You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor di

antaranya adalah karies dan penyakit periodontal. Kehilangan gigi dapat

berpengaruh pada penurunan fungsi pengunyahan sehingga menyebabkan

perubahan asupan nutrisi yang berkaitan dengan kesehatan secara umum. (Khalifa

dkk., 2012). Penurunan funsi pengunyahan diatasi dengan pembuatan gigi tiruan

cekat. Gigi tiruan cekat berbahan logam memiliki kekurangan di antaranya adalah

preparasi gigi abutment yang invasif (Rappelli dan Coccia, 2005).

Preparasi gigi yang berlebih dapat diatasi dengan penggunaan fiber

reinforced composite (FRC) yang memiliki kelebihan berupa estetis yang baik,

non korosif, non invasif, mudah diperbaiki (Freilich dkk., 2000) dan pengerjaan

dalam satu kali kunjungan (Visser dkk., 2005). Fiber reinforced composite

semakin digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi untuk:

menggantikan restorasi logam splinting periodontal, gigi tiruan cekat, pasak

endodontik, alat ortodontik dan beberapa restorasi indirect (Zhang dan

Matinlinna, 2012). Fiber reinforced composite secara struktural terdiri dari dua

komponen utama yaitu matriks resin dan fiber (Rappelli dan Coccia, 2005). Di

bidang kedokteran gigi matriks yang digunakan adalah komposit resin flowable,

sedangkan fibernya menggunakan jenis sintetis. Ketersediaan fiber sintetis di

Indonesia sangat terbatas, sehingga sebagai alternatif penggantinya digunakan

natural fiber.

1
Natural fiber memiliki kelebihan antara memiliki berat jenis yang rendah,

tersedia dalam jumlah besar, dan ramah lingkungan, Natural fiber dapat berasal

dari sisal, serat pisang, dan rosela. Salah satu fiber yang sering digunakan adalah

fiber sisal (Chandramohan dan Marimuthu, 2011).

Fiber sisal mengandung lignin, wax, dan minyak yang dapat

mengakibatkan ketidakstabilan dimensional. Perlakuan kimiawi pada fiber alami

perlu dilakukan untuk meningkatkan kestabilan, adhesivitas, serta untuk

mendapatkan hasil yang lebih optimal antara fiber dan matriks fiber alami (Begum

dan Islam, 2013). Alkalisasi fiber selulosa menggunakan NaOH, dapat

menghilangkan lapisan lignin, wax, dan minyak pada dinding fiber kompositnya.

Alkalisasi dapat mengubah sifat alami fiber yang awalnya hidrofilik berubah

menjadi hidrofobik (Ku dkk., 2011).

Penggunaan gigi tiruan cekatyang setiap waktu berada di dalam rongga

mulut mengakibatkan gigi tiruan akan selalu berkontak dengan saliva. Resin

komposit yang berkontak dengan saliva akan membentuk pelikel sehingga

mikroba melekat dan membentuk biofilm. Salah satu mikroorganisme pathogen

yang paling umum adalah Candida albicans, dengan kemampuannya untuk

membentuk biofilm dan melekat pada permukaan material (Acosta-Torres dkk.,

2012). Sifat dari material seperti surface roughness dan hidrofobisitas

memudahkan adhesi dari Candida albicans. Candida albicans akan cepat melekat

pada permukaan yang hidrofobik dibandingkan dengan yang hidrofilik (Cuéllar-

Cruz, dkk., 2012). Adhesi dan kolonisasi dari mikroorganisme ini merupakan

2
langkah awal terjadinya penyakit infeksi oral, seperti denture stomatitis. (Akalın-

Evren dkk., 2012).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut: apakah terdapat perbedaan adhesi dari

Candida albicans antara resin composite tanpa fiber dengan penambahan fiber

sisal (Agave sisalana) teralkalisasi?

C. Keaslian Penelitian

Prasanna dan Subbaiah (2013) telah melakukan penelitian tentang adhesi

dari Candida albicans terhadap resin komposit dengan penambahan fiber sintetik.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan fiber sintetik pada resin

komposit menununjukan terjadi peningkatan adhesi dari Candida albicans.

Penelitian yang akan dilakukan mengenai perbedaan adhesi dari Candida albicans

antara resin composite tanpa fiber dengan penambahan fiber sisal (Agave

sisalana) teralkalisasi belum pernah dilakukan.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan adhesi

dari Candida albicans antara resin composite tanpa fiber dengan penambahan

fiber sisal teralkalisasi (Agave sisalana).

