You are on page 1of 13

Republik Indonesia Serikat

1 Latar Belakang Terbentuknya RIS


Pada tanggal 15 Juli 1946, Dr. H.J. van Mook memprakarsai penyelenggaraan konferensi di
Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri oleh beberapa utusan daerah yang telah
dikuasai Belanda. Konferensi Malino membahas pembentukan Negara-negara bagian dari suatu
Negara federal. Berawal dari konferensi tersebut, Van Mook atas nama Negara Belanda mulai
membentuk negara-negara boneka yang tujuannya adalah untuk mengepung dan memperlemah
keberadaan Republik Indonesia. Dengan terbentuknya Negara-negara boneka, RI dan Negara-
negara bagian akan dengan mudah diadu domba oleh Belanda. Hal ini merupakan perwujudan
dari politik koloniall Belanda, yaitu devide et impera.
Sejak kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta 6 Juli 1949, perundingan dengan BFO yang
telah dirintis di Bangka dimulai lagi. Yang dibahas dalam perundingan itu adalah pembentukan
pemerintah peralihan sebelum terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kemudian pada tanggal
19-22 Juli 1949, diadakan perundingan diantara kedua belah pihak, yang disebut konferensi antar
Indonesia. Konferensi itu memperlihatkan bahwa politik divide et impera Belanda untuk
memisahkan daerah-daerah di luar Republik dari Republik Indonesia, mengalami kegagalan.
Pada konferensi antar Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta itu dihasilkan persetujuan
mengenai bentuk Negara dan hal-hal yang bertalian dengan ketatanegaraan Negara Indonesia
Serikat.
1 Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama RIS berdasarkan demokrasi dan federalisme.
2 RIS akan dikepalai seorang Presiden konstitusional dibantu oleh menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
3 Akan dibentuk dua badan perwakilan, yaitu sebuah dewan perwakilan rakyat dan sebuah
dewan perwakilan Negara bagian (senat). Pertama kali akan dibentuk dewan perwakilan rakyat
sementara.
4 Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Negara
Belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik Indonesia.

Di bidang Militer juga telah disepakati persetujuan sebagai berikut :


1 Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RIS.
2 Pertahanan Negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS; Negara-negara bagian tidak akan
memiliki angkatan perang sendiri.
3 Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia. Angkatan
perang RIS akan dibentuk oleh pemerintah RIS dengan inti angkatan perang RI (TNI), bersama-
sama dengan orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL, ML, KM, VB, dan territoriale
bataljons.
4 Pada masa permulaan RIS Menteri Pertahanan dapat merangkap sebagai Panglima Besar
APRIS.
Konferensi antar Indonesia dilanjutkan kembali di Jakrta pada tanggal 30 Juli sampai 2 Agustus
1949, dan dipimpin oleh Perdana Menteri Hatta yang membahas masalah pelaksanaan dari
pokok-pokok persetujuan yang telah disepakati di Yogyakarta. Kedua belah pihak setuju untuk
membentuk Panitia Persiapan Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana tertib sebelum
dan sesudah KMB. Sesudah berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dengan musyawarah di
dalam konferensi antar Indonesia, kini Indonesia siap menghadapi KMB.
Pada tanggal 4 Agustus 1949, diangkat delegasi RI yang terdiri dari : Drs. Moh Hatta, Mr. Moh
Roem, Prof. Dr.Mr. Supomo, dr. J.Leimena, Mr. Alisastroamidjojo, Ir. Juanda, Dr. Sukiman, Mr.
Suyono Hadinoto, Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim, Kolonel T.B. Simatupang,
dan Mr. Sumardi. Delegasi BFO di wakili oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.
Pada tanggal 23 Agustus 1949 KMB dimulai di Den Haag. Konferensi selesai pada tanggal 2
November 1949. Hasil Konferensi adalah sebagai berikut :
• Serah-terima kedaulatan dari pemerintah koloniall Belanda kepada RIS kecuali Papua Bagian
Barat. Indonesia ingin agar semua daerah bekas jajahan Hindia Belanda menjadi daerah
Indonesia, sedangkan Belanda sendiri ingin menjadikan Papua bagian barat Negara terpisah
karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini, karna itu pasal
kedua menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa
masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
• Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia , dengan monarch Belanda sebagai Kepala
Negara.
• Pengambilalihan hutang Hindia Belanda oleh RIS.
1. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya kepada
Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu
mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada
Konstitusinya; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949
• Pasukan Belanda, KL, dan KM akan dipulangkan, sedangkan KNIL akan dibubarkan dan bekas
anggota KNIL diperbolehkan menjadi APRIS.
Hasil-hasil KMB kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi. Selanjutnya pada tanggal
15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Presiden Soekarno.
Keesokan harinya Ir. Soekarno terpilih menjadi presiden RIS. Pada tanggal 20 Desember 1949
Moh. Hatta diangkat sebagai Perdana Menteri RIS. Adapun pemangku jabatan Presiden RI
adalah Mr. Asaat ( mantan Ketua KNIP ) yang dilantik pada tanggal 27 Desember 1949. Pada
tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS dipimpin Moh. Hatta berangkat ke negeri Belanda untuk
menandatangani naskah pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda. Upacara
penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan itu dilakukan bersamaan, yaitu di Indonesia dan
Belanda pada 27 Desember 1949. Dengan demikian, sejak saat itu RIS menjadi Negara merdeka
dan berdaulat, serta mendapat pengakuan internasional. Berakhirlah periode perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

