Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Rezky Wulandari Putri
2013730092
3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
pada gastrointestinal. GIST diduga berasal dari intersisial sel cajal (ICC) yang dalam
keadaan normal merupakan bagian dari sistem saraf otonom pada usus. Pada ICC ini,
terdapat gen c-kit yang meng-kode reseptor transmembran pada growth factor (stem-cell
factor). Mutasi gen c-kit terjadi pada bagian intraseluler yang berfungsi sebagai tyrosin
kinase untuk mengaktivasi berbagai enzim. Mutasi ini menyebabkan fungsi c-kit tidak
tergantung pada aktivasi stem cell factor sehingga terjadi pembelahan sel yang sangat
cepat.1,2
2.2. Epidemiologi
Epidemiologi GIST belum diketahui dengan pasti. Hasil study epidemiologi terbaru
menyebutkan prevalensi GIST diperkirakan sekitar 20-40 kasus per satu juta penduduk
setiap tahunnya. Pada study retrospektif di Swedia oleh Kindblom et al dan Nilsson et al
menyebutkan sekitar 14,5 – 16 kasus per satu juta penduduk baik pada kasus tumor benigna
maupun yang berpotensi untuk terjadinya malignansi. Sedangkan di Iceland sekitar 11 per
satu juta penduduk dan di Belanda sekitar 12,7 kasus per satu juta penduduk. Di Amerika
Serikat, terdapat sekitar 5000 kasus baru tiap tahunnya dan diperkirakan 15-20 kasus per
satu juta penduduk. Angka kejadian GIST sendiri di Indonesia masih belum diketahui. Sulit
untuk menentukan angka pasti dari insidensi GIST karena definisi dan klasifikasinya yang
4
Sekitar 90% dari penderita GIST merupakan usia dewasa (40 tahun keatas) dengan
rata-rata usia 63 tahun. GIST sendiri dapat terjadi pada semua umur termasuk anak-anak.
Insidensi GIST antara wanita dan laki-laki adalah sama, namun beberapa literatur
menyebutkan GIST predominan pada laki-laki. Tidak ada element yang mengindikasikan
adanya hubungan GIST dengan lokasi geografi, etnik, ras dan pekerjaan. 2,6,7
GITS dapat terjadi pada seluruh bagian dari saluran pencernaan, namun yang paling
sering dijumpai yaitu pada lambung (60-70%), usus halus (20-30%), sedangkan pada kolon,
rektum, apendix dan esofagus jarang dijumpai (<10%). Lokasi lain yang jarang terkena
yaitu area luar dari GI tract seperti mesenterium, retroperitoneum dan omentum. Beberapa
kasus dilaporkan adanya kejadian GIST pada kandung empedu, pankreas, liver dan
kandung kemih. Pada kasus – kasus GIST yang menyerang organ-organ di luar GI tract
2.3. Etiologi
Penyebab pasti dari tumor ini belum dapat dipastikan, tetapi diduga berhubungan
dengan inflamatory bowel disease, terapi imunosupresif, infeksi human herpes virus 8 dan
AIDS.1
GIST diduga berasal dari intersisial sel cajal (ICC) yang dalam keadaan normal
merupakan bagian dari sistem saraf otonom pada usus. Imunofenotipik CCD117 positif
diduga berasal dari interstitial cells of Cajal (ICC). Hipotesis ini didukung oleh berbagai
studi yang menyebutkan bahwa bentuk embrionik dari myosin pada GIST mirip dengan
bentuk embrionik pada ICC. Fungsi dasar ICC yaitu sebagai pacemaker yang berfungsi
untuk mengatur motilitas dan peristaltik usus. Ekspresi KIT proto-oncogene diduga
memiliki peran yang penting dalam perkembangan ICC. KIT banyak di ekspresikan
5
terutama pada germ cell, mast cell, beberapa cel epitelial dan haematopoietic stem cells.
Produk dari KIT proto-onchogen, KIT, merupakan salah satu bagian dari kelompok reseptor
tirosin kinase yang terkait erat dengan platelet-derived growth factor (PDGF), macrophage
colony-stimulating factor (MCSF), dan FMS-like receptor tyrosine kinase (FLT3) ligand.