E. Manfaat Penelitian (maanfaat ditambah)

3
a. Memberi pengetahuan mengenai perbedaan adhesi dari Candida albicans

antara resin composite tanpa fiber dengan penambahan fiber sisal (Agave

sisalana) teralkalisasi

b. Sebagai salah satu penelitian untuk pengembangan material di bidang ilmu

biomaterial kedokteran gigi.

c. Sebagai salah satu upaya pendayagunaan sumber daya alam yang tersedia.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah pustaka

1. Resin Komposit

Komposit berasal dari bahasa Latin, yaitu compositus (bersama) dan

pouero (ditempatkan), sehingga komposit berarti suatu bahan yang dibuat dari

beberapa material yang berbeda (Soratur, 2002). Dalam aplikasinya di bidang

kedokteran gigi, komposit berbasis resin digunakan sebagai material tumpatan,

restorasi langsung dan tidak langsung, facing untuk pasak dan core berbahan

logam, penutupan diastema, dan veneer gigi anterior (Noort, 2013).

Menurut Anusavice (2003), resin komposit tersusun oleh 3 bahan utama

yaitu matriks, bahan pengisi, dan coupling agent. Kebanyakan resin komposit

berisi matriks yang merupakan campuran dari senyawa aromatik atau monomer

alifatik dimetakrilat. Matriks resin yang banyak digunakan dalam resin

kompositantara lain triethylane glycol dimethacrylate (TEGDMA), urethane

dimethacrylate (UDMA) ,dan bisphenol A-glycidyl methacrylate (bis-GMA).

Menurut Gladwin dan Bagby (2004), matriks pada resin komposit memiliki

fungsi penting yaitu sebagai bahan yang mengalami polimerisasi membentuk

material padat dan berikatan dengan struktur gigi. Matriks pada resin komposit

merupakan bagian paling lemah dan memiliki resistensi rendah pada

pemakaian, mengabsorbsi air, serta menyebabkan discoloration.

Partikel-partikel bahan pengisi resin komposit berperan dalam peningkatan

kekuatan resin komposit dan mengurangi jumlah matriks yang digunakan.

5
Menurut Anusavice (2003), penambahan jumlah bahan pengisi pada resin

komposit akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan, mengurangi pengerutan

selama polimerisasi, mengurangi ekspansi termal dan kontraksi, meningkatkan

viskositas, mengurangi penyerapan air, pelunakan, serta staining, dan

meningkatkan radiopacity.

Bahan pengisi resin komposit harus dapat berikatan dengan matriks agar

tekanan dapat disalurkan dari matriks yang bersifat lebih fleksibel ke bahan

pengisi yang bersifat lebih kaku. Matriks dan bahan pengisi resin komposit

berikatan menggunakan coupling agent. Silane merupakan bahan yang umum

digunakan sebagai coupling agent (Anusavice, 2003). Silane memiliki gugus

hydrolysable yang akan berikatan dengan bahan pengisi inorganik dan gugus

organofungsional yang akan berikatan dengan matriks organik (Sakaguchi dan

Powers, 2012).

Resin komposit diklasifikasikan berdasarkan ukuran fillernya, yaitu resin

komposit megafil (>100µm), makrofil (10-100µm), midifil (1-10µm), minifil

(0,1-1µm), mikrofil (0,01-0,1µm), nanofil (0,005-0,01µm), dan picofiller

(0,005µm). Resin komposit juga diklasifikasikan menurut rata-rata ukuran

partikel dari filler terbesarnya, yaitu resin komposit konvensional (8-12µm),

partikel kecil (1-5µm), mikrofil (0,04-0,4µm), dan hibrida yang

menggabungkan partikel berukuran <15-20µm dan partikel berukuran 0,01-

0,05µm sebagai filler (Rao, 2008; Sideridou, 2011).

Klasifikasi resin komposit berdasarkan cara polimerisasinya, yaitu resin

komposit polimerisasi dingin (cold curing/ self curing/ chemical curing),

6
polimerisasi sinar (light cured), dan dual cured. Resin komposit polimerisasi

dingin dibuat dengan mencampurkan dua jenis pasta, yaitu pasta basis dan

pasta katalis. Dalam pengadukan pasta tidak boleh ada oksigen yang

tercampur, karena dapat mengganggu reaksi polimerisasi. Resin komposit

polimerisasi sinar memiliki bentuk sediaan pasta yang terdiri atas fotoinisiator

(champorquinone) dan akselerator amina (di-aminoetil-metakrilat).

Polimerisasi dari resin komposit ini menggunakan sinar dengan intensitas

minimal 300 mW/cm3. Ketika dipapar pada sinar, 60% resin akan

terpolimerisasi, 10% lainnya akan terpolimerisasi 2 hari kemudian, dan sisanya

tidak terpolimerisasi. Resin yang tidak terpolimerisasi sempurna ini dapat

mengganggu perlekatan pada struktur gigi dibawahnya (Hussain, 2004).

