You are on page 1of 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan
kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit .
Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal
dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain
melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara.
Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari
daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-
molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan
rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta
suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan
menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris
terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium,
sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi.
Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang
bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan
potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001).
Proses mendengar pada anak atau orang dewasa normal merupakan
proses yang alami, timbul tanpa usaha tertentu dari individu dan sepertinya
terjadi secara otomatis dan tanpa kita sadari, padahal untuk dapat
mendengar bunyi atau suara percakapan harus melalui suatu tahapan atau
proses.
Proses mendengar sebenarnya sudah terjadi segera setelah bayi
dilahirkan normal ke dunia, bahkan organ pendengaran sudah berfungsi
seperti layaknya orang dewasa tatkala janin berusia 20 minggu kehamilan.
Janin sudah dapat memberikan reaksi ketika diberikan stimulus berupa nada
murni berfrekwensi tinggi melalui microphone yang ditempatkan pada perut

1
ibu seperti yang dilaporkan pertama kali oleh seorang peneliti yang bernama
Johansson et al pada tahun 1964.
Kemudian dalam perjalanan hidupnya sejak dilahirkan, bayi akan
mendapat input suara-suara yang ada dilingkungan sekitarnya sehari-hari
secara terus menerus. Dalam keadaan pendengaran normal, rangsangan
suara tadi akan direkam dan dipersepsikan dipusat sensorik diotak sehingga
anak dapat mengenal suara yang pernah didengarnya.
Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang
sangat penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama
komunikasi pada manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran.
Dari uraian diatas sangatlah jelas hubungan antara kemampuan anak
untuk mendengar dan kemampuan untuk berbicara. Apabila terjadi
gangguan pendengaran sejak dini maka akan terjadi pula gangguan
perkembangan bicara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat
dijabarkan antara lain :
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Otitis Media Akut?
1.2.2 Bagaimanakah anatomi dan fisiologi telinga bagian tengah?
1.2.3 Bagaimanakah etiologi dari Otitis Media Akut?
1.2.4 Bagaimanakah patofisiologi dari Otitis Media Akut?
1.2.5 Bagaimanakah WOC dari Otitis Media Akut?
1.2.6 Bagaimanakah manifestasi klinis dari Otitis Media Akut?
1.2.7 Bagaimanakah penatalaksanaan dari Otitis Media Akut?
1.2.8 Bagaimanakah pemeriksaan penunjang dari Otitis Media Akut?
1.2.9 Bagaimanakah asuhan keperawatan dari Otitis Media Akut serta
aplikasi Nanda, NOC, NIC nya?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Menjelaskan definisi dari Otitis Media Akut
1.3.2 Menjelaskan anatomi dan fisiologi telinga bagian tengah
1.3.3 Menjelaskan etiologi dari Otitis Media Akut
1.3.4 Menjelaskan patofisiologi dari Otitis Media Akut
1.3.5 Menguraikan WOC dari Otitis Media Akut
1.3.6 Menyebutkan manifestasi klinis dari Otitis Media Akut
1.3.7 Menjelaskan penatalaksanaan dari Otitis Media Akut
1.3.8 Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari Otitis Media Akut

2
1.3.9 Menjabarkan asuhan keperawatan dari Otitis Media Akut serta
aplikasi Nanda, NOC, NIC nya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Otitis Media Akut (OMA)


Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh dari
selaput permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-
sel mastoid. Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering
dijumpai pada anak–anak di bawah usia 15 tahun. Otitis media berdasarkan
gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif,
yang masing-masing memiliki bentuk yang cepat dan lambat.

3
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Yang paling sering terlihat ialah :
1) Otitis media viral akut
2) Otitis media bakterial akut
3) Otitis media nekrotik akut
Otitis Media Akut adalah peradangan pada telinga tengah yang
bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki
penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan
jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah
teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga
tengah oleh ezim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba
eustachii. Otitis media akut ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem
pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan
faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin seringnya
terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media
akut juga semakin sering.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Telinga Tengah


Anatomi

4
Aurikula

Kanalis
Auditorius
Eksterna

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di


sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah
terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis
aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga. Membran ini
panjangnya sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu
mutiara dan translulen. Telinga tengah merupakan rongga berisi udara
merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan
tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara
di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus,
inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan
ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela
oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah
dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di
mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke
getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan
dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk
cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami

5
robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke
telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35
mm, menghubungkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii
tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika
melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.

