You are on page 1of 23

I.

PENGENALAN SISTEM HIDROPONIK

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pertanian adalah salah satu sektor terbesar yang mendukung
ketahanan pangan suatu Negara. Pangan yang dibutuhkan oleh rakyat
ditanggung oleh sektor pertanian ini. Perkembangan zaman dan seiring
dengan berjalannya waktu sektor pertanian semakin berkembang. Sektor
pertanian sekarang telah berkembang di bidang pola bercocok tanamnya.
Pola cocok tanam yang dikenal dengan sistem hidroponik.
Pola bercocok tanam hidroponik merupakan salah satu solusi
bertanam di tempat yang kekurangan lahan untuk bertanam. Hidroponik
adalah suatu cara pembudidayaan tanaman tanpa menggunakan tanah
sebagai media pertumbuhan. Media yang digunakan bukan tanah, nutrisi
yang diperlukan tanman berbentuk larutan. Media hidroponik tidak seperti
media tanah yang memiliki unsur hara yang berupa zat-zat penting bagi
tumbuhan. Hidroponik memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan lahan
yang luas, jadi tidak perlu berkeliling ladang yang luas untuk perawatan
dan panen. Hidroponik merupakan salah satu alternatif bagi petani yang
tidak memiliki lahan yang cukup untuk becocok tanam.
Tanaman hidroponik bersifat portabel, mudah dipindah-pindah,
mudah diaplikasikan, dan hampir bebas perawatan. Kebanyakan bertani
secara hidroponik sedikit menggunakan air dan produksinya lebih cepat,
dengan hasil yang besar, tentunya dalam lingkungan yang bebas hama.
Larutan hidroponik telah tersedia zat-zat makanan untuk tumbuhan dengan
perbandingan yang tepat, sehingga dapat mengurangi stress pada tanaman,
lebih cepat matang dan panen akan lebih bagus kualitasnya. Tanaman yang
biasa ditanam secara hidroponik adalah sayuran dan buah-buahan yang
berumur pendek seperti caisim, selada, pakcoy, bayam, tomat, mentimun,
dan lain-lain.
Sistem hidroponik dapat dikembangkan, tergantung disesuaikan
dengan bahan, ruang yang tersedia serta kecocokan tanaman yang ditanam.
Teknologi pada sistem hidroponik ini dapat diaplikasikan dalam berbagai
model modifikasi sistem kerjanya. Sistem hidroponik yang berbeda
memiliki sistem penyediaan nutrisi yang berbeda-beda pula. Kegiatan
budidaya tanaman perlu memilih sistem hidroponik yang sesuai dengan
karakteristik tanaman serta tujuan dari budidaya. Praktikum kali ini akan
memberikan informasi mengenai komponen instalasi pada setiap sistem
hidroponik yang ada, mengetahui kelemahan dan kelebihan serta
mengetahui jenis tanaman yang sesuai pada setiap sistem hidroponik
2. Tujuan Praktikum
Praktikum hidroponik Acara I Pengenalan Sistem Hidroponik ini
dilaksanakan dengan tujuan antara lain:
a. Mengidentifikasikan komponen dan instalasi beberapa macam sistem
hidroponik, meliputi Floating Hydroponic System (FHS) atau rakit
apung, Nutrient Film Technique (NFT), substrat dalam kolom bertingkat,
ebb and flow atau penggenangan dan pengatusan, serta aeroponik.
b. Merinci kelebihan dan kekurangan tiap-tiap jenis sistem.
c. Menjelaskan contoh aplikasi jenis-jenis sistem hidroponik untuk
budidaya tanaman hortikultura semusim.
d. Mencontohkan foto/visualisasi modifikasi aplikasi jenis-jenis sistem
hidroponik untuk budidaya tanaman hortikultura.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Hidroponik Acara Pengenalan Sistem Hidroponik
dilaksanakan pada hari Kamis, 28 September 2017 pukul 07.00-09.00 WIB
bertempat di Rumah Kaca B, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri
Sebelas Maret, Surakarta.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Floating Hydroponic System (FHS) atau Rakit Apung
Floating Hydroponic System (FHS) merupakan budidaya tanaman
(khususnya sayuran) dengan cara menanamkan atau menancapkan tanaman
pada lubang sterofoam yang mengapung diatas permukaaan larutan nutrisi
dalam suatu bak penampung atau kolam sehingga akar tanaman terapung
atau terendam dalam larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan pertama kali
oleh Jensen di Arizona dan Massantini di Italia. Sistem ini larutan nutrisi
tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak penampung dan dapat
digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan dalam jangka
waktu tertentu, hal ini perlu dilakukan karena dalam jangka yang cukup
lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk cair dalam dasar
kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sistem ini
mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya lingkungan
perakaran yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih rendah,
dapat digunakan untuk daerah yang sumber energi listriknya terbatas
karena energi yang dibutuhkan tidak terlalu tergantung pada energi listrik
(mungkin hanya untuk mengalirkan larutan nutrisi dan pengadukan larutan
nutrisi saja) (Istiqomah 2012).
Hidroponik rakit apung merupakan hidroponik dengan
menempatkan tanaman di atas bak berisi larutan nutrisi pada posisi
sedemikian rupa sehingga perakaran berkembang di larutan tersebut.