2. Fiber Reinforced Composite

a. Pengertian

Fiber reinforced composite (FRC) adalah material yang memiliki sedikitnya

dua buah komponen yang berbeda (Freilich dkk., 2000) yaitu bahan utama

matriks dan yang diperkuat oleh fiber yang memberikan sifat mekanis yang

lebih baik dengan sifat tensile dan flexural yang lebih tinggi dibanding

komposit konvensional (Zhang dan Matinlinna, 2012).

b. Komposisi Fiber Reinforced Composite

Fiber reinforced composite adalah material yang setidaknya tersusun atas

dua komponen yaitu matriks dan material penguat berupa fiber. Fiber pada

FRC memberikan kekuatan dan kekakuan, sementara matriks berfungsi

7
sebagai pendukung fiber (Freilich dkk., 2000). Keduanya menghasilkan sifat

yang merupakan kombinasi dari kedua komponen tersebut (Mallick, 2007).

1) Matriks

Matriks adalah fase kontinu yang menyebabkan terjadinya distribusi

tekanan ke material penguat(Pilato dan Michno, 1994). Matriks memiliki

fungsi memegang fiber dalam struktur komposit, penghantar tekanan,

dan melindungi fiber dari lingkungan luar seperti bahan kimia,

kelembaban dan guncangan mekanik (Zhang dan Matinlinna, 2012).

Matriks yang digunakan pada FRC untuk penggunaan gigi tiruan cekat

adalah flowable composite (Ballo dan Vallittu, 2011). Komposit resin

flowable terdiri dari matriks polimer dan filler (Davis, 2003). Matriks

polimer yang biasa digunakan dalam kedokteran gigi adalah bis-GMA,

yang merupakan hasil reaksi dari bisphenol-A dan glycidylmethacrylate

(Van Noort, 2007)yang relatif bersifat hidrofilik karena mengandung

gugus hidroksil (OH) (Sideridou dkk., 2004) (Gambar 1).

Gambar 1. Struktur molekul bis-GMA (Van Noort, 2007)


Bis-GMA memiliki beberapa karakteristik, yaitu persentase shrinkage

(penyusutan) yang besar, berat molekul yang tinggi serta monomer

berviskositas tinggi (Garcia dkk., 2006). Viskositas, atau kekentalan bis-

GMA yang tinggi biasanya akan berdampak negatif pada penggunaan

8
kedokteran gigi, oleh karena itu penggunaan bis-GMA ditambahkan

monomer berviskositas rendah sebagai pengontrol kekentalan untuk

dapat dipakai secara klinis (Garcia dkk., 2006) antara lain bisphenol A-

glacydil methacrylate (bis-GMA), triethylen glycol dimethacrylate

(TEGDMA), urethane dimethacrylate (UDMA) (Garcia dkk., 2006)

Komposit kedokteran gigi mempunyai filler pada matriks

kompositnya. Filler matriks komposit menggunakan silicon dioxide.

Filler dalam matriks komposit dapat meningkatkan karakteristik fisik dan

mekanis dari matriks. Filler matriks komposit memiliki beberapa

kegunaan yaitu, mengurangi koefisien ekspansi thermal, memperjelas

radiopak dan dapat meningkatkan estetiknya (Garcia dkk., 2006).

2) Fiber

Fiber adalah material berupa filamen panjang maupun potongan yang

mirip dengan benang (Chandramohan dan Marimuthu, 2011). Fiber pada

FRC berfungsi sebagai material penguat dan memberi kekakuan (Freilich

dkk., 2000). Jenis, volume, panjang dan arah fiber merupakan faktor

yang mempengaruhi karakteristik FRC (Mallick, 2007).

Fiber reinforced composites dikelompokkan berdasarkan panjang fiber

menjadi continuous fiber dan discontinuous fiber. Continuous fiber dapat

dibagi menjadi unidirectional fiber, bidirectional fiber, dan

multidirectional fiber. Discontinuous fiber dapat dibagi menjadi

unidirectional discontinuous fiber dan random discontinuous fiber

(Mallick, 2007).

9
Beberapa jenis fiber sintetis yang digunakan adalah glass,

polyethylene, polyester, karbon/grafit, aramid, quartz, serat keramik

(Zhang dan Matinlinna, 2012) dan natural fiber (Mallick, 2007). Fiber

glass merupakan fiber penguat yang umum digunakan pada aplikasi

kedokteran gigi maupun industri karena fiber glass memberikan beberapa

keuntungan seperti kekuatan tensile,kompresi, dan modulus elasitas yang

tinggi, harga yang murah, dan memiliki estetik yang baik (Le-Bell-

Rönnlöf, 2007). Kerugian fiber glass adalah modulus tarik relatif rendah,

densitas tinggi, dan kekerasan yang tinggi (Mallick, 2007), ketahanan

impak yang buruk dan relatif mahal (Le Bell-Rönnlöf, 2007).

