You are on page 1of 22

Gagal Jantung Kronik

Mohd Zaid Bin Ahmad Zalizan

102012499

D4

zaid_zalizan@yahoo.com

___________________________________________________________________________

Pendahuluan

Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi yang merupakan ketidakmampuan


jantung sebagai pompa untuk mempertahankan curah jantung (cardiac output) dalam
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan tubuh. Penurunan cardiac output
mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Gagal jantung kronis didefinisikan
sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak,
fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi
jantung dalam keadaan istirahat.

Kelainan ini juga merupakan sindroma klinis yang kompleks dengan gejala-gejala
yang tipikal dari sesak nafas dan mudah lelah yang berhubungan dengan kerusakan fungsi
maupun struktur dari jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan
mengeluarkan darah ke sirkulasi. Gagal jantung yang umumnya didapatkan pada populasi
usia tua serta pada orang-orang yang mengalami paru infark miokard dengan kerusakan otot
jantung persisten.

Entiti gagal jantung mudah sekali diketahui oleh dokter yang berpengalaman, dapat
ditemukan di komunitas masyarakat dan pengobatan yang tepat dapat mengurangi morbiditas
dan mortalitasnya. Gagal jantung kronik merupakan sindroma klinik yang kompleks dan
disertai keluhan yang berupa sesak, fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan,
terdapat edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan isitrahat.1
Pembahasan

Anatomi Jantung

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruangan yang terletak di rongga
dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih
kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Jantung
mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri.
Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah
ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa
darah ke seluruh tubuh.

Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh.
Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan
darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan
dan memompakannya ke paru-paru. ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang
kaya oksigen keseluruh tubuh.

Pericardium yang meliputi jantung terdiri dari 2 lapisan yaitu pericardium viceralis
dan pericardium parietalis. Jantung sendiri terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar
epikardium (selaput pembungkus), lapisan tengah miokardium (otot-otot jantung) dan
endokardium (jaringan endotel).1,2

Fisiologi Jantung

Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran
darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik).
Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan
kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat
karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah
sistemik.ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya
mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya lebih rendah.2

Jantung mempunyai keistimewaan dibandingkan organ-organ lain dalam aktivitasnya,


hal ini disebabkan karena didalam otot jantung terdapat peacemaker (gardu listrik) sehingga
jantung dapat berdenyut secara teratur (rhythm) dan independent tanpa harus menunggu
arahan dari otak, dengan kata lain apabila jantung sehat kita pisahkan dengan tubuh, maka
jantung masih bisa berdenyut hal ini dikarenakan sel-sel pacemaker alami yang secara
automatis mengeluarkan impuls secara teratur.

Adanya jaringan neuromuskular yang membentuk lintasan atau jalan khusus sebagai
kawat penghantar bioelektrik secara normal dimulai dari sino-atrial node (SA node), atrio-
ventrikuler node (AV node) dan bundle of his (berkas his) purkinje fiber (serabut purkinje)
yang selanjutnya akan diteruskan ke sel-sel otot jantung sehingga menimbulkan kontraktilitas
jantung.2

Gambar 1. Jalur lintasan untuk konduksi listrik pada jantung.

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara antara dokter dengan penderita atau keluarga


penderita yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua data tentang
penyakit. Dalam anamnesis, perkara harus diketahui adalah identitas pasien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat kesihatan keluarga, riwayat peribadi dan
riwayat ekonomi sosial. Identitas diri pasien merangkumi nama, usia, pekerjaan dan tempat
tinggal.3

Pasien biasanya akan datang dengan keluhan sering sesak saat beraktivitas. Derajat
sesak dan gangguan fungsional yang ditimbulkannya (misalnya seberapa besar aktifitas yang
dapat dilakukan oleh pasien) perlu dipastikan. Pasien juga mengalami nafas yang tersengal
sengal apabila berjalan jauh sehingga mengganggu kesehariannya namun sesaknya berkurang
saat istirahat. Pasien merasa enak apabila tidur dengan bantal yang agak tinggi dan mengeluh
yang kakinya sering bengkak.

