You are on page 1of 9

Nama Kelompok :

1. Qori Sahlita Anwar

2. Ratih Arum Vatmasari

3. Rina Wahyuningsih

4. Rizki Novian Hadi

5. Romel Mahulete

6. Rayzar Romay

7. Sri Chusniah

8. Wisnu Apriandy

Resiko Potensi di Tempat Kerja Faktor Ergonomi

Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan produktivitas. Restrukturisasi
proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara
langsung berhubungan dgn disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak
besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan kesehatan mereka yang melakukannya.
Semuanya dari posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan
hambatan dan risiko.

Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur sedemikian sehingga
tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan. Tempat – tempat duduk yang cukup dan
sesuai harus disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerjapekerja harus diberi kesempatan yang
cukup untuk menggunakannya.

Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja. Ini berarti mengatur
pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan
pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan workstation,
peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga
menciptakan lingkungan kerja yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan
atau menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga
kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur sedemikian rupa sehingga
tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang
lain.

Menurut UCLA-LOSH (bagian K3 UCLA), ada beberapa faktor risiko yang berhubungan
dengan ergonomi, seperti dibawah ini :

1. Pengaturan kerja yang buruk (Poor Work Organization) : Aspek-aspek diamana suatu
pekerjaan diorganisasikan dengan buruk. Sebagai contoh tugas yang membosankan,
pekerjaan menggunakan mesin, jeda kerja yang kurang, batas waktu yang banyak. Beban
kerja yang proporsional, jeda kerja yang cukup, penugasan yang bervariasi, otonomi
individual.
2. Pengulangan Berkelanjutan (Continual Repetition) : Melakukan gerakan yang sama
secara terus menerus. Mendisain ulang pekerjaan sehingga jumlah pergerakan yang
berulang dapat berkurang, perputaran pekerjaan.
3. Gaya Berlebih (Excessive Force) : Pergerakan tubuh dengan penuh tenaga, usaha fisik
yang berlebih-menarik, memukul, dan mendorong. Kurangi gaya dalam menyelesaikan
pekerjaan, disain ulang pekerjaan, tambah pekerja, gunakan bantuan mesin.
4. Postur Janggal (Awkward Posture) : Meperpanjang pencapaian dengan tangan, twisting,
berlutut, jongkok. Postur janggal lawan dari posisi netral. Disain pekerjaan dan peralatan
yang dapat menjaga posisi netral. Posisi netral tidak semestinya memberikan tekanan
pada otot, tulang sendi, maupun syaraf.
5. Posisi Tidak Bergerak (Stationary Positions) : Terlalu lama diam dalam satu posisi,
menyebabkan kontraksi otot dan lelah. Disain pekerjaan untuk menghindari posisi
tidak bergerak; berikan kesempatan untuk merubah posisi.
6. Tekanan Langsung Berlebih (Excessive Direct Pressure) :Tubuh kontak langsung dengan
permukaan keras atau ujung benda, seperti ujung meja atau alat. Hindari tubuh
berpijak pada permukaan yang keras seperti meja dan kursi. Perbaharui peralatan atau
sediakan bantalan; seperti pulpen ergonomis, keset untuk berdiri.
7. Pencahayaan yang inadekuat
8. (Inadequate Lighting) : Sumber atau level dari pencahayaan yang terlalu terang atau
gelap. Setel pencahayaan yang pas, hindari pencahayaan langsung dan tak langsung
yang dapat mengakibatkan kerusakan mata. Gunakan sekat cahaya silau, tirai untuk
jendela.

Tidak semua pekerja terpapar oleh faktor-faktor risiko diatas akan menimbulkan dampak.
Beberapa pekerjaan meliputi lebih dari satu dari semua faktor-faktor risiko diatas.emakin banyak
faktor risiko dan semakin lama anda terpapar, maka semakin besar kemungkinan berkembang
suatu gejala atau kecelakaan. Jumlah paparan (gerakan, tingkatan gaya) yang isa mengakibatkan
kelainan/penyakit belum diketahui secara pasti.

Sedangkan menurut WHO, faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan ergonomi yang
juga kerap menimbulkan MSDs (Musculoskeletal Disorders) sebagai berikut:

