You are on page 1of 30

REFLEKSI KASUS

TONSILOFARINGITIS AKUT

Untuk memenuhi syarat tugas formatif kepaniteraan klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok

Rumah Sakit Tentara Dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh :

Satrio Nindyo Istiko

1310221080

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
‘VETERAN’ JAKARTA
2014

1
REFLEKSI KASUS
TONSILOFARINGITIS AKUT

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok di Rumah Sakit Tentara Dr.
Soedjono
Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal : Agustus 2014

Disusun oleh :
Satrio Nindyo Istiko
1310221080

Magelang, Agustus 2014

Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

dr Budi Wiranto, Sp.THT dr Bambang Sp.THT

2
BAB I
PENDAHULUAN

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan


oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Jika
dilihat dari struktur faring yang terletak berdekatan dengan tonsil, maka
faringitis dan tonsillitis sering ditemukan bersamaan. Oleh karena itu
pengertian faringitis secara luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis, dan
tonsilofaringitis, dimana infeksi pada daerah faring dan sekitarnya ditandai
dengan keluhan nyeri tenggorokan. Tonsilofaringitis adalah radang orofaring
yang mengenai dinding posterior yang disertai inflamasi tonsil.
Tonsillitis adalah peradangan dari tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin waldeyer. Tonsillitis dapat berkembang menjadi kronis
karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita
tonsillitis akut sehingga merubah struktur pada kripta tonsil, dan adanya infeksi
virus menjadi faktor predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsillitis
kronis. Tonsillitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi di
seluruh penyakit tenggorok berulang.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

I.1. Identitas Pasien


Nama : Nn. B
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Magelang
Pekerjaan : Mahasiswi

I.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Sakit tenggorokan

Riwayat Penyakit Sekarang


Sakit tenggorokan dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
sakit tenggorokan dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluhkan tenggorokan
terasa mengganjal dan terasa kering. Pasien mengeluhkan rasa sakit saat
menelan makanan, namun tidak mengalami kesulitan dalam menelan makanan
(padat/lunak) dan minum. Pasien merasakan mulutnya berbau. Pasien
mengalami demam yang dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit,
demam dirasakan terus menerus. Pasien mengeluhkan badannya terasa lemas
dan pusing.
Karena rasa sakit saat menelan, pasien mengaku nafsu makannya juga
menurun. Tidak terjadi penurunan berat badan pada pasien. Pasien tidak
mengalami kesulitan dalam membuka mulut. Pasien tidak mual dan muntah.
Pasien tidak mengeluhkan batuk dan pilek, ataupun adanya dahak di dalam

4
tenggorokan. Pasien tidak mengeluhkan suaranya serak. Pasien tidak sesak
nafas. Menurut cerita dari ibu pasien, pasien mengorok saat tidur.
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan di kedua telinganya. Pasien
juga tidak mengeluhkan hidung tersumbat, sering bersin dipagi hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat ISPA : beberapa kali dalam 1 tahun
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat penyakit serupa : pasien pernah mengalami keluhan yang
sama dalam 2 tahun terakhir (± 4x dalam setahun).
- Riwayat sakit gigi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat Pengobatan
Saat sakit seperti ini sebelumnya, pasien berobat ke puskesmas, tetapi
pasien sering tidak minum obat secara teratur. Untuk sakit yang saat ini
dialaminya, pasien belum melakukan pengobatan.

Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku sering memakan makanan yang pedas.

Riwayat Ekonomi
Biaya kesehatan pasien di tanggung oleh ASKES.

