You are on page 1of 69

PRESENTASI KASUS

CEPHALGIA KRONIS, VERTIGO DAN ABSENCE

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Saraf di RSUD Salatiga

Disusun Oleh :

Ami Puspitasari
20174011033

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU SARAF


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

CEPHALGIA KRONIS, VERTIGO DAN ABSENCE

Disusun Oleh:

Ami Puspitasari

20174011033

Telah dipresentasikan

Tanggal: 24 Februari 2018

Disahkan oleh:

Dokter pembimbing,

dr. Gama Sita, Sp.S

ii
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Kendalisodo No 09 RT 5/6, Dusun Kalicacing,
Sidomukti
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Pusing cekot-cekot.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Salatiga untuk kontrol dengan


keluhan pusing cekot-cekot pada kepala bagian kiri dan depan dan mata seperti
berair sejak 2 minggu sebelum kontrol ke poliklinik syaraf. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pinggang bila duduk terlalu lama. Sebelum 2 minggu ini
pasien masih sering pusing berputar. Muntah (-), mual (-). Pasien mempunyai
riwayat vertigo sejak tahun 2005. Vertigo dirasakan sejak kepala dibenturkan
oleh tetangga ke lantai sejak 2005. Vertigo dirasakan selama 3-4 menit dan 1
hari 2-3 kali pada tahun 2005. Muntah (-), pingsan (-). Setelah melakukan
pengobatan vertigo membaik hingga sekarang. Pasien juga memiliki riwayat
absence.

1
Riwayat Penyakit Dahulu

1. Pasien mempunyai riwayat penyakit hepar.


2. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,dm, asma dan penyakit jantung
3. Pasien memiliki riwayat caries dentis dan periodontitis.
4. Pasien memiliki riwayat STT areola mammae dextra dan telah dilakukan
operasi 1 tahun yang lalu
5. Pasien memilki riwayat leukorhea dan telat menstruasi.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa dan riwayat penyakit dm, hipertensi dan


penyakit jantung disangkal oleh keluarga.
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.

Anamnesis Sistem

Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan


Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : Kadang-kadang nyeri ulu hati
Sistem Muskuloskeletal : Nyeri pinggang kalo duduk terlalu lama
Sistem Integumental : Tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan Umum : Compos mentis


GCS : E4V5M6
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Frekuensi Nadi : 84 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit

2
Status Internus

Kepala : Mesochepal, bentuk simetris dan tidak ada bekas luka (jahitan)
Mata : Udem palpebra (-/-), trauma palpebra (-/-), conjungtiva anemis
(-/-) , sclera ikhterik (-/-), reflex cahaya (+/+)
Leher : Tidak tampak kelainan
Toraks : Bentuk dinding toraks simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi
dada (-)
Paru-paru
Inspeksi : simetris, ketertinggalan gerak (-) deformitas (-), retraksi (-)
Palpasi : ketertinggalan gerak (-), vocal fremitus normal
Perkusi : sonor seluruh lapang pandang
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Auskultasi : tidak ada suara bising
Abdomen
Inspeksi : tidak ada jejas
Palpasi : gerak peristaltik normal
Perkusi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas
Edema ekstremitas (-)

Status Neurologis

Pemeriksaan Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Reflek Fisiologis
Biceps (+) / (+) -
Triceps (+) / (+) -
Patella - (+) / (+)
Achiles - (+) / (+)
Reflek Patologis
Babinski - -

3
Gonda - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Rossolimo - -
Gordon - -
Mendel - -
Bing - -
Scaffner - -
Trommer - -
Hoffmen - -

Nervus Cranialis

No Nervus Pemeriksaan Keterangan


Dextra Sinistra
1 Olfactorius - Subjektif N N
2 Opticus Pengecekan kasar :
- Daya penglihatan N N
- Warna - -
- Medan - -
Penglihatan
3 Oculomotorius - Ptosis (-) (-)
- Ukuran Pupil 2 mm 2mm
- Bentuk Pupil Bulat Bulat
- Refleks Cahaya
pada Pupil + +
(direct)
- Reflek
Akomodatif N N
(indirect)

4
4 Oculomotorius, - Melirik ke medial N N
Throclearis, - Melirik ke medial N N
Abducens bawah
- Melirik ke lateral N N
- Diplopia (-) (-)
5 Trigeminus Fungsi Sensorik
- Sensibilitas dahi N N
- Sensibilitas pipi N N
- Sensibilitas dagu N N
Fungsi Motorik
- Menggigit N N
- Membuka Mulut N N
6 Facialis - Mengerutkan dahi N N
- Menggembungkan - -
pipi
- Menutup mata N N
- Senyum
- Daya perasa 2/3 N N
anterior lidah - -
7 Vestibulocochlearis - Mendengarkan - -
arloji
- Mendengarkan N N
gesekan tangan
- Tes garpu tala - -
8 Glosopharingeus - Suara sengau (-)
- Reflek muntah -
- Daya perasa 1/3
posterior lidah -

5
9 Vagus - Gangguan (-)
menelan
- Afonia atau N
Disfonia
10 Asesorius - Kekuatan N N
trapezius
- Kekuatan N N
sternomastoideus
11 Hipoglossus - Menjulurkan lidah N
- Artikulasi -
- Tremor lidah (-)
- Trofi lidah (-)

Pemeriksaan Khusus
Tes Romberg : -
Tandem gait : +
Tes past pointing : -

D. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Pusing cekot-cekot kepala bagian kiri dan depan dan
pusing berputar
Diagnosis Topis : vestibular (N. VIII)
Diagnosis Etiologi : Cephalgia kronis, vertigo dan absence

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG EEG (15/08/17)

6
7
8
F. PENATALAKSANAAN

- Farmakologi
- Haloperidol 1g
- Piracetam 800 mg 1x1
- Diazepam 10 mg 2x1
- Betahistine 24 mg 2x1
- Vit B1 1x1
- Flunarizin 5 mg 1x1 (apabila pusing)

9
- Curcuma 2x1
- Meloxicam 15 mg 1x1
- Esperison HCL 50 mg 1x1
- Ikalep 1x1
- Neurodex 1x2
-Non Farmakologi
Edukasi untuk tidak aktivitas yang berat

