Professional Documents
Culture Documents
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pertanian adalah salah satu sektor terbesar yang mendukung
ketahanan pangan suatu Negara. Pangan yang dibutuhkan oleh rakyat
ditanggung oleh sektor pertanian ini. Perkembangan zaman dan seiring
dengan berjalannya waktu sektor pertanian semakin berkembang. Sektor
pertanian sekarang telah berkembang di bidang pola bercocok tanamnya.
Pola cocok tanam yang dikenal dengan sistem hidroponik.
Pola bercocok tanam hidroponik merupakan salah satu solusi
bertanam di tempat yang kekurangan lahan untuk bertanam. Hidroponik
adalah suatu cara pembudidayaan tanaman tanpa menggunakan tanah
sebagai media pertumbuhan. Media yang digunakan bukan tanah, nutrisi
yang diperlukan tanman berbentuk larutan. Media hidroponik tidak seperti
media tanah yang memiliki unsur hara yang berupa zat-zat penting bagi
tumbuhan. Hidroponik memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan lahan
yang luas, jadi tidak perlu berkeliling ladang yang luas untuk perawatan
dan panen. Hidroponik merupakan salah satu alternatif bagi petani yang
tidak memiliki lahan yang cukup untuk becocok tanam.
Tanaman hidroponik bersifat portabel, mudah dipindah-pindah,
mudah diaplikasikan, dan hampir bebas perawatan. Kebanyakan bertani
secara hidroponik sedikit menggunakan air dan produksinya lebih cepat,
dengan hasil yang besar, tentunya dalam lingkungan yang bebas hama.
Larutan hidroponik telah tersedia zat-zat makanan untuk tumbuhan dengan
perbandingan yang tepat, sehingga dapat mengurangi stress pada tanaman,
lebih cepat matang dan panen akan lebih bagus kualitasnya. Tanaman yang
biasa ditanam secara hidroponik adalah sayuran dan buah-buahan yang
berumur pendek seperti caisim, selada, pakcoy, bayam, tomat, mentimun,
dan lain-lain.
Sistem hidroponik dapat dikembangkan, tergantung disesuaikan
dengan bahan, ruang yang tersedia serta kecocokan tanaman yang ditanam.
Teknologi pada sistem hidroponik ini dapat diaplikasikan dalam berbagai
model modifikasi sistem kerjanya. Sistem hidroponik yang berbeda
memiliki sistem penyediaan nutrisi yang berbeda-beda pula. Kegiatan
budidaya tanaman perlu memilih sistem hidroponik yang sesuai dengan
karakteristik tanaman serta tujuan dari budidaya. Praktikum kali ini akan
memberikan informasi mengenai komponen instalasi pada setiap sistem
hidroponik yang ada, mengetahui kelemahan dan kelebihan serta
mengetahui jenis tanaman yang sesuai pada setiap sistem hidroponik
2. Tujuan Praktikum
Praktikum hidroponik Acara I Pengenalan Sistem Hidroponik ini
dilaksanakan dengan tujuan antara lain:
a. Mengidentifikasikan komponen dan instalasi beberapa macam sistem
hidroponik, meliputi Floating Hydroponic System (FHS) atau rakit
apung, Nutrient Film Technique (NFT), substrat dalam kolom bertingkat,
ebb and flow atau penggenangan dan pengatusan, serta aeroponik.
b. Merinci kelebihan dan kekurangan tiap-tiap jenis sistem.
c. Menjelaskan contoh aplikasi jenis-jenis sistem hidroponik untuk
budidaya tanaman hortikultura semusim.
d. Mencontohkan foto/visualisasi modifikasi aplikasi jenis-jenis sistem
hidroponik untuk budidaya tanaman hortikultura.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Hidroponik Acara Pengenalan Sistem Hidroponik
dilaksanakan pada hari Kamis, 28 September 2017 pukul 07.00-09.00 WIB
bertempat di Rumah Kaca B, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri
Sebelas Maret, Surakarta.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Floating Hydroponic System (FHS) atau Rakit Apung
Floating Hydroponic System (FHS) merupakan budidaya tanaman
(khususnya sayuran) dengan cara menanamkan atau menancapkan tanaman
pada lubang sterofoam yang mengapung diatas permukaaan larutan nutrisi
dalam suatu bak penampung atau kolam sehingga akar tanaman terapung
atau terendam dalam larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan pertama kali
oleh Jensen di Arizona dan Massantini di Italia. Sistem ini larutan nutrisi
tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak penampung dan dapat
digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan dalam jangka
waktu tertentu, hal ini perlu dilakukan karena dalam jangka yang cukup
lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk cair dalam dasar
kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sistem ini
mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya lingkungan
perakaran yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih rendah,
dapat digunakan untuk daerah yang sumber energi listriknya terbatas
karena energi yang dibutuhkan tidak terlalu tergantung pada energi listrik
(mungkin hanya untuk mengalirkan larutan nutrisi dan pengadukan larutan
nutrisi saja) (Istiqomah 2012).