.2. Akhir Pemerintahan RIS


Negara RIS buatan Belanda tidak dapat bertahan lama karena muncul tuntutan-tuntutan untuk
kembali ke dalam bentuk NKRI sebagai perwujudan dari cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
Gerakan menuju pembentukan NKRI mendapat dukungan yang kuat dari seluruh rakyat. Banyak
Negara-negara bagian satu per satu menggabungkan diri dengan Negara bagian Republik
Indonesia.
Pada tanggal 10 Februari 1950 DPR Negara Sumatera Selatan memutuskan untuk menyerahkan
kekuasaannya pada RI. Tindakan semacam ini dengan cepat dilakukan oleh Negara-negaa bagian
lainnya ynag cenderung untu menghapuskan Negara-negara bagian dan menggabungkan diri ke
dalam RI. Pada akhir Maret 1950, hanya tersisa empat Negara bagian dalam RIS, yaitu
Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Negara Indonesia Timur, dan Republik Indonesia. Pada akhir
April 1950, maka hanya Republik Indonesia yang tersisa dalam RIS.
Penggabungan Negara-negara bagian ke dalam RI menimbulkan persoalan baru khususnya
dalam hubungan luar negeri. Hal ini karena RI hanya Negara bagian RIS, hubungan luar negeri
yang berlangsung selama ini dilakukan oleh RIS. Sehingga peleburan Negara RIS ke dalam RI
harus dihindari untuk menjamin kedaulatan negara. Solusinya adalah RIS harus menjelma
menjadi RI.
Setelah diadakan konferensi antara Pemerintah RIS dan RI untuk membahas penyatuan negara,
pada tanggal 19 Mei 1950, pemerintah RIS dan RI menandatangani Piagam Persetujuan
pembentukan Negara kesatuan. Pokok dari isi piagam tersebut adalah kedua belah pihak dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya melaksanakan pembentukan Negara kesatuan berdasar
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rapat-rapat antara pemerintah RIS dan RI mengenai Negara kesatuan semakin sering dilakukan.
Setelah rapat mengenai Pembagian daerah yang akan merupakan wilayah NKRI, maka pada
tanggal 15 Agustus 1950 diadakan rapat gabungan yang terakhir dari DPR dan Senat RIS di
mana dalam rapat ini akan dibicarakan “piagam pernyataan” terbentuknya NKRI oleh Presiden
Soekarno. Setelah pembacaan piagam pernyataan terbentuknya NKRI, maka dengan demikian
secara resmi Negara Kesatuan RI terbentuk kembali pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sistem Pemerintahan NKRI

Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi, suatu
himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan
yang kompleks. Di dalam sistem ada komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi masing-
masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori,
asas yang teratur. Sistem adalah metode.
Prinsipnya, pada tiap sistem selalu terdiri dari empat elemen:

 Objek, yang dapat berupa bagian, elemen, maupun variabel. Ia dapat benda fisik, abstrak,
ataupun keduanya sekaligus; tergantung kepada sifat sistem tersebut
 Lingkungan, tempat di mana sistem berada.
 Atribut, yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan sistem dan objeknya.
 Hubungan internal, di antara objek-objek di dalamnya.

Syarat-syarat sistem :

 Sistem wajib dibuat untuk mengatasi masalah.


 Unsur dasar dari proses ( energi, arus informasi dan material) lebih penting dari pada
elemen sistem.
 Terdapat hubungan diantara elemen sistem.
 Elemen sistem harus memiliki rencana yang ditetapkan.
 Tujuan organisasi lebih penting dari pada tujuan elemen.
Berkaitan dengan pemerintahan, sistem berarti susunan yang teratur dari pandangan, teori, atau
asas tentang pemerintahan negara.

Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, menurut UU no 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 1
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

Pemerintahan adalah Suatu proses ketatanegaraan dalam suatu negara. Pemerintahan di


jalankan oleh alat kelengkapan yaitu pemerintah. Pemerintah sebagai alat pelaksana dan
kelengkapan pemerintahan memiliki fungsi melaksanakan tugas-tugas esensial dan fakultatif
negara. Tugas esensial adala mempertahankan negara sebagai organisasi yang berdaulat. Tugas
esensial disebut juga tugas asli negara. Tugas fakultatif negara adalah untuk memperbesar
kesejahteraan umum baik moral, intelektual, sosial, dan ekonomi.
Pemerintah adalah organ yang berwenang memproses pelayanan publik dan berkewajiban
memproses pelayanan civil bagi setiap orang melalui hubungan pemerintahan, sehingga setiap
anggota masyarakat bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan, sesuai dengan tuntutan
(harapan) yang diperintah. Dalam hubungan itu, bahkan negara asing atau siapa saja yang pada
suatu saat secara sah (legal) di wilayah Indonesia, berhak menerima layanan civil tertentu dan
pemerintah wajib melayaninya.

Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah
laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan
politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu
dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut.
Setiap negara memiliki sistem untuk menjalankan kehidupan permerintahannya. Sistem tersebut
adalah sistem pemerintahan. Ada beberapa macam sistem pemerintahan di dunia ini. Setiap
sistem pemerintahan memiliki kelebihan dan kekurangan, karakteristik, dan perbedaan masing-
masing sistem. Sebelum lebih jauh membahas tentang Sistem Pemerintahan Indonesia, akan
lebih baik lagi jika didahului dengan memahami beberapa hal dibawah ini.

Sistem Pemerintahan dari Awal Kemerdekaan


Sistem Pemerintahan Indonesia pada waktu awal kemerdekaan menganut sisten pemerintahan
presidensiil.
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 maka Presiden memiliki kekuasaan tertinggi dan
dibantu oleh menteri-menteri sebagai pembantu presiden yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pada tanggal 12 September 1945
dibentuklah Kabinet Presidensial( Kabinet RI I) dengan 12 departemen dan 4 menteri negara.
Selain itu wilayah Indonesia yang begitu luas dibagi menjadi 8 provinsi dan 2 daerah istimewa
yang masing-masing wilayah dipimpin oleh gubernur.

