You are on page 1of 12

LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI

Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah
perilaku ini benar atau yang memang sudah seharusnya dilakukan. Praktik bisnis merupakan
aktivitas utama masyarakat yang wajib didukung oleh perilaku baik. Oleh karena itu, perilaku etika
diperlukan untuk mencapai kesuksekan jangka panjang di dalam mengelola sebuah bisnis. Etika
bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya
dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan
dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Adapun prinsip-
prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut:
a. Prinsip otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas
keputusan yang diambil.
b. Prinsip kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran
karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (misal kejujuran dalam
pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan
lain-lain).
c. Prinsip keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai
dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
d. Prinsip saling menguntungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan,
demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
e. Prinsip integritas moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku
bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar
tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik

1. PRAKTIK BISNIS TIDAK BERETIKA


Adam Smith percaya bahwa peran bisnis yang dilakukan melalui persaingan pasar bebas
akan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera. Perusahaan akan berlomba-lomba
menciptakan barang serta jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan harga yang lebih murah
dan lebih baik. Dengan adanya persaingan, serta motif untuk mendapatkan keuntungan maka, akan
terjadi proses barang dan jasa yang lebih baik. Sebagian besar produk-produk peradaban dunia
merupakan produk yang dihasilkan oleh bisnis.
Terdapat beberapa contoh kasus perusahaan yang melakukan praktik bisnis yang tidak
beretika untuk mendapatkan keuntungan, antara lain :
a. Pada tahun 1920an, banyak perusahaan yang melakukan manipulasi laporan keuangan
yang kemudian mendorong optimisme yang berlebihan dari pasar modal dan berakhir
dengan kepanikan, market crash, dan depresi ekonomi yang berkepanjangan.
b. Pada tahun 1970an, para eksekutif yang mendapatkan remunerasinya berdasarkan ukuran
perusahaan, berupaya untuk terus meningkatkan pendapatannya dengan tindakan-tindakan
yang dapat merugikan pihak lain. Biasanya untuk menekan biaya dan harga, mereka
membuat produk yang dapat mebahayakan konsumen. Contohnya adalah Perusahaan Ford
Pinto.
Terdapat beberapa masalah etika dalam bisnis yang dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kategori, yaitu:
a. Suap (Bribery)
Merupakan tindakan berupa menawarkan, membeli, menerima, atau meminta sesuatu yang
berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli
pengaruh.Pembelian itu dapat dilakukan baik dengan membayar sejumlah uang atau
barang, maupun pembayaran kembali setelah transaksi terlaksana.Suap kadang kala tidak
mudah dikenali.Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah
dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut
sebagai suap tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
b. Paksaan (Coercion)
Merupakan tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan
atau ancaman.Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan,
pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
c. Penipuan (Deception)
Merupakan tindakan memperdaya,menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau
melakukan kebohongan.
d. Pencurian (Theft)
Merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil properti
milik orang laintanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa properti fisik
atau konseptual.
e. Diskriminasi tidak jelas (Unfair Discrimination)
Merupakan perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang
disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama.Suatu kegagalan untuk
memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara
yang disukai atau tidak.

