You are on page 1of 8

Pentingnya Standarisasi Prosedur Keselamatan Pasien

di Puskesmas X Kabupaten Kediri


Gerardin Ranind Kirana1*, Iin Nurmalasari1*
1
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
*Email: gerardin.ranind.kirana@iik.ac.id

ABSTRACT

“Patient-Centred Care” is principle that must be implemented by Health Care Facilities to


improve the quality of health care, and patient safety is one of main indicators. There’s no
definite details of standard for implementation of patient safety in Puskesmas just like in
hospitals until now. The purpose of this study was to observe the implementation of patient
safety in Puskesmas X Kediri, East Java, Indonesia. This study was descriptive research
evaluation. The subjects was the component of patient safety implementation system. The
members of Quality Management were the respondents. Collecting information through
interviews and observation. Patient safety in Puskesmas X, Kediri, be the reponsibility of
Quality Improvement and Patient Safety Team. Communication between health workers with
patients, occur only if patients is actively inquire about health care information they need.
Concrete action from the implementation of patient safety focused only on environment and
facilities improvement. Making the Standard Operating Procedures for patient safety
implementation must be tested prior to patients in a long period before it is established.
Procedures for patient safety implementation in Puskesmas X, Kediri, doesn’t have definite
standards because of the absence of written regulation that specify clearly on patient safety
implementation for Puskesmas, both from central and regional government. The governments
should immediately undertake consensus regarding patient safety standards for Puskesmas, and
establish specific regulation about patient safety procedures standardization that can be
implemented for Puskesmas in Indonesia.

Keywords: Patient Safety, Procedures Standardization, Puskesmas

ABSTRAK

“Pasien sebagai Pusat Layanan Kesehatan” adalah prinsip yang harus diterapkan oleh
setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, dan
keselamatan pasien adalah salah satu indikator utamanya. Belum ada kejelasan yang mendetail
mengenai standar untuk pelaksanaan dari keselamatan pasien di Puskesmas hingga saat ini,
seperti yang sudah ada di Rumah Sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati
pelaksanaan keselamatan pasien di Puskesmas X Kediri, Jawa Timur, Indonesia. Penelitian ini
bersifat deskriptif dengan bentuk evaluative research. Subyek penelitian adalah komponen
sistem keselamatan pasien. Responden dalam penelitian ini adalah anggota Tim Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien. Pengumpulan informasi dilakukan dengan wawancara dan
pengamatan secara langsung. Keselamatan pasien di Puskesmas X, Kediri, adalah tanggung
jawab dari tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien. Komunikasi antara petugas
kesehatan dengan pasien, terjadi hanya saat pasien aktif menanyakan tentang informasi layanan
kesehatan yang mereka butuhkan. Bentuk nyata dari pelaksanaan keselamatan pasien berfokus
hanya pada perbaikan lingkungan dan sarana. Pembuatan Standar Operasional Prosedur untuk
pelaksanaan keselamatan pasien, diujicobakan dalam waktu yang lama sebelum ditetapkan.
Prosedur pelaksanaan keselamatan pasien di Puskesmas X, Kediri, tidak memiliki rincian yang
jelas, karena tidak adanya standar yang tertulis, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah. Pemerintah seharusnya segera melakukan konsensus umpan balik dalam hal standar
pelaksanaan keselamatan pasien di Puskesmas, dan menetapkan peraturan tertulis tentang
standar prosedur pelaksanaan keselamatan pasien yang dapat diimplementasikan untuk semua
Puskesmas di Indonesia.