Anamnesis yang lengkap perlu dilakukan sebelum mendiagnosa apakah sebenarnya


yang dialami pasien sebelum pemeriksaan fisik dan penunjang dilakukan. Diagnosa gagal
jantung kronis yang tepat haruslah disertai dengan kelas fungsional dan etiologi (dasar
penyakit). Umumnya, penderita akan terlihat stabil tapi tetap memberikan gejala seperti sesak
dan terdapat edema pada bagian kaki atau abdomen.3

Pemeriksaan fisik

Inspeksi

Inspeksi merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan hanya melihat sama
ada terdapat kelainan atau tidak pada badan pasien. Hal-hal yang dilihat adalah
pernafasannya normal atau tidak, melihat bentuk toraknya pada bagian anterior kemungkinan
ada kelainan dan melaporkan pergerakan toraks saat keadaan statis dan dinamis. Pastikan
tiada bagian yang tertinggal sewaktu pasien bernafas. Kemudian laporkan juga keadaan sela
iganya samada ada retraksi atau mencembung dan dilihat juga ictus cordis tampak atau tidak.

Palpasi

Palpasi adalah teknik perabaan untuk mengetahui sama ada terdapat kawasan yang
nyeri atau kawasan yang mempunyai massa. Palpasi dilakukan secara acak dan terstruktur
pada anterior dan posterior toraks. Kita juga akan meraba sela iga dan melakukan pemerikaan
taktil fremitus dengan menyuruh pasien menyebut 77. Letakkan tangan pada kedua sisi torak
pasien dan menyuruhnya bernafas dan berhenti bernafas seketika untuk merasa kemungkinan
adanya dada yang tertinggal saat statis dan dinamis.

Selain itu, dirasakan juga terdapat ictus cordis teraba atau tidak. Jika teraba nyatakan
ianya terletak di ruang interkostal yang ke berapa dan lineanya. Pada palpasi juga dilakukan
Heaves di mana dirasakan jantung yang mana yang lebih dominan bekerja sedangkan untuk
Thrill, ianya merupakan murmur yang dirasakan dengan telapak tangan.3
Perkusi

Perkusi dilakukan dengan cara mengetuk tempat-tempat tertentu untuk mengetahui


kelainan bunyi pada setiap bagian toraks. Di paru-paru terdengar sonor, dibatasan organ
terdengar redup dan di organ seperti jantung terdengar pekak. Carilah batas paru-hati, batas
kanan jantung, batas atas, pinggang jantung, batas bawah dan kiri jantung untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan seperti pembesaran jantung pada mana-mana bagian. Perkusi
juga dilakukan secara acak dan terstruktur sesuai garis imaginer.2,3

Auskultasi

Auskultasi adalah bertujuan untuk mendengar bunyi jantung patologis pada pasien gagal
jantung kronik. Kita akan bisa mendengar bunyi gallop S4 dan pada paru terdapat ronki basah
halus terutama di basal paru.

Pemeriksaan penunjang

Tes darah

Tes darah direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal
sebelum terapi dimulai. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin diuji untuk mengetahui
jika ada peningkatan BUN yang menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN
dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid
harus dilakukan. Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai
prepencetus gagal jantung kongesti.4

Foto Toraks

Pada foto toraks sering menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) > 50 %),
terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali bisa disebabkan oleh dilatasi
ventrikel kiri atau kanan, left ventricle hypertrophy (LVH) atau kadang oleh efusi pericard.
Lihat juga jika terdapat edema paru dan efusi pleura pada pasien gagal jantung ini.4
Elektrokardiogram

Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal
jantung. Ianya memperlihatkan abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%), termasuk
gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan konduksi, aritmia.4

Gambar 2: Elektrokardiogram (EKG)4

Ekokardiografi

Ekokardigrafi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolic), dan abnormalitas gerakan
dinding dapat dinilai, dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan. Regurgitasi mitral
seringkali disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang menyebabkan dilatasi annulus mitral.4

Diagnosis Kerja

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.