Hidroponik rakit apung bisa dibuat menggunakan akuarium bekas atau bak
lain untuk menampung larutan nutrisi. Bahan lain yang diperlukan beruap
net pot atau gelas plastik untuk tempat penanaman, media tanam rockwool
atau floral foam, lembar styrofoam, indikator permukaan air dan aerator
(Hendra dan Andoko 2014).
Tanaman ditancapkan pada lubang dalam sterofoam dengan bantuan
busa (agar tanaman tetap tegak) serta ditambahkan penyangga tanaman
dengan tali. Lapisan sterofoam digunakan sebagai penjepit, isolator panas
dan untuk mempertahankan tanaman agar tetap terapung dalam larutan
nutrisi. Sterofoam agar pemakaiannya tahan lama biasanya dilapisi oleh
plastik mulsa. Gambar juga menunjukkan adanya bak larutan nutrisi dengan
penyangganya, biasanya bak penampung ini mempunyai kedalaman antara
10-20 cm dengan kedalaman larutan nutrisi antara 6-10 cm bertujukan agar
oksigen dalam udara masih terdapat di bawah permukaan sterofoam
(Pinus 2013).
2. Nutrient Film Technique (NFT)
Penerapan hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) agar
tercapainya budidaya yang maksimal, panjang talang dan jarak tanam yang
efektif adalah hal yang harus diperhatikan. Talang yang terlalu panjang
akan berakibat pada tanaman, salah satunya menyebabkan defisiensi
nitrogen. Jarak tanam yang terlalu rapat mengakibatkan persaingan unsur
hara. Persaingan unsur hara juga dapat terjadi akibat terbendungnya aliran
akibat pertumbuhan akar yang terlalu lebat di dalam talang bila jarak tanam
terlalu dekat (Vidianto et al. 2012).
Teknik NFT (Nutrient Film Tech-nic), merupakan salah satu teknik
yang paling berhasil dan banyak digunakan karena memiliki efisiensi tinggi
pada saat digunakan pada penanaman, budidaya Tabulapot. Lahan tanam
untuk teknik NFT tidak mudah rusak, mudah dibersihkan (terbuat dari
plastik PVC) dan dapat dikonfigurasikan sebagai sis-tem penyiraman yang
tidak memungut kembali kelebihan aliran larutan hara (drain to wash)
maupun sistem penyiraman yang mensirkulasikan kembali kelebihan
larutan hara (aquaponic). Berdasar pengujian yang telah dilakukan, kondisi
ini lebih banyak disebabkan spesifikasi teknik talang PVC khusus untuk
NFT tidak dipublikasikan secara luas dan tidak dijual secara bebas
(Watiningsih et al. 2014).
Hubungan antara konsentrasi nutrisi dan mineral serapan hidroponik
telah dipelajari dengan baik. Penggunaan Wagner pot atau wadah,
menunjukkan bahwa ada perubahan dalam konsentrasi dan jumlah serapan
air untuk jangka waktu tertentu. Konsentrasi mineral yang rendah dalam
larutan hidroponik, sulit untuk mendapatkan nilai yang tepat karena
perubahan konsentrasi larutan dalam waktu singkat. Sistem NFT, sistem
akar tanaman dapat menghubungi air dan nutrisi sering, dan metode ini
dianggap lebih baik untuk mengukur konsentrasi penyerapan minimal
dibandingkan dengan sistem berkembang lainnya (Gonzales et al. 2014).
3. Substrat dalam Kolom Bertingkat (Vertikultur Talang)
Model, bahan, ukuran, wadah vertikultur sangat banyak, tinggal
disesuaikan dengan kondisi dan keinginan. Umumnya berbentuk persegi
panjang, segi tiga, atau dibentuk mirip anak tangga, dengan beberapa
undak-undakan atau sejumlah rak. Bahan dapat berupa bambu atau pipa
paralon, kaleng bekas, bahkan lembaran karung beras pun bisa, karena
salah satu filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas
di sekitar kita. Persyaratan vertikultur adalah kuat dan mudah dipindah-
pindahkan. Tanaman yang akan ditanam sebaiknya disesuaikan dengan
kebutuhan dan memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan
berakar pendek. Tanaman sayuran yang sering dibudidayakan secara
vertikultur antara lain selada, kangkung, bayam, pokcoy, caisim, katuk,
kemangi, tomat, pare, kacang panjang, mentimun dan tanaman sayuran
daun lainnya (Lukman 2013).
Vertikultur adalah sistem tanam secara bertingkat, dimana kita dapat
memanfaatkan botol-botol atau barang bekas yang ada disekitar kita.
Kebutuhan unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman pada sistem tanam
hidroponik vertikultur harus tercukupi, maka digunakan nutrisi hidroponik.
Nutrisi ini adalah pupuk hidroponik lengkap yang mengadung semua unsur
hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman sebagai sumber makanan
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya
(Akasiska et al. 2014).
Bercocok tanam secara vertikultur sedikit berbeda dengan bercocok
tanam di kebun atau di ladang. Vertikultur diartikan sebagai teknik
budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya dilakukan
dengan menggunakan sistem bertingkat dan tidak membutuhkan lahan yang
banyak. Sistem vertikultur memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
sistem budidaya biasa. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain kualitas
produk lebih baik dan lebih bersih; kuantitas produksi lebih tinggi dan
kontinuitas produk terjaga; efisiensi lahan, pupuk, air, benih dan tenaga
kerja; menjadi lahan bisnis, baik langsung ataupun tidak langsung;
