Professional Documents
Culture Documents
KORBAN BENCANA
Monika Sihotang
Puji dan syukur kelompok ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya kelompok dapat menyelesaikan tugas Makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari Makalah ini ialah: “Asuhan Keperawatan Pada Trauma
Psikis/Kejiwaan Pada Korban Bencana”. Tidak lupa kelompok mengucapkan terima
kasih pada dosen pembimbing atas bimbingan dan arahannya kolompok dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kelompok menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
oleh karena itu kelompok berharap agar dosen pembimbing memberikan kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan makalah dikemudian hari.
Atas perhatian dan kerjasamanya kolompok mengucapkan terima kasih.
Kelompok VII
BAB 1
PENDAHULUAN
Jika berbicara tentang tindak kekerasan atau trauma, ada suatu istilah yang dikenal
sebagai Post Traumatic Stress Disorderatau PTSD (gangguan stres pasca trauma) yaitu
gangguan stres yang timbul berkaitan dengan peristiwa traumatis luar biasa. Misalnya,
melihat orang dibunuh, disiksa secara sadis, korban kecelakaan, bencana alam, dan lain-
lain. PTSD merupakan gangguan kejiwaan yang sangat berat, karena biasanya penderita
mengalami gangguan jiwa yang mengganggu kehidupannya (Koentara, 2016).
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana perawat
tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan juga dituntut
mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan
siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu
secara skill dan teknik dalam menghadapi kondisi seperti ini (Anggi, 2010).
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat
dilakukan oleh profesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai
bentuk (Anggi, 2010).
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada trauma psikis/kejiwaan pada korban
bencana
1.1.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui masalah psikososial dan spiritual pada pengungsi.
2. Mengetahui intervensi pada fase kedaruratan akut (intervensi sosial,
psikososial, spiritual).
3. Mengetahui intervensi pada fase konsolidasi (intervensi sosial, psikologis,
spiritual).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
c. Trauma Psikosis
Trauma psikosis merupakan suatu gangguan yang bersumber dari kondisi atau
problema fisik individu, seperti cacat tubuh, amputasi salah satu anggota tubuh, yang
menimbulkan shock dan gangguan emosi. Pada saat-saat tertentu gangguan kejiwaan ini
biasanya terjadi akibat bayang-bayang pikiran terhadap pengalaman atau peristiwa yang
pernah dialaminya, yang memicu timbulnya histeris atau fobia.
d. Trauma Diseases
Gangguan kejiwaan jenis ini oleh para ahli ilmu jiwa dan medis dianggap sebagai
suatu penyakit yang bersumber dari stimulus-stimulus luar yang dialami individu secara
spontan atau berulang-ulang, seperti keracunan, terjadi pemukulan, teror, ancaman.
2.1.5 Peristiwa traumatik yang dapat mengarah kepada munculnya PTSD termasuk:
1. Perang (War)
2. Pemerkosaan (Rape)
3. Bencana alam (Natural disasters)
4. Kecelakaan mobil / Pesawat (A car or plane crash)
5. Penculikan (Kidnapping)
6. Penyerangan fisik (Violent assault)
7. Penyiksaan seksual / fisik (Sexual or physical abuse)
8. Prosedur medikal - terutama pada anak-anak (Medical procedures - especially in
kids).
Dalam mengatasi trauma psikologis pada anak dan perempuan telah dan akan
dilanjutkan pelayanan trauma konseling melalui women trauma center dan children
center, sekaligus untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dan perdagangan anak,
dengan dibentuknya Gugus Tugas Anti-trafficking dan Pencegahan Tindak Kekerasan.
Di samping itu, juga perlu terus dilakukan upaya untuk mempertemukan kembali anak-
anak dengan keluarganya dilakukan melalui kegiatan ”reunifikasi keluarga”, sejalan
dengan terus mengupayakan pemulihan spiritual (spiritual healing), pemulihan emosional
(emotional healing) terhadap kejadian traumatik yang dihadapi dengan memberikan
semangat hidup dan bangkit kembali menjadi sangat penting, penyembuhan fisik
(physical healing); dan penyembuhan terhadap kemampuan otak manusia (intelligential
healing).