Hidroponik rakit apung merupakan hidroponik dengan
menempatkan tanaman di atas bak berisi larutan nutrisi pada posisi
sedemikian rupa sehingga perakaran berkembang di larutan tersebut.
Hidroponik rakit apung bisa dibuat menggunakan akuarium bekas atau bak
lain untuk menampung larutan nutrisi. Bahan lain yang diperlukan beruap
net pot atau gelas plastik untuk tempat penanaman, media tanam rockwool
atau floral foam, lembar styrofoam, indikator permukaan air dan aerator
(Hendra dan Andoko 2014).
Tanaman ditancapkan pada lubang dalam sterofoam dengan bantuan
busa (agar tanaman tetap tegak) serta ditambahkan penyangga tanaman
dengan tali. Lapisan sterofoam digunakan sebagai penjepit, isolator panas
dan untuk mempertahankan tanaman agar tetap terapung dalam larutan
nutrisi. Sterofoam agar pemakaiannya tahan lama biasanya dilapisi oleh
plastik mulsa. Gambar juga menunjukkan adanya bak larutan nutrisi dengan
penyangganya, biasanya bak penampung ini mempunyai kedalaman antara
10-20 cm dengan kedalaman larutan nutrisi antara 6-10 cm bertujukan agar
oksigen dalam udara masih terdapat di bawah permukaan sterofoam
(Pinus 2013).
2. Nutrient Film Technique (NFT)
Penerapan hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) agar
tercapainya budidaya yang maksimal, panjang talang dan jarak tanam yang
efektif adalah hal yang harus diperhatikan. Talang yang terlalu panjang
akan berakibat pada tanaman, salah satunya menyebabkan defisiensi
nitrogen. Jarak tanam yang terlalu rapat mengakibatkan persaingan unsur
hara. Persaingan unsur hara juga dapat terjadi akibat terbendungnya aliran
akibat pertumbuhan akar yang terlalu lebat di dalam talang bila jarak tanam
terlalu dekat (Vidianto et al. 2012).
Teknik NFT (Nutrient Film Tech-nic), merupakan salah satu teknik
yang paling berhasil dan banyak digunakan karena memiliki efisiensi tinggi
pada saat digunakan pada penanaman, budidaya Tabulapot. Lahan tanam
untuk teknik NFT tidak mudah rusak, mudah dibersihkan (terbuat dari
plastik PVC) dan dapat dikonfigurasikan sebagai sis-tem penyiraman yang
tidak memungut kembali kelebihan aliran larutan hara (drain to wash)
maupun sistem penyiraman yang mensirkulasikan kembali kelebihan
larutan hara (aquaponic). Berdasar pengujian yang telah dilakukan, kondisi
ini lebih banyak disebabkan spesifikasi teknik talang PVC khusus untuk
NFT tidak dipublikasikan secara luas dan tidak dijual secara bebas
(Watiningsih et al. 2014).
Hubungan antara konsentrasi nutrisi dan mineral serapan hidroponik
telah dipelajari dengan baik. Penggunaan Wagner pot atau wadah,
menunjukkan bahwa ada perubahan dalam konsentrasi dan jumlah serapan
air untuk jangka waktu tertentu. Konsentrasi mineral yang rendah dalam
larutan hidroponik, sulit untuk mendapatkan nilai yang tepat karena
perubahan konsentrasi larutan dalam waktu singkat. Sistem NFT, sistem
akar tanaman dapat menghubungi air dan nutrisi sering, dan metode ini
dianggap lebih baik untuk mengukur konsentrasi penyerapan minimal
dibandingkan dengan sistem berkembang lainnya (Gonzales et al. 2014).
