk memulai kembali, klik open untuk membuka file yang ada, klik
Export to Gallery untuk menyimpan pada galeri handphone, klik publish untuk
menggunggah, klik delete untuk menghapus, klik contest untuk mengikuti perlombaan
komik.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 108

Klik New untuk memulai


kembali, klik open untuk
membuka file yang ada, klik
Export to Gallery untuk
menyimpan pada galeri
handphone, klik publish
untuk menggunggah, klik
delete untuk menghapus, klik
contest untuk mengikuti
perlombaan komik.

GAMBAR 11. Tampilan setelah menyelesaikan komik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari perancangan Komik Tokoh menggunakan aplikasi Comicker merupakan sebuah Komik
yang berjudul CoeG (Comic of Galileo Galilei). Komik ini menceritakan perjalanan hidup tokoh
Galileo Galilei pada saat menemukan konsep Gerak Harmonik Sederhana yang dipelajari pada mata
pelajaran Fisika di sekolah.
Berikut kami sajikan hasil perancangan Komik Tokoh dengan menggunakan aplikasi Comicker.

(a) (b)

(c) (d)

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 109

(e) (f)

(g) (h)

(i) (j)

(k) (i)

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 2 Nomor 1, Juni 2016
p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433 Halaman 110

(m) (n)
GAMBAR 12. (a) Halaman judul Komik Tokoh (b) Halaman ke-1 komik tokoh (c) Halaman ke-2 komik tokoh (d)
Halaman ke-3 komik tokoh (e) Halaman ke-4 komik tokoh (f) Halaman ke-5 komik tokoh (g) Halaman ke-6 komik tokoh
(h) Halaman ke-7 komik tokoh (i) Halaman ke-8 komik tokoh (j) Halaman ke-9 komik tokoh (k) Halaman ke-10 komik
tokoh (l) Halaman ke-11 komik tokoh (m) Halaman ke-12 komik tokoh (n) Halaman ke-13 komik tokoh.

SARAN

Pada proses perancangan Komik Tokoh dengan menggunakan aplikasi Comicker perlu
dikembangkan dengan lebih baik lagi. Buku-buku referensi untuk menggambarkan cerita dalam
komik perlu diperbanyak sehingga komik yang dihasilkan sesuai dengan kejadian yang sebenarnya.
Karakter-karakter dalam komik perlu dikembangkan sehingga mendekati gambaran kejadian yang
sebenarnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada rekan – rekan mahasiswa mata kuliah Pengembangan Bahan Ajar berbasis
ICT (Information Communication and Technology) yang telah memberikan kritik maupun saran pada
proses perancangan Komik Tokoh dengan menggunakan aplikasi Comicker.

REFERENSI

Arsyad, A 2011, Media Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta.


Jonathan, Prayanto & Hen Dian Yudani, L 2015, ‘Perancangan Board Game Mengenai Bahaya
Radiasi Gadged terhadap Anak, Unversitas Kristen Petra Surabaya, p.1.
LLC Comicker, About LLC Comicker 2016, LLC Comicker, hhh, viewed 29 Oktober 2016,
http://comickerdigital.com.
Sobel, J 2004, Galileo’s Daughter : A Drama of Science, Faith, and Love, trans. Eni Purwaningsih
dan Anton Kurnia, Mizan Media Utama, Bandung, original work published 1999.
White, J 1992, Galileo Galilei, trans. Alex Tri Kantjono Widodo, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
original work published 1991.

e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1

You might also like