Untuk menentukan diagnosa dari gagal jantung kongestif (CHF) sangatlah sulit. Gejala
yang ada tidaklah khas. Gejala-gejala seperti sesak nafas saat beraktivitas atau cepat lelah
seringkali dianggap sebagai salah satu akibat proses menua atau dianggap sebagai akibat dari
penyakit penyerta lainnya seperti penyakit paru, kelainan fungsi tiroid, anemia dan depresi.
Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal nocturnal dispnea,
odema perifer, fatigue, penurunan kemampuan beraktivitas serta batuk dengan sputum jernih.
Sering juga didapatkan kelemahan fisik, anorexia, jatuh dan konfusi.4

Gagal jantung kronis adalah kondisi dimana jantung tidak mampu memompa darah
sesuai kebutuhan tubuh dan kondisi tersebut telah diketahui dan diderita sejak lama namun
telah mencapai tingkat yang parah. Gagal jantung kronis juga didefinisikan sebagai sindroma
klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatigue baik dalam
keadaan istirahat maupun beraktifitas. Penderita gagal jantung kronis sering mengalami
kelelahan dan sesak. Tergantung dari tingkat keparahannya, penderita gagal jantung kronis
juga memiliki kelelahan yang amat sangat, ketidakmampuan bernafas saat berbaring dan
adanya penahanan cairan di dalam jantung.

Gagal jantung di kenal dengan beberapa istilah, yaitu gagal jantung kiri, gagal jantung
kanan dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung kiri terdapat bendungan paru, hipotensi,
dan vasokontriksi perifer dengan penurunan perfusi jaringan. Sedangkan gagal jantung kanan
di tandai dengan adanya edema perifer, asites, dan peningkatan vena jagularis. Gagal jantung
kongestif adalah gabungan kedua gambaran tersebut.

Pada pemeriksaan fisik yang didapatkan nilai JVP (Jugularis Venous Pressure)
meninggi. Sering juga terdapat bunyi jantung 3, pitting udema, fibrilasi atrial, bising sistolik
akibat regurgitasi mitral serta ronkhi paru. Menurut New York Heart Assosiation dibagi
menjadi:

Kriteria NYHA (New York Heart Assosiation)

1. Grade 1: penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala


2. Grade 2: sesak nafas saat aktivitas berat
3. Grade 3: sesak nafas saat aktivitas sehari-hari
4. Grade 4: sesak nafas saat sedang istirahat.

Terdapat juga criteria yang dipanggil sebagai Kriteria Framingham yang dipakai untuk
diagnose gagal jantung kongestif. Diagnosis ini ditegakkan apabila minimal ada 1 kriteria
major dan 2 kriteria minor.1

Tabel 1. Kriteria Framingham1,4

Kriteria Major Kriteria Minor

 Paroksismal nokturnal dispnea  Edema ekstrimitas


 Distensi vena leher  Batuk malam hari
 Ronki paru  Dispnea d’ effort
 Kardiomegali  Hepatomegali
 Edema paru akut  Efusi pleura
 Gallop S3  Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
 Peninggian JVP normal
 Refluks hepatojugular  Takikardia (>120/menit)

Diagnosis banding

Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut (GJA) adalah serangan cepat/rapid/onset atau adanya perubahan
pada gejala-gejala atau tanda-tanda dari gagal jantung yang berakibat diperlukannya tindakan
atau terapi secara urgent. GJA dapat berupa serangan pertama gagal jantung atau perburukan
dari gagal jantung kronik sebelumnya. Pasien dapat memperlihatkan kedaruratan medik
seperti edema paru akut.1,4 Penyakit kardiovaskular dan non kardiovaskular dapat
mencetuskan GJA. Contoh yang paling sering antara lain adalah:
I. Peninggian afterload pada penderita hipertensi sistemik atau pada penderita hipertensi
pulmonal. Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriol. Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka
curah jantung berkurang.
II. Peninggian preload karena volume overload atau retensi air. Preload adalah jumlah
darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.
III. Gagal sirkulasi seperti pada keadaan high output states antara lain pada
infeksi,anemia atau thyrotoxicosis.