I.3. Pemeriksaan fisik


1. Status generalis
Kondisi umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD: 110/80mmHg RR : 20x/menit
Suhu: 37.9 0C Nadi: 80x/menit

5
2. Status lokalis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)
2.1. Kepala dan Leher
Kepala : Mesocephale
Wajah : Simetris
Leher : Pembesaran kelenjar submandibular (+), nyeri tekan (+)

2.2. Gigi dan mulut


Gigi geligi : gigi tidak berlubang
Lidah : normal, kotor (-), tremor (-)
Pipi : bengkak (-)

2.3. Pemeriksaan Telinga


Bagian Auricula Dextra Sinistra
Bentuk normal, Bentuk normal
Auricula nyeri tarik (-) nyeri tarik (-)
nyeri tragus (-) nyeri tragus (-)
Bengkak (-) Bengkak (-)
Pre auricular nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
fistula (-) fistula (-)
Bengkak (-) Bengkak (-)
Retro auricular
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Bengkak (-) Bengkak (-),
Mastoid
Nyeri tekan (+) Nyeri tekan (+)
Serumen (+) Serumen (+)
CAE Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Intak Intak
Membran timpani Putih mengkilat Putih mengkilat
Refleks cahaya (+) Refleks cahaya (+)

2.4. Pemeriksaan Hidung

6
Bagian Hidung Luar
Dextra Sinistra
Bentuk Normal Normal
Inflamasi atau tumor - -
Nyeri tekan sinus - -
Deformitas atau septum
- -
deviasi
Rhinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal Normal
Dasar cavum nasi Normal
Sekret - -
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Benda asing - -
Perdarahan - -
Adenoid - -
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Konka nasi media
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Konka nasi inferior.
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Septum Deviasi (-)
Transluminasi Tidak ada sinusitis

2.5. Pemeriksaan tenggorokan


Lidah Ulkus (-), Stomatitis (-)
Uvula Bentuk normal, posisi di tengah
Tonsil Dextra Sinistra
Ukuran T3 T3
Permukaan Tidak Rata Tidak Rata
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Kripte Melebar (+) Melebar (+)

7
Detritus (+) (+)
Faring  Mukosa hiperemis (+), dinding tidak rata, granular (+)

I.4. Pemeriksaan Penunjang


● Usulan Pemeriksaan Penunjang
• Swab Tenggorok  Kultur
• Pemeriksaan Darah Rutin : Leukosit, Hb, Trombosit, CT/BT
• Pemeriksaan Radiologi  Foto Thorax
• Pemeriksaan EKG

I.5. Resume
1. Anamnesis
 Sakit tenggorokan
 Tenggorokan terasa mengganjal
 Tenggorokan terasa kering
 Bau mulut
 Sakit saat menelan
 Nafsu makan mengalami penurunan
 Demam muncul dirasakan oleh pasien sehari sebelum timbulnya keluhan
nyeri tenggorokan tersebut
 Mengorok saat tidur
 Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat ISPA : beberapa kali dalam 1 tahun
o Riwayat penyakit serupa : pasien pernah mengalami keluhan yang
sama dalam 2 tahun terakhir (± 4x dalam setahun).
 Riwayat Pengobatan
Saat sakit seperti ini sebelumnya, pasien berobat ke puskesmas,
tetapi pasien sering tidak minum obat secara teratur.
 Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku sering memakan makanan yang pedas

8
2. Pemeriksaan Tenggorokan
 Pembesaran kelenjar limfe submandibular (+), nyeri tekan (+)
 Tonsil: T3-T3, permukaan tidak rata, mukosa hiperemis, kripte melebar,
detritus (+)
 Faring: Mukosa hiperemis (+), dinding tidak rata, granular (+)

I.6. Diagnosis banding


• Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut
• Tonsilitis kronis eksaserbasi akut
• Faringitis kronis hiperplastik eksaserbasi akut

I.7. Diagnosis sementara


- Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut

I. 8. Terapi
1. Non medikamentosa
 Bedrest
 Hindari makanan yang mengiritasi (makanan pedas, asam)
 Diet lunak
 Kumur dengan air hangat atau obat kumur yang mengandung
desinfektan

2. Medikamentosa
 Antibiotik : Amoksisilin 500 mg + Asam Klavulanat 125mg,
3 x sehari, selama 10 hari
 Antiinflamasi : Dexamethason 2x0,5 mg
 Analgetik : Asam mefenamat 3x500mg
 Antipiretik : Paracetamol 3x500mg
 Betadine kumur  Kumur-kumur selama 30 detik. Ulangi tiap 2-4
jam.

