You are on page 1of 12

MAKALAH BIOMANAJEMEN

“ BOD, COD dan DO“

OLEH

Peronika Dewi
140412196

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PMIPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
KATA PENGHANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan Tugas MAKALAH ini dapat terselesaikan dengan
baik. Maksud dan tujuan MAKALAH ini adalah untuk mengetahui tentang hukum hak azasi
manusia. Adapun penyusunan Makalah ini berdasarkan data-data yang di peroleh selama
mengikuti perkuliahan, pasal dan buku – buku pedoman serta sumber lainnya.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini tidak lepas dari dukungan
berbagai pihak, karna itu saya berterima kasih kepada pihak yang telah membantu saya
sehingga makalah saya ini dapat selesai tepat pada waktunya. Saya menyadari sepenuhnya
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat diharapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Demikian kata pengantar ini saya buat, semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi
saya dan pembaca pada umumnya.

SELASA, SEPTEMBER 2016

PENULIS
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari
kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Tidak berbeda dengan manusia dan mahluk
hidup lainnya yang ada di darat, yang juga memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat
bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen tidak dapat memberikan kehidupan bagi
mikroorganisme, ikan dan hewan air lainnya. Oksigen yang terlarut di dalam air sangat
penting artinya bagi kehidupan di perairan tersebut. Tanaman yang ada di dalam air dengan
bantuan sinar matahari dapat melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Oksigen
yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan larut di dalam air. Selain dari itu, oksigen yang ada
di udara dapat juga masuk ke dalam air melalui proses difusi yag secara lambat menembus
permukaan air. Selain dari itu, suhu air juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut
di dalam air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air. Pada
umumnya, air lingkungan yang telah tercemar akan memiliki kandungan oksigen yang sangat
rendah, hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk
memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah
menguap. Selain dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang
terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen
yang terlarut di dalamnya. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat
berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih
sederhana dan tidak beracun. Oleh karena itu, untuk mengetahui kadar oksigen terlarut yang
terdapat dalam air perlu dilakukan pemeriksaan kadar oksigen.

Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang
bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar.
Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air
seperti ikan dan mikroorganisme. Pemeriksaan kadar oksigen terlarut didalam air untuk
mengetahui tingkat pencemarannya, dapat diketahui melalui pemeriksaan BOD (Biochemical
Oxygen Demand) dan pemeriksaan COD.

Untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di perairan maka dilakukan


penelitian dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan menguji COD dan BOD yang ada dalam perairan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologis untuk
memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme. Sedangkan COD singkatan
dari Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap
bahan buangan di dalam air. Dalam perairan di berbagai daerah terdapat perbedaan tingkat
BOD dan COD. Tingkat kandungan oksigen yang terlarut tersebut mempengaruhi jumlah
organisme yang hidup pada daerah tersebut. Jika oksigen yang terlarut terlalu banyak maka
menyebabkan dampak negative terhadap perairan dan organismenya, begitu juga jika
oksigennya terlalu sedikit.

1.3 Tujuan

Makalah ini dibuat untuk mengkaji apa itu sebenarnya BOD, COD dan DO, apa saja
penyebab terjadinya, serta dampak yang ditimbulkannya serta bagaimana cara mencegah
terjadinya peristiwa BOD, COD Dan DO tersebut..

1.4 Manfaat

1. Dapat mengetahui pengertian dari BOD dan COD, serta peranannya di lingkungan.
2. Dapat mengetahui dampak atau bahaya yang ditimbulkan jika terjadi kelimpahan atau
kekurangan BOD dan COD di perairan.
3. Dengan penelitian yang dilakukan maka dapat mengetahui tingkat pencemaran yang
terjadi di perairan serta cara pencegahannya.

BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian BOD dan COD

BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organic dalam kondisi aerobik. Bahan organik yang
terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (Readily
decomposable oRganic matteR). Selain itu BOD dapat diartikan sebagai suatu ukuran jumlah
oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai
respon terhadap masuknya bahan organic yang dapat diurai. Dari pengertian ini dapat
dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya
dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable
oRganics) yang ada di perairan.
Sedangkan COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990).
Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan
oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat.
sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan
sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan
gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD
sam dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan
jumlah total bahan organik yang ada.