Kata kunci: Keselamatan Pasien, Standarisasi Prosedur, Puskesmas

“Patient-Centred Care” atau pasien untuk puskesmas tidak sedinamis di


pelayanan kesehatan yang berpusat pada rumah sakit. Secara eksplisit, keselamatan
pasien merupakan sebuah prinsip pada pasien mulai muncul di Peraturan Menteri
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan Kesehatan No. 75 Tahun 2014, yaitu bahwa
kualitas pelayanan kesehatan berfokus pada puskesmas harus memperhatikan
kebutuhan pasien. Pasien berhak keselamatan tenaga kesehatan dalam
mendapatkan pendidikan, informasi, dan bekerja, keselamatan pasien, dan
komunikasi mengenai pelayanan kesehatan keselamatan pengunjung.
sesuai dengan kebutuhan. Pelayanan Keselamatan pasien dalam Permenkes
kesehatan yang berpusat pada pasien bukan No. 75 Tahun 2014, kemudian dijabarkan
berarti pasien mendapatkan semua yang dalam beberapa standar Akreditasi
mereka minta, melainkan pasien bekerja Puskesmas Tahun 2015. Namun sampai
sama dengan petugas penyedia pelayanan saat ini, belum ada rincian yang jelas untuk
kesehatan untuk berusaha mencapai tujuan implementasi keselamatan pasien di
kesehatan yang realistis dan dapat dicapai puskesmas, sebagaimana panduan
dengan mudah (Rosenbaum, 2010). implementasi rumah sakit dalam Peraturan
Keselamatan pasien merupakan salah Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011.
satu indikator manajemen mutu dalam Melihat pentingnya pelaksanaan
institusi pelayanan kesehatan. Keselamatan keselamatan pasien di setiap institusi
pasien berhubungan dengan banyak hal, pelayanan kesehatan dan hubungannya
baik secara langsung maupun tidak dengan manajemen mutu puskesmas, maka
langsung, mulai dari infeksi nosokomial, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
jumlah hari perawatan, biaya perawatan, melihat secara keseluruhan mengenai
sampai kepuasan pasien. Terjaminnya pelaksanaan keselamatan pasien di
keselamatan pasien di sebuah pelayanan Puskesmas X Kabupaten Kediri.
kesehatan, akan berdampak pada minimnya
penularan infeksi nosokomial. Minimnya Metode Penelitian
kejadian infeksi nosokomial, maka jumlah
hari dan biaya perawatan juga akan Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
berkurang. Jumlah hari perawatan yang bentuk evaluative research. Subjek
wajar dan biaya perawatan yang terjangkau, penelitian adalah komponen sistem
akan memberikan nilai baik pada kepuasan keselamatan pasien di Puskesmas X
pasien terhadap layanan kesehatan yang Kabupaten Kediri yang terdiri dari
diberikan oleh institusi pelayanan kesehatan organisasi, komunikasi, prosedur
tersebut (WHO, 2005). pelaksanaan, dan perencanaan peningkatan
Di Indonesia, penerapan keselamatan kualitas. Responden dalam penelitian ini
pasien sudah menjadi sebuah wacana sejak adalah ketua, sekretaris, dan anggota tim
tahun 2001, dan kemudian tertulis dalam Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 (PMKP). Pengumpulan informasi dilakukan
Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan dengan wawancara dan pengamatan secara
Minimal Rumah Sakit. Peraturan terbaru langsung.
mengenai keselamatan pasien di rumah Hasil
sakit adalah Peraturan Menteri Kesehatan
No. 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan 1. Organisasi
Pasien. Tidak hanya pelayanan kesehatan di
rumah sakit, masyarakat di Indonesia juga Penanggung jawab langsung
memperoleh pelayanan kesehatan primer di keselamatan pasien di Puskesmas X
pusat kesehatan masyarakat. Keselamatan Kabupaten Kediri menjadi tanggung jawab
dari tim PMKP (Peningkatan Mutu dan bertanggung jawab langsung pada pimpinan
Keselamatan Pasien). Tim PMKP puskesmas. Berikut merupakan gambar
merupakan struktur kecil dalam sebuah struktur organisasi Puskesmas X Kabupaten
manajemen mutu puskesmas yang diketuai Kediri.
langsung oleh wakil manajemen mutu, dan