2. TUNTUTAN MASYARAKAT TERHADAP BISNIS


Beberapa permasalahan global yang terjadi membuat penderitaan dan menimbulkan
perubahan dalam tata kehidupan manusia. Situasi ini mendorong masyarakat untuk menuntut
akuntabilitas dan tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih besar. Berikut beberapa tuntutan
masyarakat terhadap lingkungan bisnis dan perusahaan.
a. Masalah Pencemaran Lingkungan : Pemanasan Global dan Krisis Energi.
Perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pembangkit listrik, transportasi,
manufaktur dan kehutanan dianggap memiliki kontribusi besar dalam emisi CO2.
Perusahaan tersebut mendapatkan kritik sebagai penyebab kerusakan hutan, terkurasnya
perikanan dan barang tambang, sampai dengan pembuangan sampah yang membahayakan
lingkungan.
b. Anti Globalisasi
Gerakan anti globalisasi sering terlihat dalam pertemuan KTT yang mencerminkan
sentimen sebagian orang di negara berkembang atas kehadiran perusahaan multinasonal
yang melakukan investasi di negaranya. Sentimen ini didasari oleh alasan bahwa investasi
asing tidak memberikan manfaat bagi masyarakat. Investasi asing sianggap memberikan
lapangan kerja bagi masyarakat dengan pengorbanan dalam bentuk diskriminasi gaji,
pemanfaatan tenaga kerja dibawah umur, pencemaran udara, dan kerusakan lingkungan,
konsumerisme, serta sering menimbulkan pembenturan budaya. Investasi asing hanya
memberikan laba bagi pemegang di negara asal, dimana para pemegang saham
melaksanakan tanggung jawan sosialnya bagi masyarakat di negara asal investasi. Investasi
asing sering melangkah lebih jauh, mengatur masalah politik dari negara tempat investasi
yang dilakukannya. Hasil survey McKinsey (2007), penolakan terhadap investasi asing dan
perdagangan bebas merupakan hal yang dikhawatirkan oleh peimpin bisnis.
Permasalahan global tersebut melatar belakangi perubahan pada lingkungan bisnis ,
beberapa diantaranya adalah :
a. Kemunculan Model-model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku Kepentingan
Reaksi oleh bisis pada evolusi dari mandat keuntungan murni menjadi pengenalan adanya
saling ketergantungan antara bisnis dan masyarakat. Beberapa tren dikembangkan sebagai
hasil dari tekkanan ekonomi dan kompetitif serta memiliki efek pada etika bisnis dan
akuntan profesional , mencakup :
 Memperluas kewajiban hukum untuk direktur perusahaan.
 Pernyataan manajemen kepada pemegang sahan atas kecukupan pengendalian
internal.
 Ketetapan niat untuk mengelola resiko dan melindungi reputasi.
b. Manajemen Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Risiko.
Para direktur, eksekuti, manajer, dan karyawan lainnya harus memahami sifat dar
interest pemangku kepentingan dan nilai-nilai yang mendukungnya untuk menggabungkan
interes pemangku kepentingan kedalam kebijakan, strategi, dan operasional perusahaan.
Saat ini, penyelidikan terhadap nilai-nilai , reputasi, dan manajemen risiko menjadi subjek
studi terbaru yang ramai diteliti. Nilai-nilai pada suatu perusahaan akan berbeda tergantung
pada kelompok pemangku kepentingan. Terdapat empat penentu reputasi sebuah
perusahaan, yaitu kredibilitas, keandalan, sifat dapat dipercaya, dan tanggung jawab.
Manajemen dan auditor sejak tahun 1990-an semakin berorientasi padapada
manajemen risiko. Teknik-teknik manajemen risiko telah berkebang seiring dengan
pengakuan oleh direktur, eksekutif, dan akuntan profesional mengenai nilai-nilai dalam
mengidentifikasi risiko di awal dan dalam perencanaan untuk menghindari atau
mengurangi konsekuensi yang tidak menguntungkan, yang melekat dalam risiko.
c. Akuntabilitas
Munculnya interes pemangku kepentingan dan akuntabilitas, serta terjadi kasus
krisis keuangan yang menimpa Enron, telah meningkatkan keinginan untuk membuat
laporan kinerja perusahaan yang lebih relevan. Laporan dibuat lebih transparan dan akurat
dibandingkan dengan laporan masa lalu. Secara umum, kekurangan integritas sering kali
terdapat pada laporan-laporan perusahaan karena tidak mencakup beberapa hal atau
permasalahan,. Dengan demikian, laporan tersebut tidak selalu memberikan presentasi
yang jelas dan seimbang bagaimana pemangku kepentingan terpengaruh oleh laporan.

3. INISIATIF UNTUK MENCIPTAKAN BISNIS YANG BERKELANJUTAN


Terdapat beberapa insiatif yang cukup besar di dalam menciptakan bisnis yang
berkelanjutan, antara lain :
a. Corporate Social Responsibility dari World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD)
WBCSD bertujuan untuk menjadi katalisator perubahan dan membantu tercapainya
kerjasama yabg lebih erat antara dunia usaha, pemerintah dan organisasi lain yang peduli terhadap
lingkungan hidup dan pembangunan yang berkelanjutan. WBSD merintis pengembangan CSR
sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2000. Terdapat beberapa prinsip yang disarankan oleh
WBCSD yang dapat digunakan dalam perumusan strategi, anatara lain :
 Pembangunan kapasitas dari masyarakat sehingga dapat membentuk modal sosial.
 Pembangunan kemitraan dengan perusahaan lain dan kelompok-kelompok di dalam
masyarakat.
 Kerjasama dalam bidang teknologi, sebagai bagian dari pembangunan kapsitas dan
pembangunan kemitraan.
 Keterbukaan dan trasnparansi untuk mengkomunikasikan bukti-bukti perilaku perusahaan
yang bertanggung jawab.