2.2 Kelimpahan

Tinggi rendahnya pencemaran pada suatu perairan sangat mempengaruhi kadar oksigen pada
saat pemecahan bahan organik. Jika DO diatas 5ppm dan BOD antara 0-10 maka tingkat
pencemarannya rendah. Jika DO antara 0-5ppm dan BOD antara 10-20 maka tingkat
pencemarannya sedang. Dan jika DO 0ppm dan BOD 25 maka tingkat pencemarannya tinggi.
Kelimpahan di suatu perairan bergantung pada pencemaran yang terjadi oleh zat organik,
selama proses oksidasi bakteri menghabiskan oksigen terlarut dan mengakibatkan ikan mati
(Wirosarjono, 1974)

2.3 Peranan

BOD dan COD mempunyai peranan penting dalam perairan, yaitu sebagai parameter
penentuan kualitas suatu perairan, apakah perairan tersebut tercemar atau tidak. Selain itu,
kandungan BOD dan COD dalam air dapat membantu mikroorganisme dalam mengurai
bahan-bahan organik di perairan. Selain itu, Oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi
dan reduksi bahan organik dan anorganik (Salmin, 2005).

2.4 Manfaat

Oksigen terlarut dalam perairan bermanfaat untuk pernapasan organism dalam perairan dan
proses metabolism atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan. oksigen di manfaatkan oleh ikan guna untuk
pembakaran untuk menhasilkan aktivitas, pertumbuhan , reproduksi dll.

2.5 Bahayanya

Semakin banyak bahan organic dalam air, maka semakin besar BODnya sedangkan DO akan
semakin rendah. Air yang bersih adalah jika tingkat DOnya tinggi, sedangkan BOD dan zat
padat terlarutnya rendah. Apabila kadar oksigen terlarut berkurang mengakibatkan hewan-
hewan yang menempati perairan tersebut akan mati. Dan jika kadar BOD dan COD
meningkat menyebabkan perairan menjadi tercemar (Hilda Zulkifli, 2009).

2.6 Standart Baku Mutu

Standart Baku Mutu adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar
terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup,
tumbuhan atau benda lainnya. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan
oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian
terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.Standart baku
mutu berfungsi untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar.

2.7 Alat Ukur

Alat Ukur adalah perangkat untuk menentukan nilai atau besaran dari suatu kuantitas atau
variabel fisis. Pada umumnya alat ukur dasar terbagi menjadi dua, yaitu alat ukur analog dan
digital. Ada dua sistem pengukuran yaitu sistem analog dan sistem digital. Alat ukur analog
memberikan hasil ukuran yang bernilai kontinyu, misalnya penunjukkan temperatur yang
ditunjukkan oleh skala, petunjuk jarum pada skala meter, atau penunjukan skala elektronik.
Alat ukur digital memberikan hasil pengukuran yang bernilai diskrit. Hasil pengukuran
tegangan atau arus dari meter digital merupakan sebuah nilai dengan jumlah digit terterntu
yang ditunjukkan pada panel display-nya.

Metode pengukuran BOD dan COD


Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan
oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian
mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada
kondisi gelap dan suhu tetap (20oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5
(DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter
(mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode
Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi
dengan pRobe khusus. Jadi pada prinsipnya
Dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan
oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses
dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan
oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah
mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5
tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan.
Pada prakteknya pengukuran BOD perlu kecermatan tertentu mengingatkan kondisi
sampel yang sangat bervariasi sehingga kemungkinan diperlukan penetralan PH,
pengenceran, penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar
masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima.
Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka
analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang
lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik
karbon mencapai 95 ± 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 ± 70 % bahan organik
telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum
dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang
berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan
(misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan.
Temperatur 20oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20oC
adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf
& Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik seperti Indonesia, bisa jadi
temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara
25 ± 30oC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri
pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah
satu kelemahan lain BOD selain wakt penentuan yang lama tersebut.
Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan
khusus Reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan
Cuvin, 1988). Peralatan Reflux (Gambar 1) diperlukan untuk menghindari berkurangnya air
sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah
tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume
diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan
selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi.
Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel
dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik
yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga
dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit µoveR estimate¶ untuk gambaran
kandungan bahan organik
Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari, maka nilai
COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah total bahan organic
dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih
tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan
organik yang mudah urai (biodegRadable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah
oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (lima hari)
mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui
seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan.