Gambar 1. Struktur Organisasi Puskesmas X Kabupaten Kediri

“SOP khusus untuk keselamatan keluhan. Komunikasi publik adalah


pasien emang belum ada, tapi tiap ada komunikasi yang dilakukan antara
masalah, Tim PMKP nggak pernah kelompok masyarakat dengan petugas
lupa buat analisis....” puskesmas, dengan informasi yang
didiskusikan sesuai dengan kepentingan
Puskesmas X Kabupaten Kediri sudah dari kelompok masyarakat masing-masing.
menerapkan prinsip High Reliability Komunikasi antar pegawai puskesmas
Organization (Epstein et al, 2010), dimana dalam hal keselamatan pasien sebagai
puskesmas memiliki sistem penilaian bagian dari manajemen mutu puskesmas
keselamatan pasien. Puskesmas demi adalah dengan mengadakan rapat rutin.
menjamin manajemen mutunya melalui Rapat rutin yang dilakukan adalah dalam
peningkatan keselamatan pasien, telah bentuk apel, rapat internal, rapat mini loka
melakukan analisis penyebab masalah, serta karya, dan rapat manajemen mutu. Apel
pencatatan dan pelapporan. Hasil analisis dilakukan setiap hari sebelum pegawai
tersebut digunakan sebagai data awal untuk puskesmas melakukan pekerjaannya. Apel
proses selanjutnya, yaitu perencanaan solusi ini selain untuk mengetahui kehadiran dari
yang tepat sasaran dan sesuai tujuan. setiap pegawai puskesmas, juga bertujuan
untuk membicarakan mengenai kesulitan
2. Komunikasi yang dialami para pegawai pada hari
Bentuk komunikasi di Puskesmas X sebelumnya dan kejadian yang sekiranya
Kabupaten Kediri ada dua, yaitu perlu dilaporkan kepada kepala puskesmas.
komunikasi interpersonal dan publik. Rapat internal dilakukan di setiap
Komunikasi interpersonal adalah bentuk bidang yang ada di puskesmas. Hal yang
komunikasi antara pasien dengan petugas dibahas dalam rapat internal antara lain
puskesmas secara personal, mengenai tentang program kegiatan yang sudah
informasi pelayanan, BPJS, dan tentang dilakukan, kendala dan masalah yang
dihadapi, dan target yang sudah maupun pelayanan kesehatan secara langsung pada
yang belum dicapai. Rapat internal ini pasien, antara lain bidan, dosen, dan
diadakan rutin setiap bulan. Hasil rapat perawat.
internal tersebut kemudian akan dibahas di
rapat mini lokakarya yang diadakan setiap 3. Prosedur Pelaksanaan
tiga bulan sekali. Rapat mini lokakarya
merupakan sebuah bentuk komunikasi Bentuk nyata dari pelaksanaan
antara pihak internal puskesmas dengan keselamatan di Puskesmas X Kabupaten
pihak lintas sektor. Lintas sektor yang Kediri berfokus pada perbaikan lingkungan,
dimaksud antara lain pihak kecamatan, sarana, dan pra-sarana. Pencatatan dan
kelurahan, posyandu, bidan desa, sekolah pelaporan Kondisi Potensial Cedera (KPC)
dasar, dan lain-lain. dan Kondisi Nyaris Cedera (KNC) sudah
dilakukan dengan baik. Tim PMKP juga