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Cephalgia
A. Definisi Cephalgia
Cephalgia merupakan nyeri dikepala. Cepha berarti kepala dan ischialgia
artinya nyeri. Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat
terjadi akibat banyak sebab. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara
orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. 1

B. Etiologi
Cephalgia atau nyeri kepala suatu gejala yang menjadi awal dari berbagai
macam penyakit. Cephalgia dapat disebabkan adanya kelainan organ-organ
dikepala, jaringan sistem persarafan dan pembuluh darah. Sakit kepala kronik
biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga
terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit
gigi atau mata, disfungsi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, trauma,
perubahan lokasi (cuaca, tekanan) dan berbagai macam gangguan medis umum
lainnya. 7

C. Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit,
jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor
genetik. Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau
45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahunsedangkan pada
wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS juga
mengemukakan cluster headache 80 ± 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit
kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.5

8
D. Anatomi Otak

Bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai


cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan
evolusi. Otak terdiri dari batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla,
serebelum, otak depan (forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan serebrum. 1
Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari
nukleus basal dan korteks serebrum. Masing-masing bagian otak memiliki fungsi
tersendiri. Batang otak berfungsi sebagai berikut: asal dari sebagian besar saraf
kranialis perifer pusat pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan,
pengaturan refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur, penerimaaan
dan integrasi semua masukan sinaps dari korda spinalis; keadaan terjaga dan
pengaktifan korteks serebrum, pusat tidur. 1
Serebellum berfungsi untuk memelihara keseimbangan, peningkatan tonus
otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunteer yang terlatih.
Hipotalamus berfungsi sebagai berikut: mengatur banyak fungsi homeostatik,
misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan,
penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, sangat terlibat dalam emosi
dan pola perilaku dasar. 1
Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,
kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam
kontrol motorik. Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi
gerakan yang lambat dan menetap, penekanan pola ± pola gerakan yang tidak
berguna. 1
Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan
volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih misalnya berpikir, mengingat,
membuat keputusan,kreativitas dan kesadaran diri. Korteks serebrum dapat dibagi
menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus, parietalis, lobus temporalis, dan lobus
oksipitalis. Masing-masing lobus ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Nyeri
kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif
yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. 1

9
Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus,
dan saraf dari C1 ± 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus
trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan
dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris
yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi,
pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu. 1

E. Fisiologi Cephalgia

Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat
bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah,
seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.4
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh
stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.
Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan),
meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor
nyeri sensitif mekanik. 4
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi
dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan
kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab
nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan,
dll. Pada suhu 450C, jaringan–jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan
yang didapati pada sebagian besar populasi.4
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti
bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.
Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang
bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin
dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang
telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang
menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium
yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan

10
intensitas nyeri yang sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran
plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus
kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin,
dan enzim proteolitik.4
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings.
Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan
internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falks, dan
tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve
endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya
timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan
sebagai slow-chronic-aching type pain.
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu nyeri akut (fast pain) dan nyeri kronik
(slow pain). Nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 detik
setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan
termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis
melalui serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6-30 m/detik. Neurotransmitter yang
mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter
eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki
durasi kerja selama beberapa milidetik.4
Nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebih dari 1
detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus
mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia.
Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui
serat C dengan kecepatan mencapai 0,5-2 m/detik. Neurotramitter yang mungkin
digunakan adalah substansi P.4
Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang
ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan
slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal
spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan
selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak.

11
Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus
untuk slow pain.4
Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang
mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada
lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order
neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang
yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari
neospinotalamikus akan berakhir pada, area retikular dari batang otak (sebagian
kecil), nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), kompleks ventrobasal
(sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumna dorsalis untuk sensasi
taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang
diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana
rangsangan tersebut diberikan.4
Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain
mentransmisikan sinyal dari serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal
dari serat Aδ. traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya berakhir pada lamina
II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia
gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron
pendek yangmenghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan
serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway.
Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak
pada jaras antero lateral. Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan
berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang
akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah
satu tiga area yaitu nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, area
tektum dari mesensefalon, regio abu-abu dari peraquaductus yang mengelilingi
aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe
nyeri.Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan
sinyal kearah atasmelalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan
ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak. 4

12
F. Klasifikasi Cephalgia

Berikut ini klasifikasi nyeri kepala berdasarkan penyebabnya :


1) Nyeri kepala primer
Berikut ini beberapa jenis nyeri kepala primer :
a. Migren
b. Tension Type Headache
c. Cluster headache
d. Other primary headaches
2) Nyeri kepala sekunder
Berikut ini beberapa jenis nyeri kepala sekunder :
a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan / atau
leher.
b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler
cranial atau servikal
c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler
intracranial.
d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau
withdrawalnya.
e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi.
f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis.
g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler berkaitan dengan kelainan
kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau
struktur facial atau kranial lainnya.
h. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik.
3) Neuralgia kranial, sentral atau nyeri facial primer dan nyeri
kepala lainnya
Terbagi menjadi :
a. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri facial.

13
b. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri
facial primer.

Tabel 1. Klasifikasi Nyeri Kepala Berdasarkan Etiologi

G. Patofisiologi Cephalgia
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu
nyeri kepala yaitu (Lance, 2000) peregangan atau pergeseran pembuluh darah;
intrakranium atau ekstrakranium, traksi pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan
leher (kerja berlebihan otot), peregangan periosteum(nyeri lokal), degenerasi spina
servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis
vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada
endorfin).2

H. Cephalgia Primer

Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan
penyakit utama atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-
organik. Menurut ICHD-2 nyeri kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar
yaitu :7
1) Migraine
2) Tension Type Headache
3) Cluster Headache
4) Other primary headaches

14
1. Migren
Definisi

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri


kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam. Nyeri biasanya
unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedang sampai berat dan
diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan
fonofobia.3