2.8 Contoh Perhitungan BOD dan COD

y Perhitungan BOD
Sampel sebanyak 5ml, sebelum diinkubasi kandungan oksigen yang terlarutnya (DO) sebesar
150 ppm.
Setelah masa inkubasi selama 5 hari DO nya sebesar 125 ppm.

Jadi,
BOD = 5 X [ kadar { DO(0 hari) - DO(5 hari) }] mg/l
= 5 x [50-25] mg/l
= 125 ppm

y Perhitungan COD
Sampel sebanyak 5ml, dititrasi dengan FAS
Volume titrasi blanko = 10,5 ml
Volume titrasi sampel = 8,5 ml

Dari data diatas terlihat bahwa walaupun BOD dan COD terpakai sebagai parameter
baku mutu air limbah dari hampir semua kegiatan, tetapi keberadaannya adalah bersama-
sama dengan dua atau lebih parameter lain yang menjadi parameter kunci dari kualitas air
limbah kegiatan yang bersangkutan. Ini berarti, bukan hanya BOD dan COD yang menjadi
penentu pencemaran air limbah, tetapi kesemua parameter yang menjadi baku mutu air
limbah dari kegiatan yang bersangkutan.
Dari data tersebut juga terlihat bahwa parameter pH dan TSS (total suspended solids)
misalnya, juga berperanan penting dalam baku mutu limbah, yang lebih lanjut juga berarti
berperan penting dalam penentuan tingkat pencemaran perairan. Dari nilai pH akan dapat
diketahui apakah telah terjadi perubahan sifat asam-basa perairan dari nilai pH alaminya, bila
nilainya lebih tinggi lebih dari satu unit di atas normal berarti perairan menjadi terlalu basa,
sebaliknya bila terjadi penurunan maka perairan menjadi terlalu asam. Bila ini terjadi, selain
mengganggu biota atau ekosistem perairan, juga akan mengurangi nilai guna air. Demikian
juga TSS, bila nilainya meningkat cukup signifikan, perairan akan tampak keruh dan terkesan
kotor sehingga tentu saja mengurangi daya guna airnya.
Dengan demikian, bila misalnya nilai BOD dan COD suatu perairan masih normal
atau memenuhi baku mutu, belum dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran, bila
parameter kunci lainnya tidak diketahui. Karena bila parameter lainnya telah meningkat dan
melebihi baku mutu, maka berarti ada indikasi pencemaran di perairan. Hal ini dapat terjadi
karena bila terdapat bahan-bahan toksik (beracun) di perairan, logam berat misalnya (Mays,
1996; APHA, 1989), nilai BOD bisa jadi rendah atau masih memenuhi baku mutu, padahal
dalam air atau perairan tersebut terkandung bahan beracun atau air telah tercemar.
Sebaliknya, bila nilai BOD dan COD telah cukup tinggi dan melebihi baku mutu, maka sudah
dapat diduga ada indikasi pencemaran bahan organik.

2.9 penyebab dan penanggulangan

2.9.1 Penyebab BOD dan COD

. Air merupakan pelarut yang baik, sehingga air di alam tidak pernah murni akan tetapi
selalu mengandung berbagai zat terlarut maupun zat tidak terlarut serta mengandung
mikroorganisme atau jasad renik. Apabila kandungan berbagai zat maupun mikroorganisme
yang terdapat di dalam air melebihi ambang batas yang diperbolehkan, kualitas air akan
terganggu, sehingga tidak bisa digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk air minum,
mandi, mencuci atau keperluan lainya. Air yang terganggu kualitasnya ini dikatakan sebagai
air yang tercemar. Air dikatakan tercemar apabila kualitasnya turun sampai ke tingkat yang
membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya. Berdasarkan PP no
82 tahun 2001 pasal 8 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, klasifikasi dan kriteria mutu
air ditetapkan menjadi 4 kelas yaitu : 1) air yang dapat digunakan untuk bahan baku air
minum atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama, 2) air yang dapat
digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan, dan
pertanian, 3) air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan dan
pertanian, 4) air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman/pertanian
Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air diantaranya
adalah 1). DO (Dissolved Oxygen) 2). BOD (Biochemical Oxygen Demand) 3). COD
(Chemical Oxygen Demad), dan 4). Jumlah total Zat terlarut.
Air Yang Tercemar > DO/ Dissolved Oxygen (Oksigen Terlarut)

Yang dimaksud adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari
udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk
yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme
bakteri.
Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm
(part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri
yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang.
Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik,
sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan
nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen
terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan
kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang tercemar? Bau busuk ini
berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik
lanjutan oleh bakteri anaerob.