”Keselamatan pasien dibahas dalam sudah menindaklanjuti setiap kejadian yang
rapat internal bulanan hanya jika ada tercatat dalam KPC dan KNC. Beberapa
keluhan atau masalah. Kalau bulan itu kegiatan tindak lanjut yang dilakukan,
tidak ada keluhan atau masalah, ya... antara lain memperbaiki plafon yang
nggak akan dibahas dalam rapat.” kurang baik dan merapikan kabel sesuai
standar yang berlaku sehingga lingkungan
Keselamatan pasien dibahas dalam puskesmas menjadi lebih aman saat pasien
rapat internal bulanan. Namun pembahasan datang berobat.
tersebut tidak diangkat di setiap rapat. Hal
tentang keselamatan pasien yang dilaporkan “Ya dipisah-pisah begitu kan biar
dan dibahas dalam rapat internal adalah nggak saling menulari penyakit, baik
mengenai lingkungan, sarana, dan pra- antar pasien, maupun keluarga yang
sarana yang sekiranya mengganggu ngantar pasien.”
keselamatan pasien dan pengunjung
puskesmas lainnya. Hal tersebut dilaporkan Poli penyakit umum, poli penyakit
oleh petugas kesehatan dan para pegawai paru, dan poli KIA diletakkan saling
puskesmas. Selama ini, tidak ada laporan berjauhan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengenai keselamatan pasien yang menghindari penularan penyakit antar
dilaporkan langsung oleh pasien itu sendiri pasien. Peletakan tempat untuk poli
ke pihak PMKP (Peningkatan Mutu dan penyakit umum, poli penyakit paru, dan
Keselamatan Pasien). poli KIA yang terpisah merupakan salah
satu strategis dari Puskesmas X Kabupaten
“Tidak ada SOP yang khusus buat Kediri yang diperuntukkan tak hanya untuk
dokter atau petugas administrasi kalau keselamatan pasien yang melakukan
mau berkomunikasi sama pasiennya.... pelayanan kesehatan, namun juga untuk
Pelatihannya juga cuman pelatihan pihak keluarga pasien yang mengantarkan
manajerial, nggak ada pelatihan pasien selama berobat.
komunikasi.” Penggantian engsel setiap pintu kamar
mandi puskesmas, yaitu dimana pada
Puskesmas X Kabupaten Kediri awalnya pintu tersebut jika dibuka dari
terlihat belum memiliki komitmen terhadap dalam kamar mandi, arah membukanya
terjalinnya komunikasi antara petugas adalah dengan cara ditarik. Penggantian
puskesmas dengan pasien. Hal tersebut engsel pintu kamar mandi sehingga cara
terlihat dari komunikasi antara petugas membuka pintu tersebut adalah dengan
puskesmas dan pasien dilakukan hanya mendorongnya keluar, merupakan salah
pada saat pasien aktif bertanya mengenai satu strategis untuk menjamin keselamatan
informasi kesehatan secara umum dan pasien. Pintu kamar mandi yang cara
BPJS. Petugas puskesmas yang dimaksud membukanya dengan ditarik dari arah
bukan hanya petugas administrasi, tapi juga dalam, tidak sesuai dengan standar, karena
petugas kesehatan yang melakukan apabila ada suatu kejadian darurat dan