3. Substrat dalam Kolom Bertingkat (Vertikultur Talang)
Model, bahan, ukuran, wadah vertikultur sangat banyak, tinggal
disesuaikan dengan kondisi dan keinginan. Umumnya berbentuk persegi
panjang, segi tiga, atau dibentuk mirip anak tangga, dengan beberapa
undak-undakan atau sejumlah rak. Bahan dapat berupa bambu atau pipa
paralon, kaleng bekas, bahkan lembaran karung beras pun bisa, karena
salah satu filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas
di sekitar kita. Persyaratan vertikultur adalah kuat dan mudah dipindah-
pindahkan. Tanaman yang akan ditanam sebaiknya disesuaikan dengan
kebutuhan dan memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan
berakar pendek. Tanaman sayuran yang sering dibudidayakan secara
vertikultur antara lain selada, kangkung, bayam, pokcoy, caisim, katuk,
kemangi, tomat, pare, kacang panjang, mentimun dan tanaman sayuran
daun lainnya (Lukman 2013).
Vertikultur adalah sistem tanam secara bertingkat, dimana kita dapat
memanfaatkan botol-botol atau barang bekas yang ada disekitar kita.
Kebutuhan unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman pada sistem tanam
hidroponik vertikultur harus tercukupi, maka digunakan nutrisi hidroponik.
Nutrisi ini adalah pupuk hidroponik lengkap yang mengadung semua unsur
hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman sebagai sumber makanan
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya
(Akasiska et al. 2014).
Bercocok tanam secara vertikultur sedikit berbeda dengan bercocok
tanam di kebun atau di ladang. Vertikultur diartikan sebagai teknik
budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya dilakukan
dengan menggunakan sistem bertingkat dan tidak membutuhkan lahan yang
banyak. Sistem vertikultur memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
sistem budidaya biasa. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain kualitas
produk lebih baik dan lebih bersih; kuantitas produksi lebih tinggi dan
kontinuitas produk terjaga; efisiensi lahan, pupuk, air, benih dan tenaga
kerja; menjadi lahan bisnis, baik langsung ataupun tidak langsung;
mempercantik halaman dan berfungsi sebagai paur-paru kota dan
sebagainya (Marvel 2012).
4. Substrat
Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman di
mana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri
larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi,
dan oksigen secara cukup. Pemberian nutrisi pada tanaman dapat diberikan
melalui substrat yang akan diserap oleh akar tanaman. Larutan nutrisi
dibuat dengan cara melarutkan garam mineral ke dalam air. Garam mineral
akan memisahkan diri menjadi ion ketika dilarutkan dalam air. Penyerapan
ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinyu dikarenakan akar-akar
tanaman selalu bersentuhan dengan larutan (Suhardiyanto 2012).
Teknik substrat merupakan teknik dasar sistem bercocok tanam
secara hidroponik. Teknik ini tidak menggunakan air sebagai media, tetapi
menggunakan media padat selain tanah (batu apung, pasir, serbut gergaji
atau gambut) untuk menyerap, menyediakan nutrisi air dan oksigen, serta
untuk mendukung akar tanaman. Perihal penting yang harus diperhatikan
dalam pembuatan sistem ini adalah : a) Ukuran partikel dan jenis substrat
harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan dibudidaya, b)
Sterilisasi substrat yang akan digunakan, c) Sistem irigasi yang mendukung
substrat (Buyung et al. 2012).
Sistem irigasi yang biasa dipakai pada Hidroponik Substrat yaitu
sistem air mengalir ataupun irigasi tetes (drip irigation). Karakteristik
substrat harus bersifat inert dimana tidakmengandung unsur hara mineral.
Media tanam hidroponik harus bebas dari bakteri, racun, jamur, virus, spora
yang dapat menyebabkan patogen bagi tanaman. Fungsi utama substrat
adalah untuk menjaga kelembaban, dapat menyimpan air dan bersifat
kapiler terhadap air. Media yang baik bersifat ringan dan dapat sebagai
penyangga tanaman (Zulfitri 2014).
5. Ebb and Flow
Teknik Ebb and Flow (pasang surut) merupakan salah satu teknik
hidroponik yang banyak digunakan. Sistem ini bekerja dengan memenuhi
media pertumbuhan dengan larutan nutrisi dan larutan nutrisi yang tidak
terserap kembali ke bak penampung. Waktu pasang surut dapat diatur
dengan menggunakan timer. Penggunaan timer ini memiliki beberapa
kekurangan yaitu dari segi penggunaan litrik dan pemberian larutan nutrisi
yang tidak efisien/boros (Delya et al. 2014).