Manusia sebagai makhluk yang utuh atau holistik memiliki kebutuhan yang
kompleks yaitu kebutuhan biologis, psikologis, sosial kultural dan spiritual. Spiritual
digambarkan sebagai pengalaman seseorang atau keyakinan seseorang, dan merupakan
bagian dari kekuatan yang ada pada diri seseorang dalam memaknai kehidupannya.
Spiritual juga digambarkan sebagai pencarian individu untuk mencari makna. Forman
(1997) menyatakan bahwa spiritual menggabungkan perasaan dari hubungan dengan
dirinya sendiri, dengan ornag lain dan dengan kekuatan yang lebih tinggi.
1) Faktor pra bencana : dampak psikologi pada faktor pra bencana ini dapat ditinjau
dari beberapa hal dibawah ini ;
a) Jenis kelamin : perempuan mempunyai resiko lebih tinggi terkena dampak
psikologis dibanding laki-laki dengan perbandingan 2:1.
b) Usia dan pengalaman hidup : kecenderungan kelompok usia rentan stres
masing-masing negara berbeda karena perbedaan kondisi sosial politik
ekonomi dan latar belakang sejarah negara yang bersangkutan.
c) Faktor budaya, ras, karakter khas etnis : Dampak yang ditimbulkan bencana
ini lebih besar di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Pada
kelompok usia muda tidak ada gejala khas untuk etnis tertentu baik pada etnis
mayoritas maupun etnis minoritas, sedangkan pada kelompok usia dewasa,
etnis minoritas cenderung mengalami dampak psikologis dibanding mayoritas.
d) Sosial Ekonomi : Dampak bencana pada individu berbeda menurut latar
belakang pendidikan, proses pembentukan kepribadian, penghasilan dan
profesi. Individu dengan kedudukan sosio ekonomi yang rendah akan
mengalami stress pasca trauma lebih berat.
e) Keluarga : Pengalaman bencana akan mempengaruhi stabilitas keluarga
seperti tingkat stress dalam perkawinan, posisi sebagai orang tua terutama
orang tua perempuan.
f) Tingkat kekuatan Mental dan kepribadian : Hampir semua hasil penelitian
menyimpulkan bahwa kondisi kesehatan mental pra bencana dapat dijadikan
dasar untuk memprediksi dampak patologis pasca bencana. Individu dengan
maslah kesehatan jiwa akan mengalami stress yang lebih berat dibandingkan
dengan individu dengan kondisi psikologis yang stabil.
2) Faktor bencana : pada faktor ini, dampak psikologis dapat ditinjau dari beberapa hal
dibawah ini ;
a) Tingkat keterpaparan : Keterpaparan seseorang akan masalah yang dihadapi
merupakan variabel penting untuk memprediksi dampak psikologis korban
bencana.
b) Ditinggal mati oleh sanak keluarga atau sahabat.
c) Diri sendiri atau keluarga terluka.
d) Merasakan ancaman keselamatan jiwa atau mengalami kekuatan yang luar
biasa.
e) Mengalami situasi panik pada saat bencana
f) Pengalaman berpisah dengan keluarga terutama pada korban usia muda
g) Kehilangan harta benda dalam jumlah besar
h) Pindah tempat tinggal akibat bencana
i) Bencana yang menimpa seluruh komunitas. Hal ini mengakibatkan rasa
kehilangan pada individu dan memperkuat perasaan negatif dan memperlemah
perasaan positif.
Semakin banyak fakltor yang diatas, maka akan semakin berat gangguan jiwa
yang dialami korban bencana. Apalagi pada saat-saat seperti ini mereka cenderung
menolak intervensi tenaga spesialis, sehingga menghambat perbaikan kualitas hidup
pasca bencana.
3) Faktor pasca bencana : dampak psikologis pasca bencana dapat diakibatkan oleh
kegiatan tertentu dalam siklus kehidupan stress kronik pasca bencana yang terkait
dengan kondisi psykitrik korban bencana. Hal ini perlu adanya pemantuan dalam
jangka panjang oleh tenaga spesialis.Gejala dan dampak psikologis pasca bencana
juga dapat dilihat dari daftar gejala Hopkins untuk mengetahui adanya depresi dan
kecemasan. Gejala-gejala Hopkins tersebut meliputi perasaan depresi, minat atau
rasa senang yang kurang. Gejala perasaan depresi meliputi menangis, merasa tidak
ada harapan untuk masa depan, merasa galau dan merasa kesepian.