b. Global Corporate Citizenship dari World Economic Forum CEOs


Perkumpulan ini berisikan sekitar 44 pemimpin perusahaan terkemuka, yang memiliki
komitmen untuk menjadi global corporate citizen di dalam menjalankan bisnis. Menjalankan
usaha yang bertanggungjawab harus melebihi dari kegiatan filantropi dan harus terintergrasi
dengan strategi dan praktik usaha inti mereka. Mereka merekomendasikan suatu Framework for
Action untuk memimpin perusahaan sebagai penanggung jawab akhir penerapan Corporate
Citizen. A Framework for Action yang direkomendasikan antara lain :
 Provide Leadership
 Define What It Means For Your Company
 Make it Happen
 Be Trasnparent About It
c. UN Global Impact
UN Global Impact merupakan sebuah inisiatif yang dibentuk oleh PBB untuk
mempromosikan corporate citizenship. Perusahaan diharapkan dapat berkontibusi secara sukarela
melalui organisasi dan supply chain-nya. Perusahaan juga dapat bekerjasama dengan PBB,
pemerintah setempat, atau LSM untuk meningkatkan pembangunan berkelanjutan baik pada
masyarakat setempat maupun secara internasional.

4. KASUS ENRON
Enron adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika
Serikat. Perusahaan ini didirikan pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah
konsorsium dari Northern American Power and Light Company, Lone Star Gas Company, dan
United Lights and Railways Corporation. Kepemilikan konsorsium ini secara bertahap dibubarkan
antara 1941 hingga 1947 melalui penawaran saham kepada publik. Pada 1979, Northern Natural
Gas mengorganisir dirinya sebagai perusahaan induk, Internorth, yang menggantikan Northern
Natural Gas di New York Stock Exchange. Enron sebelum tahun 2001 mempekerjakan sekitar
21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang
listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, serta komunikasi.
Enron menyalahgunakan kekuatan ekonomi dan hubungan pribadi pada Arthur Andersen
untuk mencapai “pendekatan agresif dalam akuntansinya”. Tim Audit Andersen yang dipimpin
David Duncan kelihatannya mengakomodasi keagresifan Enron. Ketika ada akuntan Andersen
yang bereaksi secara tidak simpatik terhadap upaya Enron untuk memaksimalkan laba atau untuk
memanipulasinaturan akuntansi, besar kemungkinannya dia digeser dari penugasannya di Enron
yang prestisius.
Sejak tahun 1998 Enron mulai mengeluh terhadap keputusan-keputuwsan yang
dibuat Professional Standards Group (PSG). Sebenarnya PSG adalah suatu lembaga kunci di
Andersen yang mempunyai wewenang tertinggi menetapkan hal-hal yang berkenaan dengan
kebijakan akuntansi, atau masalah-masalah yang mungkin timbul mengenai kebijakan akuntansi.
Pada 2 Desember 2001, Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11 akibat
kebangkrutan yang melanda perusahaan tersebut. Kebangkrutan ini disebabkan kegagalan pada
proses bisnis dan manajemen (Eiteman, dkk, 2007). Juga akibat adanya penipuan akuntansi yang
sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif.
Jeffrey Skilling menjelaskan kebangkrutan Enron disebabkan terganggunya proses bisnis
akibat credit rating perusahaan menurun pada November 2001. Hal ini dikarenakan sebagai