Gambar 1. Distribusi Nyeri pada Migraine

Etiologi dan Faktor Resiko Migren


Etiologi migren yaitu perubahan hormon (65,1%), penurunan
konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi,
makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah,
natriumnitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat
tambahan padamakanan (MSG), stress (79,7%), rangsangan sensorik seperti
sinar yang terangmenyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik
menyenangkan maupun tidak menyenangkan, faktor fisik seperti aktifitas
fisik yang berlebihan (aktifitasseksual) dan perubahan pola tidur, perubahan
lingkungan (53,2%), alcohol (37,8%), merokok (35,7%).Faktor resiko migren
adalah adanya riwayat migren dalam keluarga,wanita, dan usia muda. 3

Klasifikasi Migren

15
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa
aura, dan migren kronik (transformed).
a. Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel
yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa
disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk
berangsur ± angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60
menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak
mencapai 60 menit.
b. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya
bilateral dan terkena pada periorbital.
c. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat
berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang
menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.4

Patofisiologi Migren
a) Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam
terjadinya migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya
nyeri kepala disertai denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh
darah yang mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat
aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi
bahwa pembuluh darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga
akan teraba denyut jantung.
b) Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang
dianut oleh para neurologist di dunia. Pada saat serangan migraine
terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-
related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan
vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri
kepala.
c). Teori Cortical Spreading Depression (CSD)

16
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical
spreading depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi
neuron di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6
mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron
dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang
diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan
Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan
neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus
kaudatus, memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura,
kejadian kecil di neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis
kemudian menginisiasi migren.

Diagnosa Migren
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda-
tandakhas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura
mensyaratkan bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik
berikut, yaitu migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang
mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang
otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur-angsur lebih dari 4
menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, sakit kepala mengikuti aura
dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. 5
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa
harus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup
yang memenuhi kriteria berikut :
a. Berlangsung 4 ± 72 jam
b. Paling sedikit memenuhi dua dari:
1. unilateral
2. Sensasi berdenyut
3. Intensitas sedang berat
4. Diperburuk oleh aktifitas

17
5. Bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Sedangkan menurut Konsensus nasional IV, Kelompok studi Nyeri Kepala,
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI) tahun 2013,
ktriteria diagnostic migrain tanpa aura :
A. Sekurang-kurangnya nyeri kepal berlangsung 4-72 jam (belum
diobati atau tidak berhasil diobati)
B. Nyeri kepla memiliki sedikitnya dua diantar karakteristik berikut
:
1. Lokasi Unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan diperberat oleh aktifitas fisik atau diluar
kebiasaan aktivitas rutin (seperti berjalan atau naik
tangga)
C. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
D. Tidak berkaitan dengan penyakit lain10

Terapi Migren
Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan
fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi
media humoral (misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah
vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.
a) Medikamentosa
i. Terapi Suportif
• Sumatriptan
- Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura
- Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan
dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika
dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam.

18
ii. Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi
berat dan lamanya serangan, meningkatkan respon pasien terhadap
pengobatan, serta pengurangan disabilitas. Obat-obatan yang sering
diberikan :
• Beta-blocker:
- Propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan
dapat ditingkatkan secara gradual menjadi 240 mg/hari.
- Atenolol 40-160 mg/hari
- Timolol 20-40 mg/hari
- Metoprolol 100-200 mg/hari
• Calcium Channel Blocker:
- Verapamil 320-480 mg/hari
- Nifedipin 90-360 mg/hari
• Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan
trisiklik, yang terbukti efektif untuk mencegah timbulnya migraine.
• Antikonvulsan:
- Asam valproat 250 mg 3-4x1
- Topiramat
• Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu
sampai bulan efektif untuk mencegah serangan migraine.
b) Non Medikamentosa
i. Terapi suportif
Para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang
tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia
dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang
jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.
ii. Terapi profilaktif
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine
yang dialami. Pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor

19
pencetus timbulnya serangan migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan
untuk berolahraga secara teratur untuk memperlancar aliran darah.

2.Tension Type Headche (TTH)

Tension type headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala


akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius
kapitis, M.temporalis, M.masseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius,
M.servikalis posterior, dan M.levator scapula).6

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)


Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam
posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin. 6

Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)


Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan Tension
Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi
serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache
episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit ± 7 hari. Tension Type
Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap
bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.6

Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)


Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa
literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan
dengan terjadinya TTH sebagai berikut, yaitu:
(1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem
saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH
sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH,

20
(2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan
permanen tanpa disertai iskemia otot, transmisi nyeri TTH melalui nukleus
trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order
neuron.
(3) Pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis (aktivasi molekul NO)
sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan
miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan
meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan
neurotransmitter pada jaringan miofasial,
(4) hiperflesibilitas neuron sentralnosiseptif pada nukleus trigeminal,
talamus, dan korteks serebri yang diikutihipesensitifitas supraspinal (limbik)
terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal)
akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu,terdapat juga
penurunansupraspinal decending paininhibit activity,
(5) kelainanfungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan
kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri,
(6) terdapat hubungan jalur serotonergik danmonoaminergik pada
batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensikadar
serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet.
Penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot
temporal danmaseter,
(7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological
motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan
menstimulasi perifer danaktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu
modulasi nyeri sentral. Depresi danansietas akan meningkatkan frekuensi
TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri,
(8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu
dorsalis. Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada
beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik
(kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2
dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa

21
dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya
akan mengakibatkan ion kalsiummasuk ke dalam sel dan menimbulkan
kontraksi otot yang berlebihan sehinggaterjadilah nyeri kepala. (2) stress
mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak
selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferengamma
trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P).
Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress
dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan
stage of exhausted.6
Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer
yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah
metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan
penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan
enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.
Stage of resistance, dimana sumber energi yang digunakan berasal
dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana
aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium.
Stage of exhausted, dimana sumber energi yang digunakan berasal
dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi
ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.6

Diagnosa Tension Type Headache (TTH)


Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-
kurangnya dua dariberikut ini :
(1) adanya sensasi tertekan/terjepit,
(2) intensitas ringan-sedang,
(3) lokasi bilateral,
(4) tidak diperburuk aktivitas.
Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari
fotofobia dan fonofobia. Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang-
berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri

22
lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi
spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas,
gangguan konsentrasi, kadang vertigo, danrasa tidak nyaman pada bagian
leher, rahang serta temporomandibular.6
Terapi Tension Type Headache (TTH)
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing
untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest
,massage, dan atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah
simpel analgesia dan ataumuclesrelaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium
merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan
simpel analgesia(asetaminofen, aspirin,ibuprofen, dll.) gagal maka dapat
ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal)
yang akan menambah efektifitas pengobatan.6
Menurut consensus IX PERDOSSI , terapi farmakologis pada
TTH10:
a. Pada serangan akut tidak lebih dari 2 minggu
1. Analgetik: Aspirin 1000 mg/hari, Acetaminofen 1000 mg/hari,
NSAID ( Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari,
Tolfenamic 200-400 mg/hari, Asam mefenamat, Fenoprofen,
Ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari) Pemberian
analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan iritasi
Gastrointestinal, Penyakit ginjal dan hati, serta gangguan fungsi
platelet.
2. Kafein (Analgetik Adjuvant) 65 mg
3. Kombinasi 325 aspirin , acetaminophen + 40 mg kafein.
b. Pada type kronis
1. Antidepresan
a. Jenis trisiklik : amitryptilin , sebagai obat teurapetik maupun
b. penceggahan TTH.
2. Anti anxietas: Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama
pada penderita dengan komorbid anxietas. Golongan yang sering

23
dipakai benzodiazepine dan butalbutal , namun obat ini bersifat
adikktif. 10

3. Cluster Headache

Definisi
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala
vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina
neuralgia, nyeri kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia
migrenosa, atau migren merah (red migraine) karena pada waktu serangan
akan tampak merah pada sisi wajah yang mengalami nyeri. 6

Gambar 2. Lokasi Nyeri pada Cluster Headache

4 . Nyeri Kepala Primer Lainnya10


Nyeri kepala primer lainnya dapat dibagi menjadi:
a. Primary Stabbing Headache
b. Primary Cough Headache
c. Primary Exertional Headache
d. Nyeri kepala primer yang berhubungan dengan aktifitas sexual

5) Nyeri Kepala Sekunder


Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh
karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial

24
dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial,
sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit
kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat
kelainan kranium, leher, telinga, hidung, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan
wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri. Sakit kepala sekunder merupakan sakit
kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit tertentu (underlying disease). Pada
sakit kepala kelompok ini, rasa nyeri di kepala merupakan tanda dari berbagai
penyakit. Adapun penyakit yang dapat menimbulkan sakit kepala adalah :
1. Infeksi sistemik seperti flu, demam dengue/demam berdarah
denggue, sinusitis, radang tenggorokan dan lain-lain
2. Aneurisma otak
3. Tumor otak
4. Keracunan karbon dioksida
5. Glaukoma
6. Kelainan refraksi mata (mata minus/plus)
7. Cedera kepala
8. Ensefalitis (radang otak)
9. Meningitis (radang selaput otak)
10. Perdarahan otak
11. Stroke
12. Efek samping obat
13. Dan lain-lain

25
Gambar1. Gambaran Karakteristik Cephalgia
Tabel 1. Karakteristik Cephalgia
Cephalgi Sifat Lokasi Lama Frekuensi Gejala ikutan
a nyeri
Migren Berdenyut Unilateral/ 4-72 Sporadik, < 5 Mual muntah ,
tanpa bilateral jam serangan fotofobia,fonofobia
aura nyeri
Migren Berdenyut Unilateral < 60 Sporadik, 2 Gangguan visual,
dengan menit serangan gangguan sensorik,
aura didahului gangguan bicara
gejala
neurologi
fokal 5-20
menit
Tension Tumpul, Bilateral 30’ -7 Terus Depresi ansietas
Tipe tekan hari menerus stress
Headache diikat
Cluster Tajam, Unilateral 15-180 Periodik 1 x Lakrimasi
Headache menusuk orbita, menit tiap 2 hari – ipsilateral.,
supraorbital 8x perhari rhinorrhoea
ipsilatral,
miosis/ptosis
ipsilatral, dahi &
wajah berkeringat
Neuralgia Ditusuk- Dermatom 15-60 Beberapa Zona pemicu nyeri
trigeminu tusuk saraf V detik kali sehari
s

26
27
Tabel 2. Red Flag Cephalgia

Possible
Red Flag Consider Investigation
Sudden Onset Headache SAH, Bleed into a mass Neuroimaging
AV Malformaion, Mass
lesion Lumbal Pucture
(especially posterior fossa)

Worsening Pattern Headache Mass Lesion, SDH Neuroimaging


Medical Overuse

Headache with systemic


illness Meningitis, Encephalitis Neuroimaging
Lyme Disease,Collagen Lumbal Pucture
Vascular disease, systemic Blood Test
Infection

Focal Neurological signs Mass Lesion, AV


other Malformation Neuroimaging
than typical visual or
sensorial Collagen Vascular Disease Collagen Vascular
aura Evaluation

Papiloedema Mass Lesion, Pseudotumor Neuroimaging


Encephalitis, Meningitis Lumbal Pucture

2.Vertigo
2.1 Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh
Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh yaitu
: sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular

28
meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral.
Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea (alat
pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan). Labirin yang
merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang berisi endolimfe dan
labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi kimia
berbeda dan tidak saling berhubungan.4

Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis


kedelapan (yaitu,nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan
nuklei vestibularis di bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terletak di
dalam bagian petrosus os tempolaris dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tigan
kanalis semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga
kecil yang terisi dengan perilimf; organ membranosa itu sendiri berisi endolimf.
Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis yang melebar (ampula)
mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan.4

Gambar 1. Organ pendengaran dan keseimbangan


Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh :4
• Nukleus vestibularis superior (Bekhterev)
• Nukleus vestibularis lateralis (Deiters)
• Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)

29
• Nukleus vestibularis inferior (Roller)

Gambar 4. Kompleks nuklear vestibularis dan hubungan sentralnya. A.


Komponen nulkeus vestibularis. B. Hubungan sentral masing-masing
komponen nukleus vestibularis.