Natural fiber dapat berasal dari tanaman dan dapat diklasifikasikan

ke dalam tiga kategori tergantung dari bagian tanaman yang diekstraksi

untuk mendapatkan fiber, yaitu: (1) fiber yang berasal dari batang

tanaman contohnya adalah jerami dan pisang. (2) Fiber yang berasal dari

daun tanaman contohnya adalah sisal dan nanas. (3) Fiber yang berasal

dari buah tanaman contohnya adalah kapas dan kelapa (Joseph dkk.,

1999)

3) Coupling Agent

Coupling agent merupakan komponen tambahan untuk

meningkatkan adhesivitas antara matriks dan fiber pada FRC (Mallick,

2007). Tujuan utama penambahan coupling agent adalah membentuk

ikatan kimiawi yang kuat, antara gugus oksida pada permukaan fiber dan

molekul matriks polimer pada resin (Hull dan Clyne, 1996). ). Coupling

10
agent yang sering digunakan adalah senyawa silikon organik yang

dikenal dengan nama silane (Powers dan Sakaguchi, 2006).

Silane terdiri dari dua gugus yaitu gugus organofungsional dan gugus

hydrolysable (Gambar 2) (Arkles, 2006). Silane akan membentuk silanol

jika berkontak dengan air. Silanol kemudian akan bereaksi dengan gugus

hidroksil pada fiber dan membentuk ikatan kovalen (Li dkk., 2007).

Gugus organofungsional pada silane dapat bereaksi dengan ikatan karbon

ganda pada matriks FRC (Lung dan Matinlinna, 2012).

Gambar 2.Rumus struktur umum silane coupling agent (Arkles, 2006)

11
RSi(OMe)3

3H2O 3MeOH HYDROLYSIS

RSi(OH)3

Gambar 3.Tahap hydrolysis silane coupling agent (UnitedChem,2008)

2. Agave sisalana

a. Agave sisalana

Tanaman Agave sisalana merupakan tanaman yang besar, dengan

daun berbentuk seperti pedang yang tajam, berair, tipis, daun daunnya

muncul dan tumbuh dari akarnya (Mussig, 2010). Tanaman Agave

sisalana berasal dari Mexico, tanaman yang baik memiliki 200 daun

dengan komposisi 4% fiber, 0,75% kutikula, 8% komponen kering dan

87,25% kandungan air. Fiber sisaldiekstraksi dari daunnya dengan cara

retting, scraping, gabungan antara retting dan scraping atau dengan cara

mekanik menggunakan decorticators. Fiber sisal merupakan kategori

natural fiber yang diekstrak dari daun tanaman Agave sisalana yang

berasal dari Mexico (Joseph dkk., 1999).

Gambar 4. Tanaman Agave sisalana

12
Fiber sisal memiliki beberapa kelebihan yaitu murah, memiliki

densitas yang rendah serta tidak toksik (Carvalho dkk., 2010). Fiber sisal

memiliki kekurangan di antaranya adalah sifatnya yang hidrofilik karena

kandungan gugus hidroksil (OH) sehingga menyebabkan penyerapan air

yang tinggi (Ku dkk., 2011).

Gambar 5. Serat fiber

Komponen natural fiber adalah selulosa mikrofibril yang terdispersi

didalam matriks amorfus yang terdiri dari lignin dan hemiselulosa

(Mallick, 2007). Lignin berfungsi untuk menjaga kandungan air pada

fiber, sebagai pelindung dari lingkungan luar serta pembuat kaku.

Hemiselulosa dipercaya sebagai compatibilizer antara selulosa dan lignin

(Kalia dkk., 2011).

Penggunaan natural fiber sebagai material penguat pada matriks

polimer untuk industri dan penelitian. Natural fiber memiliki kelebihan

yaitu lebih murah dan densitas yang lebih rendah jika dibanding fiber

sintetis, berasal dari sumber yang dapat diperbarui, mudah didapat serta

13
kekuatan mekanis yang baik (Chandramohan dan Marimuthu, 2011).

Natural fiber memiliki beberapa kekurangan di antaranya adalah

kemudahannya menyerap air, kualitas tidak seragam, serta memiliki

kestabilan yang rendah terhadap panas (Subyakto dkk., 2009). Natural

fiber bersifat hidrofilik, dengan kelembaban mencapai 8-13%, karena

natural fiber memiliki komponen makromolekul selulosa yaitu anhydro d-

glucose yang terdiri dari tiga gugus alcohol hydroxyl (-OH) (Joseph dkk.,

1999).

b. Fiber Agave sisalana teralkalisasi

Alkalisasi (merceration) adalah salah satu perlakuan kimia terhadap

natural fiber. Perlakuan tersebut menggunakan NaOH dengan tujuan

menghilangkan ikatan hidrogen pada struktur fiber selulosa dan

meningkatkan hidrofobisitas fiber (Ku dkk., 2011). Alkalisasi biasa

digunakan untuk memproduksi natural fiber dengan kualitas tinggi (Kalia

dkk., 2011). Menurut Carvalho dkk. (2010), perlakuan alkalisasi

menyebabkan bereaksinya gugus OH pada fiberdengan natrium hidroksida

dengan persamaan:

Fiber-OH + NaOH → Fiber-O-Na + H2O

Alkalisasi juga menghilangkan sebagian dari lignin, wax, dan minyak yang

menutupi permukaan luar dari fiber sehingga meningkatkan kekasaran

permukaan (Ku dkk., 2011). Kekasaran permukaan menyebabkan interaksi

fiber dan matriks menjadi lebih baik dan meningkatkan strength dan sifat

adhesif.