pasien berada di dalam kamar mandi, maka Daerah. Hal tersebut dikarenakan belum
ditakutkan pasien tidak bisa keluar dengan adanya rincian yang jelas untuk
cepat dari dalam kamar mandi dan implementasi keselamatan pasien di
terperangkap di dalam. puskesmas, sebagaimana panduan
Tempat sampah Puskesmas X di implementasi rumah sakit dalam Peraturan
Kabupaten Kediri terbagi menjadi tempat Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011.
sampah medis, infeksius, dan non-medis.
Ketiga tempat sampah tersebut dibedakan 4. Perencanaan Peningkatan Kualitas
warnanya, yaitu tempat sampah untuk
sampah infeksius berwarna kuning, tempat Strategi yang dilakukan Puskesmas X
sampah untuk sampah medis berwarna Kabupaten Kediri untuk meningkatkan
merah, dan tempat sampah untuk sampah keselamatan pasien melalui tahapan
non medis berwarna hitam. Pembedaan mengidentifikasi, menganalisis sebab
warna tempat sampah tersebut dengan masalah, mengambil keputusan
tujuan agar lingkungan puskesmas dan penyelesaian masalah yang paling efektif
kesehatan pasien puskesmas tetap terjaga. dan efisien, serta melakukan tindakan
Beberapa contoh bentuk nyata penyelesaian masalah yang sudah
pelaksanaan keselamatan pasien di ditetapkan sebelumnya dengan baik, tepat
Puskesmas X Kabupaten Kediri yang telah sasaran, dan sesuai tujuan.
disebutkan sebelumnya, membuktikan
bahwa pelaksanaan keselamatan pasien “Selalu.... selalu kami catat. Kalau
tersebut berfokus pada lingkungan ada laporan, selalu kami catat, terus
puskesmas, sarana, dan pra-sarana. Uji coba segera kami carikan solusinya.”
kepada pasien, dilakukan sebelum Standar
Operasional Prosedur Keselamatan Pasien Identifikasi yang dilakukan adalah
ditetapkan. Uji coba dilakukan selama enam dengan melihat dan melaporkan setiap
hari, dan apabila dalam enam hari tempat yang dapat membuat pasien jatuh
pelaksanaan kegiatan sudah dapat berjalan dan tertular penyakit, sarana dan pra-sarana
sesuai dengan SOP tanpa ada suatu keluhan yang berisiko mencederai pasien, dan
apapun, maka SOP akan segera ditetapkan. keadaan sarana pra-sarana serta lingkungan
Namun apabila selama pelaksanaan puskesmas yang tidak sesuai standar.
kegiatan terdapat keluhan, maka penetapan Pencatatan dan pelaporan tersebut masuk
SOP akan diundur sampai satu bulan. dalam pelaporan Kondisi Potensial Cedera
(KPC) dan Kondisi Nyaris Cedera (KNC).
“Uji coba ke pasien itu untuk ngukur Pelaporan dan KPC dan KNC merupakan
tingkat keberhasilan SOP yang sudah tanggung jawab dari Tim PMKP. Hasil
dibuat sebelumnya, tapi pasien tidak penilaian dan pelaporan dari tahapan
dikasihtahu kalau kita sedang uji coba identifikasi ini kemudian menjadi data awal
SOP....” untuk melakukan tahapan selanjutnya.

