You are on page 1of 4

BAB IV

DISKUSI

Telah dilaporkan anak perempuan berusia 43 hari dengan berat badan 3000
gram datang ke IGD RSUD dr.Doris Sylvanus pada tanggal 16 Desember 2017
dengan diagnosa kejang demam komplek dan Anemia. Diagnosis ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan berdasarkan teori
karena adanya kejang yang berlangsung lama pada pasien yaitu lebih dari 15 menit.
Kejang terjadi pada satu sisi atau fokal, dan kejang berulang. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien mengalami kejang sejak 1 hari yang lalu dengan durasi 15
menit dan terjadi pada satu sisi atau fokal. demam tidak turun ketika sudah diberkan
obat penurun panas.
Pada kasus ini diagnosis riwayat kejang demam komplek ditegakkan
berdasarkan teori yaitu terjadinya kejang lama dengan durasi >15 menit, kejang fokal
atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, dan kejang berulang
atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Dari anamnesis didapatkan, pasien mengalami
demam sejak 1 jam SMRS dengan suhu 39 derajat celcius, demam naik tinggi secara
mendadak. Sebelumnya diberikan obat penurun panas tetapi demam turun. Ibu
langsung membawa anaknya ke IGD Karena 3 minggu yang lalu pasien mengalami
kejang. Untuk mendiagnosa riwayat kejang demam kompleks, pada pasien ini
didapatkan 3 minggu lalu saat demam terjadi sebanyak 2 x dalam waktu 24 jam,
dengan lama kejang I ±15 menit dan kejang II ± 10 menit. Kejang bersifat umum
yang didahului kejang parsial. Selama kejang pasien tidak sadar dan pasien sadar
diantara dua serangan kejang. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam
kompleks. Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kaku kuduk (-),
Pemeriksaan neurologis dalam keadaan normal dan Suhu tubuh 36,7 derajat, nadi 87
x/menit, reguler, kuat angkat, isi penuh. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang
pada saat tidak demam, untuk menyingkirkan diagnosis epilepsi.

26
Berdasarkan anamnesis pasien juga mempunyai riwayat kejang dan kejang
pertama kali sejak usia 24 bulan tetapi pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
keluarga yang mengalami kejang serupa dengan pasien. Pada kasus ini gambaran
kejangnya diawali dengan kaku diseluruh tubuh, mata mendelik ke atas. Berdasarkan
anamnesis saat kejang suhu tubuh pasien 390C pasien setelah kejang menangis,
tampak lemas, bahkan tertidur.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik Beberapa diagnosis banding
yang perlu dipikirkan pada pasien dengan keluhan kejang disertai demam antara lain
kejang demam, kejang demam sederhana, dan epilepsi dengan infeksi ekstrakranial.
Kejang yang terjadi dipikirkan sebagai kejang demam karena terdapat riwayat demam
yang dialami sebelum kejang terjadi. Tidak semata-mata hanya dengan riwayat
demam saja, pasien juga menyangkal adanya riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya. Melalui anamnesis, diketahui bahwa bentuk kejang tergolong sebagai
kejang umum klonik tanpa disertai dengan gejala fokal (Parsial). Tetapi, diagnosis
banding kejang akibat epilepsi belum dapat disingkirkan karena mengingat usia
pasien yang sudah lebih dari 6 tahun ketika mengalami kejang demam terakhir
sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti EEG untuk menyingkirkan
diagnosis banding yaitu epilepsi. Pada pasien juga tidak ditemukan penurunan
kesadaran, saat kejang dan setelah kejang pasien menangis tidak ditemukan tanda
defisit neurologis, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, ataupun
tanda rangsang meningeal dapat disingkirkan.
Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya hiperemis pada tonsil dan
faring yang dicurigai sebagai penyebab demam. Tidak adanya kaku kuduk, rangsang
meningeal, refleks patologis menunjukkan penyebab kejang demam yang terjadi
sebelumnya pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini
harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal. Pada pemeriksaan
fisik berdasarkan pengukuran lingkar kepala menurut kurva Nellhaus didapatkan hasil
0 SD yang berarti ukuran lingkar kepala pasien masuk kedalam kategori
normocephal. Riwayat trauma kepala disangkal.