Fisiologi
Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan
tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer. Selain itu guna
saluran ini adalah :
a. Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan
menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar.
b. Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga
tengah ke bagian belakang hidung.
c. Sebagai sawar kuman yang mungkin akan masuk ke dalam telinga
tengah

2.3 Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri-bakteri saluran pernafasan bagian atas
dan bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus
aureus, pneumococcus, haemophylus influenza, escherecia coli,
streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.
Beberapa perubahan yang terjadi dalam proses terjadinya Otitis
media akut
1) Stadium penyumbatan tuba eustachius, tanda yang khas pada stadium
ini adalah penarikan membran timpani pada telinga ke arah dalam
akibat tekanan negatif yang ditimbulkan oleh sumbatan

6
2) Stadium Hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timbani atau seluruh membran timpani.
3) Stadium Supurasi, bengkak yang hebat pada selaput permukaan telinga
tengah dan hancurnya sel-sel di dalam telinga tengah menyebabkan
cairan yang kental tertimbun di telinga tengah
4) Stadium Perforasi, pecahnya membrane timpani, dan keluar cairan
putih
5) Stadium Resolusi, perlahan-lahan membrane timpani akan menyembuh
jika robekan tidak terlalu lebar, tetapi jika robekan lebar, stadium
perforasi dapat menetap dan berubah menjadi Otitis Media Supuratif
Kronik.

2.4 Patofisiologi
Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai
telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan
infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal
komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba
eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh
hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya
cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah
menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari
nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri
akan menentukan progresivitas penyakit.

2.5 WOC
Terlampir

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia
pasien, pada usia anak–anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga

7
dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas
sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat
gangguan pendengaran dan telinga terasa penih. Pada bayi gejala khas Otitis
Media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare,
kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Otitis Media Akut sangat bergantung pada
stadiumnya, pada stadium oklusi pengobatan bertujuan untuk melebarkan
kembali saluran eustachius, dengan pemberian obat tetes hidung berupa
dekongestan, selain itu sumber infeksi harus segera diobati. Pada stadium
hiperemis dapat diberikan antibiotik, anti peradangan, dan anti nyeri.
Pemilihan antibiotik lebih ditargetkan pada kuman-kuman yang sering
menjadi penyebab. Pada stadium supurasi disamping pemberian antibiotik
dapat dilakukan miringotomi yakni tindakan perobekan pada sebagian kecil
membran timpani sehingga cairan yang kental dapat keluar sedikit-sedikit
dan tidak menimbulkan lubang yang besar, sehingga membrane timpani
tidak dapat menyembuh. Pada stadium perforasi dapat diberikan obat cuci
telinga, dan antibiotik yang adekuat.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh,
bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui
organisme penyebab.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Data yang muncul saat pengkajian:
a. Sakit telinga/nyeri
b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua
telinga
c. Tinitus
d. Perasaan penuh pada telinga
e. Suara bergema dari suara sendiri
f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan

9
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i. Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
j. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
k. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
l. Reflek kejut
m. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
n. Tipe warna 2 jumlah cairan
o. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
p. Alergi
q. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
r. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga
sebelumnya, alergi

1. Pengkajian Kemampuan Mendengar


a. Pemeriksaan Telinga
Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung
sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan
otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop
pneumatic.
1) Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana
tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi
adanya:
 deformitas, lesi,
 cairan begitu pula ukuran,
 simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila
manuver ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna
akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat
menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus aurikula
posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral

10
subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang
aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis sebore dan
dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana
timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.
 Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus
dipegang dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke
atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini akan membuat
lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan
pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani.
 Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis
telinga, dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk
melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar
yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang
dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak
ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan
ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-
benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri.