Tujuan dari penetapan SOP Pembahasan


keselamatan pasien di Puskesmas X Bentuk kecelakaan atau kejadian yang
Kabupaten Kediri adalah untuk mencegah dapat mengancam keselamatan pasien di
sebuah keadaan yang nantinya akan puskesmas, berbeda dengan yang bisa
mempengaruhi keselamatan pasien. SOP terjadi di rumah sakit. WHO telah
akan diubah, jika ada sebuah peraturan mengklasifikasikan 13 kejadian atau insiden
baru, kemajuan teknologi, dan kemajuan yang dapat mengancam keselamatan pasien,
ilmu. Uji coba SOP kepada pasien sebelum dan salah satunya adalah karena organisasi
ditetapkan, dilakukan karena prosedur [4]
. Hal tersebut dikarenakan pimpinan
pelaksanaan keselamatan pasien di organisasi belum mempunyai komitmen
Puskesmas X Kabupaten Kediri tidak penuh terhadap segala usaha untuk
memiliki standar yang tertulis baik oleh meminimalisasikan risiko pasien
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
mengalami insiden atau kejadian yang Komunikasi dua arah yang dilakukan
dapat mengancam keselamatannya antara petugas kesehatan dengan pasien,
(ACSQHC, 2012). Identifikasi dan deteksi terbukti dalam beberapa penelitian dapat
dini risiko, mengalasis masalah, meningkatkan kualitas kehidupan pasien
melaporkan, dan membuat tindakan (ACSQHC, 2010). Patient-Centred Care
pencegahan terhadap potensi penyebab adalah dengan melibatkan pasien untuk
kecelakaan dalam pelayanan kesehatan di aktif dalam perawatan kesehatannya
puskesmas, merupakan bentuk komitmen sendiri, misalnya pasien berhak
yang harus dilakukan oleh pimpinan menentukan obat dan fasilitas pelayanan
puskesmas untuk keselamatan pasien kesehatan, serta biaya kesehatan yang harus
(Clinton et al, 2006). dikeluarkannya untuk berobat. Hal tersebut
Puskesmas X Kabupaten Kediri telah dapat dicapai jika petugas kesehatan secara
menunjukkan komitmennya dalam bidang aktif berkomunikasi dengan pasien,
keselamatan pasien, dengan membuat menjelaskan dengan rinci mengenai
sebuah tim khusus yang disebut Tim penyakitnya, pilihan pengobatan, risiko
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang menyertai jika memilih suatu
(Tim PMKP), yang merupakan struktur di pengobatan, bahkan juga untuk biaya yang
bawah manajemen mutu puskesmas. Tugas harus dikeluarkan sang pasien.
mereka adalah mencatat dan melaporkan Sebuah studi di Kanada menyatakan
Kondisi Potensial Cedera (KPC) dan bahwa, angka terbesar terancamnya
Kondisi Nyaris Cedera (KNC), untuk keselamatan pasien di pelayanan kesehatan
kemudian diidentifikasi sebagai data awal primer adalah karena kurangnya
untuk dilakukannya sebuah tindakan komunikasi antara petugas kesehatan
penyelesaian masalah yang tepat sasaran dengan pasien, dan lemahnya kemampuan,
dan sesuai dengan tujuan. Harapan ke ketrampilan, dan pengetahuan yang dimiliki
depannya bagi Puskesmas X Kabupaten oleh paramedis (Kingston, 2010). Maka
Kediri adalah, puskesmas membuat sebuah sebaiknya, Puskesmas X Kabupaten Kediri
kebijakan prosedural dalam bentuk SOP membuat sebuah SOP tentang bagaimana
analisis risiko dan keselamatan pasien bagi cara petugas puskesmas, termasuk di
Tim PMKP, sehingga analisis risiko yang dalamnya petugas administrasi dan petugas
dilakukan sesuai dengan peraturan legal kesehatan, dalam berkomunikasi dengan
yang berlaku, serta solusi untuk pasien, sebagai bentuk dari manajemen
keselamatan pasien di puskesmas tepat mutu – keselamatan pasien di puskesmas.
sasaran dan sesuai dengan tujuan. Pelatihan untuk manajerial bagi semua
Perbaikan infrastruktur, seperti petugas kesehatan puskesmas sudah pernah
perbaikan plafon, penggantian engsel pintu dilakukan oleh Puskesmas X Kabupaten
toilet, Pembagian tempat sampah Kediri. Selain pelatihan manajerial,
berdasarkan bahan yang dibuang, dan tata pelatihan untuk meningkatkan kemampuan,
ruang untuk Poli KIA, Poli Penyakit ketrampilan, dan pengetahuan bagi
Umum, dan Poli Penyakit Paru yang paramedis juga perlu untuk dilakukan demi