9
3. Operatif  Apabila sudah tidak didapatkan tanda-tanda peradangan dan
keadaan umum membaik maka dapat dilakukan tonsilektomi.

4. Edukasi
 Istirahat
 Minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.
 Menjaga higiene mulut dengan baik (sikat gigi pagi hari dan
sebelum tidur).
 Jangan makan makanan atau minuman yang mengiritasi.

I.9. Prognosa
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. FARING
III.1.1. ANATOMI
Faring adalah suatu kantung fibromuskular yang berbentuk seperti
corong dibagian atas dan sempit dibagian bawah, dari dasar tengkorak
menyambung ke esofagus setinggi S-6. Dinding faring dibentuk oleh (dari
dalam keluar): selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot, sebagian
besar bukofaringeal.
Batas-batas faring :6
O Atas : rongga hidung melalui koana
O Bawah : esofagus melalui aditus laring
O Depan : rongga mulut melalui ismus orofaring
O Belakang : vertebra servikalis
Secara histologis faring terdiri dari :
- Mukosa
- Nasofaring : mukosa bersilia, epitel torak berlapis yang
mengandung sel goblet
- Orofaring & laringofaring : epitel gepeng berlapis dan tidak
bersilia
- Palut lendir (Mukous blanket) :
Daerah nasofaring dilalui udara respirasi yang temperaturnya
berbeda-beda (bagian atas nasofaring ditutupi oleh palut lender yang
terletak di atas silia dan bergerak kea rah belakang. Berfungsi
menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap, dan
sebagai proteksi (enzim lysozyme).
- Muskularis : sirkular (melingkar) & longitudinal (memanjang)

OTOT-OTOT
a.Otot sirkular faring (terletak di sebelah luar). Terdiri dari :
 m. konstriktor faring superior

11
 m. konstriktor faring media
 m. konstriktor faring inferior
Berfungsi untuk mengecilkan lumen faring. Dipersyarafi oleh n.vagus (n.x).
Pada bagian belakang bertemu jaringan ikat: rafe faring (raphe pharyngis).
b. Otot Longitudinal (terletak di sebelah dalam). Terdiri dari :
 M. Stilofaring
• untuk melebarkan faring dan menarik laring
• dipersyarafi oleh n.glossofaring (n.ix)
 M. Palatofaring  sebagai otot elevator penting waktu menelan
• mempertemukan istmus orofaring dan menaikkan bagian bawah
faring dan laring (n.vagus)/n.x
Otot Palatum Mole:
1. m. levator veli palatine: sebagian besar palatum mole mempersempit
isthmus faring dan memperlebar ostium tuba eustachius, n.x
2. m. tensor veli palatine: membentuk tenda palatum mole dan mengencangkan
bagian anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius, n.x
3. m.palatoglossus: membentuk arcus anterior faring dan mempersempit
isthmus faring,n.x
4. m. palatofaring: bentuk arkus posterior faring,n.x
5. m.origo-origo orofaring: memperpendek dan menaikkan uvula ke atas, n.x

VASKULARISASI
- Cabang a. karotis eksterna (cabang faring ascendens dan cabang fausial)
- Cabang a.maksila interna (cabang palatine superior)

INERVASI
- Persarafan motorik dan sensorik berasal dari pleksus faring yang
dibentuk oleh: cabang faring dari n.vagus (n.x), cabang n,glosofaring
(n.ix), serabut simpatis

SISTEM LIMFATIK
 Superior : mengalir ke KGB retrofaring dan KGB servikal dalam atas

12
 Media : mengalir ke KGB jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam
atas
 Inferior : mengalir ke KGB servikal dalam bawah