Misalnya, ada robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau
infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba akan menyebabkan
penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
GJA adalah ketidakpatuhan makan ubat gagal jantung, atau nasehat-nasehat medis,
pemakaian obat seperti NSAID. Symptom gagal jantung bisa juga dicetuskan oleh faktor-
faktor non kardiovaskular seperti penyakit paru obstruktif atau adanya penyakit organ lanjut
terutama disfungsi renal. Gambaran klinis khas dari GJA adalah kongesti paru walaupun pada
beberapa pasien yang banyak memberikan gambaran kardiak output dan hipoperfusi jaringan
lebih mendominasi penampilan klinis.4

Disamping itu ada juga beberapa klasifikasi GJA yang biasa dipakai antara lain:

A. Klasifikasi Killip, berdasarkan tanda-tanda klinis sesudah infark jantung akut.


B. Klasifikasi Forester yang juga berdasarkan tanda-tanda klinis dan karakteristik
hemodinamik pada infark akut.

Chronic Kidney Disesase

Gagal ginjal kronis (bahasa Inggris: chronic kidney disease, CKD) adalah proses
kerusakan pada ginjal dengan rentang waktu lebih dari 3 bulan. CKD dapat menimbulkan
simtoma berupa laju filtrasi glomerular di bawah 60 mL/men/1.73 m2, atau di atas nilai
tersebut namun disertai dengan kelainan sedimen urin. Adanya batu ginjal juga dapat menjadi
indikasi CKD pada penderita kelainan bawaan seperti hiperoksaluria dan sistinuria.
Gejala-gejala dari fungsi ginjal memburuk yang tidak spesifik, dan mungkin termasuk
perasaan kurang sehat dan mengalami nafsu makan berkurang. Seringkali, penyakit ginjal
kronis didiagnosis sebagai hasil dari skrining dari orang yang dikenal berada di risiko
masalah ginjal, seperti yang dengan tekanan darah tinggi atau diabetes dan mereka yang
memiliki hubungan darah dengan penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis juga dapat
diidentifikasi ketika itu mengarah ke salah satu komplikasi yang diakui, seperti penyakit
kardiovaskuler, anemia atau perikarditis.

Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis dengan penyebab yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan kemudian berakhir
pada gagal ginjal tahap akhir. Penyakit ginjal tahap akhir adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal kronik ireversibel yang sudah mencapai tahapan
dimana penderita memerlukan terapi pengganti ginjal, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.2,4

Artherosklerosis

Atherosklerosis adalah pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah arteri


akibat plaque dimulai dari lapisan intima bagian pembuluh darah paling dalam yang
kemudian meluas juga ke lapisan media dari pembuluh darah yang terjadi karena proses
pengendapan lemak, komplek karbohidrat dan produk darah, jaringan ikat dan kalsium.

Bila plaque yang terbentuk dalam pembuluh darah cukup besar, ditambah faktor-
faktor resiko athelosklerosis masih terus berlanjut seperti kadar kolesterol tinggi, penyakit
kencing manis yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi, merokok, kegemukan, kurang olah
raga, stress, maka akan mudah terjadi penyumbatan karena terlepasnya plague yang berakibat
fatal buat penderita.

Penderita penyakit keturunan homosistinuria memiliki ateroma yang meluas, terutama


pada usia muda. kadar kolesterol yang sangat tinggi menyebabkan terbentuknya ateroma
yang lebih banyak di dalam arteri koroner dibandingkan arteri lainnya.4
Gambar 3: Perbedaan arteri normal dan artherosklerosis4

Penyakit paru ostruksi kronis (PPOK)

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai oleh
keterbatasan jalan napas progresif yang disebabkan oleh reaksi peradangan abnormal.
Tercakup di dalamnya penyakit seperti bronchitis kronis dan emfisema, dan paling sering
terjadi karena merokok. Gejala yang dominan pada PPOK adalah sesak napas yang seringkali
dimulai saat beraktifitas. Seringkali terdapat batuk, yang mungkin produktif menghasilkan
sputum dan mengi. Gejala umum bersifat progresif dengan sesak napas yang semakin berat
dan berkurangnya toleransi olahraga. Terdapat eksaserbasi, seringkali berhubungan dengan
infeksi, di mana terdapat sesak napas yang semakin berat, batuk, mengi, dan produksi
sputum.1,5

Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami
perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala
harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa
digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi, bronkospasme, polusi
udara atau obat golongan sedative. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai
dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang semakin bertambah, batuk produktif
dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang
tidak khas seperti malaise, fatigue dan gangguan susah tidur.