mempercantik halaman dan berfungsi sebagai paur-paru kota dan
sebagainya (Marvel 2012).
4. Substrat
Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman di
mana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri
larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi,
dan oksigen secara cukup. Pemberian nutrisi pada tanaman dapat diberikan
melalui substrat yang akan diserap oleh akar tanaman. Larutan nutrisi
dibuat dengan cara melarutkan garam mineral ke dalam air. Garam mineral
akan memisahkan diri menjadi ion ketika dilarutkan dalam air. Penyerapan
ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinyu dikarenakan akar-akar
tanaman selalu bersentuhan dengan larutan (Suhardiyanto 2012).
Teknik substrat merupakan teknik dasar sistem bercocok tanam
secara hidroponik. Teknik ini tidak menggunakan air sebagai media, tetapi
menggunakan media padat selain tanah (batu apung, pasir, serbut gergaji
atau gambut) untuk menyerap, menyediakan nutrisi air dan oksigen, serta
untuk mendukung akar tanaman. Perihal penting yang harus diperhatikan
dalam pembuatan sistem ini adalah : a) Ukuran partikel dan jenis substrat
harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan dibudidaya, b)
Sterilisasi substrat yang akan digunakan, c) Sistem irigasi yang mendukung
substrat (Buyung et al. 2012).
Sistem irigasi yang biasa dipakai pada Hidroponik Substrat yaitu
sistem air mengalir ataupun irigasi tetes (drip irigation). Karakteristik
substrat harus bersifat inert dimana tidakmengandung unsur hara mineral.
Media tanam hidroponik harus bebas dari bakteri, racun, jamur, virus, spora
yang dapat menyebabkan patogen bagi tanaman. Fungsi utama substrat
adalah untuk menjaga kelembaban, dapat menyimpan air dan bersifat
kapiler terhadap air. Media yang baik bersifat ringan dan dapat sebagai
penyangga tanaman (Zulfitri 2014).
5. Ebb and Flow
Teknik Ebb and Flow (pasang surut) merupakan salah satu teknik
hidroponik yang banyak digunakan. Sistem ini bekerja dengan memenuhi
media pertumbuhan dengan larutan nutrisi dan larutan nutrisi yang tidak
terserap kembali ke bak penampung. Waktu pasang surut dapat diatur
dengan menggunakan timer. Penggunaan timer ini memiliki beberapa
kekurangan yaitu dari segi penggunaan litrik dan pemberian larutan nutrisi
yang tidak efisien/boros (Delya et al. 2014).
Sistem pasang surut (ebb and flow) juga dinamai flood and drain
system adalah dasar dari teknologi hidroponik dimana tanaman
ditumbuhkan di dalam wadah yang diairi secara berkala dan kemudian
dikeringkan. Sistem ini merupakan sistem yang cocok untuk digunakan
pada berbagai jenis media tanam. Prinsip dari teknik ini adalah menaikkan
larutan berisi nutrisi ke media tanam dengan bantuan mesin air dan pada
batas waktu tertentu atau batas ketinggian larutan tertentu di dalam media
tanam, maka larutan tersebut dialirkan kembali ke dalam bak penampungan
larutan. Sistem ini dapat terjadi proses resirkulasi karena adanya perputaran
larutan (Kurniawan 2013).
Sistem ebb and flow akar tanaman digenangi larutan nutrisi selama
beberapa saat, kemudian larutan nutrisi tersebut dialirkan kembali ke tangki
penampungan larutan nutrisi. Langkah tersebut dilakukan berulang kali,
berkisar tiga sampai empat kali sehari, untuk memberikan kesempatan akar
tanaman menyerap oksigen dari udara. Frekuensi penggenangan tergantung
kepada jenis dan umur tanaman, jenis media tanam, serta parameter
lingkungan seperti temperatur dan kelembaban udara. Pemberian larutan
nutrisi tersebut pada umumnya dilakukan secara manual oleh operator
dengan menghidupkan atau mematikan pompa penyaluran larutan nutrisi.
Pengendalian derajat keasaman (pH) larutan nutrisi biasanya tidak
dilakukan (Suhardiyanto et al. 2013).
6. Aeroponik
Aeroponik merupakan metode alternatif budidaya tanaman dimana
lingkungan pertumbuhan bagian akar menggantung di udara. Aeroponik
mengoptimalkan aerasi akar, sehingga memproduksi umbi lebih tinggi
dibandingkan dengan hidroponik. Keunggulan lainya adalah penggunaan
air yang efesien, resirkulasi dan kontrol nutrisi serta pH yang baik. Teknik
aeroponik telah digunakan dalam produksi benih hortikultura dan tanaman
hias yang berbeda. Sistem aeroponik untuk produksi benih umbi telah
berhasil digunakan di Korea dan Cina (Sumarni et al. 2014).
Aeroponik termasuk jenis alat yang cukup mahal karena
membutuhkan bahan-bahan yang mahal, namun prinsip kerjanya sederhana
yaitu air dan nutrisi yang akan diserap tanaman diberikan dalam bentuk
butiran kecil atau kabut. Pengkabutan ini berasal dari pompa dari bak
penampungan yang disemprotkan menggunakan nozzel sehingga nutrisi
yang diberikan akan lebih cepat terserap akar tanaman. Penyemprotan
dilakukan berdasarkan durasi waktu yang diatur menggunakan timer.
Penyemprotan dilakukan ke bagian akar tanaman yang sengaja digantung.
Air dan nutrisi yang telah disemprot akan masuk menuju bak penampungan
untuk disemprotkan kembali (Navioside et al. 2012).