PEMBAGIAN FARING
1. NASOFARING
Batasan
 Batas atas : sinus sphenoid
 Batas bawah : palatum mole
 Batas depan : rongga hidung
 Batas belakang : vertebra servikal I
Bangunan penting yang terdapat didalamnya adalah :
 Adenoid
 Fossa Rosenmuler
 Kantong Rathke
 Torus tubarius
 Koana
 Foramen jugulare
 Bagian petrosus os temporalis
 Foramen laserum
 Muara tuba eustachius

2.OROFARING
Batasan
 Batas atas : palatum mole
 Batas bawah : tepi atas epiglotis
 Batas depan : rongga mulut
 Batas belakang : vertebra cervical
Struktur yang terdapat dalam orofaring adalah :
 Dinding posterior faring
 Tonsil palatina
 Fosa tonsil

13
Fossa Tonsil
- Dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior
- Batas lateral: m. konstriktor faring superior
- Batas atas: kutub atas (upper pole) terdapat fosa supratonsil
 Uvula
 Tonsil lingual
 Foramen sekum

3. LARINGOFARING (HIPOFARING)
- Batasan
 Superior: tepi atas epiglottis
 Anterior: laring
 Inferior: bagian anterior: cartilage krikoidea dan bagian posterior: porta
esophagus
 Posterior: vertebra servikalis IV-VI
- Struktur:
 Epiglottis
 Valekula (2 buah cekungan yang dibentuk oleh lig.glosoepiglotika
medial dan lateral)
 Sinus piriformis (bagian lateral laringofaring dan di bawah dasarnya
berjalan n.laring superior dan a.carotis)

III.2. TONSIL

Gambar 1. Anatomi Tonsil

14
Tonsil adalah massa yang terdiri jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya terdapat 3 macam tonsil, yaitu :
1. Tonsil faringal (adenoid)
2. Tonsil palatine Membentuk cincin Waldeyer
3. Tonsil lingual
Permukaan tonsil palatine (“tonsil”) bentuknya beraneka ragam dan
mempunyai celah disebut “kriptus”. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel
skuamosa. Di dalam kriptus ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan disebut dengan detritus. Permukaan lateral melekat
pada fasia faring “kapsul tonsil” .

Vaskularisasi diperoleh dari:


a. a. Palatina minor
b. a. Palatina asendens
c. Cabang tonsil a.maksila eksterna
d. a. Faring ascendens
e. a. Lingualis dorsal
- a. Maksilaris eksterna (a.fasialis): a.tonsilaris dan a.palatina ascenden
- a. Maksilaris interna: a. palatine descendes
- a. Lingualis: a.lingualis dorsal
- a. Pharyngeal ascendes

Tonsil Lingua terletak di dasar lidah dibagi menjadi 2 oleh ligamentum


glosoepiglotika. Di garis tengah, di anterior massa foramen sekum pada
apeks sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata
 Inferior : dorsal a.palatina ascendens
 Anterior : a.lingualis dorsal
 Superior : a.faringeal ascendens dan a.palatina descenden

15
III. 3. TONSILITIS KRONIS
a. Definisi
Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya
menahun. Tonsillitis kronis dapat berasal dari tonsillitis akut yang dibiarkan
saja atau karena pengobatan yang tidak sempurna, dapat juga karena
penyebaran infeksi dari tempat lain, misalnya karena adanya sekret dari infeksi
di sinus dan di hidung (sinusitis kronis dan rhinitis kronis), atau karies gigi.
Tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut
yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen
dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan
mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita
mengalami penurunan(3).
Adapun yang dimaksud kronis adalah apabila terjadi perubahan
histologik pada tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh
dinding jaringan fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.

b. Etiologi
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau
kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang
paling banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus ß
hemolyticus. Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, virus, jamur dan
bakteri anaerob.
Pada hasil penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis bakteri
penyebab tonsilofaringitis kronis yaitu Streptococcus alpha, Staphylococcus
aureus, Streptococcus ß hemolyticus grup A, Enterobacter, Streptococcus
pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp, Eschericia colli,
Staphylococcus epidermidis.