Etiologi

Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium,
pembuluh darah besar, arithmia, kelainan katup dan gangguan irama. Di Eropah dan Amerika
disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit arteri koroner biasanya akibat infark
miokard, yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul
hipertensi dan diabetes. Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data
rumah sakit di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul
penyakit arteri koroner dan katup.1,5

Selain itu, terdapat juga faktor predisposisi lain yang dapat memicu terjadinya gagal
jantung, iaitu:

 Kelebihan Natrium dalam makanan


 Kelebihan intake cairan
 Tidak patuh minum obat
 Latrogenic volume overload
 Aritmia: flutter, aritmia ventrikel
 Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan


sirkulasi yang mendadak dapat berupa aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan
emboli paru-paru. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal (preload) meliputi
regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir (afterload) meningkat pada
keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik atau pulmonal. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.

Setiap penyakit yang mempengaruhi jantung dan sirkulasi darah dapat menyebabkan
gagal jantung. Beberapa penyakit dapat mengenai otot jantung dan mempengaruhi
kemampuannya untuk berkontraksi dan memompa darah. Penyebab paling sering adalah
penyakit arteri koroner, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot jantung dan
bisa menyebabkan suatu serangan.
Epidemiologi1

Kejadian gagal jantung kronis di Eropah berkisar kira-kira 0,4%-2% dan meningkat
pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Setengah dari pasien gagal
jantung meninggal dalam masa 4 tahun setelah diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal
jantung berat, lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.6

Patofisiologi

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam
alveoli dan terjadlah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon
terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan
terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri,
juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan
edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi
oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder
akibat dilatasi ruang.4,6

Gagal jantung kronik terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Fungsi sistolik jantung atau kemampuan
jantung untuk memompa darah ditentukan oleh empat determinan utama iaitu, kontraktilitas
miokardium, preload ventrikel (volume akhir diastolic dan resultan panjang serabut ventrikel
sebelum berkontraksi), afterload ke arah ventrikel, dan frekuensi denyut jantung. Terdapat 4
perubahan yang berpengaruh langsung pada kapasitas curah jantung dalam menghadapi
beban:
1. Menurunnya respons terhadap stimulasi beta adrenergic akibat bertambahnya usia.
Etiologi belum diketahui pasti. Akibatnya adalah denyut jantung menurun dan
kontrakstilitas terbatas saat menghadapi beban.
2. Dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku pada usia lanjut karena bertambahnya
jaringan ikat kolagen pada tunika media dan adventisia arteri sedang dan besar.
Akibatnya tahanan pembuluh darah (impedance) meningkat, yaitu afterload
meningkat karena itu sering terjadi hipertensi sistolik terisolasi.
3. Selain itu terjadi kekakuan pada jantung sehingga compliance jantung berkurang.
Beberapa faktor penyebabnya: jaringan ikat interstitial meningkat, hipertrofi miosit
kompensatoris karena banyak sel yang apoptosis mati) dan relaksasi miosit terlambat
karena gangguan pembebasan ion non-kalisum.
4. Metabolisme energi di mitokondria berubah pada usia lanjut.

Gangguan fungsi pompa ventrikel

Curah jantung kanan menurun dan


tekanan akhir systole ventrikel meningkat

Bendungan pada vena-vena sistemik,


tekanan vena kava meningkat

Hambatan arus balik vena

Bendungan Sistemik

Patofisiologi gagal jantung kanan.

