You are on page 1of 43

BAB I

Pendahuluan

a. Latar belakang
Gangguan mood bipolar (GB) sudah dikenai sejak zaman Yunani kuno. Emil
Kraepelin, seorang psikiater Jerman, menyebut GB sebagai manik-depresif. la
melihat adanya perbedaan antara manik- depresif dengan skizofrenia. Awitan
manik-depresif tiba-tiba dan perjalanan penyakitnya berfluktuasi dengan keadaan
yang relatif normal di antara episode, terutama di awal-awal perjalanan penyakit.
Sebaliknya, pada skizofrenia, bila tidak diobati, terdapat penurunan yang progresif
tanpa kembali ke keadaan sebelum sakit. Walaupun demikian, pada keadaan akut
kedua penyakit terlihat serupa yaitu adanya waham dan halusinasi.1
Bipolaritas artinya pergantian antara episode manik atau hipomanik dengan
depresi. Istilah GB sebenamya kurang tepat karena ia tidak selalu merupakan dua
emosi yang berlawanan dari suatu waktu yang berkesinambungan. Kadang-kadang
pasien bisa memperlihatkan dua dimensi emosi yang muncul bersamaan, pada
derajat berat tertentu. Keadaan ini disebut dengan episode campuran. Sekitar 40%
pasien dengan GB memperlihatkan campuran emosi. Keadaan campuran yaitu
suatu kondisi dengan dua emosi tersebut dapat muncul bersamaan atau pergantian
emosi tersebut (mania dan depresi) sangat cepat sehingga disebut juga mania
disforik.1
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. Gangguan siklotimia, dan
GB yang tak dapat dispesifikasikan.1-3
Gangguan bipolar (GB) sering salah atau tidak terdiagnosis. Karena salah
atau tidak terdiagnosis, pengobatan GB sering tidak efektif sehingga menjadi beban
keluarga, disabilitas psikososial jangka panjang, dan tingginya risiko bunuh diri.
Sekitar 20%-50% pasien yang mulanya didiagnosis sebagai episode depresi mayor
unipolar ternyata adalah GB. Bila manifestasi yang muncul adalah mania akut,

1
penegakan diagnosisnya lebih mudah. Meskipun demikian, mania akut sulit
dibedakan dengan skizofrenia.1
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta
dapat berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi.
Tingginya angka mortalitas disebabkan oleh seringnya terjadi komorbiditas antara
GB dengan penyakit fisik, misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit jantung
koroner, dan kanker. Komorbiditas dapat pula terjadi dengan penyakit psikiatrik
lainnya misalnya, dengan ketergaotungan zat dan alkohol yang juga turut
berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain itu, tingginya mortalitas juga
dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita gangguan bipolar pemah
melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikitsatu kali dalam kehidupannya. Oleh
karena itu, penderita GB harus diobati dengan segera dan mendapat penanganan
yang tepat.1,2

2
BAB II

DEFINISI

Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik


dan ditandai oleh gejala-gejala manic, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya
rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan
sekurangnya dua bulan tanpa gejala penting mania atau hipomania. Tetapi pada
beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat bergantian secara cepat, yang
dikenal dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim dapat menunjukkan
gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi. 1,2

EPIDEMIOLOGI

Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan


gangguan depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar
2% sama dengan prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama
besar. Onset gangguan bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai
50 tahun atau lebih. Rata-rata usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan
bipolar cenderung mengenai semua ras.3

ETIOLOGI

Faktor biologi

Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine,


serotonin, dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat ini.
Sebagai biogenik dopamin norepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang
paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan mood ini.1,3,4
- Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan
sensitivitas dari reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh
respon pada penggunaan anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung
adanya peran langsung dari system noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya

3
melibatkan reseptor β2 presinaps pada depresi karena aktivasi pada reseptor ini
menghasilkan penurunan dari pelepasan norepinefrin. Reseptor β2 juga terletak
pada neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan serotonin. 3
- Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin
reuptake inhibitor) dalam mengatasi depresi. Rendahnya kadar serotonin dapat
menjadi factor resipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri
memiliki konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan cerebropinalnya dan
memiliki kadar konsentrasi rendah uptake serotonin pada platelet. 3
- Dopamine. Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga
memiliki peran. Data memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat
mengurangi depresi dan meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamine
dan depresi adalah bahwa jalur mesolimbic dopamine tidak berfungsi terjadi
pada depresi dan dopamine reseptor D1 hipoaktif pda keadaan depresi. 3
- Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar.
Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission
tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang
berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk
dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada
amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus
merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada
otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran
myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran
konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat
dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.3