GAMBAR 1. Teknik untuk menggunakan otoskop.

11
 Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam
kanalis auditorius eksternus dicatat.
 Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar
kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut
cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
 Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat
lebih jauh pada Hpatan malleus dan daerah perifer. dan warna
membran begitu juga tanda yang tak biasa at! deviasi kerucut
cahaya dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di
telinga tengah harus dicatat.
 Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana
timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi
serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di kanalis
eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu
pemeriksaan otoskop.
 Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau
pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan
pasien diinstruksikan kembali lagi.
2) Ketajaman Auditorius.

12
 Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara
efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan
bisikan kata atau detakan jam tangan.
 Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya
telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga
diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
 Pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak
tangan. Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup
dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal
dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang
digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan
sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa
mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang
jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena
jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi
daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak
dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman
auditorius.
3) Penggunaan uji Weber dan Rinne
Memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif
dengan kehi-langan sensorineural
 Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya
lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada
gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan
pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien.
Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di
telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran
normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga
atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila
ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis
media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini

13
disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara,
sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi
kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke
telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna
untuk kasus kehilangan pendengaran unilateral.
 Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang
aurikula pada tulang mastoid (kon¬duksi tulang) sampai pasien
tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala
dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius
eksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat
terus mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa konduksi
udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada
kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan
melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang
temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi
mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang
biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural
memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih
baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor,
yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan
lemah.
b. Prosedur Diagnostik Auditorius dan Vestibuler
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiome¬ter adalah
satu-satunya instrumen diagnostik yang paling penting.
Uji audiometri ada dua macam:
1) audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada
murni atau musik (semakin keras nada sebelum pasien bisa
mendengar berarti semakin besar kehilangan pende¬ngarannya),
dan
2) audiometri wicara, di mana kata yang diucapkan digunakan untuk
menentukan kemampuan mendengar dan membedakan suara.

14
Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone
dan sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai
secara langsung pada meatus kanalis auditorius eksiernus, kita
mengukur konduksi udara. Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid,
melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji konduksi
saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan
yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang
dinamakan audiogram.

Frekwensi
Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh
sumber bunyi per detik siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia
normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwensi dari: 20
sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk
memahami percakapan sehari-hari (yang dikenal sebagai kisaran
wicara. Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekwensi; nada
dengan frekwensi 100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada
10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi. Unit untuk mengukur
kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang
ditimbulkan oleh rsuara. Kehilangan pendengaran diukur dalam decibel,
yang merupakan fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan
mudah dikonversikan ke persentase.

15
Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB. Beberapa contoh
internsitas suara yang biasa termasuk gesekan kertas dalam lingkungan
yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan rendah, 40 dB; dan
kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB. Suara yang lebih
keras i 80 dB didengar telinga manusia sangat keras. Suara yang
terdengar tidak nyaman dapat merusak telinga dalam.
Timpanogram atau audiometri impedans, mengrefleks otot
telinga tengah terhadap stimulus suara, kelenturan membrana timpani,
dengan mengubah teh udara dalam kanalis telinga yang tertutup (Gbr.
Kelenturan akan berkurang pada penyakit telinga tertutup)
Respons batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem
response) adalah potensial elektris yang dapat terteksi dari narvus
kranialis VIII (narvus akustikus) alur auditori asendens batang otak
sebagai respons stimulasi suara. Merupakan metoda objektif untuk
mengukur pendengaran karena partisipasi aktif pasien sama sekali dak
diperlukan seperti pada audiogram perilaku. Elektroda ditempatkan
pada dahi pasien dan stimuli akustik, biasanya dalam bentuk detak,
diperdengarkan ke telinga. pengukuran elektrofisiologis yang dihasilkan
dapat di tentukan tingkat desibel berapa yang dapat didengarkan pasien
dan apakah ada kelainan sepanjang alur syaraf, seperti tumor pada
nervus kranialis VIII.
Elektrokokleografi (ECoG) adalah perekaman potensial
elektrofisologis koklea dan nervus kranialis VIII bagai respons stimuli
akustik. Rasio yang dihasilkan digunakan untuk membantu dalam
mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam seperti
penyakit Mniere dan fistula perilimfe. Prosedur ini dilakukan dengan
menempatkan elektroda sedekat mungkin dengan koklea, baik di
kanalis auditorius eksternus tepat di dekat membrana timpani atau
melalui elektroda transtimpanik yang diletakkan melalui mambrana
timpani dekat mem-bran jendela bulat. Untuk persiapan pengujian,
pasien diminta unluk tidak memakai diuretika selama 48 jam sebelum