Gagal jantung kogestif (Cogestive Health Failure / CHF) adalah gabungan gagal
jantung kanan dan kiri.6
Bendungan Sistemik

Aliran darah ke atrium dan ventrikel kiri


menurun atau terjadi gangguan fungsi pompa

Curah jantung kiri menurun dan tekanan


akhir diastole ventrikel kiri meningkat

Bendungan vena pulmonalis

Edema paru => Gangguan system pernapasan

Patofisiologi gagal jantung kiri.

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat;
meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem
rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curah jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai
untuk mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal
jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya
curah jntung biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung
maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.6
Pada awal gagal jantung, akibat curah jantung yang rendah, di dalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan
arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti
penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi
neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung
melalui hukum Frank Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian
afterload, peninggian preload dan hipertrofi atau dilatasi jantung akan lebih menambah beban
jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.6,7

Manifestasi Klinis

Penderita gagal jantung tidak terkompensasi akan merasakan lelah dan lemah jika
melakukan aktivitas fisik karena otot-ototnya tidak mendapatkan jumlah darah yang cukup.
Pembengkakan juga menyebabkan berbagai gejala. Selain dipengaruhi oleh gaya gravitasi,
lokasi dan efek pembengkakan juga dipengaruhi oleh sisi jantung yang mengalami gangguan.

Gagal jantung kanan cenderung menyebabkan pengumpulan darah yang mengalir di


bagian kanan jantung. Hal ini mengakibatkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki,
tungkai, hati dan perut (kongestif jaringan perifer dan visceral). Biasanya sering terjadi
edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat
badan. Didapatkan juga hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
yang terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Seterusnya, terdapat juga mual, anorexia yang
terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen, nokturia dan ascites.

Gagal jantung kiri pula menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema
pulmoner) yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya
terjadi pada saat melakukan aktivitas: tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak
nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas.4,7

Antara manifestasi klinisnya adalah dispnu yang terjadi akibat penimbunan cairan
dalam alveoli dan menganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien
mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan Paroksismal Nokturnal Dispnea
(PND). Kadang-kadang sesak nafas terjadi pada malam hari ketika penderita sedang
berbaring, karena cairan bergerak ke dalam paru-paru. Penderita sering terbangun dan
bangkit untuk menarik nafas atau mengeluarkan bunyi mengi. Duduk menyebabkan cairan
mengalir dari paru-paru sehingga penderita lebih mudah lemas. Untuk menghindari hal
tersebut, sebaiknya penderita gagal jantung tidur dengan posisi setengah duduk.
Pengumpulan cairan dalam paru-paru yang berat (edema pulmoner akut) merupakan suatu
keadaan darurat yang memerlukan pertolongan segera dan bisa berakibat fatal.

Gejala yang lain adalah batuk, Cheynes stoke, mudah lelah dan kongestif vena
pulmonalis. Hal ini dikarenakan curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal oksigen dan menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan gejala paru berupa
dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea. Gejala sistemik berupa lemah, cepat
lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer. Gejala susunan
saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.

Tatalaksana

Non Medika Mentosa

Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya bila
timbul keluhan, dan dasar pengobatan haruslah diberi kepada orang awam. Istirahat,
olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi, aktivitas seksual serta rehabilitasi. Edukasi pola diet,
kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol.

Selain itu, hendaklah sentiasa monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat
badan yang tiba-tiba, mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas dan hentikan
merokok. Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas, dan humiditas
memerlukan perhatian khusus. Dapatkan konseling mengenai obat, baik efek samping dan
menghindari obat-obat tertentu seperti obat anti inflamasi non steroid (NSAID), anti-aritmia
kelas 1, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid.7

Medika Mentosa

Penggunaan obatan sangat penting untuk membantu pasien yang menghidapi gagal
jantung. Pembatasan asupan garam dilakukan untuk mengurangi penimbunan cairan. Jika
pembatasan ini tidak berjaya, maka pasien akan diberikan obat diuretik untuk menambah
pembentukan air kemih dan membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal.
Mengurangi cairan akan menurunkan jumlah darah yang masuk ke jantung sehingga
mengurangi beban kerja jantung. Untuk pemakaian jangka panjang, diuretik diberikan dalam
bentuk sediaan per-oral (telan) sedangkan dalam keadaan darurat akan sangat efektif jika
diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Penggunaan harus hati-hati karena
dapat terjadi hiponatremia dan hipokalemia. Pemberian diuretik sering disertai dengan
pemberian kalium, karena diuretik tertentu menyebabkan hilangnya kalium dari tubuh atau
bisa digunakan diuretik hemat kalium.