Serabut-serabut nervus vestibularis terpisah menjadi beberapa cabang sebelum


memasuki masing-masing kelompok sel di kompleks nuklear vestibularis, tempat
mereka membentuk relay sinaptik dengan neuron kedua.
Anatomi hubungan aferen dan eferen nuklei vestibularis saat ini belum
diketahui secara pasti. Teori yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut :
• Sebagian serabut yang berasal dari nervus vestibularis menghantarkan
impuls langsung ke lobus flokulonodularis serebeli (arkhiserebelum)
melalui traktus juxtarestiformis, yang terletak di dekat pedunkulus
serebelaris inferior. Kemudian, lobus flokulonodularis berproyeksi ke
nukleus fastigialis dan melalui fasikulus unsinatus (Russell), kembali ke
nukleus vestibularis; beberapa serabut kembali melalui nervus vstibularis ke
sel-sel rambut labirin, tempat mereka mengeluarkan efek regulasi
inhibitorik utama. Selain itu, arkhi serebelum mengandung serabut-serabut

30
ordo kedua dari nukleus vestibularis superior, medialis, dan inferior dan
mengirimkan serabut eferen langsung kembali ke kompleks nuklear
vestibularis, serta ke neuron motorik medula spinalis, melalui jaras
serebeloretikularis dan retikulospinalis.
• Traktus vestibulospinalis lateralis yang penting berasal dari nukleus
vestibularis lateralis (Deiters) dan berjalan turun pada sisi ipsilateral di
dalam fasikulus anterior ke motor neuron ɤ dan α medula spinalis, turun
hingga ke level sakral. Impuls yang dibawa di traktus vestibularis lateralis
berfungsi untuk memfasilitasi refleks ekstensor dan mempertahankan
tingkat tonus otot seluruh tubuh yang diperlukan untuk keseimbangan.
• Serabut nukleus vestibularis medialis memasuki fasikulus longitudinalis
medialis bilateral dan berjalan turun di dalamnya ke sel-sel kornu anterius
medula spinalis servikalis, atau sebagai traktus vestibulospinalis medialis
ke medula spinalis torasika bagian atas. Serabut-serabut ini berjalan turun
di bagian anterior medula spinalis servikalis, di dekat fisura mediana
anterior, sebagai fasikulus sulkomarginalis, dan mendistribusikan dirinya ke
sel-sel kornu anterior setinggi servikal dan torakal bagian atas. Serabut ini
mempengaruhi tonus otot leher sebagai respon terhadap posisi kepala dan
kemungkinan juga berpapartisipasi dalam refleks yang menjaga ekuilibrium
dengan gerakan lengan untuk keseimbangan.
• Semua nukleus vestibularis berproyeksi ke nuklei yang mempersarafi otot-
otot ekstraokular melalui fasikulus longitudinalis medialis.

31
Gambar 5. Hubungan sentral nervus vestibularis
2.2 Definisi

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar


mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar.
Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non
spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang
digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan
lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-headness,
disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri). 1

Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar - merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. 3

2.3 Epidemiologi

Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan


prevalensi sebesar 7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk
menyelidikiepidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular
dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan
oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness
vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita disbanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren. 2

2.4 Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit
atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan
mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga
bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di

32
otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.5
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi
tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab
umum dari vertigo:6
1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di
dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal
positional
4. vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit
maniere,
5. peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
6. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis,
sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin,
persyarafannya atau keduanya.
7. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak ( transient ischemic attack ) pada arteri
vertebral dan arteri basiler.
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler
sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai
ke korteks.
Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab vertigo
serta lokasi lesi :7
Labirin, telinga dalam
- vertigo posisional paroksisimal benigna
- pasca trauma
- penyakit menierre
- labirinitis (viral, bakteri)
- toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
- oklusi peredaran darah di labirin

33
- fistula labirin
Saraf otak ke VIII
- neuritis iskemik (misalnya pada DM)
- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
- neuritis vestibular
- neuroma akustikus
- tumor lain di sudut serebelo-pontin
Telinga luar dan tengah
- Otitis media
- Tumor
SENTRAL
Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
Infratentorial
- Insufisiensi vertebrobasiler
Obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan
hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop,
antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung
platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin;
sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid,
asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan
karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa
adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa
melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.

34
2.5 Klasifikasi

Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau otak)
atau di perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular).7

1. Fisiologik : ketinggian, mabuk udara.


Vertigo fisiologik adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi
dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan somatosensorik
berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :
➢ Mabuk gerakan (motion sickness)
Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual
surround) berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya.
Mabuk gerakan akan sangat bila sekitar individu bergerak searah
dengan gerakan badan. Keadaan yang memperovokasi antara lain
duduk di jok belakang mobil, atau membaca waktu mobil bergerak.
➢ Mabuk ruang angkasa (space sickness)
Mabuk ruang angkasa adalah fungsi dari keadaan tanpa berat
(weightlessness). Pada keadaan ini terdapat suatu gangguan dari
keseimbangan antara kanalis semisirkularis dan otolit.
➢ Vertigo ketinggian (height vertigo)
Adalah uatu instabilitas subjektif dari keseimbangan postural dan
lokomotor oleh karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh, dang
gejala-gejala vegetatif.
2. Patologik : - sentral
- perifer
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :2
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau
cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vestibulocochlear (N. VIII)

35
c. Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah , gula
darah yang rendah, atau gangguan metabolic karena pengobatan atau
infeksi sistemik.