2.2 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empat aspek yang akan bereaksi
terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu :
a. Pengkajian Perilaku (Behavioral Assessment)
Yang dikaji adalah:
1. Dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku agresif yang berlebihan.
2. Dalam keadan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma yang dirasakan.
3. Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktifitas yang akan
mengingatkan klien terhadap trauma.
4. Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
5. Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan semenjak kejadian
traumatis.
b. Pengkajian Afektif (Affective Assessment)
1. Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan ketegangan dan perasaan ingin
cepat marah.
2. Apakah klien pernah mengalami perasaan panik.
3. Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah yang berkaitan dengan trauma.
4. Tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan.
5. Apa saja sumber - sumber kesenangan dalam hidup klien.
6. Bagaima hubungan yang secara emosional terasa akrab dengan orang lain
c. Pengkajian Intelektual (Intellectual Assessment)
1. Kesulitan dalam hal konsentrasi.
2. Kesulitan dalam hal memori.
3. Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang berulang yang berkaitan
dengan trauma.
4. Apakah klien bisa mengontrol pikiran-pikiran berulang tersebut
5. Mimpi buruk yang dialami klien.
6. Apa yang disukai klien terhadap dirinya dan apa yang tidak disukai klien terhadap
dirinya.
d. Pengkajian Sosiokultural (Sociocultural Assessment)
1. Bagaimana cara keluarga dan teman klien menyampaikan tentang perilaku klien
yang menjauh dari mereka.
2. Pola komunikasi antara klien dengan keluarga dan teman.
3. Apa yang terjadi jika klien kehilangan kontrol terhadap rasa marahnya.
4. Bagaimana klien mengontrol kekerasan terhadap sistem keluarganya.
2. Ketakutan (00148)
Domain 9 : koping/ toleransi stress
kelas 2 : respons koping
Defenisi : respons terhadap persepsi ancaman yang secara sadar dikenali sebagai
sebuah bahaya.
Batasan karakteristik:
Melaporkan isyarat/ peringatan
Melaporkan kegelisahan
Melaporkan rasa takut
Melaporkan penurunan kepercayaan diri
Melaporkan ansietas
Melapokan kegembiraan
Melaporkan peningkatan ketegangan
Melaporkan kepanikan
Melaporkan terror
Fakor yang berhubungan:
Berasal dari luar (mis: kebisingan tiba-tiba, ketinggian, nyeri, penurunan
dukungan fisik)
Berasal dari dalam (neurotransmiter)
Kendala bahasa
Stimulus fobik
Gangguan sensorik
Berpisah dari system pendukung dalam situasi yang berpotensi menimbulkan
stress
Tidak familier dengan pengalaman lingkungan.
Depresi (121221)
Kegelisahan (121222)
3.1 Kesimpulan
Bencana merupakan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang
mengalaminya.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna
untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan
kode etik dalam menangani pasien dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca
bencana alam.
Dan diharapkan kepada pembaca dan penulis bisa lebih memahami materi
mengenai penyakit dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam
dilihat dari perbandingan data di lahan dan konsep teori yang sesungguhnya.
3.2 Saran
Dengan mempelajari Asuhan keperawatan dengan Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) diharapkan mahasiswa/I mampu melakukan asuhan keperawatan
meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, dan implementasi sesuai dengan kebutuhan
pasien dalam keadaan bencana alam.
DAFTAR PUSTAKA
Koentara.(2006).MenanganiKasusBencana(online)(http://www.dispsiad.mil.id/index.php/
en/publikasi/artikel/221-post-traumatic-stress-disorder-ptsddiakses 09 Mar 2016)
Mccloskey, Joanne. 2004. Nursing intervention classification. St. Louis, Missouri
Pratiwi, Anggi. 2010. PTSD (Post Traumatic Stress Disolder). (online)(www. Scribd.
Com/doc/41221173/askep-PTSD. Pada tanggal 5Mei 2011)