Sistem Presidensial pernah berganti Sistem Parlementer yang dipimpin oleh kepala pemerintahan
Perdana Menteri. Perdana Menteri Pertama Indonesia adalah Sutan Syahrir. Berubahnya sistem
pemerintahan di Indonesia pada saat itu adalah pengaruh kuat dari kaum sosialis (KNIP). Selain
itu Indonesia pada awal kemerdekaan juga masih belajar tentang bagaimana menjalankan
pemerintahan. Dengan sistem parlementer ini maka Di Indonesia saat itu memiliki DPR yang
anggotanya dipilih oleh rakyat. Sistem ini juga memungkinkan adanya banyak partai. Maksud
dari sistem ini adalah untuk membatasi kewenangan presiden. Jika pada sistem presidensial
kabinet bertanggungjawab kepada presiden maka sistem parlementer, Presiden
bertanggungjawab kepada parlemen/DPR.
Sebenarnya sistem parlementer ini adalah sebuah penyimpangan ketentuan UUD 1945 yang
menyebutkan "pemerintahan harus dijalankan menurut sistem kabinet presidensial, dimana
menteri sebagai pembantu presiden".
Karena sering mengalami kegagala kabinet, dan banyak menimbulkan gerakan-gerakan
pemberontakan yang menyebabkan stabilitas negara terganggu, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit pada 5 Juli 1959 yang isinya antara lain mengembalikan konstitusi ke UUD
1945 dan bentuk pemerintahan kembali ke sistem presidensial.

Berikut Periodisasi Sistem Pemerintahan Indonesia

2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950


Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)Assaat
= pemangku sementara jabatan presiden RI(27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)

Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg (Netherland)
diadakan konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi
BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi
Belanda dipimpin olah Van Harseveen.Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk
meyelesaikan persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan
pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat
(RIS).Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan
Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-
lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu
Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau
isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang berideologi pancasila dan ber
UUD 1945 karena :1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang
terbagi dalam 16 negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan
2, Konstitusi RIS).2. Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau
pemerintahan berdasarkan demokrasi parlementer, dimana menteri-menterinya bertanggung
jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi
RIS)3. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat
pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara
Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan Decleration of independence bangsa Indonesia,
kata tap MPR no. XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam pemyimpangan mukadimah ini adalah
perubahan kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang kemudian yang membuka jalan bagi
penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati hingga menjadi sumber segala penyelewengan
didalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.

3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959


Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950
hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia
Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama
Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.Konstitusi ini dinamakan
"sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil
pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih
Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga
berlarut-larut.Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk
menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang
pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil
merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat
untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno
lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya
menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan
pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju.
Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang,
karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal
1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk
meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya
penyusunan UUD.Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang
diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.Isi dekrit presiden 5 Juli 1959.

1. Kabinet Natsir

Kabinet Natsir adalah kabinet pertama pada masa demokrasi liberal. Kabinet ini terbentuk pada
tanggal 6 September 1950 dan dilantik pada tanggal 7 September 1950. Perdana Menteri kabinet
ini adalah Moh. Natsir dari Masyumi. Menteri kabinetnya berasal dari Masyumi ditambah tokoh-
tokoh yang mempunyai keahlian istimewa, seperti Sri Sultan Hamengku Buana IX, Prof. Dr.
Sumitro Joyohadikusumo, Assaat, dan Ir Juanda. Program kerja kabinet Natsir :

1) Mempersiapkan dan menyelengarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan


Konstituante.
2) Menyempurnakan susunan pemerintahan dan memebentuk kelengkapan negara.

3) Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman.

4) Meningkatkan kesejahteraan rakyat.

5) Menyempurnakan organisasi angkatan perang.

6) Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat. Akan tetapi, belum sampai program
tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya
kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan
oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.

1. 2. Kabinet Sukiman

Kabinet Sukiman merupakan kabimet koalisi. Partai-partai yang berkoalisi adalah kedua partai
terbesar waktu itu, yaitu Masyumi dan PNI. Dr. Sukiman dari Masyumi terpilih menjadi perdana
menteri dan Suwiryo dari PNI sebagai wakilnya. Kabinet Sukiman terbentuk apada tanggal 20
April 1951. Program kerja kabinet Sukiman :

1) Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan
dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara.