16
uji dilakukan sehingga keseimbangan cairan di dalam telinga tidak
berubah.
Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang
mencatat perubahan potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan
mata selama nistagmus yang ditimbulkan secara spontan, posisional
atau kaloris. Digu¬nakan untuk mengkaji sistem okulomotor dan
vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya. Misalnya, pada
bagian kalori uji ini, udara atau air panas dan dingin (uji kalori
bitermal) dimasukkan ke kanalis auditorius eksternus, dan kemudian
gerakan mata diukur. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga
kanalis semisirkularis lateralis paralel dengan medan gravitasi dan
duduk sementara elektroda dipasang pada dahi dan dekat mata. Pasien
diminta tidak meminum supresan vestibuler seperti sedativa, penenang,
antihistarnin, atau alkohol, begitu pula stimulan vestibuler seperti
kafein, selama 24 jam sebelum pengujian. ENG dapat membantu
diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan tumor kanalis auditorius
internus atau fosa posterior.
Posturografi platform adalah uji untuk menyelidiki kemampuan
mengontrol postural. Diuji integrasi antara bagian visual, vestibuler dan
proprioseptif (integrasi sensoris) dengan keluaran respons motoris dan
koordinasi anggota bawah. Pasien berdiri pada panggung (platform),
dikelilingi layar, dan berbagai kondisi ditampilkan, seper¬ti panggung
bergerak dengan layar bergerak.
Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di
mana pasien mampu tepat membedakan dengan benar stimuli wicara
sederhana. Pembedaan wicara menentukan kemampuan pasien untuk
membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam tingkat
desibel dimana suara masih terdengar.
pasien terhadap enam kondisi yang berbeda diukur dan menunjukkan
sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini sama dengan pada ENG.
Percepatan harmon sinusoidal (SHA, sinusoidal harmonic
acceleration), atau kursi berputar, mengkaji sisiem vestibulookuler

17
dengan menganalisis gerakan mata kopensatoris sebagai respons
putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam. Meskipun uji
SHA tak dapat mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral,
namun sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya penyakit dan
mengontrol proses penyembuhanya, persiapan pasien sama dengan
yang diperlukan pada EN

c. Berkomunikasi pada Kerusakan Pendengaran


Saran berikut dapat membuat komunikasi lebih bafik dengan
penderita gangguan pendengaran yang wicaranya sulit dipahami.
1) Pusatkan seluruh perhatian pada apa yang sedang ia katakannya.
Perhatikan dan dengarkanjangan IM-coba melakukan pekerjaan
lain sementara menJe ngarkannya.
2) Libatkan pembicara dalam percakapan bila memungkinkan untuk
mengantisipasi jawaban. Hal ini mungkinkan anda menjadi terbiasa
dengan pola wicaranya yang khusus.
3) Cobalah mencari konteks intinya tentang apa yang sedang
dikatakannya; anda kemudian mungkin dapat mengisi detil dari
konteks tersebut.
4) Jangan mencoba berpura-pura mengerti bila anda memang tidak
mengerti.
5) Bila anda tak mampu memahami atau mengalami keraguan berat
mengenai kemampuan memahami apa yang dikatakannya, lebih
baik memintanya menulis-kan pesan yang ingin disampaikannya
daripada meng-ambil risiko salah pengertian. Meminta orang
tersebut mengulang pesan dalam bentuk wicara, setelah anda
mengetahui isinya, juga dapat membantu anda mem-biasakan diri
dengan pola wicaranya.