4
Faktor genetik

- Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan
gangguan mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita
gangguan mood. Jika kedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka
kemungkinannya menjadi 2 kali lipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota
keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripada kerabat jauh. Satu riwayat
keluarga gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk gangguan mood
secara umum, dan lebih spesifik pada kemungkianan munculnya bipolar.1,3
- Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan
50-70% etiologi dari gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang gangguan
mood pada monozigot sekitar 70-90% dibandingkan dengan kembar dizigot
sekitar 16-35%.1,3,4

Faktor psikososial

- Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian telah
membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam Gangguan
perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor
lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat
menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan
lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin
termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhir
perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih
tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor
eksternal.3
- Faktor kepribadian. Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa gangguan
kepribadian tertentu berhubungan dengan berkembangnya gangguan bipolar I,
walaupun pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko untuk dapat

5
berkembang menjadi depresi mayor atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba
yang memicu stress yang kuat adalah prediktor dari onset episode depresi.3

PERJALANAN PENYAKIT

Siklus tipikal bipolar


Dalam sebagian besar kasus bipolar, fase depresi jauh melebihi fase manik,
dan siklus mania dan depresi tidak menentu dan tidak dapat diprediksi. Banyak
pasien mengalami episode campuran, yang merupakan episode manik dan depresi
muncul bersamaan selama 7 hari.1

Rapid Cycling
Pasien dengan gangguan bipolar 1, perputaran cepat kemungkinan adalah
wanita dan pernah mengalami episode depresif dan hipomanik, cenderung pada
gangguan pada faktor eksternal bukan dari genetik. Pada fase ini episode manik dan
depresi timbul bergantian sedikitnya 4 kali setahun dan pada kasus yang parah, bisa
mencapai sejumlah siklus sehari. Rapid cycling cenderung untuk timbul lebih
sering pada wanita dan pada pasien bipolar II. Umumnya, rapid cycling bermula
pada fase depresi, dan episode depresi yang sering dan parah bisa menjadi ciri khas
dari kejadian ini. Fase ini sulit untuk ditangani, khususnya karena antidepresan bisa
mencetuskan perubahan ke mania dan memunculkan pola melingkar.1
Dengan Pola Musiman
Pasien dengan gangguan pola musiman dalam gangguan moodnya
cenderung mengalami episode depresi selama waktu tertentu dalam satu tahun,
biasanya pada musim dingin dan hanya terjadi satu kali dalam satu tahun. Bisa juga
terjadi remisi penuh dimana adanya perubahan dari depresi menjadi mania atau
hipomania.1,6

6
Onset pasca persalinan
Menungkinkan untuk menentukan gangguan mood pasca persalinan jika
onset gejalanya empat minggu pasca persalinan. Gangguan mental pasca persalinan
biasanya adalah gangguan psikotik.1,3

Perbedaan antara anak-anak dan dewasa


Peneliatan menunjukkan gejala bipolar pada anak-anak dan remaja berbeda
dari dewasa. Dewasa dengan bipolar biasanya periode mania dan depresi yang
berbeda dan persisten, anak-anak dengan bipolar berfluktuasi secara cepat dalam
mood dan kelakuan mereka. Manik pada anak-anak dikarakteristikan dengan
iritabel dan agresif sedangkan dewasa cenderung mengalami euphoria. Anak-anak
dengan bipolar episode depresi sering marah-marah dan tidak bisa diam, dan dapat
memiliki gangguan tambahan mood dan perilaku seperti anxietas, ADHD, dan
penyalahgunaan zat. 1,3
Masih belum jelas seberapa sering bipolar pada anak-anak bertahan sampai
dewasa atau bila menangani bipolar pada masa kanak-kanak bisa membantu
mencegah gangguan di masa depan. 1,3

GAMBARAN KLINIK DAN MANIFESTASI KLINIK

Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode
depresi dan episode mania.1-3
Episode manic:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami
mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau
lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu: 1-3,6-9
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih

7
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan
yang matang). 1-3,6-9
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik,
hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya Gangguan fungsi
sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa
pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi.
Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau
perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi. 1-3,6-9

Episode Depresi Mayor


Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom atau
tanda yaitu :1-3,6-9
a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c. Sulit atau banyak tidur
d. Agitasi atau retardasi psikomotor
e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f. Menurunnya harga diri
g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi
h. Pesimis
i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana)
atau tindakan bunuh diri. 1-3,6-9
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya fungsi
personal, sosial, pekerjaan. 1-3,6-9

Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi
yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood
disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide

8
bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan
kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan
perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran
psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan. 1-3,6-9

Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan
mood, ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat
gejala bila mood irritable) yaitu: 1-3,6-9
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan
aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal,
sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh
keluarga. 1-3,6-9

Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang
paling sering yaitu:1-3,6-9
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan
waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak
serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai
skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi

9
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan
prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara
Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid
yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang penting,
pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di
samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi
antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis. 1-3,6-9

KRITERIA DIAGNOSIS

Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi


dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang
terdapat dalam DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi symptom Gangguan bipolar adalah The Structured clinical
Interview for DSM-IV (SCID). The Present State Examination (PSE) dapat pula
digunakan untuk mengidentifikasi symptom sesuai dengan ICD-10.3,4
Pembagian menurut DSM-IV: 3,4
Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi
mayor sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medic umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.3,4

10
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini
A. Saat ini dalam episode manic
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik,
depresi, atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang
tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau
campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan
waham, atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi
penting lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau
campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya

11
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan. 3,4

Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini


A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi
penting lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik,
campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau
campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan di tempat lain.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi
penting lainnya.3,4

12
Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu
episode hipomanik. 1,3,4,8
Gangguan Siklotimia
A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-
gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak
memenuhi criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan
remaja durasinya paling sedikit satu tahun.
B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-
gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran, selama
dua tahun Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan
manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan siklotimia dapat
dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II dengan Gangguan
siklotimia dapat ditegakkan)
D. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak bertumpangtindih
dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan Gangguan
psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medic umum
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek
fungsi penting lainnya. 1,3,4,8

13
Pembagian menurut PPDGJ III:1,2,5,8
F31 Gangguan Afek bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan
sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun
kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah
peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya stress tidak
esensial untuk penegakan diagnosis).
b.Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
c. Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30). 1,2,5,8
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik ,
depresif, atau campuran) di masa lampau. 1,2,5,8
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau. 1,2,5,8
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau. 1,2,5,8
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang

14
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan
(F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 1,2,5,8
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 1,2,5,8
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3);dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran dimasa lampau. 1,2,5,8
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania
dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode
penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu);
dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 1,2,5,8
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-
kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depres if atau campuran).
1,2,5,8

15
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT. 1,2,5,8

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Darah lengkap
Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai
penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat
mensupresi sumsum tulang, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan sel darah
merah dan sel darah putih untuk mengecek supresi sumsum tulang. Lithium
dapat menyebabkan peningkatan sel darah putih yang reversibel.6,7
- Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic,
terutama dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi dapat
bermanifestasi sebagai depresi. Penatalaksanaan dengan lithium dapat
berakibat pada masalah ginjal dan gangguan elektrolit. Kadar natrium rendah
dapat berakibat pada peningkatan kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh
karena itu, skrining kandidat untuk terapi litium maupun yang sedang dalam
terapi lithium, mengecek elektrolit merupakan indikasi. 6,7
- Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang berkaitan
dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid). Hiperparatiroid, yang
dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah, mencetuskan depresi. Beberapa
antidepresan, seperti nortriptyline, mempengaruhi jantung, oleh karena itu,
mengecek kadar kalsium sangat penting. 6,7
- Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil dari tidak
makan. Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan bioavailabilitas
beberapa medikasi, karena obat-obat ini hanya memiliki sedikit protein untuk
diikat. 6,7

16
- Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid
(depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid, yang
berkontribusi pada perubahan mood secara cepat. 6,7
- Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium dapat
mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat
meningkat.6,7
- Skrining zat dan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat memperlihatkan sebagai
mania atau depresi. Contohnya, penyalahgunaan amfetamin dan kokain dapat
timbul sebagai mania, dan penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai
depresi. 6,7
- EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat berefek
pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga dapat berakibat
pada perubahan reversibel flattening atau inversi pada T wave pada EKG. 6,7
- EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar: 6,7
 EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan masalah
neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan kejang dan tumor
otak.
 Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasi timbulnya dan durasi kejang.
 Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG sebagai
indikasi efektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik, penemuan abnormal dari
EEG dapat memprediksi respons dari asam valproate.
 Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan, terutama
antidepresan. 6,7

17
DIFFRENSIAL DIAGNOSIS

Skizofrenia

Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga dapat menjadi
salah satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan pengaruh mood lebih
banyak ditemukan pada episode manik dibandingkan pada skizofrenia. Kombinasi
dari mood manik, cara bicara yang cepat dan hiperaktivitas yang berlebihan dapat
ditemukan dalam episode manik. Onset pada episode manik berlangsung cepat
dan menimbulkan sebuah perubahan pada perubahan perilaku pasien. Sebagian
dari pasien bipolar I memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mood. Kataonik
dapat menjadi bagian dari fase depresif gangguan bipolar I. Saat mengevaluasi
pasien dengan katatonia dokter harus teliti dengan riwayat sebelumnya untuk
manik atau episode depresi serta riwayat keluarga dengan gangguan mood. 3