Sistem pasang surut (ebb and flow) juga dinamai flood and drain
system adalah dasar dari teknologi hidroponik dimana tanaman
ditumbuhkan di dalam wadah yang diairi secara berkala dan kemudian
dikeringkan. Sistem ini merupakan sistem yang cocok untuk digunakan
pada berbagai jenis media tanam. Prinsip dari teknik ini adalah menaikkan
larutan berisi nutrisi ke media tanam dengan bantuan mesin air dan pada
batas waktu tertentu atau batas ketinggian larutan tertentu di dalam media
tanam, maka larutan tersebut dialirkan kembali ke dalam bak penampungan
larutan. Sistem ini dapat terjadi proses resirkulasi karena adanya perputaran
larutan (Kurniawan 2013).
Sistem ebb and flow akar tanaman digenangi larutan nutrisi selama
beberapa saat, kemudian larutan nutrisi tersebut dialirkan kembali ke tangki
penampungan larutan nutrisi. Langkah tersebut dilakukan berulang kali,
berkisar tiga sampai empat kali sehari, untuk memberikan kesempatan akar
tanaman menyerap oksigen dari udara. Frekuensi penggenangan tergantung
kepada jenis dan umur tanaman, jenis media tanam, serta parameter
lingkungan seperti temperatur dan kelembaban udara. Pemberian larutan
nutrisi tersebut pada umumnya dilakukan secara manual oleh operator
dengan menghidupkan atau mematikan pompa penyaluran larutan nutrisi.
Pengendalian derajat keasaman (pH) larutan nutrisi biasanya tidak
dilakukan (Suhardiyanto et al. 2013).
6. Aeroponik
Aeroponik merupakan metode alternatif budidaya tanaman dimana
lingkungan pertumbuhan bagian akar menggantung di udara. Aeroponik
mengoptimalkan aerasi akar, sehingga memproduksi umbi lebih tinggi
dibandingkan dengan hidroponik. Keunggulan lainya adalah penggunaan
air yang efesien, resirkulasi dan kontrol nutrisi serta pH yang baik. Teknik
aeroponik telah digunakan dalam produksi benih hortikultura dan tanaman
hias yang berbeda. Sistem aeroponik untuk produksi benih umbi telah
berhasil digunakan di Korea dan Cina (Sumarni et al. 2014).
Aeroponik termasuk jenis alat yang cukup mahal karena
membutuhkan bahan-bahan yang mahal, namun prinsip kerjanya sederhana
yaitu air dan nutrisi yang akan diserap tanaman diberikan dalam bentuk
butiran kecil atau kabut. Pengkabutan ini berasal dari pompa dari bak
penampungan yang disemprotkan menggunakan nozzel sehingga nutrisi
yang diberikan akan lebih cepat terserap akar tanaman. Penyemprotan
dilakukan berdasarkan durasi waktu yang diatur menggunakan timer.
Penyemprotan dilakukan ke bagian akar tanaman yang sengaja digantung.
Air dan nutrisi yang telah disemprot akan masuk menuju bak penampungan
untuk disemprotkan kembali (Navioside et al. 2012).
Sistem aeroponik menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan
dengan sistem hidroponik lainnya, terutama untuk tanaman yang hasil
produksinya berada di bagian akar seperti umbi-umbian. Akar menjadi
lebih mudah diakses untuk pemantauan, pengambilan sampel, dan
pemanenan. Sistem aeroponik mempunyai prospek yang sangat baik karena
dapat mempersingkat umur panen dan produktivitas tanaman cukup tinggi
serta hemat dalam pemakaian air jika dikelola secara baik dan benar.
Sistem aeroponik juga memiliki kekurangan, seperti membutuhkan biaya
tambahan untuk pengendali waktu, sistem irigasi, pompa, serta jadwal
perawatan, yang jumlahnya cukup besar yakni mencapai jutaan bagi petani
(growers) pada umumnya (Brigham 2012).
7. Hidroponik Vertikultur
Metode akuaponik dapat dikombinasikan dengan metode
vertikultur, dimana pengertian vertikultur adalah istilah Indonesia yang
diambil dari istilah Verticulture dalam bahasa Inggris. Istilah ini berasal
dari dua kata yaitu vertical dan culture, makna vertikultur adalah sistem
budi daya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat.