16
c. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis kronis, yaitu
rangsangan kronis (rokok, makanan), higiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah), alergi (iritasi kronis
dari allergen), keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik), pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat(1).

d. Patogenesis
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak
dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil.
Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke
seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun(3).
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa
juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses
berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula. Tonsilitis Kronis
terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien menjadi
kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi
antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang
rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag
tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil(1,3).

e. Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan
tonsilitis akut yang berulang - ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-
menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu
yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan
berbau(1).

17
f. Pemeriksaan Fisik
1. Tonsil dapat membesar bervariasi
2. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil,
3. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau
material menyerupai keju,
4. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa
faring, merupakan tanda penting untuk menegakkan infeksi kronis pada
tonsil.

Gambar 2. Tonsilitis

Tanda klinis pada tonsilitis kronis yang sering muncul adalah kripta
yang melebar, pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang
mengalami perlengketan. Tanda klinis tidak harus ada seluruhnya, minimal ada
kripta yang melebar dan pembesaran kelenjar limfe submandibula. Disebutkan
dalam penelitian lain bahwa adanya keluhan rasa tidak nyaman di tenggorokan,
kurangnya nafsu makan, berat badan yang menurun, palpitasi mungkin dapat
muncul. Bila keluhan-keluhan ini disertai dengan adanya hiperemi pada plika
anterior, pelebaran kripta tonsil dengan atau tanpa debris dan pembesaran
kelenjar limfe jugulodigastrik maka diagnosa tonsilitis kronis dapat
ditegakkan(3).
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak

18
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi
menjadi :
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring(3)

g. Pemeriksaan penunjang
- Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi
kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan
mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian
antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat.
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil.
Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita tonsilitis
kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur
yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis
yang akurat terhadap flora bakteri tonsilitis kronis tidak dapat dipercaya dan
juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta
hemolitikus diukuti Stafilokokus aureus (3).

h. Penatalaksanaan
1. Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang
bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis, antara lain:
- Cephalexin ditambah metronidazole,
- Klindamisin ( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses),
- Amoksisilin dengan asam klavulanat (jika bukan disebabkan
mononukleosis)
2. Terapi dengan tonsilektomi jika terjadi infeksi yang berulang atau
kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma(3).

19
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau
kronik, gejala sumbatan, serta kecenderungan neoplasma.
The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery
Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi
tonsilektomi adalah sebagai berikut :
1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat,
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial,
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan
bicara, dan cor pulmonale,
4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak berhasil hilang dengan pengobatan,
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan,
6. Tonsiliitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A
streptococus β hemolitikus,
7. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan,
8. Otitis media efusi / otitis media supuratif (1).

i. Prognosa
Tonsillitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat
dan pengobatan supportif. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi
penatalaksanaan yang le ngkap, bahkan bila penderita telah mengalami
perbaikan dalam waktu yang singkat.

20
III.4. Faringitis kronik
a. Etiologi
Adanya paparan dari zat-zat tertentu seperti nikotin, alkohol, gas
iritan dan lainnya. Selain itu, bisa juga terjadi akibat seringya bernafas
melalui mulut pada keadaan terjadinya obstruksi jalan nafas (contohnya
pada deviasi septum) atau pada keadaan yang bersamaan dengan sinusitis
kronik(7).

b. Gejala
Gejala utama adalah adanya sensasi tenggorokan yang kering dan
adanya viscous mucus. Beberapa pasien juga mengeluhkan batuk kering dan
sensasi adanya benda asing di faring(7).

Gambar 3. Faringitis Kronik

c. Diagnosis
Pada pemeriksaan tampak mukosa faring merah dan tidak rata
akibat adanya hiperplasia dari jaringan limfatik pada dinding posterior
faring (hipertrofi). Mukosa faring juga bisa tampak halus, dan mengkilat
pada beberapa kasus (atrofi).
Melalui pemeriksaan hidung harus dipastikan tidak adanya obstruksi
jalan nafas di hidung yang dapat menjadi penyebab faringitis kronis,
ataupun adanya kelainan-kelainan lain seperti deviasi septum atau
hiperplasi konka(7).