perusahaan trading, membutuhkan rating nilai investasi untuk melakukan perdagangan dengan
perusahaan lain. Tidak ada nilai yang baik, maka tidak akan ada perdagangan (Eiteman, dkk,
2007).
Terjadinya penurunan nilai rating investasi perusahaan disebabkan hutangnya yang terlalu
besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian diklasifikasikan
ulang sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya sebesar $13 juta
tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan karena terdapat
banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak tercatat dalam neraca yang
memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi ketidakcocokan saat dilakukan konsolidasi ulang yang
kemudian menyebabkan nilai ekuitas perusahaan jatuh (Eiteman, dkk, 2007).
Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan menyebabkan timbulnya masalah
manajemen keuangan yang mendasar pada Enron. Pertumbuhan perusahaan membutuhkan adanya
modal eksternal. Tambahan modal dapat diperoleh dari hutang baru dan ekuitas baru. Ken Lay dan
Jeff Skilling, enggan untuk menerbitkan jumlah besar dari ekuitas baru. Karena akan mendilusi
laba dan jumlah saham yang dipegang oleh pemegang saham. Pilihan menggunakan utang juga
terbatas, dengan tingkat utang yang tinggi menyebabkan rating Enron hanya sebesar BBB, tingkat
rating yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman, dkk, 2007).
Andrew Fastow bersama dengan asistennya membuat SPEs, alat yang digunakan dalam jasa
keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting, pertama; menjual aset-aset yang bermasalah ke
rekanan. Enron menghilangkan aset tersebut dari neraca, mengurangi tekanan akibat utang dan
menyembunyikan kinerja buruk investasi. Hal ini dapat mendatangkan dana tambahan untuk
membiayai kesempatan investasi baru. Kedua; memperoleh pendapatan untuk memenuhi laba
yang disyaratkan oleh Wall Street.
SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam bentuk saham treasury, (2) ekuitas dalam
bentuk minimum 3% dari aset yang berasal dari pihak ketiga yang tidak berhubungan, (3) jumlah
yang besar dari utang bank. Modal ini berada pada sisi kanan neraca SPEs, akan tetapi pada sisi
kiri modal digunakan untuk membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan harga saham SPEs
berkaitan dengan harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham Enron ter-apresiasi.
Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham Enron ter-depresiasi (Eiteman, dkk,
2007).
Menurunnya harga saham Enron hingga $47 per lembar saham pada bulan Juli 2001,
menyebabkan investor curiga. Hal ini menyebabkan Sherron Watkins, wakil presiden Enron
mencoba memperingatkan Kenneth Lay dengan membawa 6 lembar surat yang menjelaskan
proses akuntan yang tidak wajar sehubungan dengan SPEs dan memperingatkan akan kecurangan
proses akuntan. Akan tetapi peringatan Sherron Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay, sehingga
terjadilah tsunami di Enron. Harga sahamnya jatuh hingga tersisa $1 per lembar saham yang
menyebabkan Enron bangkrut. Pada Bulan Februari 2002, Sherron Watkins dipanggil oleh DPR
untuk menjelaskan skandal Enron, tentang aktivitas akuntansi perusahaan.