Sistem aeroponik menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan
dengan sistem hidroponik lainnya, terutama untuk tanaman yang hasil
produksinya berada di bagian akar seperti umbi-umbian. Akar menjadi
lebih mudah diakses untuk pemantauan, pengambilan sampel, dan
pemanenan. Sistem aeroponik mempunyai prospek yang sangat baik karena
dapat mempersingkat umur panen dan produktivitas tanaman cukup tinggi
serta hemat dalam pemakaian air jika dikelola secara baik dan benar.
Sistem aeroponik juga memiliki kekurangan, seperti membutuhkan biaya
tambahan untuk pengendali waktu, sistem irigasi, pompa, serta jadwal
perawatan, yang jumlahnya cukup besar yakni mencapai jutaan bagi petani
(growers) pada umumnya (Brigham 2012).
7. Hidroponik Vertikultur
Metode akuaponik dapat dikombinasikan dengan metode
vertikultur, dimana pengertian vertikultur adalah istilah Indonesia yang
diambil dari istilah Verticulture dalam bahasa Inggris. Istilah ini berasal
dari dua kata yaitu vertical dan culture, makna vertikultur adalah sistem
budi daya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat.
Penggunakan metode vertikultur ini, kriteria air bersih akan tercapai sesuai
dengan keinginan, apabila dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah
ditetapkan (Siregar et al. 2013).
Vertikultur merupakan sistem budidaya pertanian yang dilakukan
secara vertikal dan bertingkat. Vertikultur adalah pola bercocok tanam yang
menggunakan wadah tanam vertikal untuk mengatasi keterbatasan lahan.
Budidaya dengan teknik vertikultur ini tidak membutuhkan banyak lahan
maka dengan vertikultur dapat menanam berbagai jenis tanaman termasuk
bawang merah di lahan yang sempit seperti lahan perkarangan rumah.
Vertikultur dapat memanfaatkan lahan yang sempit mengingat lahan
pertanian saat ini mulai beralih fungsi menjadi lahan non pertanian
(Supriyadi et al. 2013).
Kekurangan sistem vertikultur antara lain rawan terhadap serangan
jamur, sehingga pemantauan kondisi pertanaman harus sering dilakukan.
Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan kelembaban udara tinggi,
sehingga memungkinkan serangan penyakit mudah menyebar. Penyiraman
harus dilakukan secara kontinyu meskipun hujan, terutama bila tanaman
ditanam pada sistem bangunan beratap (Haryanto dan Eko 2013).
8. Aquaponik
Aquaponik adalah suatu kombinasi sistem akuakultur dan budidaya
tanaman hidroponik. Sistem ini menempatkan ikan dan tanaman tumbuh
dalam satu sistem yang terintegrasi, dan menciptakan suatu simbiotik antara
keduanya. Teknologi akuaponik merupakan salah satu alternatif untuk
mendapatkan hasil pertanian dan perikanan secara bersamaan pada lahan
dan ketersediaan air yang terbatas. Sistem aquaponik ini membutuhkan
sumber energi untuk menggerakkan pompa yang mengalirkan air kotor dari
kolam ikan ke lahan pertanian. Prinsip dari akuaponik yaitu memanfaatkan
secara terus menerus air dari pemeliharaan ikan ke tanaman dan sebaliknya
dari tanaman ke kolam ikan (Ratna dan Rifa’i 2012).
Sistem akuaponik akan mampu meningkatkan kapasitas produksi
pembudidaya ikan. Hal ini dapat terjadi karena Teknologi akuaponik
merupakan gabungan teknologi akuakultur dengan teknologi hydroponic
dalam satu sistem untuk mengoptimalkan fungsi air dan ruang sebagai
media pemeliharaan. Teknologi tersebut telah dilakukan di negara-negara
maju, khususnya yang memiliki keterbatasan lahan untuk mengoptimalkan
produktifitas biota perairan. Prinsip dasar yang bermanfaat bagi budidaya
perairan adalah sisa pakan dan kotoran ikan yang berpotensi memperburuk
kualitas air, akan dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman air.
Pemanfaatan tersebut melalui system resirkulasi air kolam yang disalurkan
ke media tanaman, yang secara mutualistis juga menyaring air tersebut
sehingga saat kembali ke kolam menjadi ”bersih” dari anasir ammonia dan
mempunyai kondisi yang lebih layak untuk budidaya ikan
(Nugroho et al. 2012).
Desain sistem aquaponik erat cermin bahwa dari sirkulasi sistem
pada umumnya, dengan penambahan komponen hidroponik dan
kemungkinan penghapusan dari biofilter yang terpisah dan perangkat
(fractionators busa) untuk menghilangkan padatan halus dan dilarutkan.
Padatan baik dan peduli dissolved organic umumnya tidak mencapai
tingkat yang membutuhkan busa fraksinasi jika sistem aquaponik memiliki
rasio desain direkomendasikan. Unsur-unsur penting dari sebuah sistem
aquaponik adalah tangki ikan membesarkan, komponen penghapusan
padatan tersuspensi dan settleable, biofilter, komponen hidroponik, dan bah
(Rakocy et al. 2013).
C. METODOLOGI PRAKTIKUM
1. Alat
Alat yang digunakan:
a. Alat tulis
b. Kamera
2. Bahan
Bahan yang digunakan :
a. Instalasi beberapa macam sistem hidroponik, meliputi: Floating
hydroponic sistem(FHS) atau rakit apung, Nutrient Film Technique
(NFT), substrat dalam kolom/kolom bertingkat, ebb and flow atau
penggenangan dan pengatusan, serta akuaponik, hidroponik substrat
vertikultur.
3. Cara Kerja