Penggunakan metode vertikultur ini, kriteria air bersih akan tercapai sesuai
dengan keinginan, apabila dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah
ditetapkan (Siregar et al. 2013).
Vertikultur merupakan sistem budidaya pertanian yang dilakukan
secara vertikal dan bertingkat. Vertikultur adalah pola bercocok tanam yang
menggunakan wadah tanam vertikal untuk mengatasi keterbatasan lahan.
Budidaya dengan teknik vertikultur ini tidak membutuhkan banyak lahan
maka dengan vertikultur dapat menanam berbagai jenis tanaman termasuk
bawang merah di lahan yang sempit seperti lahan perkarangan rumah.
Vertikultur dapat memanfaatkan lahan yang sempit mengingat lahan
pertanian saat ini mulai beralih fungsi menjadi lahan non pertanian
(Supriyadi et al. 2013).
Kekurangan sistem vertikultur antara lain rawan terhadap serangan
jamur, sehingga pemantauan kondisi pertanaman harus sering dilakukan.
Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan kelembaban udara tinggi,
sehingga memungkinkan serangan penyakit mudah menyebar. Penyiraman
harus dilakukan secara kontinyu meskipun hujan, terutama bila tanaman
ditanam pada sistem bangunan beratap (Haryanto dan Eko 2013).
8. Aquaponik
Aquaponik adalah suatu kombinasi sistem akuakultur dan budidaya
tanaman hidroponik. Sistem ini menempatkan ikan dan tanaman tumbuh
dalam satu sistem yang terintegrasi, dan menciptakan suatu simbiotik antara
keduanya. Teknologi akuaponik merupakan salah satu alternatif untuk
mendapatkan hasil pertanian dan perikanan secara bersamaan pada lahan
dan ketersediaan air yang terbatas. Sistem aquaponik ini membutuhkan
sumber energi untuk menggerakkan pompa yang mengalirkan air kotor dari
kolam ikan ke lahan pertanian. Prinsip dari akuaponik yaitu memanfaatkan
secara terus menerus air dari pemeliharaan ikan ke tanaman dan sebaliknya
dari tanaman ke kolam ikan (Ratna dan Rifa’i 2012).
Sistem akuaponik akan mampu meningkatkan kapasitas produksi
pembudidaya ikan. Hal ini dapat terjadi karena Teknologi akuaponik
merupakan gabungan teknologi akuakultur dengan teknologi hydroponic
dalam satu sistem untuk mengoptimalkan fungsi air dan ruang sebagai
media pemeliharaan. Teknologi tersebut telah dilakukan di negara-negara
maju, khususnya yang memiliki keterbatasan lahan untuk mengoptimalkan
produktifitas biota perairan. Prinsip dasar yang bermanfaat bagi budidaya
perairan adalah sisa pakan dan kotoran ikan yang berpotensi memperburuk
kualitas air, akan dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman air.
Pemanfaatan tersebut melalui system resirkulasi air kolam yang disalurkan
ke media tanaman, yang secara mutualistis juga menyaring air tersebut
sehingga saat kembali ke kolam menjadi ”bersih” dari anasir ammonia dan
mempunyai kondisi yang lebih layak untuk budidaya ikan
(Nugroho et al. 2012).
Desain sistem aquaponik erat cermin bahwa dari sirkulasi sistem
pada umumnya, dengan penambahan komponen hidroponik dan
kemungkinan penghapusan dari biofilter yang terpisah dan perangkat
(fractionators busa) untuk menghilangkan padatan halus dan dilarutkan.
Padatan baik dan peduli dissolved organic umumnya tidak mencapai
tingkat yang membutuhkan busa fraksinasi jika sistem aquaponik memiliki
rasio desain direkomendasikan. Unsur-unsur penting dari sebuah sistem
aquaponik adalah tangki ikan membesarkan, komponen penghapusan
padatan tersuspensi dan settleable, biofilter, komponen hidroponik, dan bah
(Rakocy et al. 2013).
C. METODOLOGI PRAKTIKUM
1. Alat
Alat yang digunakan:
a. Alat tulis
b. Kamera
2. Bahan
Bahan yang digunakan :
a. Instalasi beberapa macam sistem hidroponik, meliputi: Floating
hydroponic sistem(FHS) atau rakit apung, Nutrient Film Technique
(NFT), substrat dalam kolom/kolom bertingkat, ebb and flow atau
penggenangan dan pengatusan, serta akuaponik, hidroponik substrat
vertikultur.
3. Cara Kerja