diletakkan berjauhan, dilakukan sebagai menjamin keselamatan pasien selama
wujud untuk menjaga keselamatn pasien pasien mendapatakan layanan kesehatan.
dari risiko kecelakaan dan penularan Namun yang terpenting dan harus
penyakit di puskesmas. Sesuai dengan 13 dilakukan adalah pelatihan komunikasi.
klasifikasi WHO untuk insiden yang dapat Sesuai dengan prinsip Patient-Centred
mengancam keselamatan pasien, yaitu Care, pelatihan komunikasi bagi petugas
infrastruktur (Aiken et al, 2012), maka kesehatan khususnya pelatihan komunikasi
pemenuhan sarana dan pra-sarana, serta bagi paramedis wajib untuk dilakukan demi
perbaikan infrastruktur di Puskesmas X menjamin keselamatan pasien (ACSQHC,
Kabupaten Kediri, merupakan bentuk nyata 2010). Pelatihan tersebut diharapkan dapat
selanjutnya dari komitmen puskesmas menambah pengetahuan bagi paramedis
terhadap keselamatan pasiennya. tentang bagaimana berkomunikasi yang
baik, bagaimana mengedukasi pasien, dan
memberikan informasi kesehatan pada layanan kesehatan yang didapatkan (WHO,
pasien, sehingga pasien dapat merasa aman 2009). Maka Indonesia dapat mengadopsi
dan nyaman dalam menjalani perawatan cara tersebut, yaitu membuat sebuah standar
kesehatannya. prosedur operasional khusus untuk
Pelaporan potensi bahaya yang pelaksanaan keselamatan pasien di
mengganggu keselamatan pasien di puskesmas, dengan cara melakukan
Puskesmas X Kabupaten Kediri, masih konsensus umpan balik semua pasien
dilaporkan oleh petugas kesehatan saja. puskesmas terhadap layanan dan fasilitas
Belum adanya pelaporan dari pihak pasien yang didapatkan selama berkunjung di
tersebut, maka pihak manajemen mutu puskesmas. Hasil konsesnsus itulah yang
puskesmas sebaiknya cepat tanggap dalam nantinya akan menjadi patokan pembuatan
menggiatkan kembali kotak saran SOP implementasi pelaksanaan
(ACSQHC, 2011; Kreps, 2009). Kotak keselamatan pasien khusus puskesmas,
saran tersebut yang dapat berisi keluhan yang bisa diterapkan di seluruh puskesmas
dari pasien terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia.
yang didapatkan di puskesmas, dapat juga
berisi pelaporan potensi insiden yang dapat Penutup
menganggu keselamatan pasien dan
keluarga saat berkunjung di puskesmas. Puskesmas X Kabupaten Kediri
Fungsi kotak saran tersebut, berdasarkan hasil observasi, memiliki
disosialisasikan di awal saat pasien komitmen terhadap keselamatan pasien. Hal
berkunjung oleh petugas kesehatan tersebut dapat dibuktikan dari beberapa hal.
puskesmas, sehingga pasien paham dan 1. Tim PMKP yang merupakan bagian dari
mengerti jalur yang tepat untuk struktur manajemen mutu puskesmas,
menyalurkan keluhan dan laporannya. yang sengaja dibentuk untuk
Umpan balik dari isi kotak saran peningkatan mutu dan keselamatan
pasien adalah hal utama dari kegiatan pasien.
penggalakan kembali kotak saran. 2. Tim PMKP melakukan analisis
Bagaimana pihak puskesmas akan penyebab masalah untuk setiap laporan
menanggapi semua laporan pasien, yaitu yang berhubungan dengan keselamatan
bagaimana dengan perbaikan layanan pasien, kemudian pencatatan dan
kesehatan dan infrastrukturnya, serta pelaporan juga dilakukan, sebelum
bagaimana meminimalisasi segala potensi akhirnya merencanakan dan
bahaya yang bisa mengancam keselamatan melaksanakan solusi yang tepat sasaran
pasien. Dengan melakukan itu semua, maka dan sesuai tujuan bagi setiap masalah
diharapkan Puskesmas dapat memenuhi yang dilaporkan.
kebutuhan para pasien, sehingga kepuasan 3. Perbaikan infratruktur, dalam bentuk
pasien puskesmas tinggi, dan berdampak pemenuhan sarana dan pra-sarana yang
positif pada perbaikan mutu Puskesmas X baik dan dalam keadaan tidak
Kabupaten Kediri. mengancam keselamatan pasien, selalu
Uji coba SOP keselamatan pasien dilakukan.
terhadap para pasien yang dilakukan
Puskesmas X Kabupaten Kediri, karena Ketiga komitmen tersebut, dapat lebih