- Depresi berat
Gangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi berat, perlu
dibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau depresi yang merupakan
bagian dari gangguan bipolar. Gejala dari kedua gangguan ini hampir sama dimana
seseorang mengalai afek depresi, kehilangan semangat, putus asa dan tidak
bersemangat ditambah gelaja seperti sulit tidur, napsu makan menurun dan lain
sebagainya. Sehingga teknik wawancara yang baik diperlukan untuk menggali
apakah pasien memiliki episode manik atau hipomanik sebelumnya dan apakah
pasien menunjukan gejala-gejala yang sesuai dengan episode manik, sehingga
dapat dibedakan antara depresi yang berdiri sendiri dangan depresi yang menjadi
bagian dari gangguan afek bipolar.3,6
- Intoksikasi obat
Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik. Selain itu,
penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan depresif.1,6,7

18
- Hiper dan hipotiroid
Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun episode
depresi. Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan pasien menunjukan
gejala-gejala yang mirip dengan gangguan bipolar. Pada hipertiroid pasien akan
merasa mudah tersinggung, dan dapat terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan
dengan episode manik pada gangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien
dapat mengalami penurunan aktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak
bersemangat. Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada
anamnesis dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid,
penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti penurunan berat badan cepat
adanya pembesaran pada leher maupun gejala hiper dan hipotiroid lainnya dapat
membedakan kedua gangguan ini.6,7

- Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.6,7

PENATALAKSANAAN

Terapi psikososial 1,3,4,8


- Terapi kognitif (Aaron Beck)
Tujuannya :
a. Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan membantu
pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.
b. Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta melatih
kembali respon kognitif dan perilaku yang baru. 8

19
- Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)
Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien
dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam
mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang. Terapi ini difokuskan
pada problem interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem in-
terpersonal yang ada saat ini merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan in-
terpersonal. Problem interpersonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala
depresi. Biasanya sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai
dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena
intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan asertif,
gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir hanya ditujukan
bila memang mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut.8

- Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan
seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan
kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk
berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan
positif. 8

- Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman, mekanisme
penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta kemampuan dalam
merasakan perubahan emosional secara luas. 8

- Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau
fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga.
Terapi keluarga meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan
kesejahteraan psikologis dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh
keluarga dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood

20
memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari semua pasangan
melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki anak jika mereka
tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood. 1,3,4,8

- Rawat Inap
Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat adalah apakah
untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien rawat jalan. Jelas indikasi untuk
rawat inap adalah risiko bunuh diri atau pembunuhan, pasien yang sangat
berkurang kemampuannya untuk makan dan kebutuhan untuk prosedur
diagnostik. Suatu onset yang berkembang cepat gejala juga dapat menjadi
indikasi untuk rawat inap. Seorang dokter dapat dengan aman mengobati depresi
ringan atau hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien terus rutin
dilakukan. Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian, penurunan berat badan,
atau insomnia harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak ada
menarik diri dari pasien. Setiap perubahan negatif dalam gejala-gejala pasien atau
perilaku mungkin cukup untuk menjadi indikasi rawat inap rawat inap. Pasien
dengan gangguan mood sering tidak mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan
mungkin harus sengaja dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat
keputusan karena pemikiran mereka melambat, Weltanschauung negatif
(pandangan dunia), dan keputusasaan. Pasien yang manik sering memiliki seperti
kurangnya wawasan gangguan mereka yang rawat inap tampaknya benar-benar
tidak masuk akal bagi mereka.3,8

Terapi Fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT)


Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode yang
ditempatkan pada bagian temporal kepala.
Sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri
yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik (dengan dosis
yang sudah adekuat).

21
Farmakoterapi
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan
perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi
perjalanan gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita.1,2
Episode mania atau hipomania
1. Mood Stabilizer
2. Antipsikotik atipikal
3. Mood stabilizer antipsikotik
atipikal. 1,2

Episode depresi
1. Antidepresan
2. Mood stabilizer
3. Antipsikotik atipikal

4. Mood stabilizer + antidepresan


5. Antipsikotik atipikal antidepresan1,2

22
Table 1 Penatalaksanaan kedaruratan agitasi akut.1
Lini I • Injeksi IM Aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan episode mania atau
campuran akut. Dosis adalah 9,75mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 29,25mg/hari (tiga kali
injeksi per hari dengan interval dua jam). Berespons dalam 45-60 menit.
• Injeksi IM Olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania atau campuran
akut. Dosis 10mg/ injeksi. Dosis maksimum adalah 30mg/hari. Berespons dalam 15-30 menit.
Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima hanya satu kali
injeksi dalam 24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis maksimum Lorazepam 4
mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM Aripiprazol atau Olanzapin. Jangan
dicampur dalam satu jarum suntik karena mengganggu stabilitas antipsikotika
Lini II • Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/hari.
• Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi
haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.