Anjuran agar komunikasi lebih baik dengan penderita gangguan


pendengaran yang dapat membaca gerak bibir adalah sebagai berikut:

18
1) Ketika berbicara, anda harus menatap orang tersebut selangsung
mungkin.
2) Yakinkan bahwa wajah anda tampak sejelas mungkin; posisikan
diri anda sedemikian rupa sehingga wajah anda mendapat
pencahayaan yang memadai hindari terhalang oleh bayangan
cahaya yang terlalu terang; jangan menutupi penglihatan orang
tersebut terhadap mulut anda dengan cara apapun; hindari
berbicara sambil mengunyah sesuatu dalam mulut anda.
3) Yakinkan bahwa pasien mengetahui topik atau subjek ekspresi
verbal anda sebelum meneruskan dengan apa yang anda
rencanakan untuk diucapkan ini memung-kinkan orang tersebut
menggunakan petunjuk konteks-tual dalam membaca gerak bibir.
4) Berbicara secara perlahan dan jelas, dengan jeda yang lebih sering
dibanding bila anda berbicara normal.
5) Bila anda ragu apakah beberapa petunjuk atau instruk-si telah
dipahami, lakukan pengecekan untuk meya-kinkan bahwa pasien
telah memahami secara penuh pesan anda.
6) Bila mulut anda terpaksa ditutup dengan alasarTapapun (misalnya
memakai masker) dan anda wajib memberi arahan atau instruksi
kepada pasipn, maka tak ada jalan lain kecuali anda harus menulis
pesan yang ingin anda sampaikan.

3.2 Pengkajian 11 Fungsional Gordon


Data Klinis
1. Data biografi
Berupa nama pasien, usia, TB,BB, tanggal masuk, TD, RR, Nadi dan
suhu

2. Keluhan utama

19
a. Tanyakan adakah klien merasa Sakit telinga/nyeri pada telinga,
Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua
telinga,Perasaan penuh pada telinga, Suara bergema dari suara
sendiri
b. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan dan Cairan telinga;
hitam, kemerahan, jernih, kuning
3. Riwayat perjalanan penyakit :
Tanyakan sejak kapan pasien mengalami penurunan pendengaran, sakit
dan nyeri pada telinga
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah klien pernah ada riwayat kelainan nyeri pada telinga
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya.

1. Pola Perserpsi dan Penanganan Penyakit


a. Tanyakan apakah pasien pernah berobat ke dokter sebelumnya
b. Kebiasaan minum – minuman keras atau alkohol, tembakau, alergi
obat-obatan, makanan, dll.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Kaji bagaimana kebiasaan klien dalam memenuhi nutrisi, frekuensi
makan, jumlah, dan makanan tambahan serta nafsu makan klien.
Tanyakan apakah ada mengkonsumsi suplemen atau vitamin.
3. Pola Eliminasi
Tanyakan bagaimana kebiasaan defekasi dan berkemih pasien, dan
tanyakan apakah pasien memakai alat bantu saat memenuhi pola
eliminasinya.
4. Pola Aktivitas/Olahraga
Tanyakan bagaimana kemampuan pasien dalam beraktifitas dan
keluhan apa yang dirasakan saat beraktifitas.