Seterusnya, digosin atau digitalis digunakan untuk meningkatkan kekuatan setiap


denyut jantung dan memperlambat denyut jantung yang terlalu cepat. Efek yang dihasilkan
adalah peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan
peningkatan diuresi serta mengurangi edema. Ketidakteraturan irama jantung (aritmia,
dimana denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur), bisa diatasi dengan
obat atau dengan alat pacu jantung buatan.

Selain itu, sering digunakan obat yang melebarkan pembuluh darah (vasodilator),
yang bisa melebarkan arteri, vena atau keduanya. Pelebaran arteri akan melebarkan arteri dan
menurunkan tekanan darah, yang selanjutnya akan mengurangi beban kerja jantung.
Pelebaran vena akan melebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih untuk darah yang
telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan jantung. Hal ini mengurangi
penyumbatan dan mengurangi beban jantung.7

Vasodilator yang paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (angiotensin


converting enzyme inhibitor). Obat ini tidak hanya meringankan gejala tetapi juga
memperpanjangkan harapan hidup penderita. ACE-inhibitor melebarkan arteri dan vena
sedangkan obat yang terdahulu melebarkan vena saja atau arteri saja (misalnya nitrogliserin
hanya melebarkan vena, hydralazine hanya melebarkan arteri). Dibawah ini merupakan
golongan-golongan obat yang digunakan pada pasien gagal jantung kronis.1,5

 Angiotensin-converting enzyme inhibitor/penyekat enzim konversi angiotensin.


 Diuretic
 Penyekat beta
 Antagonis reseptor aldosteron
 Antagonis reseptor angiotensin 2
 Glikosida jantung
 Vasodilatasi jantung
 Obat inotropik positif, dobutamin,milrinon,enoksimon
 Antikoagulan
 Antiaritmia
 Oksigen

Pencangkokan jantung dianjurkan pada penderita yang tidak memberikan respon


terhadap pemberian obat. Kardiomioplasti pula merupakan pembedahan sejumlah besar otot
yang diambil dari punggung penderita dan dibungkuskan di sekeliling jantung, kemudian
dirangsang dengan alat pacu jantung buatan supaya berkontraksi secara teratur.8

Transplantasi jantung dilakukan pada pasien yang bila tanpa operasi akan meninggal
dalam waktu beberapa minggu. Umumnya dilakukan pada pasien lansia yang kurang dari 65
tahun, yang tidak memiliki masalah kesehatan yang serius lainnya. Lebih dari 75% pasien
transplnatasi jantung hidup lebih lama dari 2 tahun sesudah operasinya. Sebagian bahkan
dapat hidup sampai lebih dari 12 tahun. Walaupun begitu, operasi ini merupakan suatu
operasi besar yang sangat sulit dan banyak pensyaratannya, mengingat:

 Perlunya organ donor yang sesuai.


 Prosedur operasinya sendiri yang sangat rumit dan traumatic
 Perlu adanya pusat spesialis.
 Perlunya obat-obatan imunosupressan setelah operasi untuk mengurangi risiko
penolakan organ oleh tubuh.
 Beberapa kasus timbul antibodi yang menyerang bagian dalam dari artri koronaria
dalam waktu kira-kira setahun setelah operasi. Ianya berakhir dengan fatal.