KIT merupakan reseptor transmembran dari growth factor yang dikenal sebagai stem cell
factor (SCF) atau mast cell growth factor. Secara struktural, KIT terdiri dari domain
ekstraseluler domain oleh SCF pada reseptor KIT menyebabkan dimerasi molekul KIT
yang diikuti dengan aktivasi intracellular KIT kinase domain sehingga mengaktivasi sinyal
Aktivasi reseptor tirosin kinase KIT merupakan bagian integral dari perkembangan
GIST. Aktivasi ini melibatkan mutasi dalam c-kit gene. Sekitar 70% pada kasus GISTs
terdapat mutasi pada exon 11, yang mengkode domain juxtamembrane. Pada 15% kasus,
didapatkan mutasi pada exon 9 yang mengkode domain ekstraseluler yang melibatkan
dimerasi. Pada kasus yang lebih jarang, sekitar <10% terdapat mutasi pada exon 13 dan 17
yang mengkode split kinase domain dan phosphotransferase domain. Mutasi tersebut
mengaktivasi sinyal KIT, menyebabkan gangguan pada proses fosforilasi dari sinyal jallur
6
Gambar 2.1 Struktur reseptor tirosin kinase KIT
Manifestasi klinis dari GIST tidak jelas. Sekitar 70% memberikan gejala, sementara
20% nya asimptomatis dan 10% baru diketahui pada pemeriksaan autopsi. Gejala dan
tandanya sangat tidak spesifik, sekitar 50% pasien dengan GIST didapatkan telah
7
mengalami metastasis ketika diagnosis ditegakkan. GIST dengan ukuran yang kecil
umumnya ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pemeriksaan luar abdomen,
Perdarahan merupakan gejala yang paling umum ditemukan akibat erosi dari lumen
menyebabkan nyeri akut abdomen. Sedangkan perdarahan yang terjadi di dalam lumen
Gejala lain yang umumnya muncul yaitu adanya massa pada abdomen. Gejala yang
muncul tergantung dari ukuran tumor dan lokasinya. GIST dengan ukuran yang kecil
umumnya asimptomatis dan kadang ditemukan secara kebetulan. Keluhan lain seperti mual,
muntah, rasa tidak nyaman pada abdomen, berat badan menurun dan rasa cepat kenyang.
Ruptur GIST pada rongga peritoneum sangat jarang, namun bila terjadi dapat mengancam
Beberapa gejala yang berhubungan dengan lokasi GIST yaitu disfagia pada
esofagus, obstruksi saluran empedu bila tumor berada di sekitar ampula Vater hingga
intususepsi pada usus halus. Metastasis secara limfogen tidak lazim ditemukan. Metastasis
jauh yang umum terjadi pada GIST (intra-abdominal) yaitu peritoneum, omentum, area
mesenterika dan hepar sedangkan metastasis ekstra-abdominal jarang ditemui. GIST yang
8
Gambar 2.3 Insidensi tertinggi GIST berdasarkan lokasinya
2.6. Diagnosis
pemeriksaan endoskopi dan yang paling penting yaitu dengan pemeriksaan histologi dan
imunohistokimia. Lesi yang kecil kadang tidak memberikan gejala dan sering didapatkan
secara tidak sengaja pada pemeriksaan endoskopi. Bila tersedia, pemeriksaan dengan
hipoechogenik dari dinding saluran cerna, seringkali dari lapisan muscularis propia dan
muscularis mukosa. EUS merupakan metode diagnosis yang penting terutama untuk
keganasan, umumnya berukuran >40 mm, batas luar yang tidak beraturan, adanya kista dan
memiliki pola echo yang tidak homogen. Perlu diketahui bahwa pada pemeriksaan EUS,
tidak selalu mungkin untuk membedakan antara tumor stromal dan leiomyosarcomas atau
tumor mesenchymal lainnya. Leiomyosarcomas lebih sering terjadi pada esofagus dan usus
besar, jarang pada usus kecil dan lambung sehingga berdasarkan lokasi tersebut dapat
9
Bila pemeriksaan EUS tidak tersedia, pemeriksaan dengan computed tomography
(CT) dapat dilakukan sebagai pemeriksaan alternatif. Pada massa yang besar dan dapat
teraba pada pemeriksaan palpasi yang disertai dengan adanya keluhan seperti perdarahan,
nyeri perut dan tanda-tanda obstruksi, CT dapat dilakukan sebagai pemeriksaan awal. CT
dapat menunjukkan baik perluasan tumor primer maupun metastasis. Magnetic resonance
ekstraluminal yang berasal dari dinding saluran gastrointestinal, seringkali dengan nekrosis
pada sentralnya. Tumor yang berukuran kecil biasanya menunjukkan gambaran dengan tepi
yang tajam dan halus, homogen, massa jaringan lunak dengan peningkatan kontras sedang.
Tumor yang berukuran besar memberikan gambaran ulserasi mukosa, central necrosis,
kavitasi dan peningkatan kontras yang heterogen. CT juga teknik yang paling umum
digunakan untuk menilai adanya metastasis hati dari GIST. CT dada, perut dan panggul
dianjurkan untuk menentukan stadium GIST. Kecuali operasi darurat diindikasikan, yang
Pada kasus jinak, umumnya lesi tampak homogen dan menonjol ke dalam lumen
saluran gastrointestinal. Beberapa karakteristik lesi maligna yang tampak pada pemeriksaan
2. Permukaan ireguler
10
6. Metastase hepar
7. Penyebaran peritoneal
biopsi. Sampel tumor yang didapatkan dari endoscopic biopsy tidak selalu representative.
untuk mendapatkan sampel terutama pada tumor dengan ukuran kecil (diameter <2 cm) dan
terbatas pada lapisan submukosa dengan endoscopic ultrasound guided fine-needle biopsy.