1. Exertion of high-intensity force (Keram otot) : Mengangkat, Membawa, mendorong,


menarik objek yang berat. Hindari penanganan manual atas objek yang berat.
2. Handling heavy loads over long periods of time (Penyakit degenerative khususnya pada
lumbar tulang belakang) : Mengenakan alat-alat berat secara manual. Solusinya kurangi
masa beban dan jumlah penanganan setiap harinya
3. Frequently repeated manipulation of object (Lelah dan perubahan struktur otot) :
Mengetik terlalu lama dan sousinya kurangi frequensi pengulangan.
4. Working in unfavorable posture (Gangguan pada tulang dan unsur-unsur otot). Bekerja
sambil jongkok, atau tangan diatas bahu. Solusinya bekerja dengan tubuh yang tegak dan
tangan dekat dengan tubuh
5. Static muscular load (Aktivitas otot yang tiada jeda dan memungkinkan overload) :
Bekerja di confined space dan solusinya relaksasi otot.
6. Muscular inactivity (Hilang kapasitas fungsional otot, tendon, tendon, dab tulang) :
Duduk lama tanpa adanya pergerakan dan solusinya sesekali berdiri, peregangan otot,
olahraga.
7. Monotonous repetitive manipulations (Keluhan tidak spesifik pada bagian ekstremitas
atas) : Pekerjaan berulang pada otot yang sama tanpa adanya relaksasi dan solusinya jeda
aktivitas dan kerja.
8. Application of vibration (Disfungsi sistem syaraf, menghambat aliran darah, penyakit
degenerative) : Menggunakan hand-tool, duduk diatas kendaraan yang bergetar dan
solusinya gunakan alat serta tempat duduk yang meredam getaran.
9. Physical environmental factor (Interaksi dengan beban mesin serta penambahan resiko) :
Mengangkat es batu dengan tangan terbuka dan solusinya menggunakan sarung tangan.
10. Psychosocial factors (Peningkatan tegangan fisik, meningkat pada ketidak hadiran dalam
bekerja) : Penentuan keputusan yang rendah dalam bekerja, dukungan sosial yang rendah
solusinya rotasi kerja, motivasi kerja, pengurangan faktor negative dalam sosial

Secara garis besar, faktor-faktor ergonomi yang menyebabkan resiko MSDs dapat
dipaparkan sebagai berikut:

1. Repetitive Motion
Repetitive Motion atau melakukan gerakan yang sama berulang-ulang. Resiko yang
timbul bergantung dari berapa kali aktivitas tersebut dilakukan, kecepatan dalam
pergerakan/perpindahan, dan banyaknya otot yang terlibat dalam kerja tersebut. Gerakan
yang berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan otot yang
berakumulatif. Dampak resiko ini akan semakin meningkat apabila dilakukan dengan
postur/posisi yang kaku dan penggunaan usaha yang terlalu besar.
2. Awkward Postures
Sikap tubuh sangat menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada saat
aktivitas dilakukan. Awkward postures meliputi reaching, twisting, bending, kneeling,
squatting, working overhead dengan tangan mauoun lengan, dan menahan benda dengan
posisi yang tetap. Sebagi contoh terdapat tekanan/ketengan yang berlebih pada bagian
low back seperti aktivitas mengangkat benda yang dilakukan pada gambar.
3. Contact stresses
Tekanan pada bagian tubuh yang diakibatkan karena sisi tepi atau ujung dari benda
yang berkontak langsung. Hal ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf maupun aliran
darah. Sebagai contoh kontak yang berulang-ulang dengan sisi yang keras/tajam pada
meja secara kontinu.
4. Vibration
Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak dengan
benda yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan pengoperasian forklift
mengangkat beban.
5. Forceful exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)
Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti
mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang digunakan,
berat obyek, durasi aktivitas, postur tubuh dan jenis dari aktivitasnya.
6. Duration
Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu
pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama akan semakin
tinggi resiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk
pemulihan tenaganya.
7. Static Posture
Pada waktu diam, dimana pergerakan yang tak berguna terlihat, pengerutan supplai
darah, darah tidak mengalir baik ke otot. Berbeda halnya, dengan kondisi yang dinamis,
suplai darah segar terus tersedia untuk menghilangkan hasil buangan melalui kontraksi
dan relaksasi otot
Pekerjaan kondisi diam yang lama mengharuskan otot untuk menyuplai oksigen dan
nutrisi sendiri, dan hasil buangan tidak dihilangkan. Penumpukan Local hypoxia dan
asam latic meningkatkan kekusutan otot, dengan dampak sakit dan letih (grandjean,
1980)
Contoh dari ganguan statik termasuk didalamnya: meningkatkan bahu untuk periode
yang lama, menggenggam benda dengan lengan mendorong dan memutar benda berat,
berdiri di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala kedepan
dalam waktu yang lama.
Diperkirakan semua pekerjaan itu dapat di atur dalam beberapa jam per hari tanpa
gejala keletihan dalam jika menggunakan gaya yang besar tidak boleh melebihi 8 % dari
maksimum gaya otot (Graendjean, 1980)
8. Physical Environment; Temperature & Lighting
Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat
pendingin dapat mengurangi keterampilan tangan dan merusak daya sentuh. penggunaan
otot yang berlebihan untuk memegang alat kerja dapat menurunkan resiko
ergonomik. tekanan udara panas dari panas, lingkungan yang lembab dapat menurunkan
seluruh tegangan fisik tubuh dan akibat di dalam panas kelelahan dan heat stroke. Begitu
juga dengan pencahayaan yang inadekuat dapat merusak salah satu fungsi organ tubuh,
seperti halnya pekerjaan menjahit yang didukung oleh pencahayaan yang lemah
mengakibatkan suatu tekanan pada mata yang lama-lama membuat keruasakan yang bisa
fatal.
9. Other Condition
Kekurangan kebebasan dalam bergerak adalah dipertimbangkan sebagai faktor resiko,
ketika pekerjaan operator dengan sepenuhnya telah di perintah oleh orang lain.
kandungan kerja dan pengetahuan dipertimbangkan faktor resiko yang lain, ketiha
operator hanya melakukan satu tugas dan tidak memeliki kesempatan untuk belajar satu
macam kemampuan ataun tugas.
Faktor tambahan dimasukkan organisasi asfek sosial, tidak dikontrol gangguan, ruang
kerja, beratnya bagian kerja, dan sift kerja.

Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis teratur. Supervisi medis yang
biasanya dilakukan terhadap pekerja antara lain :

1. Pemeriksaan sebelum bekerja


Bertujuan untuk menyesuaikan dengan beban kerjanya.
2. Pemeriksaan berkala
Bertujuan untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan mendeteksi bila
ada kelainan.
3. Nasehat
Harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada wanita muda dan
yang sudah berumur.

Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi kelelahan, dalam hal ini kita
harus waspada dan harus kita bedakan jenis kelelahannya, beberapa ahli membedakan /
membaginya sebagai berikut :

1. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat dikompensasi dan
diperbaiki performansnya seperti semula. Kalau tidak terlalu berat kelelahan ini bisa
hilang setelah istirahat dan tidur yang cukup.
a. Nyeri punggung,
b. Nyeri leher,
c. Nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki.
2. Kelelahan yang patologis
Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya muncul tiba-tiba dan
berat gejalanya.
3. Psikologis dan emotional fatique
Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis
“mekanisme melarikan diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik. Semangat yang
baik dan motivasi kerja akan mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.
Gejala Kelelahan Kerja
1. Gilmer(1966) dan Cameron (1973) :
2. Menurun kesiagaan dan perhatian,
3. Penurunan dan hambatan persepsi,
4. Cara berpikir atau perbuatan anti sosial,
5. Tidak cocok dengan lingkungan.
6. Depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif,
7. Gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung,
kehilangan nafsu makan, gangguan pencemaan, kecemasan, pembahan tingkah
laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur
Akibat Kelelahan Kerja
1. Prestasi kerja yang menurun,
2. Fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun,
3. Badan terasa tidak enak,
4. Semangat kerja yang menurun (Bartley dan Chute, 1982)
Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun seseorang mempunyai
batas ketahanan, akan tetapi beberapa hal di bawah ini akan mengurangi kelelahan yang
tidak seharusnya terjadi :
a. Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan ventilasi harus
memadai dan tidak ada gangguan bising.
b. Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan istirahat yang cukup
saat makan siang.
c. Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor.
d. Tempo kegiatan tidak harus terus menerus.
e. Waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja harus sesingkat mungkin, kalau
memungkinkan.
f. Secara aktif mengidentifikasi sejumlah pekerja dalam peningkatan semangat
kerja.
g. Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja.
h. Waktu untuk liburan harus diberikan pada semua pekerja
i. Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya;
- Pekerja remaja
- Wanita hamil dan menyusui
- Pekerja yang telah berumur
- Pekerja shift
- Migrant.
j. Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat stimulan atau
zat addiktif lainnya perlu diawasi.

Pemeriksaan kelelahan :

Tes kelelahan tidak sederhana, biasanya tes yang dilakukan seperti tes pada kelopak mata
dan kecepatan reflek jari dan mata serta kecepatan mendeteksi sinyal, atau pemeriksaan pada
serabut otot secara elektrik dan sebagainya.

Persoalan yang terpenting adalah kelelahan yang terjadi apakah ada hubungannya dengan
masalah ergonomi, karena mungkin saja masalah ergonomi akan mempercepat terjadinya
kelelahan.

Untuk melakukan pengendalian terhadap sumber bahaya ada 3 strategi yang dapat
dilakukan meliputi:
1. Pengendalian secara teknis misalnya misalnya terhadap jalur pemindahan material,
komponen dan produk, merubah proses atau benda untuk mengurangi paparan bahaya
pada pekerja, merubah layout tempat kerja, merekayasa bentuk desain komponen, mesin
dan peralatan, memeprbaiki merode kerja dan lainnya
2. Pengendalian secara administratif misalnya dengan memberikan pelatihan kerja, variasi
jenis pekerjaan, memberikan pelatihan tentang faktor-faktor bahaya di tempat kerja,
melakukan rotasi pekerjaan, mengurangi jam kerja dan mengatur shift kerja, memberikan
istirahat yang cukup dan lainnya
3. Menggunakan alat perlindungan diri misalnya masker, sarung tangan, pelindung mesin
dan lainnya.

You might also like