a. Mengamati bagian-bagian dari bentuk-bentuk modifikasi


sistemhidroponik: Floating hydroponic sistem(FHS) atau rakit apung,
Nutrient Film Technique (NFT), substrat dalam kolom/kolom
bertingkat, ebb and flow atau penggenangan dan pengatusan,
akuaponik, serta hidroponik substrat vertikultur.
b. Mengamati cara pengoperasian sistemhidroponik tersebut.
c. Mengamati kelemahan dan kelebihan dari tiap-tiap bentuk modifikasi
sistem hidroponik.
D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Berbagai Sistem Hidroponik

Gambar 1.1 Hidroponik Sistem


Floating Gambar 1.2 Hidroponik Sistem
Hidroponic System Ebb and flow
(FHS)

Gambar 1.3 Hidroponik Sistem Gambar1.4 Hidroponik Sistem


Nutrient Film Vertikultur
Technique (NFT)

Gambar 1.5 Hidroponik Sistem Gambar 1.6 Hidroponik Sistem


Deep Flow Aeroponic
Technique Substrat

Gambar 1.7 Hidroponik Sistem Gambar 1.8 Hidroponik Sistem


Substrat Vertikultur Karpet
Sumber : Hasil Pengamatan
2. Pembahasan
Menurut Hartus (2016), hidroponik merupakan kegiatan budidaya
tanaman dengan menggunakan media tanam selain tanah. Hidroponik
merupakan salah satu sistem pertanian masa depan karena dapat diusahakan
di berbagai tempat, baik di desa, di kota, di lahan terbuka, atau di atas
apartemen sekalipun. Luas tanah yang sempit, kondisi tanah kritis, hama
dan penyakit yang tak terkendali, keterbatasan jumlah air irigasi, musim
yang tidak menentu, dan mutu yang tidak seragam bisa ditanggulangi
dengan sistem hidroponik. Hidroponik dapat diusahakan sepanjang tahun
tanpa mengenal musim, sehingga harga jual panennya tidak dikhawatirkan
akan jatuh. Pemeliharaan tanaman hidroponik pun lebih mudah karena
tempat budidayanya relatif bersih, media tanamnya steril, tanaman
terlindung dari terpaan hujan, serangan hama dan penyakit relatif kecil,
serta tanaman lebih sehat dan produktivitas lebih tinggi.
Hidroponik berasal dari kata yunani yaitu Hydro yang berarti air dan
Ponos yang berarti daya. Hidroponik dapat berarti memberdayakan air.
Kegunaan air sebagai dasar pembangunan tubuh tanaman dan berperan
dalam proses fisiologi tanaman. Teknik hidroponik banyak dilakukan
dalam skala kecil sebagai hobi di kalangan masyarakat Indonesia.
Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha
komersial harus diperhatikan, karena tidak semua hasil pertanian bernilai
ekonomis. Teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin
tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi
tanaman. Tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila nutrisi
(unsur hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi (Sutiyoso 2012).
Sistem hidroponik ini memiliki beberapa modifikasi sesuai dengan
cara kerja dari sistem tersebut. Pengaplikasian modifikasi tersebut
diantaranya adalah Floating Hydroponic System (FHS) atau rakit apung,
Nutrient Film Technique (NFT), hidroponik dalam kolom bertingkat
(vertikultur talang), ebb and flow atau penggenangan dan pengatusan,
aeroponik, Deep Flow Technique (DFT), substrat, dan aquaponik. Sistem
hidroponik tersebut masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan
serta cara kerja dari sistem yang berbeda-beda.
Menurut Ganjari (2014), Floating Hydroponik System (FHS) atau
rakit apung merupakan budidaya menggunakan media tumbuh berupa air
dengan ketebalan yang cukup tinggi dan air tidak mengalir (stagnant).
Floating Hidroponic System (FHS) merupakan sistem hidroponik dengan
prinsip menanamkan dan menancapkan tanaman pada lubang styrofoam
yang mengapung di atas permukaan larutan nutrisi dalam satu bak
penampung atau kolam. Akar tanaman terapung atau terendam dalam
larutan nutrisi. Lapisan styrofoam digunakan sebagai penjepit, isolator
panas dan untuk mempertahankan tanaman agar tetap terapung dalam
larutan nutrisi. Bak penampung yang digunakan dalam sistem ini biasanya
mempunyai kedalaman 10-20 cm dengan kedalaman larutan nutrisi antara
6-10 cm. Hal ini ditujukan agar oksigen dalam udara masih terdapat di
bawah permukaan styrofoam.
Floating Hydroponic System (FHS) merupakan budidaya tanaman
(khususnya sayuran) dengan cara menanamkan atau menancapkan tanaman
pada lubang sterofoam yang mengapung diatas permukaaan larutan nutrisi
dalam suatu bak penampung atau kolam sehingga akar tanaman terapung
atau terendam dalam larutan nutrisi. Sistem FHS ini nutrisi tidak
disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak penampungan. Kelebihan sistem
FHS dapat memanfaatkan lahan sempit untuk budidaya, tanaman dapat
suplai air terus menerus, dan hemat air, nutrisi serta listrik. Kelemahan
kemungkinan tanaman akan kekurangan oksigen, tidak efektif pada
tanaman yang besar dan tahunan dalam jangka panjang dan mudah
mengalami pengkristalan atau pengendapan larutan nutrisi.
Komponen instalasi yang digunakan pada system FHS antara lain
adalah bak persegi, cutter, alat pelubang, sterofoam, aerator, netpot, benih,
air dan nutrisi. Cara kerja sistem FHS pada prinsipnya tanaman yang
dibudidayakan ditempatkan pada lubang sterofoam dengan penyangga
netpot mengapung diatas larutan nutrisi. Akar tanaman sebagian
menggantung dan sebagian lagi terendam pada larutan nutrisi, dimana
larutan nutrisi tidak tersirkulasi hanya diam di bak penampungan. Larutan
nutrisi dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan
dalam jangka waktu tertentu, hal ini perlu dilakukan karena dalam jangka
yang cukup lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk cair
dalam dasar kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
NFT merupakan model budidaya hidroponik dengan meletakkan
akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air tersebut tersirkulasi dan
mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran bisa berkembang
di dalam larutan nutrisi karena di sekeliling perakaran terdapat selapis
larutan nutrisi, maka sistem ini dikenal dengan nama nutrient film
technique (NFT) (Lingga 2013). Konsep dasar NFT ini adalah suatu
metode budidaya tanaman dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan
nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi sehingga tanaman dapat memperoleh
cukup air, nutrisi dan oksigen. Tanaman tumbuh dalam lapisan
polyethylene dengan akar tanaman terendam dalam air yang berisi larutan
nutrisi yang disirkulasikan secara terus menerus dengan pompa. Daerah
perakaran dalam larutan nutrisi dapat berkembang dan tumbuh dalam
larutan nutrisi yang dangkal sehingga bagian atas akar tanaman berada di
permukaan antara larutan nutrisi dan styrofoam, adanya bagian akar dalam
udara ini memungkinkan oksigen masih bisa terpenuhi dan mencukupi
untuk pertumbuhan secara normal.
Cara kerja NFT dengan mengalirkan larutan nutrisi yang dipompa
dari reservoir secara terus-menerus ke dalam tray pertumbuhan (biasanya
terbuat dari pipa PVC), bagian akar yang terendam nutrisi kira-kira 1/2-nya
saja. Larutan nutrisi yang sudah melewati perakaran akan kembali ke
reservoir, siklus itu terus berulang. Sistem NFT biasanya tidak
menggunakan media tanam, hanya menggunakan pot kecil yang diberi
ganjalan gabus atau kapas untuk membuat tanaman berdiri, akar tanaman
menjuntai bebas di dalam pipa. Penggunaan media juga dapat dilakukan
untuk menegakkan tanaman seperti penggunaan rockwool. Sistem ini
sangat tergantung dengan listrik, kehilangan daya listrik atau terjadi
kerusakan pompa dapat menyebabkan akar mengering dengan cepat. Tray
pertumbuhan yang digunakan dalam budidaya ini dipasang dengan
kemiringan antara 1-5% agar larutan nutrisi mengalir dengan baik.
Kelebihan sistem ini adalah pertumbuhan tanaman lebih baik, karena
mendapat sirkulasi yang baik pada bagian akar dan penggunaan nutrisi
yang lebih baik. Kekurangan sistem ini memerlukan adanya aliran listrik,
investasi awal yang tinggi dan memerlukan kecermatan dan pemantauan
aliran nutrisi.
Komponen instalasi dari system NFT antara lain, talang air, cutter,
netpot, pompa air, selang, bak penampung nutrisi, air, nutrisi dan benih
tanaman. Cara kerja sistem ini adalah akar tanaman tumbuh pada lapisan
nutrisi dangkal dan tersirkulasi. Tanaman tumbuh pada talang dengan
menggunakan netpot untuk tegaknya tanaman dan nutrisi tersirkulasi
dengan adanya pompa air. Akar tanaman mengantung dengan sebagian
terendam nutrisi untuk mendapatkan oksigen.
Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman di
mana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri
larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi,
dan oksigen secara cukup. Kelebihan sistem hidroponik substrat ini atara
lain adalah tanaman dapat berdiri tegak pada media tanam, kebutuhan
nutrisi dapat dipantau dan biaya operasional yang tidak terlalu besar.
Kelemahannya populasi tanaman yang tidak terlalu banyak dan tempat
substrat mudah ditumbuhi oleh lumut.
Komponen instalasi antara lain gergaji, palu, paku, tang, gunting,
sekop, gembor, kayu, pralon atau bambu, plastik bening, arang sekam,
nutrisi, air dan bibit tanaman. Cara kerja sistem substrat, dimana akar
tanaman tumbuh pada media porus selain tanah, yang dialiri oleh larutan
nutrisi. Media porus biasanya ditempatkan pada lubang-lubang paralon atau
bambu.
Ebb and flow atau dikenal dengan sistem pasang surut merupakan
salah satu alat hidroponik yang unik karena prinsip kerjanya yaitu tanaman
mendapatkan air, oksigen dan nutrisi melalui pompa dari bak penampung
yang dipompa melewati media kemudian membasahi akar tanaman
(pasang), kemudian selang beberapa waktu air bersama nutrisi akan turun
(surut) kembali melewati media menuju bak penampungan. Waktu pasang
dan surut dapat diatur menggunakan timer sesuai dengan kebutuhan
tanaman tersebut, jadi tanaman tidak akan tergenang atau kekurangan air.
Kelebihan sistem ebb and flow antara lain, mendapat suplai air, nutrisi dan
oksigen secara periodik, suplai oksigen lebih baik dari sistem lainnya
karena terbawa air pasang dan surut, serta mempermudah dalam perawatan
tidak perlu adanya penyiraman. Kelemahannya biaya pembuatan sistem ini
lebih mahal, tergantung pada aliran listrik, dan kualitas nutrisi yang sudah
dipompakan berulang kali tidak sebaik awalnya.
Komponen instalasi seperti bak penampung nutrisi, bak penanaman,
netpot, sterofoam, pipa over flow, pipa PVC, timer, nutrisi dan air. Cara
kerja sistem ini tanaman mendapatkan air, oksigen dan nutrisi melalui
pemompaan nutrisi dari bak penampungan yang dipompakan ke media
yang nantinya akan dapat mmembasahi akar (pasang). Beberapa waktu
kemudian air bersama nutrisi akan turun kembali menuju bak penampungan
(surut). Waktu pasang surut dapat diatur menggunakan timer sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Menurut Affan (2015) prinsip kerja dari sistem ini
adalah nutrisi dipompakan ke dalam bak penampung yang berisi pot yang
telah diisi media tanam diletakkan diatasnya. Pompa dihubungkan dengan
pengatur waktu (timer) sehingga lamanya dan periode penggenangan dapat
diatur sesuai kebutuhan tanaman.
Prinsip aeroponik cukup sederhana yaitu menyediakan nutrisi
sekaligus memberikan air yang kaya akan oksigen ke tanaman dengan cara
penyemprotan air yang mengandung nutrisi tersebut. Akar tanaman
dikondisikan tidak terendam air atau tergantung pada media sterofoam yang
sudah disediakan diatas kolam. Kelebihan dari sistem ini adalah tumbuhan
mendapat suplai oksigen yang sangat banyak, sehingga proses respirasi
menjadi sangat optimal. Hasilnya akan diketahui bahwa sistem ini memiliki
kapasitas penyediaan yang lebih dari yang lain, baik dari segi nutrisi
ataupun oksigen. Kelemahan sistem ini adalah penggunaan pompa listrik
yang sangat bergantung pada ketersediaan listrik, sehingga jika pompa yang
digunakan untuk menyemprotkan air dan nutrisi tersebut mati, maka yang
terjadi adalah tanaman yang di tanam menjadi mati (Sumiati 2015).
Komponen instalasi aeroponik pipa PVC, pipa etilen, rockwool,
sterofoam, nutrisi, air, bibit, bak penampung nutrisi dan bak penanaman.
Cara kerja sistem ini tanaman menggantung di udara, kemudian nutrisi
disemprotkan pada akar tanaman dalam bentuk kabut hingga mengenai akar
tanaman. Air dan nutrisi disemprotkan menggunakan irigasi springkel dari