Metode ini tidak selalu berguna dalam penilaian histopatologi tumor namun dapat
histologi dari GIST bervariasi dan pada beberapa kasus tergantung lokasinya. Paling umum,
GISTs memiliki pola sel spindle (60-70%), sedangkan sel epithelioid terlihat pada 20 - 30%
kasus dan pola pleomorfik jarang ditemukan (<5%). Pada semua lokasi, GISTs sering
tumbuh di antara bundel serat otot polos membentuk suatu mikronodular, pola plexiform.
Secara sitologi, batas sel bervariasi. Nukleus umumya menunjukkan kromatin yang merata,
namun beberapa tumor menunjukkan nukleolus dengan kromatinisasi yang menonjol pada
beberapa sel. Nukleus seringkali memanjang pada bagian ujungnya, namun pada beberapa
kasus menunjukkan tepi yang tumpul, berbentuk cerutu yang mirip dengan
leiomyosarcoma. Pada GIST gastric, mayoritas sel yaitu berbentuk spindle, seringkali
memiliki gambaran yang lebih basofilik bila dibandingkan dengan leiomyoma karena
CD117 merupakan penanda paling sensitif untuk GIST, yang muncul pada hampir
90% tumor stroma. Penanda lain yang signifikan dalam diagnosis GIST adalah dengan
antigen CD34, yang diekspresikan terbanyak pada kerongkongan dan usus besar. Pada 20-
11
40% kasus GIST berlokasi di lambung dengan CD34 negatif mengekspresikan smooth
muscle actin (α-SMA). Oleh karena itu, CD34 dan α-SMA adalah dua penanda yang
membantu dalam diagnosis GIST pada sekitar 10% kasus dengan CD117 negatif.
stroma, tetapi juga mampu menyingkirkan lesi submukosa selain GIST. Diagnosis akhir
didasarkan pada pemeriksaan patologis dari reseksi tumor. Namun tindakan ini tidak selalu
representative. Hal ini disebabkan oleh sulitnya memperoleh sampel jaringan terutama pada
tumor intramural.7,10
gastrointestinal terbanyak (sekitar 80%) dengan neoplasma non epitelial lain yang
KIT. Hal ini dapat digunakan dalam menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pada
neoplasma otot polos dan schwannoma tidak menunjukkan ekspresi positif terhadap
daerah retroperitoneal dapat memberikan hasil positif pada pemeriksaan CD117, tetapi
dapat dibedakan dengan GISTs secara histologis dan gejala klinis yang muncul.10
12
Tabel 2.1 Skema imunohistokimia diagnosis banding tumor sel spindel pada GI tract
2.8. Tatalaksana
yang paling efektif pada GIST. Tujuan utama dari tindakan pembedahan yaitu untuk
menghindari terjadinya ruptur tumor. Angka harapan hidup dalam 5 tahun setelah menjalani
operasi sebesar 28-65%. Pada tindakan operatif, tidak perlu mereseksi kelenjar getah
bening regional, karena seperti yang telah disebutkan di atas, GIST sangat jarang
dari ¾ pasien yang dilakukan operasi memungkinkan untuk dilakukannya reseksi radikal
secara makroskopik. Namun, sekitar ¼ - 1/5 dari pasien tersebut ternyata tidak benar-benar
radikal secara mikroskopik. Reseksi komplit berkorelasi erat dengan angka harapan hidup
setelah reseksi pertama pada GIST. Hingga saat ini, pasien dengan tumor yang inoperable
Reseksi komplit dari tumor memberikan angka 5-years survival sebesar 48-65%. Resekti
tumor parsial hanya dilakukan pada kasus dengan ukuran tumor yang besar, sebagai
13
tindakan paliatif maupun untuk mengontrol gejala dan komplikasi yang ditimbulkan seperti
Pada beberapa kasus, reseksi komplit kadang sulit untuk dilakukan mengingat letak
anatomi dan ukuran tumor. Pada kasus tersebut, Imatinib mesylate dapat digunakan sebagai
agent aktif untuk mengontrol pertumbuhan tumor pada stadium lanjut maupun metastasis.