14
3. Candida Albicans

Candida albicans merupakan flora normal yang terdapat pada manusia, dan

dapat menjadi patogen apabila jumlahnya meningkat. Penyebaran jamur

C. albicans terdapat di mukosa oral, paru-paru dan sistem gastrointestinal

(Nasution, 2013). Jamur ini merupakan jamur polimorfik yang mampu tumbuh

dalam berbagai morfologi. Bentuk yeast dengan budding merupakan bentuk

blastoconidia. Jamur ini juga dapat berbentuk hifa yang terinduksi karena

adanya perubahan dalam kondisi lingkungan, seperti temperatur, pH, dan

ketersediaan nutrisi (Ryan dan Ray, 2004). Bentuk lain dari jamur ini adalah

bentuk pseudohifa yang terbentuk tunas-tunas terus tumbuh tanpa melepaskan

diri (Uppuluri dkk., 2009). Morfologi koloni C. albicans pada medium padat

saboraud dextrose agar umumnya berbentuk bulat dengan ukuran ukuran (3,5-

6)x(6-10) μm dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin, kadang sedikit

berlipat terutama pada koloni yang telah tua. Besar kecilnya koloni dipengaruhi

oleh umur biakan. Warna koloni C. albicans adalah putih kekuningan dan

berbau khas. (Komariah dan Sjam, 2012). Dinding sel C. albicans tersusun atas

lima lapisan. Lapisan paling luar secara berturut-turut adalah fibrilar layer,

mannoprotein, β-glucan, β-glucanchitin, dan membran plasma. Dinding sel

berfungsi untuk menjaga bentuk dan tempat untuk berkontak dengan

lingkungan (Segal dan Baum, 1994).

Klasifikasi C.Albicans termasuk dalam:

Kingdom : fungi,

Filum : Ascomycota,

15
Kelas : Saccharomycetes,

Genus : Candida,

Species : Candida albicans

(Uppuluri dkk., 2009).

a. Mekanisme perlekatan C.Albicans

Proses perlekatan mikroorganisme pada material dapat dibagi menjadi

dua mekanisme, yaitu mekanisme non spesifik dan spesifik. Mekanisme non

spesifik terdiri dari interaksi elektrostatik dan interaksi van der Waals.

Ikatan elektrostatik terjadi karena adanya perbedaan muatan antara

mikroorganisme dengan permukaan material sehingga terjadi gaya tarik

menarik antara keduanya. (Kurtz, 2012). Ikatan van der Waals merupakan

ikatan yang terjadi karena terdapat perbedaan molekul. Interaksi ini

melibatkan proses calcium bridging, yaitu interaksi antara ion kalsium pada

pelikel dengan dinding sel mikroorganisme (Berkovitz dkk., 2011).

Permukaan suatu material dan mikroorganisme yang memiliki sifat

hidrofobik akan terjadi kontak yang rapat (Oliveiera dkk., 2001). Permukaan

sel C. albicans yang bersifat hidrofobik cenderung akan cepat melekat pada

permukaan yang hidrofobik dibandingkan dengan yang hidrofilik

(Henriquesdkk., 2002). Proses perlekatan mikroorganisme secara spesifik

melibatkan molekul adhesive pada dinding sel mikroorganisme dan reseptor

spesifik pada pelikel (Berkovitz dkk., 2011).

B. Landasan Teori

16
Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor di

antaranya adalah karies dan penyakit periodontal. Kehilangan gigi dapat

berpengaruh pada penurunan fungsi pengunyahan sehingga menyebabkan

perubahan asupan nutrisi yang berkaitan dengan kesehatan secara umum. (Khalifa

dkk., 2012). Penurunan funsi pengunyahan diatasi dengan pembuatan gigi tiruan

cekat. Gigi tiruan cekat berbahan logam memiliki kekurangan di antaranya adalah

preparasi gigi abutment yang invasif (Rappelli dan Coccia, 2005).

Preparasi gigi yang berlebih dapat diatasi dengan penggunaan fiber

reinforced composite (FRC) yang memiliki kelebihan berupa estetis yang baik,

non korosif, non invasif, mudah diperbaiki (Freilich dkk., 2000) dan pengerjaan

dalam satu kali kunjungan (Visser dkk., 2005).

Fiber reinforced composite merupakan material komposit yang terdiri dari

matriks dan fiber. Matriks berfungsi untuk penghantar tekanan fiber dan

melindungi fiber dari pengaruh lingkungan yang merugikan. Fiber berperan

sebagai penguat yang akan memberikan kekuatan dan kekakuan pada FRC.