5. PEMBAHASAN KASUS ENRON


Adapun kaitan kasus Enron dengan etika bisnis, jika dilihat dari prinsip keuntungan dan
etika:
Menurut teori fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan
kecurangan, menipulasi, korupsi dan sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu opportunity; pressure;
dan rationalization, ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui meningkatkan moral,
akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita meyakini bahwa tindakan yang bermoral
akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust). Namun, hal tersebut tidak
dilakukan oleh Enron, yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi
banyak pihak. Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama
karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor
di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika
dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency
Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau
principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari
pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron
telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan
melupakan norma dan etika bisnis yang sehat.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi
laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami
kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati
investor. Dalam pihak Andersen sendiri pun mengalami pergejolakan akan etika, dimana seorang
staf PSG (Professional Standard Group) yaitu Carl Bass tidak diperkenankan turut campur
menangani Enron, karena menentang kebijakan akuntansi yang diterapkan Enron. Sekalipun hal
ini diluar tradisi Andersen, dan ditentang oleh orang-orang penting PSG, tetap saja Carl Bass tidak
diperkenankan ikut campur. Akuntan Andersen yang lain juga mengalami nasib yang sama, yaitu
Jennifer Stevenson dan Pattie Grutzmacher. Keduanya digeser dari bagian tertentu dalam audit
Enron setelah mereka mengambil posisi yang berlawan dengan keinginan klien. Selain itu, Tim
audit Enron yang dikepalai oleh David Duncan dan anggota senior dalam tim auditnya
mengabaikan saran PSG dan untuk tidak menggabungkan masing-masing SPEs menjadi satu,
walaupun sebenarnya di Andersen nasehat PSG tidak pernah diabaikan, dan secara umum
pendapat PSG lah yang menentukan. Ketika kasus ini menyeruak, Duncan memerintahkan untuk
menghancurkan seluruh dokumen Enron kecuali kertas kerja audit inti. Hal ini untuk mencari jalan
keselamatan, yang tidak sesuai dengan etika.
Secara kasat mata kasus Enron (baik manajemen Enron maupun KAP Andersen) telah
melakukan mal practice jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain:
 Adanya praktik discrimination of information/ unfair discrimination, melalui suburnya
praktik insider trading, dimana hal ini sangat diketahui oleh Board of Director Enron, dengan
demikian dalam praktik bisnis di Enron sarat dengan collusion. Kondisi ini diperkuat
oleh Bussines Round Table (BRT), pada tanggal 16 Pebruari 2002 menyatakan bahwa:
 Tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen Enron berperan besar dari
kebangkrutan perusahaan;
 Telah terjadi pelanggaran terhadap norma etika corporate governance dan corporate
responsibility oleh manajemen perusahaan;
 Perilaku manajemen Enron merupakan pelanggaran besar-besaran terhadapkepercayaan
yang diberikan kepada perusahaan.
 Adanya Deception Information, yang dilakukan pihak manajemen Enron maupun
KAP Arthur Andersen, mereka mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak
sehat. Tetapi demi kepercayaan dari investor dan publik, kedua belah pihak merekayasa
laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan.
Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap
melakukanDeception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan
memberikan prospek yang sangat baik. KAP Andersen tidak mau mengungkapkan apa
sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron
tetap dipertahankan, hal ini dimungkinkan adanya coercion atau bribery, karena pihak
Gedung Putih termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat juga di indikasikan terlibat dalam
kasus Enron ini.
 Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik -The big five- yang melakukan
Audit terhadap laporan keuangan Enron Corp. tidak hanya melakukan manipulasi laporan
keuangan Enron, KAP Andersen telah melakukan tindakan yang tidak etis dengan
menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron.
Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat
kepermukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran
dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar
hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar
dari sikap profesionalisme sebagai akuntan independen dengan melakukan
tindakan knowingly and recklessly yaitu menerbitkan laporan audit yang salah dan
meyesatkan (deception of information).
Peran Pemerintah
Dalam masalah Enron dan Andersen, kasus ini bergaung keras karena melibatkan
politisi-politisi penting. Enron mempunyai hubungan dekat dengan Presiden George Bush.
Enron sejak lama menjadi pendukung keuangan Bush. Keterlibatan keuangan Enron
melaampaui Gedung Putih, dan menyeret banyak kalangan dari partai Republik. Dukungan
keuangannya membuka kesempatan bagi Enron untuk mendapat akses ke lembaga negara
yang sensitif seperti Energy Committee-nya, yaitu Wakil Presiden Richard Cheney. Sehingga,
peran pemerintah secara preventif dalam kasus ini menjadi tidak berfungsi. Pemerintah AS
menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk melindungi para investor dengan cara
meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Selain
itu, dibentuk pula PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) yang bertugas:
 Mendaftar KAP yang mengaudit perusahaan publik
 Menetapkan atau mengadopsi standar audit, pengendalian mutu, etika, independensi dan
standar lain yang berkaitan dengan audit perusahaan publik
 Menyelidiki KAP dan karyawannya, melakukan disciplinary hearings, dan mengenakan
sanksi jika perlu
 Melaksanakan kewajiban lain yang diperlukan untuk meningkatkan standar professional
di KAP
 Meningkatkan ketaatan terhadap SOX, peraturan-peraturan PCAOB, standar
professional, peraturan pasar modal yang berkaitan dengan audit perusahaan publik.
Perubahan-perubahan yang ditentukan dalam Sarbanes-Oxley Act untuk menjamin
independensi auditor, maka KAP dilarang memberikan jasa non audit kepada perusahaan yang
diaudit. Berikut ini adalah sejumlah jasa non audit yang dilarang :
 Pembukuan dan jasa lain yang berkaitan.
 Desain dan implementasi sistem informasi keuangan.
 Jasa appraisal dan valuation
 Opini fairness
 Fungsi-fungsi berkaitan dengan jasa manajemen
 Broker, dealer, dan penasihat investasi
DAFTAR PUSTAKA
http://yuriaiuary.blogspot.co.id/2017/05/lingkungan-etika-dan-akuntansi.html
(diakses pada tanggal 21 September pukul 15.00 Wita)
http://zetzu.blogspot.co.id/2012/03/lingkungan-etika-dan-akuntansi.html
(diakses pada tanggal 21 September pukul 15.00 Wita)

You might also like