2) Membuat dan melakukan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk
mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas
pejuang dalam pembangunan.

3) Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan


menyelengarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi
daerah.

4) Menyiapakan undang-undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan


upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh

5) Menjalankan polotik luar negeri bebas aktif.

6) Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secapatnya.

Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab
jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar
negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat.
Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi,
dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya
Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar
negeri bebas aktif.
1. 3. Kabinet Wilopo

Kabinet yang ketiga ini berhasil dibentuk pada 30 Maret 1952. kabinet ini juga merupakan
kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Wilopo dari PNI terpilih sebagai perdana menteri.

Program kerja kabint Wilopo :

1) Mempersiapkan pemilihan umum.

2) Berusaha mengembalikan IrianBarat ke dalam pangkuan RI.

3) Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan.

4) Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran.

5) Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif.

Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan


kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas polotik Indonesia.
Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di Sumatera
Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga menyebabkan
kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.

1. Kabinet Ali Satroamijoyo (Kabinet Ali-Wongsonegoro)

Kabinet keempat berhasil dibentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Ali
Satroamijoyo dari PNI dan wakilnya Wongsonegoro dari PIR (Partai Indonesia Raya).

Program kerja Kabinet Ali-Wongsonegoro :

1) Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah

2) Melaksanakan pemilihan umum

3) Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI

4) Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika

Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain
munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di
Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro berhasil
menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut
terangkat namanya. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia
2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan
pendapat anatara TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.
1. 5. Kabinet Burhanuddin Harahap

Kabinet kelima terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955 yang dipimpin oleh Burhanuddin
Harahap dari Masyumi.

Program kerja Kabinet Burhanuddin :

1) Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat
dan masyarakat

2) Akan dilaksankan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan


pemberantasan korupsi

3) Perjuangan mengembalikan Irian Barat.

Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di Indonesia.
Kabinet ini menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan
Maret 1956.

1. Kabinet Ali Satroamijoyo II

Kabinet keenam terbentuk pada tanggal 24 Maret 1956 di pimpin oleh Ali Satroamijoyo. Kabinet
Ali II merupakan kabinet pertama hasil pemilihan umum.

Program kerja Kabinet Ali II :

1) Menyelesaikan pembatasan hasil KMB

2) Menyelesaikan masalah Irian Barat

3) Pembentukan provinsi Irian Barat

4) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.

Kabinet Ali II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh kabinet
Juanda.

1. Kabinet Juanda

Kabinet Juanda disebut juga Kabinet Karya. Ir. Juanda diambil sumpahnya sebagai perdana
menteri pada tanggal 9 April 1957. Program kerja Kabinet Karya disebut Pancakarya yang
meliputi :

1) Membentuk Dewan Nasional

2) Normalisasi keadaan RI
3) Melanjutkan pembatalan KMB

4) Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI

5) Mempercepat pembangunan

Faktor yang menyebabkan seringnya terjadi pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal
yakni pada tahun 1950, setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal
dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri
langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai.
Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17
kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi),
sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari
mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu
pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian
tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.

Selama kurun waktu 1950-1959 sering kali terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan
instabilitas politik. Parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet sehingga
koalisi partai yang ada di kabinet menarik diri dan kabinet pun jatuh. Sementara Sukarno selaku
Presiden tidak memiliki kekuasaan secara riil kecuali menunjuk para formatur untuk membentuk
kabinet-kabinet baru, suatu tugas yang sering kali melibatkan negosiasi-negosiasi yang rumit.
Kabinet Koalisi yang diharapkan dapat memperkuat posisi kabinet dan dapat didukung penuh
oleh partai-partai di parlemen ternyata tidak mengurangi panasnya persaingan perebutan
kekuasaan antar elite politik.