Fiber yang digunakan pada FRC dapat berupa natural

fiber atau sintetis fiber. Natural fiber memiliki kelebihan antara memiliki berat

jenis yang rendah, tersedia dalam jumlah besar, dan ramah lingkungan, Natural

fiber dapat berasal dari sisal, serat pisang, dan rosela. Salah satu fiber yang sering

digunakan adalah fiber sisal (Chandramohan dan Marimuthu, 2011). Salah satu

natural fiber yang digunakan adalah fiberAgave sisalana, yang memiliki

komponen amorphous, yaitu lignin, hemiselulosa, dan wax. Natural fiber yang

bersifat hidrofilik dengan matriks yang kurang adhesif terhadap matriks polimer

17
resin, dan dapat dijadikan hidrofobik dengan melakukan proses alkalisasi,

menggunakan NaOH sehingga akan menambah kualitas ikatan antara matriks dan

fibernya.

Perlekatan C.albicans dipengaruhi oleh tingkat hidrofobisitas dari permukaan

sel dan material. Candida albicans merupakan jamur dengan permukaan selnya

bersifat hidrofobik dan akan cepat melekat pada permukaan yang hidrofobik

dibandingkan dengan yang hidrofilik.

C. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori diatas, maka dapat disusun hipotesis bahwa

Penambahan sisal teralkalisasi pada material resin komposit meningkatkan adhesi

Candida albicans pada fiber reinforced composite dikarenakan permukaan sel

Candida albicans lebih mudah melekat terhadap permukaan hidrofobik (frc)

18
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental.

B. Identifikasi variabel
1. Variabel Pengaruh
Penambahan FRC Agave sisalana terakalisasi 1% berdasarkan berat/berat
2. Variabel Terpengaruh
Jumlah koloni Candida albicans (CFU/mL)

1. Variabel Terkendali
a. Fiber sisal (Balittas, Malang)
b. Matriks resin komposit flowable (Master Flow A2, BIODINAMICATM,
Brazil)
c. Silane coupling agent (Monobond-S Ivoclar Vivadent, Schaan
Liechtenstein)
d. Posisi fiber : fiber diposisikan di tengah sampel (Dyer dkk., 2004)
e. Orientasi (arah) fiber : unidirectional continuous (Garoushi dkk., 2008)
f. Persentase jumlah fiber : 1% berdasarkan berat/berat (Fonseca dkk., 2014)
g. Ukuran sampel FRC : berbentuk disk, diameter 10 mm, tebal 2 mm
(Malekipour dkk., 2012)
h. Konsentrasi NaOH: 5% (Li dkk., 2007)
i. Suhu perendaman fiber sisal : suhu ruangan (Kaushik dkk., 2012)
j. Lama perendaman fiber sisal dalam larutan NaOH: 4 jam (Kaushik dkk.,
2012)
k. Suhu pengeringan fiber sisal : 80o C (Kaushik dkk., 2012)
l. Lama pengeringan fiber sisal : 24 jam (Kaushik dkk., 2012)
m. Waktu perendaman dalam saliva: 1 jam (Anggraeni dkk., 2005)
n. Suhu inkubasi C. albicans: 37oC (Anggraeni dkk., 2005)

19
o. Lama waktu inkubasi C. albicans (Nikawa dkk., 1996):
1. 2 jam pada media cair BHI
2. 48 jam pada media padat Saboraud dextrose chloramphenicol agar
n. Saliva: 5 mL (Anggraeni dkk., 2005)

C. Definisi Operasional
1. Fiber Reinforced CompositeAgave Sisalana teralkalisasi
Fiber Reinforced Composite Agave Sisalana teralkalisasi adalah material
komposit yang terdiri dari matriks resin komposit flowable dan material
penguat, fiber sisal (Agave Sisalana) yang telah dialkalisasi menggunakan
larutan NaOH 5%.
2. Adhesi C.albicans adalah interaksi antara C. albicans dengan substrat yang
merupakan syarat terjadinya kolonisasi. Adhesi C.albicans dipengaruhi oleh
tingkat hidrofobisitas dari permukaan sel dan material. Candida albicans
merupakan jamur dengan permukaan selnya bersifat hidrofobik dan akan
cepat melekat pada permukaan yang hidrofobik dibandingkan dengan yang
hidrofilik.

D. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah fiber reinforced composite Agave sialana
teralkalisasi, berbentuk disk yang berdiameter 10 mm dan ketebalan 2 mm
(Malekipour dkk., 2012).

E. Penentuan Jumlah Sampel


Berdasarkan rumus Daniel dan Cross (2013) :
𝑍2𝜎 2
𝑛=
𝑑2
Keterangan :
𝑛 = besar sampel tiap kelompok
Z = nilai Z pada tingkat kesalahan tertentu
A = 0,05 maka nilai Z = 1,96

20
𝜎 = standar deviasi sampel
𝑑 = kesalahan yang dapat ditoleransi
Dengan asumsi bahwa kesalahan yang masih dapat diterima 𝑑 sama besar 𝜎 maka
σ2 = d2
𝑍2𝜎 2
𝑛 =
𝑑2
𝑛 = 𝑍2
= (1,96)2
= 3,8416
𝑛 ≈ 4 (dibulatkan)
Dalam penelitian ini digunakan 4 sampel untuk masing - masing perlakuan.