5. Pola Istirahat/Tidur

20
Tanyakan bagaimana kebiasaan tidur pasien ( berapa lama, adakah
kebiasaan sebelum tidur, apakah terasa efektif),dan tanyakan apakah
penyakit klien menyebabkan tidur/istirahat klien tergganggu
6. Pola Kognitif/Persepsi
Tanyakan kemampuan pendengaran pasein dan apakah klien
menggunakan alat bantu untuk pendengarannya.
7. Pola Konsep Diri
Tanyakan apakah hal yang menjadi pikiran, apakah ada kejadian yang
akhirnya mengubah gambaran terhadap diri.
8. Pola Hubungan Peran
Keluarga berperan dalam membantu klien dalam pemenuhan
kebutuhannya dan bagaimana aktivitas sosial antara klien dengan
keluarga.
9. Pola Seksualitas/Reproduksi
Tanyakan apakah pasien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pmenuhan kebutuhan seks.
10. Pola Koping/Penanganan Stres
Tanyakan apakah perubahan pasien dalam beberapa tahun terakhir.
Bagaimana pasien dalam menghadapi masalah dan adakah pasien
menggunakan obat-obat tertentu
11. Pola Nilai/Agama
Bagaimana pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari

3.3 Diagnosa NANDA, Kriteria Hasil NOC, dan Intervensi NIC

21
No NANDA NOC NIC
1 Ggn persepsi a. Kontrol cemas a. Peningkatan komunikasi : deficit
sensori Indikator : pendengaran
Aktivitas:
pendengaran  Pantau intensitas kecemasan
 Janjikan untuk mempermudah
 Mempertahankan
pemeriksaan pendengaran
Batasan konsentrasi
 Laporankan durasi dari sebagaimana mestinya
karakteristik:
 Berubahnya pola  Beritahu pasien bahwa suara akan
episode cemas
terdengar berbeda dengan memakai
prilaku
 Berubahnya b. Kompensasi Tingkah Laku alat bantu
Pendengaran  Jaga kebersihan alat bantu
ketajaman panca
Indicator:  Mendengar dengan penuh perhatian
indra  Pantau gejala kerusakan  Menahan diri dari berteriak pada
 Gagal
pendengaran pasien yang mengalami gangguan
penyesuaian  Posisi tubuh untuk
 Distorsi komunikasi
menguntungkan  Dapatkan perhatian pasien melalui
pancaindera
pendengaran sentuhan
 Pengintegrasian
 Menghilangkan gangguan
pancaindera yang  Memperoleh alat bantu b. Dukungan emosi
terganggu pendengaran Aktivitas:
 Pancaindera  Menggunakan layananan  Berdiskusi dengan pasien tentang
yang terganggu pendukung untuk emosi yang dirasakan
pendegaran yang lemah  Bantu pasien dalam mengenali
 Memperoleh intervensi yang perasaan seperti cemas, marah, atau
berhubungan dengan sedih
pembedahan  Dorong pasien untuk mengunkapka
perasaan cemas, marah, atau sedih
 Perhatikan pengungkapan perasaan
dan keyakinan
 Sediakan identifikasi pasien terhada
pola tanggapan yang umum terhada
ketakutan
 Beri dukungan selama fase
penolakan, marah, tawar menawar,
dan fase penerimaan terhadap duka
cita
 Sediakan bantuan dalam membuat

22
keputusan
 Rujuk ke konselor sebagaimana
mestinya

c. Pencegahan jatuh
Aktivitas:
 Identifikasi kelemahan kognisi dan
fisik pada pasien yang barangkali
meningkatkan potensi untuk jatuh
pada lingkungan tertentu
 Identifikasi karakteristik lingkunga
yang mungkin meningkatkan poten
untuk jatuh (misal ,lantai licin dan
jenjang yang terbuka)
 Sediakan alat bantu (misal, tongkat
dan alat bantu berjalan) untuk gaya
berjalan yang kokoh
 Pelihara alat bantu supaya berfungs
dengan baik
 Ajarkan pasien bagaimana cara jatu
untuk meminimalkan cedera
2 Resiko Cedera Perilaku keamanan: Manajemen keamanan
lingkungan fisik rumah Aktifitas :
Faktor yang
Indikator :  Ciptakan lingkungan yang nyaman
berhubungan :
 Perlengkapan bagi klien
a. Eksternal
pencahayaan  Identifikasi kebutuhan keamanan
 Kimia,
 Penggunaan system alarm klien
misalnya :
pribadi  Pindahkan benda-benda berbahaya
racun, polutan,
 Kelengkapan alat bantuan dari sekitar klien
obat-
pada lokasi yang mudah  Pindahkan benda-benda berisiko da
obatan,alcohol
dicapai lingkungan klien
.
 Penyusunan perabotan  Sediakan tempat tidur yang nyaman
 Nutrisi
untuk mengurangi resiko dan bersih
( vitamin, jenis
 Posisikan tempat tidur agar mudah
makanan )