Semenjak kabinet Natsir, para formatur berusaha untuk melakukan koalisi dengan partai besar.
Dalam hal ini, Masjumi dan PNI. Mereka sadar betul bahwa sistem kabinet parlementer sangat
bergantung pada basis dukungan di parlemen.

Penyebab kabinet mengalami jatuh bangun pada masa demokrasi liberal adalah akibat kebijkaan-
kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap
tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah. Sementara keberlangsungan
pemerintah sangat ditentukan oleh dukungan di parlemen.

Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat
Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUD 1950 dengan sistem
Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana
untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak
berlakunya UUDS 1950.
Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga memilih anggota badan
Konstituante. Badan ini bertugas menyusun Undang-Undang Dasar sebab ketika Indonesia
kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945 menggunakan
Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di negara kita diterapkan Demokrasi
Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Pertentangan antarpartai politik seringkali terjadi.
Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan di daerah-daerah mengalami kegoncangan karena
berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di
Sumatera Utara, Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan,
Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang ingin
memisahkan diri.

Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957
mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan “Konsepsi Presiden” yang isinya antara lain
sebagai berikut.

1. Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.


2. Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menterinya terdiri atas orang-
orang dari empat partai besar ( PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam
masyarakat. Dewan ini bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik diminta maupun
tidak.

Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan berpenadapat
bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus diserahkan kepada konstituante.
Karena keadaan politik semakin hangat maka Presiden Soekarno mengumumkan Keadaan
Darurat Perang bagi seluruh wilayah Indonesia. Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak
dengan pemberontakan PRRI dan Permesta. Setelah keadaan aman maka Konstituante mulai
bersidang untuk menyusun Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante ini berlangsung sampai
beberapa kali yang memakan waktu kurang lebih tiga tahun, yakni sejak sidang pertama di
Bandung tanggal 10 November 1956 sampai akhir tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak
membuahkan hasil yakni untuk merumuskan Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan
perdebatan sengit.

Perdebatan-perdebatan itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar negara. Persoalan
yang menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni kelompok partai-partai Islam
yang menghendaki dasar negara Islam dan kelompok partai-partai non-Islam yang menghendaki
dasar negara Pancasila. Kelompok pendukung Pancasila mempunyai suara lebih besar daripada
golongan Islam akan tetapi belum mencapai mayoritas 2/3 suara untuk mengesahkan suatu
keputusan tentang Dasar Negara (pasal 137 UUD S 1950). Pada tanggal 22 April 1959 di
hadapan Konstituante, Presiden Soekarno berpidato yang isinya menganjurkan untuk kembali
kepada Undang-Undang Dasar 1945. Pihak yang pro dan militer mendesak kepada Presiden
Soekarno untuk segera mengundangkan kembali Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit.
Akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno menyampaikan dekrit kepada seluruh
rakyat Indonesia. Adapun isi Dekrit Presiden tersebut adalah

1. Pembubaran Konstituante,
2. Berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUD S 1950, serta
3. Pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu
sesingkat-singkatnya.

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita memiliki kekuatan hukum
untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan. Sebagai tindak
lanjut dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga negara yakni:
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara
(DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR – GR). Dalam pidato
Presiden Soekarno berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali
Revolusi Kita”. Pidato yang terkenal dengan sebutan “Manifesto Politik Republik Indonesia”
(MANIPOL) ini oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garisgaris Besar Haluan Negara
(GBHN). Menurut Presiden Soekarno bahwa inti dari Manipol ini adalah Undang-Undang Dasar
1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia. Kelima inti manipol ini sering disingkat USDEK.

Dengan demikian sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang
besar dalam kehidupan bernegara ini baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya.
Dalam bidang politik, semua lembaga negara harus berintikan Nasakom yakni ada unsur
Nasionalis, Agama, dan Komunis. Dalam bidang ekonomi pemerintah menerapkan ekonomi
terpimpin, yakni kegiatan ekonomi terutama dalam bidang impor hanya dikuasai orang- orang
yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya,
pemerintah melarang budaya-budaya yang berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan
baru atau Neo Kolonialis dan imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah lebih
condong ke Blok Timur.