Rekomendasi terapi pada mania akut


Tabel 2 Terapi mania.1
Lini I Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol,
litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium
atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazole

Lini II Karbamazepin, ECT, litium + divalproat, paliperidon

Lini III Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +


karbamazepin, klozapin

Tidak direkomendasikan Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidone

+ karbamazepin, olanzapin + karbamazepin

23
Gambar 1. Algoritma terapi mania akut.2

24
Penatalaksanaan pada Episode Depresi Akut, GB I
Tabel 3 Penatalaksanaan episode depresi akut.1
Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat +
SSRI, olanzapin + SSRI, litium + divalproat

Lini II Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin

Lini III Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau


divalproat + venlafaksin, litium + MAOI, ECT, litium atau divalproat
atau AA + TCA, litium atau divalproat atau karbamazepin + SSRI +
lamotrigin, penambahan topiramat

Tidak direkomendasikan Gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi

25
Gambar 2 Alogaritma terapi GB I, episode depresi. 2

26
Rekomendasi terapi rumatan pada GB I
Tabel 4 Terapi rumatan GB I.1
Lini I Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin,
litium atau divalproat + quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang
(RIJP), penambahan RIJP, aripirazol

Lini II Karbamazepin, litium + divalproat, litium + karbamazepin, litium


atau divalproat + olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigin,
olanzapin + fluoksetin

Lini III Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin,

penambahan ECT, penambahan topiramat,

penambahan asam lemak omega-3, penambahan okskarbazepin

Tidak direkomendasikan Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi

Rekomendasi terapi akut depresi, GB II


Tabel 5 Terapi akut depresi, GB II.1
Lini I Quetiapin

Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan,


litium + divalproat, antipsikotika atipik + antidepresan

Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang


mengalami hipomania)

27
Rekomendasi terapi rumatan GB II
Tabel 6 Terapi Rumatan GB II.1
Lini I Litium, lamotrigine

Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik +


antidepresan, kombinasi dua dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau
antipsikotika atipik

Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT

Tidak direkomendasikan Gabapentin

Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan bipolar:1,2


Mood stabilizer
Litium
Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu.
Memiliki efek akut dan kronis dalam pelepasan serotonin dan norepineprin di
neuron terminal sistem saraf pusat. 1,2
Farmakologi
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam
bentuk utuh hanya melalui ginjal. 1,2
Indikasi
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai
terapi rumatan GB. 1,2
Dosis
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi
dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L.
Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk
mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan.

28
Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4
mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium
dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. 1,2

Perbaikan klinis
7-14 hari
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen,
penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan
ensefalopati dapat pula terjadi akibat litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible.
Akibat intoksikasi litium, deficit neurologi permanen dapat terjadi misalnya,
ataksia, deficit memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi
litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal.
Factor resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya
penyakit fisik yang lainnya. Pasien yang mengkonsumsi litium dapat mengalami
poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air. 1,2
Pemeriksaan laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi
tiroid, harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun,
pemeriksaan EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-
3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi
ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi. 1,2
Wanita hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi
janin. Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini.
Wanita dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat
melanjutkan litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium
darahnya harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau
janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harus

29
disupervisioleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko
litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu harus didiskusikan. 1,2

Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai
antimania. Valproat tersedia dalam bentuk: 1,2
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan
sodium valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut
yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam
makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari. 1,2
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral.
Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua
jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas
lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat
bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein
meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung
tinggi lemak. 1,2
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum
berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat

30
dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan
15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga
mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi,
peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila
konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam
plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL. 1,2
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut,
terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus
cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia. 1,2
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi,
misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan)
enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal
pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu.
Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat
dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat. 1,2

Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat
kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat. 1,2
Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar
otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin
dieksresikan dalam bentuk utuh. 1,2
Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun
rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. 1,2
Dosis

31
Berkisar antara 50-200 mg/hari. 1,2
Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk
kemerahan di kulit.1,2

Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif
sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah
olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol. 1,2

Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik
pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin. 1,2
Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia
dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6. 1,2
Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu
tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat
dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan
4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk
terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua
adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat
dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu. 1,2
Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan. 1,2
Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,
berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon

32
bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat secara
bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan
retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara.
Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada pemberian
risperidon. 1,2

Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas
terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik,
histamin 1(H1), dan a1- adrenergik. 1,2
Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut
mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.
1,2

Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari. 1,2
Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat
rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes
tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan
ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup,
diet dan latihan fisik. 1,2

Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai
antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor
adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih
tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.1,2