Terapi Imatinib telah disetujui oleh FDA sebagai terapi GIST yang inoperabel dan GIST
metastasis pada 1 Februari 2002. GIST memberikan respon yang buruk pada pengobatan
ditujukan untuk mengatasi nyeri. GIST berespon buruk terhadap kemoterapi, namun tidak
terhadap imatinib mesylate, yang dikenal juga sebagai ST1571 yang bekerja sebagai
inhibitor tyrosine kinase kuat dari PDGFR dan reseptor c-kit. Pengunaan terapi imatinib
mesylate pada kasus rekuren, metastasis atau GIST yang inoperabel memberikan hasil yang
baik, pada 75-85% kasus pasien yang diterapi dengan imatinib dapat menghambat
tinggi untuk terjadinya relapse, bahkan pada pasien yang telah menjalani remisi komplit.
Pengobatan harus terus dilanjutkan hingga terjadi progresi, intoleransi atau pasien
menolak.2,7,10
Pada semua studi menyebutkan dosis Imatinib yang aman, efikasi dan dapat
ditoleransi oleh pasien yaitu 400-800 mg/hari. Respon terapi dengan imatinib rata-rata
tercapai pada 12-15 minggu, namun pada banyak pasien didapatkan respon yang cepat
yaitu dalam beberapa hari setelah pemberian imatinib. Semakin besar dosis yang diberikan,
memiliki efek toksik yang besar pula. Pada suatu randomized trial, terapi imatinib dapat
dihentikan pada pasien yang memberikan respon setelah 12 bulan lamanya pengobatan,
14
namun penghentian terapi ini dapat menyebabkan progresivitas penyakit pada 66% kasus
dibandingkan pada 15% dari mereka yang dialokasikan untuk melanjutkan terapi imatinib.
Hal ini menunjukkan bahwa penghentian pengobatan sebaiknya dihindari, meskipun tidak
ada perbedaan dalam angka harapan hidup secara keseluruhan antara kedua kelompok
tersebut. Konsentrasi imatinib di darah menjadi semakin kecil pada pemberian jangka
panjang. Saat ini, pemberian imatinib jangka panjang direkomendasikan pada penyakit
dengan tahap lanjut tanpa ada batas waktu yang ditentukan. Efek samping pemberian
imatinib seringkali ringan hingga sedang. Efek samping yang umum muncul yaitu edem,
terutama periorbital, keram otot pada jari dan kaki, diare, mual, muntah, kelemahan dan
rash. Efek samping lainnya yaiitu anemia (seringkali tipe makrositik), neutropeni dan
peningkatan enzim transaminase hati. Meskipun terapi dengan Imatinib merupakan suatu
revolusi dalam pengobatan GIST, namun pada beberapa kasus menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan. Meskipun jarang, namun adanya resistensi terhadap Imatinib pernah
dilaporkan. Pasien yang mengalami resistensi primer umumnya mengalami mutasi KIT
pada exon 9 atau non detectable kinase mutation. Resistensi primer Imatinib jarang terjadi,
hanya sekitar 15% kasus. Pada beberapa kasus, terjadi progresifitas penyakit setelah terapi
imatinib selama >6 bulan, pada keadaan ini dikatakan sebagai resistensi sekunder.2,7,10
Saat ini, beberapa obat lain yang dapat digunakan sebagai obat alternatif pada GIST
yang resisten terhadap imatinib masih dalam penelitian. Tidak ada indikasi untuk
dilakukannya kemoterapi maupun radioterapi setelah operasi reseksi pada GIST karena
15
2.9. Prognosis
Semua tumor GISTs memiliki potensi untuk kearah malignansi. Pemeriksaan secara
kasar berdasarkan ukuran tumor dan estimasi jumlah mitosis sangat penting dalam
berdasarkan ukuran tumor dan jumlah mitosis awalnya diusulkan oleh National Institutes of
Health pada tahun 2002. Tumor dengan ukuran kecil, ≤2cm dengan jumlah mitosis <5
mitosis/50 high power fields biasanya jinak dan memiliki prognosis yang bagus.7,10
Dalam upaya untuk meningkatkan penilaian diagnosis GIST, suatu kriteria baru
untuk memprediksi kemungkinan relapse telah diusulkan oleh Miettinen dan Lasota.
Kriteria ini memperhitungkan ukuran tumor, indeks mitosis dan lokasi tumor untuk
Manifestasi malignansi dapat berupa selularitas yang tinggi, invasi local maupun metastase
jauh terutama pada hati dan peritoneum. Metastase secara limfogen umumnya jarang
terjadi. Prognosis biasanya buruk bila dijumpai adanya ruptur pada tumor, lokasi pada
daerah distal, selularitas yang tinggi, nekrosis pada tumor, adanya invasi maupun
metastase.1
16
Gambar 2.2 Evaluasi risiko keganansan pada GIST berdasarkan ukuran tumor dan
jumlah mitosis
17
Tabel 2.3 Resiko malignansi pada GIST berdasarkan National Institute of Health
GIST Workshop.7,10
18
Tabel 2.4 Risiko relapse pada GIST 7,10
19