bak penampungan nutrisi melalui pipa.
Hidroponik DFT merupakan teknik hidroponik dengan
menggunakan papan sterofoam yang mengapung diatas larutan nutrisi dan
larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi. Hidroponik sistem
DFT hampir sama dengan rakit apung tetapi pengaplikasiannya berbeda.
Perbedaannya adalah pada rakit apung larutan nutrisi tidak tersirkulasi
dengan baik sedangkan DFT tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atan
flow. Kelebihan dari teknik hoidrponik sistem DFT ini adalah pada saat
aliran arus listrik padam maka larutan nutrisi tetap tersedia untuk tanaman,
karena pada sistem ini kedalam larutan nutrisinya mencapai kedalaman 6
cm. Jadi pada saat tidak ada aliran nutrisi maka masih ada larutan nutrisi
hidroponik yang tersedia. Kekurangannya adalah pada sistem DFT ini
memerlukan larutan nutrisi yang lebih banyak dibandikan dengan sistem
NFT (Nutrient Film Technique).
Prinsip dasar Hidroponik Sistem Deep Flow Technique (DFT)
adalah mensirkulasikan larutan nutrisi tanaman secara terus-menerus
selama 24 jam pada rangkaian aliran tertutup. Larutan nutrisi tanaman di
dalam tangki dipompa oleh pompa air menuju bak penanaman melalui
jaringan irigasi pipa, kemudian larutan nutrisi tanaman di dalam bak
penanaman dialirkan kembali menuju tangki. Komponen instalasi seperti
pipa PVC, selang, rangka kayu, lem PVC, bak penampung nutrisi, pompa,
air dan nutrisi.
Vertikultur diartikan sebagai budidaya tanaman secara vertikal
sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat.
Tujuan vertikultur adalah untuk memanfaatkan lahan yang sempit secara
optimal. Kelebihan sistem pertanian vertikultur efisiensi dalam penggunaan
lahan, penghematan pemakaian pupuk dan pestisida, dapat dipindahkan
dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu, mudah
dalam hal monitoring/pemeliharaan tanaman. Kelemahannya, yaitu:
investasi awal cukup tinggi dan sistem penyiraman harus kontinyu serta
memerlukan beberapa peralatan tambahan, misalnya tangga sebagai alat
bantu penyiraman.
Prinsip kerja vertikultur dalam budidaya tanaman ini adalah dengan
menyuplai air nutrisi melalui saluran pemasukan kemudian dialirkan ke
atas bagian batang vertikal melalui nozel agar keluar berupa
hembusan/curah. Air nutrisi kembali ke bagian bawah secara
circel/berputar. Pengaturan jangka waktu aliran air dikendalikan oleh unit
timer yang bekerja tanpa kenal lelah sepanjang hari selama berlangsungnya
masa penanaman. Memperkokoh tanaman dapat dengan menggunakan
arang sekam yang berfungsi sebagai media tumbuh tanaman selain itu
arang sekam juga berfungsi untuk menetralisir racun. Komponen
instalasinya seperti talang, media tanam, nutrisi, air, karpet, pompa air dan
bak penampung nutrisi.
Aquaponik yaitu gabungan dari akuakultur (budidaya ikan) serta
hidroponik (budidaya tanaman tanpa tanah). Aquaponik air memiliki
kandungan nutrisi yang dihasilkan dari budidaya ikan merupakan sumber
pupuk alami bagi tanaman. Kelemahan sistem akuaponik ini adalah apabila
aliran air macet karena tersumbat atau aliran listrik mati tanaman akan
cepat mati karena kekeringan. Kelebihan sistem akuaponik tidak
menggunakan pupuk dan pestisida, tidak perlu untuk menyiram sayuran
setiap hari. Hasil panen tanaman dari akuaponik tentunya memiliki nilai
harga jual yang cukup tinggi di supermarket karena bersifat organik.
Cara kerja sistem akuaponik meniru daur ulang bahan organik yang
terjadi di alam. Air dalam sistem akuakultur adalah air yang dikotori oleh
kotoran ikan dan sisa pakan. Kotoran ikan terutama mengandung amonia
yang beracun bagi ikan. Pakan ikan yang tidak termakan juga akan terurai
menjadi amonia dan senyawa lainnya. Air kotor ini kemudian dialirkan ke
dalam sistem hidroponik. Komponen instalasi seperti pipa paralon, pompa,
kolam ikan, serta bak tempat pertanaman.
Teknologi hidroponik dikembangkan terutama untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas hasil panen pada waktu yang sesuai rencana.
Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan bisnis yang menarik dan
menjanjikan keuntungan yang memadai. Tanaman yang sering
dibudidayakan secara hidroponik adalah tanaman yang bernilai ekonomi
tinggi. Berbagai sayuran daun, sayuran buah, buah-buahan dan tanaman
hias eksotik yang umum dibudidayakan secara hidroponik antara lain
selada, sawi putih, pakchoy, caysim, bayam, kangkung, seledri, kubis,
tomat, timun jepang, paprika, terung, brokoli, stroberi, melon, semangka.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
a. Pola cocok tanam sistem hidroponik merupakan pola cocok tanam yang
memberdayakan air sebagai dasar pembangunan tubuh tanaman dan
berperan dalam proses fisiologi tanaman
b. Teknologi hidroponik telah diaplikasikan dengan berbagai bentuk
modifikasi, diantaranya adalah Floating Hydroponic System (FHS) atau
rakit apung, Nutrient Film Technique (NFT), hidroponik dalam kolom
bertingkat (vertikultur talang), ebb and flow atau penggenangan dan
pengatusan, aeroponik, Deep Flow Technique (DFT), substrat, dan
aquaponik.
c. Dalam membudidayakan tanaman secara hidroponik perlu memilih
bentuk aplikasi teknologi hidroponik yang disesuaikan dengan
karakteristik tanaman, tujuan budidaya, dan ketersediaan sumberdaya.
d. Berbagai sayuran daun, sayuran buah, buah-buahan dan tanaman hias
eksotik yang umum dibudidayakan secara hidroponik antara lain selada,
sawi putih, pakchoy, caysim, bayam, kangkung, seledri, kubis, tomat,
timun jepang, paprika, terung, brokoli, stroberi, melon, semangka,
krisan, anggrek, gerberra, dan kaktus.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum acara ini adalah
praktikum hidroponik ini sudah berjalan dengan baik namun perlengkapan
sistem hidroponik perlu diperbaiki dan diperbarui lagi karena dalam
budidaya hidroponik ini banyak kendala pada alat yang digunakan. Sarana
prasana yang berfungsi untuk menunjang kegiatan praktikum seperti listrik,
keutuhan talang, dan lain-lain sebaiknya lebih diperhatikan
DAFTAR PUSTAKA