belum adanya rincian yang jelas mengenai baik dalam menjamin keselamatan pasien di
implementasi keselamatan pasien di Puskesmas, jika Puskesmas X Kabupaten
puskesmas, sebagaimana panduan Kediri melakukan beberapa hal, seperti di
implementasi rumah sakit dalam Peraturan yang tertulis pada poin-poin di bawah ini.
Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011. 1. Membuat sebuah kebijakan prosedural
Dalam ACSQHC (2010), disebutkan bahwa dalam bentuk SOP analisis risiko dan
Peraturan Pemerintah Australia mengenai keselamatan pasien bagi Tim PMKP,
implementasi keselamatan pasien pada sehingga analisis risiko yang dilakukan
pelayanan kesehatan primer, didapatkan sesuai dengan peraturan legal yang
dari hasil umpan balik pasien terhadap berlaku, serta solusi untuk keselamatan
pasien di puskesmas tepat sasaran dan quality and safety by focusing care on
sesuai dengan tujuan. patients and consumers. ACSQHC.
2. Membuat sebuah SOP tentang Australian Commision on Safety and
bagaimana cara petugas puskesmas, Quality in Health Care. (2011).
termasuk di dalamnya petugas Windows into Safety and Quality: In
administrasi dan petugas kesehatan, Health Care 2011. ACSQHC.
dalam berkomunikasi dengan pasien, Australian Commision on Safety and
sebagai bentuk dari manajemen mutu Quality in Health Care. (2012).
khususnya dalam hal keselamatan pasien National Safety and Quality Health
di puskesmas. Service Standards. ACSQHC.
3. Seluruh paramedis di puskesmas Clinton, H.R., & Obama, B. (2006).
mengikuti pelatihan komunikasi. Making Patient Safety the Centerpiece
Pelatihan tersebut diharapkan dapat of Medical Liability Reform. The New
menambah pengetahuan bagi paramedis England Journal of Medicines,
tentang cara berkomunikasi yang baik, 354(21), 2205-2208.
mengedukasi pasien, dan memberikan Epstein, R.M., Fiscella, K., Lesser, C.S., &
informasi kesehatan pada pasien, Stange, K.C. (2010). Why The Nation
sehingga pasien dapat merasa aman dan Needs a Policy Push On Patient-
nyaman dalam menjalani perawatan Centered Health Care. Health Affairs,
kesehatannya. 29(8), 1489-1495.
Kingston-Riechers J., Ospina, M., Jonsson,
Saran untuk pemerintah pusat, yaitu E., Childs, P., McLeod, L., & Maxted,
agar segera melakukan konsensus umpan J. (2010). Patient Safety in Primary
balik semua pasien puskesmas terhadap Care. Canadian Patient Safety Institute
layanan dan fasilitas yang didapatkan and BC Patient Safety & Quality
selama berkunjung di puskesmas. Hasil Council.
konsensus itulah yang nantinya akan Kreps, G.L. (2009). Applying Weick’s
menjadi patokan pembuatan SOP model of organizing to health care and
implementasi pelaksanaan keselamatan health promotion: highlighting the
pasien khusus puskesmas, yang bisa central role of health communication.
diterapkan di seluruh puskesmas di Patient Educ Couns, 74(3), 347–355.
Indonesia. Hal tersebut perlu dilakukan Rosenbaum, S. (2010). Law and the
untuk menghindari variasi tindakan solusi Public’s Health: The patient protection
terhadap keselamatan pasien dan uji coba and affordable care act. Public Health
SOP pada pasien yang bisa saja mengancam Reports, 126, 131-135.
keselamatan pasien itu sendiri. World Health Organization. Global Patient
Safety Challenge: 2005-2006. WHO,
Daftar Pustaka 2005.
World Health Organization. (2009). The
Aiken, L.H., Sermeus, W., et al. (2012). conceptual framework for
Patient Safety, Satisfaction, and International Classification for Patient
Quality of Hospital Care: Cross Safety version 1.1. Geneva: World
sectional surveys of nurses and Health Organization.
patients in 12 countries in Europe and
the United States. BMJ, 344(10), 1717-
1736.
Australian Commission on Safety and
Quality in Health Care. (2010). Patient
Safety in Primary Care: Discussion
Paper. Sydney: ACSQHC.
Australian Commision on Safety and
Quality in Health Care. (2010).
Patient-Centred Care: Improving

You might also like