27
Pada pengukuran status gizi yang dilakukan terhadap pasien menggunakan
kurva CDC didapatkan status gizi pasien termasuk ke dalam gizi baik dengan nilai
index 100%.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus D5% ½ NS. Hal ini untuk
memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam,
tidak terpenuhi asupannya. Dari anamnesis pesien mengalami demam 4 jam SMRS.
Demam naik tinggi secara mendadak. Sebelumnya diberikan obat penurun panas
tetapi demam turun. Sampai di IGD pasien masih demam dengan suhu 39 derajat
celcius dan langsung diberikan obat penurun panas yang diberikan melalui anus yaitu
propiretik supp 240mg.
Pasien datang ke IGD dan masuk keruangan bangsal dalam keadaan tidak
kejang, mengingat sebelumnya pasien mempunyai riwayat kejang demam dan dari
anamnesis ibu mengatakan hanya memiliki obat Stesolid (diazepam) yang diberikan
ketika anak mengalami kejang, sehingga diberikan obat anti kejang sebagai
profilaksis intermitten untuk mengendalikan terjadinya serangan kejang yaitu
Depaken (asam valproat) sirup dengan dosis 15mg/kgBB setiap 12 jam untuk oral.
Dari hasil darah rutin yang penting menunjukkan adanya peningkatan kadar
leukosit dalam darah (20.940/mm3) maka pasien dapat diduga mengalami sepsis
ditunjang dengan adanya peningkatan suhu tubuh, dan dari pemeriksaan fisik
didapatkan phymosis yang dapat menyebabkan terjdinya ISK oleh karena itu pasien
diberikan antibiotik. Pada kasus ini pasien diberikan jenis antibiotik empiris
berspektrum luas karena infeksi belum diketahui yang seharusnya dapat diketahui
dengan pemeriksaan penunjang kultur urin/darah, tetapi pada kasus ini tidak
dilakukan pemeriksaan tersebut karena fasilitasnya yang belum ada. Antibiotik
golongan sefalosforin generasi ketiga yaitu cefotaxime dengan dosis 700mg sebanyak
3 kali pemberian dalam 1 hari. Pasien juga direncanakan untuk melakukan tindakan
sirkumsis, Karena berdasarkan teori bahwa sirkumsisi akan menyembuhkan dan
mencegah kekambuhan phimosis dan menurunkan kejadian ISK pada pasien yang
menderita phymosis sebelumnya.

28
Penatalaksanaan yang kedua adalah memberikan edukasi dan komunikasi
kepada orang tua pasien yaitu :9
 Meyakinkan bahwa pada umumnya kejang demam memiliki prognosis
baik
 Memberitahukan cara penanganan kejang
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
 Pemberian obat untuk mencegah berulangnya kejang memiliki efek
samping
 Bilamana terjadi kejang kembali, maka:
Orang tua harus tetap tenang dan tetap bersama pasien selama kejang
 Mengendorkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher
 Bila tidak sadar, anak dapat diposisikan terlentang dengan kepala miring
ke satu sisi. Muntahan atau lendir di mulut atau hidung dibersihkan.
Sebaiknya tidak memasukkan sesuatu ke dalam mulut anak ketika sedang
kejang walaupun ada kemungkinan lidah tergigit
 Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan pola gerakan kejang
 Jika kejang berlangsung selama 5 menit atau lebih, harap di bawa berobat
ke dokter atau rumah sakit.
Prognosis pada pasien ini bergantung pada :
 Riwayat kejang demam dalam keluarga
 Usia kurang dari 18 bulan
 Lamanya demam sebelum kejang
Apabila salah satu terpenuhi maka prognosis terjadinya komplikasi epilepsi pada
pasien ini adalah 10-15%, apabila ketiga kriteria diatas terpenuhi maka prognosisnya
80% bias terjadi komplikasi epilepsi.

29

You might also like