Akibat Adanya Situasi Politik Yang Tidak Stabil

Sementara para elit politik sibuk dengan kursi kekuasaan, rakyat mengalami kesulitan karena
adanya berbagai gangguan keamanan dan beratnya perekonomian ysng menimbulkan labilnya
sosial-ekonomi. Adapun gangguan-gangguan keamanan tersebut antara lain :

Peristiwa 17 Oktober 1952

Peristiwa ini bersumber pada kericuhan yang terjadi di lingkungan Angkatan Darat. Kol.
Bambang Supeno tidak menyetujui kebijaksanaan Kol. A.H. Nasution selaku KSAD. Ia
mengajukan surat kepada Mentri Pertahanan dan Presiden dengan tembusan kepada parlemen
berisi soal tersebut dan meminta agar Kol. A.H. Nasution diganti. Manai Sophian selaku anggota
parlemen mengajukan mosi agar pemerintah segera membentuk panitia untuk mempelajari
masalahnya dan mengajukan pemecahannya. Hal ini dianggap usaha campur tangan parlemen
terhadap tubuh Angkatan Darat. Pimpinan AD mendesak kepada Presiden untuk membubarkan
Parlemen. Desakan ini jugas dilakukan oleh rakyat dengan mengadakan demonstrasi ke gedung
parlemen dan Istana Merdeka. Presiden menolak tuntutan ini dewngan alasan tidak ingin menjadi
seorang diktator, tetapi akan berusaha segera mempercepat pemilu. Kol. A.H. Nasution akhirnya
mengundurkan diri, diikuti oleh Mayjen T.B. Simatupang. Jabatan ini akhirnya digantikan oleh
Kol. Bambang Sugeng.
Dari penjelasan diatas kita bisa mengetahui bahwa sudah ada pembagian kekuasaan yang jelas
antara eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Presiden yang berkedudukan sebagai kepala negara
dibantu oleh wakil presiden, sedangkan mentri sebagai eksekutif/ pelaksana pemerintahan.
Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950 ”Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk
kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet presiden mengangkat seorang
menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri yang lain. Mentri-mentri
beratanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya
maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
Sebagai kepala negara berdasarkan pasal 84 presiden berhak untuk membubarkan DPR.
”Kekuasaan legeslatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat
mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan
berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil
(Pasal 56 UUDS 1950).

Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4 tahun. Dan keanggotan DPR tidak dapat
dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar tidak tumpang tindih dalam pembagian kekuasaan.
Seorang anggota DPR yang merangkap dalam lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak
dan kewajiban sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan ganda. Dalam
wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul Undang-undang kepada pemerintah dan
berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul Undang-undang yang diajukan oleh
pemerintah kepada DPR. Apabila akan mengusulkan Undang-undang maka mengirimkan usul
itu untuk disahkan oleh pemerintah kepada presiden.

Walaupun masih menggunakan Undang-undang dasar sementara (UUDS) tahun 1950, dan
sistem pemerintahan waktu itu masih menggunakan sistem parlementer, yaitu mentri-mentri(
kabinet) bertanggungjawab kepada parlemen. Parlemen dapat menjatuhkan cabinet dengan mosi
tidak percaya, sedangkan posisi presiden disini hanya sebagai kepala negara bukan sebagai
kepala pemerintahan sehingga tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kabinet dipimpin oleh
perdana mentri. Dalam pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 menyatakan bahwa Negara Republik
Indonseia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Sedangkan untuk melaksanakan
kepanjangan tangan dari pemerintah pusat serta pendelegasian wewenang diselenggarakan
desentralisasi atau otonomi daerah. Kemudian di jelaskan pada pasal 131 disebutkan yaitu
pembagian wilayah Indonesia atas daerah besar kecil yang berhak mengurus rumah tangganya
sendiri (otonom), dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan oleh Undang-Undang

You might also like