21
d. Penatalaksanaan
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan
melakukan kaustik faring dengan zat kimia larutan nitrat argenti atau
dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat kumur
atau tablet hisap. Jika di perlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau
ekspektoran, sedangkan pada faringitis atrofi pengobatan ditujukan pada
rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofinya dengan obat kumur
dan menjaga kebersihan mulut (1).

e. Komplikasi
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media,
epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal.
Selain itu dapat juga terjadi komplikasi lain berupa septicemia, meningitis,
glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara
perkontinuitatum, limfogenik, maupun hematogenik.

22
BAB IV
PEMBAHASAN

IV.1 Pembahasan kasus


Dari hasil anamnesa keluhan utama pasien adalah sakit tenggorokan.
Sakit tenggorokan merupakan salah satu keluhan yang ditemukan pada organ
faring. Secara anatomis, faring terbagi menjadi tiga bagian penting, yaitu :
nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dasar pengetahuan anatomis faring
sangat penting, karena hal ini akan berkaitan dengan adanya kelainan pada
bangunan didalamnya yang akan menimbulkan gejala dan tanda dari suatu
penyakit. Dari keterangan anamnesa selanjutnya yang didapatkan pada pasien
ini adalah terdapat nyeri menelan, tenggorokan terasa mengganjal, tenggorokan
terasa kering, tidak merasakan ada dahak di tenggorokan, bau mulut, nafsu
makan mengalami penurunan, demam muncul dirasakan oleh pasien sejak
timbulnya keluhan nyeri tenggorokan tersebut.
Hasil pemeriksaan pada pasien didapatkan pembesaran tonsil T3-T3,
permukaan tidak rata, mukosa hiperemis, kripte melebar, detritus (+). Faring:
Mukosa hiperemis (+), dinding tidak rata, granular (+).
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan yang didapatkan, diagnosa pada
pasien ini yaitu tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis adalah peradangan pada
tonsil dan faring. Peradangan yang berulang pada tonsil dan faring secara
umum dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi antara lain rangsangan
kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pasien yang biasa
bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca dan
pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat. Pasien pernah
mengalami keluhan yang sama sejak 2 tahun yang lalu. Makanan, higiene
mulut yang buruk, pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat merupakan
faktor predisposisi pada pasien ini sehingga keadaan penyakitnya menjadi
kronis. Dilihat dari keadaan pasien yang menjadi semakin memberat saat ini,
pasien ini mengalami tonsillitis kronis kronis eksaserbasi akut.

23
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dan kriptus didalamnya. Tonsillitis adalah peradangan pada
tonsil palatina, merupakan bagian dari cincin waldeyer. Tonsila palatina
berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap benda
asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Apabila
patogen menembus lapisan epitel maka sel – sel fagositik mononuklear pertama
– tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen. Normalnya tonsil bertindak
seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh
melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk
memproduksi antibodi untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil sangat
memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke
sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul
inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsillitis.

Patofisiologi

24
streptokokus beta
hemolitikus grup A,yaitu
sekitar 50% dari kasus,
Haemophilus influenza
dan bakteri dari golongan
pnemokokus dan
stafilokokus

Radang berulang yang dipicu oleh faktor predisposisi


( Rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang buruk,
pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat,
pengaruh cuaca dan pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak
adekuat)

Epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis

Jaringan limfoid akan menjadi jaringan parut

Kripti melebar

Kripti diisi oleh detritus

Menembus kapsul tonsil

Perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris

25
IV.2. Tatalaksana
Non medikamentosa
 Bedrest
 Menjaga higiene mulut
 Menghindari makanan yang mengiritasi (makanan pedas, asam)
 Diet lunak , minum yang banyak
 Kumur dengan air hangat atau obat kumur yang mengandung
desinfektan

Medikamentosa
Antibiotik
• Amoxcillin 500 mg + Asam Klavulanat 125 mg, 3x sehari,
selama 10 hari
Antiinflamasi
• Dexamethasone 2x1 tab
Antipiretik
• Parasetamol tab 3x500mg
Analgetik
• Asam Mafenamat 3 x 500 mg

Operatif
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan seluruh tonsil
palatina.