Kata kunci untuk vertigo yang berasal dari sentral adalah gejala atau
tanda batang otak lainnya atau tanda onset akut misalnya sakit kepala tuli dan
temuan neurologis lainnya misalnya trigeminal sensory loss pada infark arteri
cebellar postero inferior. Pada pasien seperti ini perlu cepat dirujuk dan
diinvestigasi. Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi :7
• Sakit kepala
• Gejala neurologis
• Tanda neurologis

Penting juga untuk mengklasifikasikan vertigo menjadi akut dan


kronik. Vertigo akut biasanya memiliki mekanisme yang tunggal sedangkan
vertigo kronik memiliki mekanisme multifaktorial. Dizziness yang kronik
lebih sering terjadi pada usia tua karena insiden penyakit komorbid yang lebih
besar. 7
Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral
Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, Sistem vertebrobasiler dan gangguan
saraf perifer) vaskular (otak, batang otak, serebelum)

Penyebab Vertigo posisional paroksismal iskemik batang otak, vertebrobasiler


jinak (BPPV), penyakit maniere, insufisiensi, neoplasma, migren basiler
neuronitis vestibuler, labirintis,
neuroma akustik, trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia, parestesi,
SSP gangguan sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria, gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Jadi cape Ya Tidak

36
Intensitas vertigo Berat Ringan

Telinga Kadang-kadang Tidak ada


berdenging dan
atau tuli
Nistagmus + -
spontan

VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di
serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain
yang khas bagi gangguan di batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan
sensibilitas dan fungsi motorik, rasa lemah.5
VERTIGO PERIFER
Tabel 2. klinis vertigo vestibular, perifer dan sentral
Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan (+) (-)
kepala
Gejala otonom (++) (-)
Gangguan pendengaran (+) (-)

Tabel 3. Membedakan nystagmus sentral dan perifer adalah sebagai


berikut :
No. Nystagmus Vertigo Sentral Vertigo Perifer
1. Arah Berubah-ubah Horizontal /
horizontal rotatoar
2. Sifat Unilateral / bilateral Bilateral
3. Test Posisional

37
- Latensi Singkat Lebih lama
- Durasi Lama Singkat
- Intensitas Sedang Larut/sedang
- Sifat Susah ditimbulkan Mudah
ditimbulkan
4. Test dengan rangsang (kursi Dominasi arah Sering ditemukan
putar, irigasi telinga) jarang ditemukan
5. Fiksasi mata Tidak terpengaruh Terhambat

2.6 Patofisiologi

Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang


mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran).
Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau
keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat
keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik,
jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan
VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna
untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan
proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih
dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya
adalah proprioseptik.9
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan
dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar,
akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata
dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari
posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat
keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak

38
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.10
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh
:
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi
kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan
sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus
(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,
serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan
gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini
otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga
jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola
gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika
pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi
mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik

39
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat
di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
2.7 Penyebab perifer Vertigo
• Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
• Ménière’s disease
• Vestibular Neuritis

2.8 Penyebab Sentral Vertigo


• Migraine
• Vertebrobasilar insufficiency
• Tumor Intrakranial
2.9 Gejala Klinis

40
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala
primer, sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh
gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia,
ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputa. Vertigo
dapat horizontal, vertical atau rotasi. Vertigo horizontal merupa tipe yang paling
sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga dalam. Jika bersamaan dengan
nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi pergerakan dari sisi yang
berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi, jika
sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya berasal
dari sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas.
Vertigo rotasi merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika sementara
biasnaya disebabakan BPPV namun jika menetap disebabakan oleh sentral dan
biasanya disertai dengan rotator nistagmus. 12
Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan
sebagai sensais didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi disfungsi
12
apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit
Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan
kepala. Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka kedua
matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan mengeluh dunia
seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami gangguan.
12

Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada pasien


dengan vertigo otologik dan sentral. 12
Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus, pengurangan pendengaran
atau distorsi dan sensasi penuh di telinga.12
Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan
12
sensiivitas visual.
Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak
terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang dignkan pada pasien
dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada pasien vertigo yang
berhubungan dengan problem medic. 12

41
.
• Faktor Pencetus
Tabel 3. Perbandingan Faktor Pencetus dari masing-masing penyebab
Vertigo
Faktor pencetus Kemungkinan diagnosis
Perubahan posisi Acute labyrinthitis; benign positional paroxysmal vertigo;
kepala cerebellopontine
angle tumor; multiple sclerosis; perilymphatic fistula

Spontaneous Acute vestibular neuronitis; cerebrovascular


episodes disease (stroke or transient ischemic
(i.e., no consistent attack); Ménière’s disease; migraine;
provoking factors) multiple sclerosis

Recent upper Acute vestibular neuronitis


respiratory
viral illness

Stress Psychiatric or psychological causes; migraine

Immunosuppressio Herpes zoster oticus


n
(e.g.,
immunosuppressiv
e
medications,
advanced
age, stress)

42
Changes in ear Perilymphatic fistula
pressure, head
trauma, loud
noises

• Gejala Penyerta

Tabel 5. Gejala penyerta untuk berbagai penyebab vertigo

Gejala Kemungikanan diagnosis


Sensasi penuh di Acoustic neuroma; Ménière’s disease
telinga

Nyeri telinga atau Acoustic neuroma; acute middle ear disease


mastoid (e.g., otitis media, herpes zoster oticus)

Kelmahan wajah Acoustic neuroma; herpes zoster oticus

Temuan deficit Cerebellopontine angle tumor; cerebrovascular


neurologis fokal disease; multiple sclerosis (especially findings
not explained by single neurologic lesion)

Sakit kepala Acoustic neuroma; migraine

Tuli Ménière’s disease; perilymphatic fistula;


acoustic neuroma; cholesteatoma; otosclerosis;
transient ischemic attack or stroke involving
anterior inferior cerebellar artery; herpes
zoster oticus
Imbalans

43
Acute vestibular neuronitis (usually
moderate); cerebellopontine angle tumor
Nistagmus (usually severe)

Fonofobia,fotofobia Peripheral or central vertigo

tinnitus Migraine

Acute labyrinthitis; acoustic neuroma;


Ménière’s disease

• Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan migraine, kejang, menire disease, atau yuli
pada usia muda perlu ditanyakan (Chain,
• Riwayat pengobatan
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo melipti obat-obatab
yang ototoksik, obat anti epilepsy, antihipertensi, dan sedative (Chain, .

2.6 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan dan leher
dan system cardiovascular.
• Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
- pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli
sensorineural, nistagmus. 2
Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus
rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
1. Romberg’s sign

44
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan
namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral
memilki instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan.
walaupun Romberg’s sign konsisten dengan masalah vestibular atau
propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada
sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk gangguan vestibular dan tidak
berhubungan dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness (tidak hanya
erbatas pada vertigo) misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia,
atau cerebrovascular event3.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita
akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup.
2. Fukuda test
3. Tandem gait test
4. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)

Pemeriksaan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.