33
Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg,
200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia
quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari. 1,2
Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran,
siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan. 1,2
Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek
samping yan sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya
waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak
menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila
dibandingkan dengan antipsikotika tipikal. 1,2

Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. 1,2
Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta
antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3,
afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan
serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik
kolinergik. 1,2
Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran
dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan
yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual,
insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus
mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas. 1,2

34
Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia
juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi
tambahan pada GB I, episode depresi. 1,2
Efek Samping
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan
kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok
yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara
bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat
mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan.
Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes
melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga
tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QT. 1,2
Antidepresan
1) Derivat trisiklik
• Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai
maksimum 250-300 mg sehari)
• Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai
dosis maksimum 150-300 mg sehari). 1,2
2) Derivat tetrasiklik
• Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis
maksimum 90 mg/ hari). 1,2
3) Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)
• Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat
dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari). 1,2
4) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
• Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200
mg/hr)

35
• Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80
mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi)
• Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada
malam hari, maksimum dosis 300 mg)
• Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari).
1,2

5) Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)


• Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi
150-250 mg 1x/hari), Duloxetine. 1,2

PROGNOSIS
Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang baik
dibandingkan depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar 1 memiliki
kemungkinan mengalami episode manik kedua dalam 2 tahun episode pertama.
Walaupun dnegan penggunaan litium sebagai profilaksis meningkatkan
prognosis bipolar I, kemungninan hanya 50-60% pasien mencapai control
signifikan akan gejala mereka dengan litium. Pasien bipolar I dengan premorbid
status pekerjaan yang tidak mendukung, ketergantungan alkohol, gejala
psikotik, gejala depresi dan jenis kelamin laki-laki juga mempengaruhi
prognosis yang kurang baik. Durasi pendek dari manik, usia yang tidak terlalu
muda saat onset menghasilkan prognosis yang lebih baik. Sekitar 7% pasien
dengan gangguan bipolar tidak memiliki gejala rekuren; 45% memilii lebih dari
1 episode, dan 40% memiliki gangguan kronik. Pasien mungkin memiliki 2
hingga 30 episode, walaupun angka rata-ratanya adalah 9 episode. Sekitar 40%
dari keseluruhan pasien mengalami lebih dari 10 episode. Pada follow up
jangka panjang 15% dari seluruh pasien dengan bipolar I dapat hidup dengan
baik, 45% hidup dengan baik namun memiliki multirelaps, 30% pasien dengan
remisi parsial, dan 10% pasien dengan sakit kronis. 1,3,4

36
Untuk prognosis bipolar II, sampai saat ini masih dilakukan penelitian.
Bipolar II adalah penyakit kronik dimana memerlukan strategi penatalaksana
jangka panjang. ,3,4

KOMPLIKASI

Gangguan emosi atau gangguan neurologik


Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki
episode depresi berat yang sering. Gangguan anxietas, seperti panik, juga sering
timbul pada pasien ini. Pasien dengan bipolar, terutama tipe II, juga sering
menderita fobia. 6
Suicide
Risiko untuk suicide sangat tinggi pada pasien dengan bipolar dan yang
tidak menerima tindakan medis. 10-15% pasien dengan Bipolar I melakukan
percobaan bunuh diri, dengan risiko tertinggi saat episode depresi atau
campuran. Beberapa studi memperlihatkan risiko suicide pada pasien dengan
bipolar II lebih tinggi dibanding bipolar I atau depresi berat. Pasien yang
menderita gangguan anxietas juga memiliki resiko tinggi untuk suicide. 6-8
Masalah memori dan berpikir
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki masalah
yang bervariasi pada ingatan jangka pendek dan panjang, kecepatan memproses
informasi, dan fleksibilitas mental. Masalah seperti ini bahkan dapat muncul
diantara episode. Masalah ini cenderung lebih parah ketika seseorang memiliki
episode manik lebih sering. 6-8
Efek perilaku dan emosional saat fase manik pada pasien
Dalam persentase kecil dari pasien bipolar mendemonstrasikan
kenaikan produktivitas dan kreativitas saat episode manik. Kelainan cara
berpikir dan penilaian yang merupakan karakterisik dari episode manik dapat
berujung pada perilaku berbahaya seperti: 6-8