F. Bahan dan Alat Penelitian


1. Bahan
a. Fiber sisal (Balittas, Malang) (Gambar 5)
b. Silane coupling agent (Monobond-S Ivoclar Vivadent, Schaan,
Liechtenstein)
c. Resin komposit flowable(Master Flow A2 , BIODINAMICATM, Brazil)
d. NaOH 5% (LPPT UGM, Yogyakarta)
e. Biakan murni Candida albicans dari Lab. Mikrobiologi FKH UGM
f. Saliva
g. Parafin
h. Media kultur cair brain heart infusion (BHI)
i. Media kultur padat Saboraud dextrose chloramphenicol agar
j. Phosphate buffer saline (PBS)
2. Alat
a. Cetakan logam dengan lubang ditengah dengan diameter 10 mm dan
tinggi 2 mm
b. Light Curing Unit LY-B200 (Shenzen, China)
c. Timbangan digital (Mettler Toledo, Switzerland)
d. Inkubator (Thelco Precision Scientific Co., USA)

21
e. Penjepit kertas
f. Obeng
g. Gunting bedah
h. Sarung tangan dan masker
i. Penggaris
j. Microtube
k. Mikropipet
l. Gelas ukur
m. Glass slide
n. Conical tube
o. Mesin Sentrifugasi (EppendorfAG 22331, Hamburg, Germany)
p. Ose
q. Lampu bunsen
r. Spreader
s. Vortex (Super-Mixer cat no. 129)
t. Tube rack
u. Pinset
v. Milipore filter berukuran 0,45 µm

G. Tempat Penelitian
1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Terpadu Fakultas Kedokteran
Gigi UGM
2. Proses sentrifugasi saliva dilakukan di Laboratorium Riset Terpadu Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada
3. Perendaman sampel dalam suspense Candida albicans dan perhitungan
jumlah koloni dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Gadjah Mada.

H. Jalannya Penelitian.
1. Proses alkalisasi fiber sisal

22
Proses alkalisasi fiber sisal dilakukan dengan cara merendam 2,5 gr fiber sisal
pada larutan NaOH 5% (5 g NaOH dengan akuades 100 ml) (Li dkk., 2007)
dalam gelas beker, selama 4 jam, pada suhu ruangan. Fiber sisal dikeluarkan
dari gelas beker dengan pinset setelah perendaman, lalu dicuci pada air
mengalir, dan dikeringkan dengan oven bersuhu 80o C selama 24 jam
(Kaushik dkk., 2012).
2. Penentuan jumlah fiber
Jumlah fiber yang digunakan berdasarkan 1% berat sampel (Fonseca dkk.,
2014) dari resin komposit flowable berdiameter 10 mm dengan tebal 2 mm.
Berat resin komposit ditimbang dengan menggunakan timbangan digital, lalu
ditimbang berat 1% dari berat resin komposit sehingga menjadi berat fiber
Agave sisalana yang digunakan. Fiber digunting sesuai dengan panjang
permukaan dan disusun di atas permukaan sampel dengan arah unidirectional
continuous (Garoushi dkk., 2008).
3. Silanisasi fiber Agave sisalana
Fiber Agave sisalana teralkalisasi yang sudah ditentukan berat dan telah
digunting, diletakkan di atas glass plate untuk kemudian dilakukan proses
silanisasi. Fiber Agave sisalana teralkalisasi dioleskan silane coupling agent
pada seluruh permukaan dengan menggunakan microbrush. Permukaan fiber
yang belum terolesi dibalik dengan menggunakan pinset dan silane diolesi
merata ke seluruh permukaan. Fiber yang telah dilakukan proses silanisasi
didiamkan sebentar dan kemudian dikeringkan dengan penyemprot udara
secara perlahan.
4. Sampel penelitian
Pembuatan sampel dilakukan sesuai dengan langkah sebagai berikut :
a. Metal split mould dengan mould berbentuk balok untuk FRC berukuran
panjang 25mm, lebar 2mm dan tinggi 2mm. Metal split mould difiksasi dengan
menggunakan sekrup dan dialasi pita seluloid yang diletakkan di atas glass plate.

b. Mould diberi tanda setinggi setengah bagian mould menggunakan pensil untuk
mengetahui tinggi resin komposit flowable yang diinjeksikan ke dalam mould
(Dyer dkk., 2004).