1. Fungsi Vestibuler
- Dix-Hallpike manoeuvre 1
- Test hiperventilasi
➢ Tes Kalori

45
2.7 Diagnosis Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular
testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis,
Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat

46
dilakukan audiometric pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan gangguan
pendengaran (Chain.
Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan
dizziness . Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.
Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi
thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien. 11
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo
yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya CVA,
tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas
batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan kompleks nervus
VIII. 11

2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20
sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat
pada pasien (table . dan durasi gejala (table )

2.9 Diagnosis Banding


Dianosis banding dari vertigo dapat dilihat pada table berikut ini:
Table 1 Penyebab vertigo
Vertigo Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan
dengan tuli tanda intracranial
Ménière’s Vestibular Tumor
disease neuritis Cerebellopontine
angle
Labyrinthitis Benign positional Vertebrobasilar
vertigo insufficiency dan
thromboembolism

47
Labyrinthine Acute vestiblar Tumor otak
trauma dysfunction - Misalnya,
epyndimoma atau
metastasis pada
ventrikel keempat
Acoustic Medication Migraine
neuroma induced vertigo
e.g
aminoglycosides
Acute Cervical Multiple sklerosis
cochleo- spondylosis
vestibular
dysfunction
Syphilis (rare) Following Aura epileptic
flexion-extension attack-terutama
injury temporal lobe
epilepsy
Obat-obatan- misalnya,
phenytoin, barbiturate
Syringobulosa

2.10 Terapi
2.10.1 Prinsip umum terapi Vertigo
• Medikasi

ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya

48
sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.

- Betahistin

Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan


sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala
vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek,
dan sesekali “rash” di kulit.
➢ Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
➢ Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet
dibagi dalam beberapa dosis.
- Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis
25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.

- Difhenhidramin Hcl (Benadryl)

Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg


(1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan
parenteral. Efek samping mengantuk.

ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis
kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering
digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut
vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis
kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan

49
antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan dalam mengatasi
vertigo belum diketahui.

- Cinnarizine (Stugerone)

Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi


respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15
– 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa
mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering
dan “rash” di kulit.

FENOTIAZINE
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti
muntah). Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo.
Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat
efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang
berkhasiat terhadap vertigo.

- Promethazine (Phenergan)

Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati


vertigo. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan dosis
12,5 mg – 25 mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping yang sering
dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping
ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine lainnya.

- Khlorpromazine (Largactil)

Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat


dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) –
50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi (mengantuk).

50
OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya
obat simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah
efedrin.

- Efedrin

Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4


kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan
obat anti vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar
(palpitasi) dan menjadi gelisah – gugup.

OBAT PENENANG MINOR


Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi
kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek
samping seperti mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.

- Lorazepam

Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg

- Diazepam

Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

OBAT ANTI KHOLINERGIK


Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas
sistem vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.

- Skopolamin

51
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan
mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg,
3 – 4 kali sehari.

• Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa
penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau
didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang
obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular.
Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :

52
1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan

3.Epilepsi
3.1 Definisi
Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan dineuro-neuron
secara paroksismal, didasari oleh berbagai factor etiologi. Bangkitan epilepsy
adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara
mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh
hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu
penyakit otak akut.
3.2 Etiologi
Penyebab epileptik pada umum nya di bagi 3 yaitu :
1) Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi ± 50% dari
penderita epilepsi anak umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan
biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin
kecil
2) Epilepsi simptomatik disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf
pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum,
lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat),
kelainan neurodegeneratif.
3) Epilepsi kriptogenik dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut
dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati difusi.

53
Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga
terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada
area jaringan otak yang abnormal.

Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau
akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan
karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak
pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak.

3.3 Patofisiologi
Secara teoritis ada dua faktor yang dapat menyebabkan hal ini :
a. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron penghambat kurang optimal hingga
terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi
GABA tidak normal. Otak pasien yang menderita epilepsi ternyata memang
mengandung konsentrasi GABA yang rendah. Hambatan oleh GABA
dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSIs = inhibitory post
synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA.
Gamma amino butyric acid (GABA). Suatu hipotesa mengatakan bahwa
aktivitas epileptik disebabkan oleh hilang atau berkurangnya inhibisi oleh
GABA. Zat ini merupakan neurotransmitter inhibitorik utama di otak.
Ternyata bahwa sistem GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti
yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah
satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan
menambah rangsangan. Ada kesan bahwa peran GABA pada absence dan
pada epilepsi konvulsif tidak sama. Kini belum ada kesepekatan tentang
peran GABA pada epilepsi kronis.
b. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik berlebihan hingga
terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
Kemungkinan lain adalah bahwa fungsi jaringan neuron penghambat
normal tapi sistim pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan
ini bisa ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak .

54
sampau berapa jauh peran peningkatan glutamat ini pada orang yang
menderita epilepsi belum diketahui secara pasti. Glutamat sejak lama diakui
sebagai zat yang berperan pada sinaps perangsang di korteks dan
hipocampus. Hayashi pada tahun 1954 menemukan bahwa aplikasi
glutamat topikal akan menimbulkan bangkitan paroksimal seperti pada
epilepsi. Kini diketahui bahwa sistem glutamat ini juga terdiri dari beberapa
subtip reseptor lagi. Glycine diperlukan untuk fungsi glutamat sedangkan
zinc memblokir pengaruhnya bila diberikan sebelum serangan dimulai.
3.4 Klasifikasi Epilepsi
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE), epilepsy dibagi atas 2
penyebab yaitu :
Bangkitan Epilepsi
a. Bangkitan parsial
1. Bangkitan parasial sederhana
a. Disertai gejala motor
b. Disertai gejala sensori khusus
c. Disertai gejala kejiwaaan
2. Bangkitan parsial kompleks
a. Bangkitan Parsial Sederhana Diikuti Gangguan Kesadaran
b. Bangkitan Parsial Disertai Gangguan Kesadaran Awal Bangkitan
c. Bangkitan Parsial Yang Menjadi Umum Sekunder
d. Parsial Sederhana Menjadi Umum Tonik Klonik
e. Parsial Kompleks Menjadi Umum Tonik Klonik
f. Parsial Sederhana Menjadi Parsial Kompleks Kemudian Menjadi
Umum Tonik Klonik
b. Bangkitan umum
a. Lena (Absence)
b. Mioklonik
c. Tonik
d. Tonik- klonik
c. Bangkitan tak tergolongkan