23
b. Internal Pengetahuan: keamanan terjangkau
 Usia pribadi  Kurangi stimulus lingkungan
perkembangan Indikator :
 Gambaran untuk Pencegahan jatuh
mencegah jatuh Aktifitas :
 Gambaran resiko  Identifikasi deficit fisik yang
keamanan khusus berpotensi untuk jatuh
berdasarkan usia  Identifikasi karakteristik lingkunga
 Gambaran perilaku yang meningkatkan potensi jatuh
individu yang berisiko ( seperti lantai yang licin)
tinggi  Berikan peralatan yang menunjang
 Gambaran resiko untuk mengokohkan jalan
keamanan bekerja  Ajarkan klien bagaimana berpindah
untuk meminimalisir trauma
 Hindari barang-barang berserakan d
lantai
 Ajarkan keluarga tentang faktor
resiko yang berkontribusi pada jatu
dan bagaimana mengurangi resiko
jatuh
 Kaji keluarga dalam
mengidentifikasi bahaya di rumah
dan bagaimana memodifikasikanny

3 Ansietas a. Kontrol cemas Penurunan kecemasan


Aktivitas:
Batasan Indikator :
 Tenangkan klien
karakteristik:  Pantau intensitas  Jelaskan seluruh posedur tindaka
 Scaning dan kecemasan kepada klien dan perasaan yang
 Menyingkirkan tanda
kewaspadaan mungkin muncul pada saat melakuka
 Kontak mata kecemasan
tindakan
 Mencari informasi
yang buruk  Berikan informasi diagnosa,
 Ketidakberday untuk menurunkan cemas
prognosis, dan tindakan
 Mempertahankan
aan meningkat  Berusaha memahami keadaan

24
 Kerusakan konsentrasi klien
 Laporankan durasi  Kaji tingkat kecemasan dan reak
perhatian
dari episode cemas fisik pada tingkat kecemasan
 Gunakan pendekatan dan
b. Koping
sentuhan, untuk meyakinkan pasien
Indikator:
tidak sendiri.
 Memanajemen  Sediakan aktivitas untuk
masalah menurunkan ketegangan
 Melibatkan anggota  Bantu pasien untuk identifikasi
keluarga dalam membuat situasi yang mencipkatakan cemas
keputusan  Instruksikan pasien untuk
 Mengekspresikan menggunakan teknik relaksasi
perasaan dan kebebasan
Peningkatan koping
emosional Aktivitas:
 Menunjukkan strategi  Hargai pemahamnan pasien
penurunan stress tentang pemahaman penyakit
 Menggunakan support  Gunakan pendekatan yang tenan
sosial dan berikan jaminan
 Sediakan informasi aktual tentan
diagnosa, penanganan, dan prognosis
 Sediakan pilihan yang realisis
tentang aspek perawatan saat ini
 Tentukan kemampuan klien untu
mengambil keputusan
 Bantu pasien untuk
mengidentifikasi strategi positif untu
mengatasi keterbatasan dan mengelol
gaya hidup atau perubahan peran

25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang
sangat penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama
komunikasi pada manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran.
Apabila pendengaran mengalami gangguan pada telinga seperti otitis media
yang tekait dengan kasus ini.

4.2 Saran
Sebaiknya tidak mencoba pemindahan serumen telinga di rumah
dengan cotton bud, jepit rambut, pensil, atau peralatan lain apa pun.
Tindakan seperti itu biasanya hanya memasukkan lilin lebih banyak dan bisa
merusakkan gendang pendengar dan akan mengalami penyumbatan pada
bagian telinga dalam.Sabun dan air di atas sehelai waslap menyediakan
higienis telinga eksternal yang memadai.

26

You might also like