37
- Mengeluarkan uang dengan ceroboh, yang dapat menghancurkan
finansial
- Mengamuk, paranoid, dan bahkan kekerasan
- Perilaku keinginan untuk sex terhadap banyak orang
Perilaku seperti di atas sering diikuti dengan rasa bersalah dan penurunan harga
diri, yang diderita saat fase depresi. 6-8
Penyalahgunaan zat
Merokok merupakan salah satu hal tersering yang digunakan pada
pasien bipolar, dibandingkan mereka yang memiliki gejala psikotik. Beberapa
dokter berspekulasi, dalam skizofren, nikotin digunakan sebagai self-
medication karena efek spesifik pada otak. 6-8
Sampai 60% pasien dengan gangguan bipolar menyalahgunakan zat lain
(paling sering merupakan alcohol, diikuti marijuana atau kokain) pada suatu
titik dalam perjalanan penyakitnya. 6-8
Beberapa factor resiko untuk alkoholisme dan penyalahgunaan zat pada
pasien dengan bipolar: 6-8
- Memiliki episode campuran dibandingkan pasien dengan mania murni
- Laki-laki dengan bipolar. 6-8
Efek pada orang yang disayangi
Pasien tidak mengembangkan perilaku negatif dalam sekejap. Mereka
memiliki efek langsung pada orang sekitar mereka. Sangat sulit bahkan bagi
keluarga atau pengasuh untuk objektif dan secara konsisten simpatis dengan
individu yang secara periodic dan tidak terduga membuat kekacauan disekitar
mereka. 6-8
Banyak pasien dan keluarga mereka merasa sulit untuk menerima
episode ini sebagai bagian dari penyakit dan bukan hal ekstrim, tapi normal,
karakteristik. Penyangkalan seperti itu sering dibesar-besarkan oleh pasien
yang pintar, yang dapat menjustifikasi kelakuan destruktif mereka, tidak hanya
kepada orang lain, namun juga kepada diri mereka sendiri. 6-8

38
Anggota keluarga juga dapat merasakan dikucilkan secara sosial dengan
fakta bahwa memiliki kerabat dengan gangguan jiwa, dan merasa dipaksa untuk
menyembunyikan informasi ini dari kenalan mereka. 6-8
Asosiasi dengan gangguan fisik
Orang dengan gangguan mental memiliki insiden lebih tinggi pada
banyak kondisi medis, termasuk penyakit jantung, asma dan masalah paru
lainnya, kelainan gastrointestinal, infeksi kulit, diabetes, hipertensi, migraine,
sakit kepala, hipotiroid, dan kanker. Pasien dengan bipolar lebih jarang
mendapatkan penanganan medis dibanding orang dengan gangguan mental.
Penyalahgunaan zat, termasuk merokok, alcohol, dan penyalahgunaan obat,
juga berkontribusi untuk masalah penyakit ini, termasuk mengurangi akses
kepada penanganan medis. Pengobatan untuk bipolar bisa meningkatkan resiko
untuk masalah medis.6-8
Diabetes didiagnosa hamper 3x lebih sering pada orang dengan bipolar
dibanding pada populasi umum. Banyak pasien dengan biporal mengalami
overweight, dengan 25%-nya berkriteria obesitas. Mengalami overweight
merupakan factor resiko besar untuk diabetes. Obat yang digunakan untuk
menangani bipolar bisa juga menyebabkan kenaikan berat badan dan diabetes.
Factor genetic dalam diabetes dan bipolar dapat menyebabkan gangguan yang
jarang seperti wolfram syndrome dan masalah lainnya yang terkait metabolisme
karbohidrat.6-8
Hipertensi. Pasien dengan bipolar dapat beresiko tinggi untuk
hipertensi dibanding pasien tanpa bipolar. Tingginya prevalensi dari hipertensi
diantara pasien dengan bipolar juga memperbesar resiko untuk penyakit dan
kematian akibat kondisi yang berkaitan dengan jantung. 6-8
Migraine. Migraine merupakan masalah umum pada pasien dengan
gangguan mental, tapi lebih sering terjadi pada gangguan bipolar II. Pasien
dengan bipolar II menderita dari migraine lebih sering dibanding pasien bipolar

39
I, diperkirakan bahwa berbagai factor biologis dapat terlibat dengan berbagai
bentuk bipolar. 6-8
Hipotiroid. Hipotiroid merupakan efek samping yang sering terjadi
pada lithium, penanganan standar untuk bipolar. Namun, bukti juga
menyatakan bahwa pasien, terutama wanita, memiliki resiko lebih besar untuk
memiliki kadar tiroid rendah terlepas dari obat apa yang digunakan.
Hipotiroidism dapat menjadi factor resiko untuk bipolar pada beberapa pasien.6-
8

Beban ekonomi. Beban ekonomi pada bipolar sangat signifikan.