Komplikasi

Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung adalah syok kardiogenik. Syok
kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan
fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh
infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri
dan nekrosis focal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
supply oksigen miokardium.
Edema paru pula terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam
tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas negatif
menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah gagal jantung sisi
kiri (misalnya penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan kapiler paru dan
membanjiri ruang interstitial dan alveoli. Selain itu, kerusakan pada membran kapiler paru
yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang
berbahaya seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan
kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat keluar dari kapiler.7,8

Pencegahan

Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok
dengan risiko tinggi. Antara tindakan pencegahan adalah:

 Obati penyakit potential dari kerusakan miokard, faktor risiko jantung koroner.
 Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan.
 Pengobatan hipertensi yang agresif.
 Koreksi kelainan congenital serta penyakit jantung katup.
 Memerlukan pembahasan khusus.
 Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari,
selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung.

Faktor Risiko

Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun gagal jantung dapat
dialami orang dari berbagai golongan umur tetapi semakin tua seseorang maka akan semakin
besar kemungkinan menderita gagal jantung karena kekuatan pembuluh darah tidak seelastis
saat muda dan juga timbulnya penyakit jantung yang lain pada usia lanjut yang merupakan
faktor resiko gagal jantung.

Jenis kelamin juga mempengaruhi dimana pada umumnya laki-laki lebih beresiko
terkena gagal jantung daripada perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai
hormon estrogen yang berpengaruh terhadap bagaimana tubuh menghadapi lemak dan
kolesterol. Menurut menurut panelitian Whelton dkk di Amerika (2001) laki-laki mamiliki
resiko relatif sebesar 1,24 kali (P=0,001) dibandingkan dengan perempuan untuk terjadinya
gagal jantung.

Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai penyebab gagal
jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan
merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal
jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL
juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.

Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah yang tinggi
terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung akan semakin kesulitan
memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang lama, risiko berkembangnya penyakit
jantung meningkat. Penurunan berat badan, pembatasan konsumsi garam, dan pengurangan
alkohol dapat membantu memperoleh tekanan darah yang menyehatkan.35 Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia
baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi
ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.1,4

Prognosis

Menentukan prognosis pada gagal jantung sangatlah kompleks, banyak variabel


seperti yang harus diperhitungkan seperti etiologi, usia, ko-morbiditas, variasi progresi gagal
jantung tiap individu yang berbeda, dan hasil akhir kematian (apakah mendadak atau
progresif akibat gagal jantung). Dampak pengobatan spesifik gagal jantung terhadap tiap
individu pun sulit untuk diperkirakan.8
Kesimpulan

Secara keseluruhannya, dengan adanya pengetahuan mengenai penyakit jantung


kronis ini kita akan dapat mendignosis penyakit jantung dengan lebih mudah. Dengan hanya
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kita sudah bisa mengatakan bahawa pasien itu
menghidap penyakit gagal jantung karena telah ada patukan kriteria yang dibuat oleh
persatuan jantung didunia ini. kriteria- criteria ini bisa digunakan untuk memudahkan kita
menolak sebarang diagnosis banding yang lain dan menjimatkan masa untuk mendiagnosis
pasien. Penyakit jantung kronis ini bisa dicegah sejak dari awal lagi jika pemakanan yang
diambil adalah benar dan tidak melakukan aktivitas yang boleh membahayakan kondisi
jantung.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dtt. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Interna publishing, 2009.h.1586-1601
2. Barret KE. Barman SM. Boitano S. Brooks HL. Ganong’s review of medical

physiology. 23rd ed. Singapore: Mc Graw Hill; 2010.p.489-505.

3. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2003.


4. Sosin MD. Bhatia G. Lip GY. Davies MK. Heart failure. United Kingdom: Manson
publishing, 2006.
5. Reilly JJ, Silverman EK, Shapiro SD. Chronic obstructive pulmonary disease in:.
Harrison’s principles of internal medicine. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson,etc
18th ed. United states: Mc-graw hill
6. Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi: buku saku. Jakarta: EGC, 2009.
7. Mcphee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. 46th ed. United
states: Mc graw hill, 2007.
8. Robbins, Stanley L. Buku saku dasar patologi penyakit. Jakarta: EGC. 1996.

You might also like