23
c. Kedalam mould dinjeksikan resin komposit flowable sampai batas yang sudah
dibuat. Fiber sisal teralkalisasi diletakkan pada atas permukaan resin komposit
flowable dengan arah continuous unidirectional (Garoushi dkk., 2008).

d. Resin komposit flowable kemudian diinjeksikan pada mould hingga penuh,


kemudian permukaan FRC ditutup dengan menggunakan pita seluloid.

e. Glass plate dan pemberat anak timbangan 1 kg diletakkan di atas pita seluloid
untuk mendapatkan sampel yang padat dan permukaan sampel yang merata
(Özcan dkk., 2012).

f. Glass plate dan pemberat anak timbangan 1 kg diangkat dari atas sampel.
Visible light curing unit diposisikan tegak lurus terhadap permukaan sampel,
kemudian sampel dibagi menjadi 4 zona dan 28 masing-masing zona disinari
selama 20 detik. Bagian yang tidak disinari ditutup dengan menggunakan
alumunium foil.

g. Sampel FRC dengan fiber sisal teralkalisasi dibuat sebanyak 8 buah.

24
5. Pengumpulan Saliva knp 4 probandus? Satu saja cukup. Knp disaring?
Kalo ga perlu ga usah. Ditulis waktu pengambilan saliva (biasanya pagi
hari) ditempatkan dimana salivanya? Akan dibawa di fkh?
Probandus yang tidak memiliki karies diinstruksikan untuk menggigit parafin
yang berfungsi menstimulasi saliva. Setelah itu setiap probandus diminta
untuk meludah sebanyak10 mL dan ditampung di dalam gelas ukur,
kemudian ditaruh di dalam box pendingin dan dibawa menuju laboratorium
mikrobiolog FKH UGM. Saliva kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
1000 rpm, selama 20 menit pada suhu 4oC. Selanjutnya supernatan diambil
dan disaring dengan menggunakan millipore filter ukuran 0,45 µm (Tanner
dkk., 1999; Anggraeni dkk., 2005; Lassila dkk., 2009).
6. Perendaman Sampel dalam Saliva
Sampel disterilkan terlebih dahulu menggunakan sinar ultra violet. Conical
tube diisi dengan saliva sebanyak 5 mL. Sampel kemudian dimasukkan ke
dalam conical tubedan setelah itu sampel direndam di dalam saliva selama 1
jam (Anggraeni dkk., 2005; Brambilla dkk., 2009).
7. Perendaman Sampel dalam SuspensiC. albicans
Sampel yang telah direndam di dalam saliva dibilas dengan larutan PBS lalu
dimasukkan ke dalam suspense C. albicans pada media cair BHI sebanyak 5
mL kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam (Nikawadkk., 1996).
Setelah 2 jam sampel diambil dengan menggunakan pinset dan dimasukkan
ke dalam 5 mL media cair BHI steril pada tabung reaksi. Tabung reaksi
kemudian digetarkan dengan menggunakan Vortex Mixer selama 1 menit
untuk melepas C. albicans yang menempel pada sampel. Media yang
mengandung C. Albicans diencerkan hingga 10-2. Selanjutnya diambil
sebanyak 0,1 ml dimasukkan ke media padat Saboraud dextrose
chloramphenicol agar pada cawan petri dan diratakan dengan menggunakan
spreader yang telah disterilkan kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama
48 jam (Akalin-Evrendkk., 2012). Setelah itu dilakukan perhitungan jumlah

25
koloni C. albicans yang tumbuh pada media padat Saboraud Dextrose Agar
dalam satuan CFU/mL (Anggraeni dkk., 2005).
8. Pengelolaan Limbah Penelitian
Limbah penelitian berupa alat dan bahan disterilkan dengan menggunakan
autoclave dan hasil biakan Candida albicans dibuang bersama limbah medis
lainnya instalasi pembuangan limbah khusus di Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada.

I. Analisis Data

Data dari hasil penelitian dilakukan uji analisis dengan menggunakan uji-t
tidak berpasangan.

26
J. Alur Penelitian

Pembuatan sampel resin Pembuatan sampel FRC


komposit sebanyak 4 buah Fiber Agave sisalana
(4 buah)

Saliva dikumpulkan sebanyak 5 mL


dan disentrifugasi dengan kecepatan
1000 rpm, suhu 4oC, selama 20 menit

Sampel disterilkan dengan sinar uv


selama 60 menit

Sampel direndam dalam saliva selama 1 jam

Sampel direndam dalam media cair BHI


yang bersuspensi C. albicans dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 2 jam

Sampel dibilas dengan PBS dan dimasukkan


pada media cair BHI steril, digetarkan dengan
Vortex Mixer dan diencerkan hingga 10-2

BHI cair sebanyak 0,1 mLdimasukkan dalam media padat


Saboraud dextrose chloramphenicol agar, inkubasi pada
suhu 37oC selama 48 jam

Perhitungan jumlah koloni

Analisis data dengan uji-t tidak


berpasangan

27
Catatan:

Fiber ditengah apakah berpengaruh thd sifat hidropobiknya?

Landasan teori tidak boleh dari teori (ada sitasi)

Mau adhesi atau perlekatan? Disamakan dari judul hingga isi

Bagaimana bisa menaikkan adhesi candida?

28

You might also like