Diperkirakan bahwa gangguan tersebut menimbulkan kerugian pada sector
industry di US sebesar 14,1 miliar dollar per tahun akibat hilangnya
produktivitas, sebagian besar akibat rendahnya fungsi kerja. Berdasarkan studi
pada tahun 2006 yang disponsori US National Institute of Mental Health,
bipolar 2x lebih besar menimbulkan hilangnya produktivitas sebagai Major
Depressive Disorder (MDD). Walau nyatanya MDD lebih sering terjadi. Setiap
pekerja dengan bipolar kehilangan 66 hari kerja setahun dibandingkan 27 hari
kerja setahun orang dengan MDD. Penelitian memperlihatkan episode depresi
pada bipolar lebih merusak produktivitas dibanding episode manik. 6-8

Peran dokter umum dalam penanganan gangguan bipolar


Dokter umum saat ini dituntun untuk melihat pasien sebagai mahluk
biopsikososial sehingga dalam memberi penanganan dan pelayanan kesehatan
dokter tidak hanya mengobati gangguan fisik pasien saja melainan juga melihat
masalah atau gangguan pada psikologis dan masalah sosial yang mungkin
mempengaruhi pasien. Sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia
(SKDI) tugas dokter umum dalam peran menangani gangguan afektif bipolar
adalah mendeteksi gangguan afektif tersebut. Sebagai lini pertama dalam
pemberian pelayanan kesehatan dokter umum dan puskesmas akan menjadi
yang pertama dalam menangani gangguan afektif karena pada umumnya tidak

40
semua orang peka terhadap adanya gangguan afektif. Gangguan afektif bipolar
dengan episode manik apalagi disertai dengan gejala psikotik sering
disalahartikan dengan gejala skizofrenia. Pada lini inilah seorang dokter umum
bertugas mendeteksi apakah sesorang menderita gejala bipolar. Tugas dokter
umum sesuai dengan SKDI termasuk dalam mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan- pemeriksaan tambahan yang
diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-
ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk
ke spesialis yang relevan baik dalam keadaan darurat pada episode manik
gangguan bipolar dan dalam keadaan tidak darurat pada episode depresi
gangguan bipolar. Dokter umum dan puskesmas dapat menjadi yang pertama
mendeteksi gangguan afektif, selain itu dokter umum dan puskesmas dapat
memberikan pengobatan pendahuluan seperti pemberian obat antipsikotik atau
mood stabilizer yang tersedia, dokter umum diharusnya dapat memahami gejala
dan membuat diagnosis gangguan bipolar dan dapat membuat rujukan pada
psikiatri untuk penanganan lebih lanjut.10
Selain pada pemberian obat dokter umum dan puskesmas sebagai lini
pertama dapat memberikan informasi mengenai gangguan ini, hingga saat ini
di Indonesia paradigma masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa masih
buruk, tidak jarang pandangan dan paradigma masyarakat terhadap pasien
gangguan jiwa menjadikan sering terjadinya pemasungan terhadap pasien.
Dokter puskesmas dan dokter umum dapat berperan sebagai pemberi informasi
dan mediator dengan tokoh masyarakat lainnya untuk menyebarluarkan
informasi yang benar mengenai gangguan jiwa terutama dalam hal ini
gangguan afektif bipolar sehingga masyarakat dapat lebih meyadari dan
mengetahui keadaan serta mengenali gejala sehingga pasien-pasien gangguan
jiwa dapat ditolong dan mendapatkan penanganan yang tepat sedini mungkin
dan mengurangi sikap yang memusuhi apalagi memasung pasien dengan
gangguan jiwa.

41
BAB III

Penutup

Kesimpulan

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan


ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi.
Gangguan mood ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik,
biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan bipolar ini
berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya pada usia 20-30
tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama. Semakin muda seseorang
terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk mengalami gejala psikotik
dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk penatalaksanaan gangguan
bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri, apakah itu fase manik, fase depresi,
fase campuran. Diperlukan teknik wawancara dan pendekatan yang baik sehingga
dapat menegakkan diagnosis bipolar dan membedakan bipolar dari gangguan jiwa
maupun penyakit lainnya. Penegangkan diagnosis penting untuk memberikan
penatalaksaan yang tepat bagi pasien.

42
DAFTAR PUSTAKA

1.
Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan
obat antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2010. h. 3-32.
2.
Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana gangguan
bipolar. Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar; 2010.hlm.2-21.
3.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan’s and sadock’s synopsis of psychiatry
behavioral sciences and clinical psychiatry. 10th edition.Philadelphia:
Lippincott William and Wilkins;2007.p.527-62.
4.
American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of
patients with bipolar disorder. 2nd edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 20 April
2013.
5.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa di Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.hlm.140-50.
6.
Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder. 22 April 2013. Diunduh dari
emedicine.medscape.com, 24 April 2013.
7.
Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari
www.umm.edu, 24 April 2013.
8.
Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.
9.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara;
2010.hlm.791-853.
10.
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia.2012.
Diunduh dari pdk3mi.org, 5 Mei 2013.

43

You might also like