55
d. Status Epileptikus
3.5 Diagnosis
Evaluasi penderita dengan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan
faktor penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan
khusus untuk dapat menggali dan menemukan data yang relevan. Diagnosis
epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik dikombinasikan
dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Penderita atau orang tuanya perlu
diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi dikeluarganya. Kemudian
dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan antara lain:
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut
auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada anak-
anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous sclerosis),
dan organomegali (srorage disease).
Elektro-ensefalograf
Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi
bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang
bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron.
Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan berhenti
secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas.
Pemeriksaan pencitraan otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga
dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil,
malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.
2.5. Pengobatan dan Perawatan
A. Pengobatan
Beberapa contoh obat yang sering digunakan dalam pengobatan kejang spesifik

56
Tipe seizure Terapi pilihan pertama Obat alternatif
Seizure parsial Karbamazepin Gabapentin

Fenitoin Topiramat

Lamotrigin Levetiracetam

Asam valproat Zonisamid

okskarbanzepin Tiagabin

Primidon

Fenobarbital

Felbamat

kejang umum absens Asam valproat Lamotrigin

Etosuksimid Levetiracetam

Mioklonik Asam valproat Lamotrigin,

Klonazepam topiramat,

felbamat, zonisamid,

levetiracetam

Tonik- Fenitoin Lamotrigin,


klonik
Karbamazepin topiramat, primidon,

Asam valproat fenobarbital,

57
okskarbanzepin,

Levetiracetam

58
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Salatiga untuk kontrol dengan


keluhan pusing cekot-cekot pada kepala bagian kiri dan depan dan mata seperti
berair sejak 2 minggu sebelum kontrol ke poliklinik syaraf. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pinggang bila duduk terlalu lama. Sebelum 2 minggu ini pasien
masih sering pusing berputar. Muntah (-), mual (-). Pasien mempunyai riwayat
vertigo sejak tahun 2005. Vertigo dirasakan sejak kepala dibenturkan oleh tetangga
ke lantai sejak 2005. Vertigo dirasakan selama 3-4 menit dan 1 hari 2-3 kali pada
tahun 2005. Muntah (-), pingsan (-). Setelah melakukan pengobatan vertigo
membaik hingga sekarang. Pasien juga memiliki riwayat absence.
Kriteria diagnosis migrain dengan aura, setidaknya memenuhi satu atau
lebih dari gejala yang bersifat reversibel, yaitu berupa gangguan visual, gangguan
sensorik, gangguan bicara atau bahasa, gangguan motorik, gangguan brainstem
ataupun gangguan retina, dan setidaknya terdapat dua dari empat kriteria dari:
• Paling sedikit satu gejala aura secara gradual ≥5menit, dan atau dua atau
lebih gejala aura yang terjadi secara berturut-turut.
• Gejala aura terjadi 5-60 menit
• Paling sedikit terdapat satu gejala aura yang unilateral
• Gejala aura diikuti oleh sakit kepala yang terjadi selama 60 menit
Tatalaksana pengobatan migrain meliputi langkah umum, yaitu
menghindari pencetus nyeri, terapi abortif, menghilangkan rasa nyeri, dan terapi
preventif, yaitu prinsip mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan,
meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan dan meningkatkan aktivitas
sehari-hari, serta pengurangan disabilitas, berdasarkan pola serangan berulang yang
mengganggu aktifitas, nyeri kepala yang dirasakan terus-menerus, ada
kontraindikasi terhadap terapi akut ataupun akibat kegagalan dari terapi yang
diberikan.

59
BAB IV
KESIMPULAN
Migraine adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang
berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai
dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang
hidupnya.Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul
pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang.4Prevalensi
migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa.Migraine lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12
tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling
sering pada kelompok umur 25-44 tahun.
Secara umum, migren dibagi menjadi migren dengan aura, migren tanpa
aura, kronik migren, komplikasi migren, probable migren,serta episodik sindrom
yang berhubungan dengan migren.
Tatalaksana migren meliputi langkah umum yaitu menghindari faktor
pencetus untuk terjadinya migrain, terapi abortif, terapi untuk menghilangkan nyeri
serta terapi preventif.
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar,
atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang
biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa
berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan
hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa
terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral.
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis
semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol

60
keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal
antara lain penyakitpenyakit seperti benign parozysmal positional vertigo
(gangguan akibat kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan
keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular
neuritis (peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di
bagian dalam pendengaran).
Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal
di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah
percabangan otak dan serebelum (otak kecil).

61
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam


Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.
2. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada
University Press. Yogyakarta.
3. Adams and Victor’s Neurology.
4. Gilroy, J. Basic neurology.3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-
126.
5. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related
headache. [Internet]; 2010 Mar 29 [cited 2015 Feb 01]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
6. The International Classification of Headache Disorders,3rd edition (beta
version)
7. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston:
McGraw Hill. 2007. p 289
8. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2015
Feb 01]. Available from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2
.htm
9. Guidline for controlled trials of drugs in migrain : Third edition. A guide
for inverstigation. International Headache Society.
10. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary
care, BJMP 2010;3(4):a351
11. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
12. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American
Family Physician January 15, 2006 ◆ Volume 73, Number 2
13. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
2008

62
14. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2011.
Diunduh tanggal 8 April 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/794789-clinical#a0217
15. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach
that Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254
(1732): 19-23.
16. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical
Assesment and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008,
Vol 69, No 6
17. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing.
December:2006
18. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American
Family Physician March 15,2005:71:6.
19. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient
with Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and
wilkins)
20. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 10
September 2009. Diunduh tanggal 8 April 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104

63

You might also like