Affan MFF. 2015. High temperature effects on root absorption in hydroponic


system DFT. Master Thesis. Kochi University, pp 78.
Akasiska R, Riyo S, Siswandi. 2014. Pengaruh konsentrasi nutrisi dan
media tanam terhadap pertumbuhan dan hasil sawi pakcoy
(Brassica parachinensis) sistem hidroponik vertikultur. J Inovasi Pertanian
13 (2) : 46-61
Brigham. 2012. Aeroponic cultivation of ginger (Zingiber officinale) rhizomes.
Native American Botanics CEAC Paper 11(04)
Buyung I, Maruli HS. 2012. Automatic watering plant berbasis mikrokontroller
AT89C51. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi
Periode III. Yogyakarta.
Delya B, Ahmad T, Budianto L, Iskandar Z. 2014. Rancang bangun sistem
hidroponik pasang surut otomatis untuk budidaya tanaman cabai. J Teknik
Pertanian Lampung 3(3): 205-212.
Ganjari LE. 2014. Pembibitan tanaman porang (Amorphophallus muelleri Blume)
dengan model agroekosistem botol plastik. Widya Warta 1(38) : 43-58.
Gonzales JA, Toru M, Yukata S. 2014. Uptake ability of tomato plants (Solanum
Lycopersicum L.) grown using nutrient film technique (NFT) By
ascending nutrient concentration method. J ISSAAS 16(1): 31-39.
Hartus T. 2016. Berkebun hidroponik secara murah edisi IX. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Haryanto, Eko. 2013. Sawi dan selada. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hendra HA, Andoko A. 2014. Bertanam sayuran hidroponik ala paktani
hydrofoam. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka
Istiqomah S. 2012. Menanam hidroponik. Jakarta(ID): Azka Press.
Kurniawan A. 2013. Aquaponik : sederhana berhiasi ganda. Pangkalpinang (ID):
Penerbit UBB Press.
Lingga P. 2013. Bercocok tanam tanpa tanah. Depok (ID):Penebar Swadaya.
Lukman L 2013. Teknologi budidaya tanaman sayuran secara vertikultur.
Lembang : Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Marvel ME. 2012. Hydroponic culture of vegetable crops. Florida : University
of Florida Gainesville.
Navioside A, Yogi S, Moch Dewani. 2012. Upaya peningkatan hasil dan kualitas
tanaman jagung manis metode DFT (Zea mays) melalui penggunaan
pupuk kalium dan pupuk organik cair. J Agrivita 24 (2).
Nugroho RA, Lilik TP, Diana C, Alfabetian H. 2012. Aplikasi teknologi
aquaponic pada budidaya ikan air tawar untuk optimalisasi kapasitas
produksi. J Saintek Perikanan 8(1): 46-51.
Pinus L. 2013. Hidroponik: bercocok tanam tanpa tanah. Surabaya (ID): Niaga
Swadaya.
Rakocy JE, Michael PM, Thomas ML. 2013. Recirculating aquaculture tank
production systems: aquaponics integrating fish and plant culture.
Southern regional aquaculture center. SRAC Publication No. 454.
Ratna I, Rifa’I. 2012. Pemanfaatan photovoltaik pada sistem otomasi akuaponik
berbasis mikrokontroler atmega 8535. J ELTEK 10(2): 22-32.
Siregar HR, Sumono, Saipul BD, Edi S. 2013. Efisiensi saluran pembawa air dan
kualitas penyaringan air dengan tanaman mentimun dan kangkung pada
budidaya ikan gurami berbasis teknologi akuaponik. J Rekayasa Pangan
dan Pertanian. 3(3): 60-66.
Suhardiyanto H. 2012. Teknologi rumah tanaman untuk lklim tropika basah:
pemodelan dan pengendalian lingkungan. Bogor(ID): IPB Press.
Suhardiyanto, HA Sapei, C Arief, A Mardjani, BD Astuti. 2013. Sistem kendali
berbasis PLC untuk pengaturan pemberian larutan nutrisi pada jaringan
irigasi tetes. J Ilmiah Ilmu Komputer 4(2): 42-47.
Sumarni E, Ardiansyah, N Farid. 2014. Aplikasi nozel pada dua varietas kentang
untuk produksi benih secara aeroponik. J Biofisika 10(1): 1-7.
Sumiati E. 2015. Konsentrasi dan jumlah aplikasi mepiquat klorida untuk
meningkatkan produksi kentang di dataran tinggi dengan system DFT. J
Hort 9(4): 293.
Supriyadi A, Ika R, Syamsuddin D. 2013. Kejadian penyakit pada tanaman
bawang merah yang dibudidayakan secara vertikultur di Sidoarjo. J HPT
1(3): 27-40.
Sutiyoso. 2012. Meramu pupuk hidroponik. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Vidianto DZ, Siti F, Catur W. 2012. Penerapan panjang talang dan jarak tanam
dengan sistem hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) pada tanaman
kailan (Brassica oleraceae var. alboglabra). J Agrovigor 6(2): 128-135.
Watiningsih T, Yohana N, Reni S. 2014. Microcontroller sebagai pengendali
waktu penyiraman pada tanaman buah-buahan sistem tabulapot. J
Teknologi Technoscientia 7(1): 60-69.
Zulfitri. 2014. Pembibitan tanaman porang (Amorphophallus muelleri Blume)
dengan model agroekosistem botol plastik. Widya Warta 1(38) : 43-58.

You might also like