Air Yang Tercemar > BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD (Biochemical Oxygen Demand) artinya kebutuhan oksigen biokima yang


menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga
makin banyak han organik dalam air, makin besar BOD nya sedangkan DO akan makin
rendah. Air yang bersih adalah yang B.O.D nya kurang dari 1 mg/l atau 1 ppm, jika BOD nya
di atas 4 ppm, maka air akan dikatakan tercemar.

Air Yang Tercemar > COD (Chemical Oxygen Demand)

COD (Chemical Oxygen Demand) sama dengan BOD, yang menunjukkan jumlah oksigen
yang digunakan dalam reaksi kimia oleh bakteri. Pengujian COD pada air limbah memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan pengujian BOD.

Penanggulangan Kelebihan Kadar BOD

Penanggulangan kelebihan kadar BOD adalah dengan cara sistem lumpur aktif yang
efisien dapat menghilangkan padatan tersuspensi dan BOD sampai 90%. Ada pula cara yang
lain yaitu dengan Sistem Constructed Wetland merupakan salah satu cara untuk pengolahan
lindi yang memanfaatkan simbiosis mikroorganisme dalam tanah dan akar tanaman. Sistem
ini juga merupakan sistem pengolahan limbah yang ekonomis. Penelitian ini bertujuan
menganalisis kemampuan sistem sub-surface constructed wetland untuk menurunkan
kandungan COD, BOD dan N total.
Apabila kandungan zat-zat organik dalam limbah tinggi, maka semakin banyak oksigen
yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik tersebut, sehingga nilai BOD dan COD
limbah akan tinggi pula. Oleh karena itu untuk menurunkan nilai BOD dan COD limbah,
perlu dilakukan pengurangan zat-zat organik yang terkandung di dalam limbah sebelum
dibuang ke perairan. Pengurangan kadar zat-zat organik yang ada pada limbah cair sebelum
dibuang ke perairan, dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat-zat tersebut menggunakan
adsorben. Salah satu adsorben yang memiliki kemampuan adsorpsi yang besar adalah zeolit
alam. Kemampuan adsorpsi zeolit alam akan meningkat apabila zeolit terlebih dahulu
diaktifkan.

Penanggulangan kelebihan Kadar COD

Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah.
Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk
lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob,
sehingga nilai COD menjadi turun. Pada proses pembentukan lapisan biofilm, agar diperoleh
hasil pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan air kolam retensi
Tawang pada permukaan media genting harus merata membasahi seluruh permukaan media.
Hal ini penting untuk diperhatikan agar lapisan biofilm dapat tumbuh melekat pada seluruh
permukaan genting.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin
lama waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun (prosentase penurunan COD
semakin besar). Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi banyak
kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung di
dalam limbah. Di sisi lain dapat diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal (sebelum
treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan penurunan nilai COD akhir sehingga
persentase penurunan COD nya meningkat. Karena dengan COD awal yang kecil ini,
kandungan bahan organik dalam limbah pun sedikit, sehingga bila dilewatkan trickling filter
akan lebih banyak yang terurai akibatnya COD akhir turun. Begitu pula bila diamati dari sisi
jumlah tray (tempat filter media). Semakin banyak tray, upaya untuk menurunkan kadar COD
akan semakin baik. Karena dengan penambahan jumlah tray akan memperbanyak jumlah
ruang / tempat bagi mikroorganisme penurai untuk tumbuh melekat. Sehingga proses
penguraian oleh mikroorganisme akan meningkat dan proses penurunan kadar COD semakin
bertambah. Jadi prosen penurunan COD optimum diperoleh pada tray ke 3.
Pada penelitian ini, efisiensi Trickling Filter dalam penurunan COD tidak dapat
menurunkan sampai 60% dikerenakan :
1. Aliran air yang kurang merata pada seluruh permukaan genting karena nozzle yang
digunakan meyumbat aliran air limbah karena tersumbat air kolam retensi Tawang.
2. Supplay oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling filter diletakkan didalam
ruangan sehingga pertumbuhan mikroba kurang maksimal.
Dalam penumbuahan mikroba distibusi air limbah dibuat berupa tetesan agar air limbah
tersebut dapat memuat oksigen lebih banyak jika dibanding dengan aliran yang terlalu deras
karena oksigen sangat diperlukan mikroba untuk tumbuh berkembang
Penanggulangan Kekurangan Kadar COD

Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif
nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia dalam
limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik akhirnya
oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan COD, BOD,
TSS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi konsentrasi COD
menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapt terdegredasi secara
biologis. EM4 pengobatan 10 hari dalam tangku aerasi harus dilanjutkan karena peningkatan
konsentrasi COD

Penanggulangan kelebihan/kekurangan kadar DO/Oksigen terlarut

Cara untuk menanggulangi jika kelebihan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara :
1. Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen terlarut
akan menurun.
2. Menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar
oksigen terlarut akan menurun karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar
oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik.

Cara untuk menanggulangi jika kekurangan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara :
1. Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun maka kadar oksigen
terlarut akan naik.
2. Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar
oksigen terlarut akan naik karena proses fotosintesis semakin meningkat.
3. Mengurangi bahan – bahan organik dalam air, karena jika banyak terdapat bahan organik
dalam air maka kadar oksigen terlarutnya rendah.
4. Diusahakan agar air tersebut mengalir.

BAB III
KESIMPULAN

1. BOD adalah parameter penduga jumlah oksigen yang diperlukan oleh perairan untuk
mendegradasi bahan organik yang dikandungnya, sekaligus merupakan gambaran bahan
organik mudah urai (biodegRadable) yang ada dalam air atau perairan yang bersangkutan.
Bila uji BOD dilakukan tanpa perlakuan tertentu dan dengan suhu inkubasi setara suhu
perairan, maka BOD dapat menggambarkan kemampuan perairan dalam mendegradasi bahan
organik.
2. COD adalah parameter penduga jumlah total bahan organik yang ada dalam air atau
perairan, baik yang mudah urai maupun yang sulit urai. Dengan memperbandingkan nilai
COD dan BOD, akan diketahui gambaran jumlah bahan organik persisten (sulit urai) yang
terkandung di dalamnya.
3. BOD dan COD masih diperlukan sebagai parameter dalam baku mutu air limbah atau
sebagai parameter pencemaran perairan, karena peranannya sebagai penduga pencemaran
bahan organik dan kaitannya dengan penurunan kandungan oksigen terlarut perairan (oksigen
penting bagi kehidupan biota air dan ekosistem perairan pada umumnya). Peranan BOD dan
COD bukan sebagai penentu, tetapi setara dengan parameter lainnya yang menjadi parameter
kunci sehubungan dengan dugaan pencemaran oleh kegiatan tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Anita, Agnes. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN Coliform Pada Air
Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan Di Rsud Nganjuk. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. 2(1): 97-110.

Purwanti. 2009. Alat dan Bahan Kimia dalam Laboratorium IPA. Yogyakarta: SMPN 3
Gamping

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah
Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. 30(3): 21-26.

Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 45. 2002. Baku Mutu Limbah Cair Bagi industri
atau kegiatan usaha Lainnya di Jawa Timur. Jawa Timur.

Sutimin. 2006. Model Matematika Konsentrasi Oksigen Terlarut Pada Ekosistem Perairan
Danau. Jurnal Lingkungan . 1(1):1-5.

Welasih, Tjatoer. 2008. Penurunan Bod Dan Cod Limbah Industri Kertas Dengan Air Laut
Sebagai Koagulan. Jurnal Rekayasa Perencanaan. 4(2): 1-13.

WIROSARJONO, S. 1974. Masalah-masalah yang dihadapi dalam penyusunan kriteria


kualitas air guna berbagai peruntukan. PPMKL-DKI Jaya, Seminar Pengelolaan
Sumber Daya Air. , eds. Lembaga Ekologi UNPAD. Bandung, 27 – 29 Maret 1974,
hal 9-15

Zulkifli, Hilda. 2009. Status Kualitas Sungai Musi Bagian Hilir Ditinjau Dari

Komunitas Fitoplankton. Berkala Penelitian Hayati. 15(1): 5-9.

You might also like