Gambar 4. Tonsilektomi
Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan tonsilektomi, apabila
tanda-tanda peradangan aktif telah mereda. Pasien diberikan terapi

26
medikamentosa untuk mengatasi peradangannya, lalu pasien diminta
untuk datang minggu depannya untuk dilakukan tonsilektomi apabila
tanda peradangan sudah mereda, dan pasien dalam keadaan sehat.
Pertimbangan untuk dilakukannya tonsilektomi pada pasien ini,
antara lain :
- Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
- Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
- Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil yang menyebabkan
pasien mendengkur saat tidur, dan dapat menyebabkan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor
pulmonale

Edukasi
• Minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.
• Menjaga higiene mulut dengan baik (sikat gigi pagi hari dan
sebelum tidur).
• Jangan makan makanan atau minuman yang mengiritasi

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi


Adenoid. Dalam Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009:
p. 217-225
2. Kurniadi, B. Penatalaksanaan Faringitis Kronik. Bagian Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung, dan Tenggorok. RSUD Saras Husada, Purworejo.
Available at :
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Penatalaksanaan+Faringi
tis+Kronik (Accessed : March 28th 2014).
3. Saragih, A.R, Harahap, I.S, Rambe, A.Y. Karakteristik Penderita Tonsilitis
Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Bagian THT FK
USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Medan. USU Digital Library, 2009.
Available at : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27640
(Accessed : March 27th 2014).
4. Adams, GL. . Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut, Faring,
Esofagus, dan Leher. Dalam Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES
Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. Ed 6. Jakarta. EGC, 1997: p. 263-
271
5. Seeley, Stephen, Tate. Respiratory System. Anatomy and
Physiology.Chapter 23.The McGraw-Hill Companies, 2004: p. 816
6. Probst, R, Grever, G, Iro, H. Diseases of the Nasopharynx. Basic
Otorhinolaryngology. New York. Thieme, 2006: p. 119

28
PERTANYAAN
1. Mengapa betadin kumur dipakai dalam pengobatan pasien ini?
Betadin kumur berisi povido iodin. Povidon iodin berfungsi sebagai
bakterisid yang dapat pula membunuh spora, jamur, virus dan protozoa.
Sehingga karena fungsi tersebut maka dipakai betadin kumur sebagai
pengobatan topikal
2. Apa perbedaan terapi dari faringitis kronik hiperplastik dengan
faringitis kronik atrofi?
Faringitis Kronik Hiperplastik Faringitis Kronik Atrofi
 Memakai kaustik faring  Pengobatan ditujukan pada
dengan zat kimia larutan rinitis atrofi dan ditambah
nitrat argenti atau dengan obat kumur untuk
elektrocauter menjaga kebersihan mulut
 Symptom: Obat kumur atau  Pengobatan rinitis atrofi :
tablet hisap Pengobatan hanya bersifat
 Obat batuk: antitusif atau paliatif yakni dengan irigasi,
ekspektoran membersihkan krusta serta
 Jika terdapat penyak hidung terapi sistemik dan lokal
atau sinus maka diobati sesuai dengan endokrin, steroid,
penyakitnya antibiotik, vasodilator,
pemakaian iritan jaringan
lokal ringan seperti alkohol
dan salep pelumas. Penekanan
terapi utama adalah
pembedahan

3. Apa indikasi rencana tonsilektomi pada kasus ini ?


- Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
- Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis

29
- Gangguan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil yang
menyebabkan pasien mendengkur saat tidur

30

You might also like